712 770 1 PB PDF
712 770 1 PB PDF
Abstrak: Acute kidney injury (AKI) merupakan terminologi baru yang digunakan sebagai
pengganti gagal ginjal akut. AKI merupakan sebuah sindrom dalam bidang nefrologi yang
dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens dengan angka mortalitas yang
masih cukup tinggi. Perubahan tersebut disertai dengan pengajuan kriteria diagnosis yang
terbukti lebih sensitif untuk mendeteksi AKI lebih dini sehingga dapat diupayakan perbaikan
prognosis pasien. Saat ini, diagnosis AKI ditegakkan dengan menggunakan kriteria RIFLE/
AKIN. Berdasarkan sumber masalahnya , AKI dibagi menjadi 3 kelompok utama, yaitu prarenal,
renal dan pascarenal. Dalam upaya diagnosis, perlu ditentukan etiologi, tahap penyakit, dan
komplikasi AKI. Penatalaksanaan AKI harus dilakukan secara menyeluruh, mencakup upaya
tata laksana etiologi, pencegahan menurunnya fungsi ginjal lebih jauh, terapi cairan dan
nutrisi, serta tata laksana komplikasi yang dapat dilakukan secara konservatif atau secara
bedah yaitu mengganti ginjal.
Kata kunci: Acute kidney injury, pendekatan klinis, tata laksana
Abstract: Acute kidney injury (AKI) is a terminology that substitute the previously known acute
renal failure. AKI is a syndrome that shows increasing incidence rate in the last 15 years with
relatively high mortality rate. This new terminology is follows the proposition of more sensitive
diagnosis criteria in order to detect AKI earlier, thus improve patient’s prognosis. Today, AKI is
diagnosed based on RIFLE/AKIN criteria and this should include determin the etiology, stage and
complications of AKI. According to the etiology, AKI is classified into 3 major categories: prarenal,
renal and pascarenal. Comprehensive management includes management of etiology, prevention
further declining of renal function, fluid, nutrition therapy and complications management, and
this can be done either with conservative method or renal replacement therapy.
Keywords: Acute kidney injury, clinical approach, management
AKI dengan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kategori Tabel 2. Klasifikasi AKI dengan kriteria AKIN, 2005.8
(berdasarkan peningkatan kadar Cr serum atau penurunan
Tahap Peningkatan kadar Cr serum Kriteria UO
LFG atau kriteria UO) yang menggambarkan beratnya
penurunan fungsi ginjal dan 2 kategori yang menggam- 1 >1,5 kali nilai dasar atau peningkatan <0,5 mL/kg/jam,
barkan prognosis gangguan ginjal, seperti yang terlihat pada >0,3 mg/dL >6 jam
tabel 1.5,7 2 >2,0 kali nilai dasar <0,5 mL/kg/jam,
> 12 jam
3 >3,0 kali nilai dasar atau >4 mg/dL <0,3 mL/kg/jam,
Tabel 1. Klasifikasi AKI dengan Kriteria RIFLE, ADQI Revisi dengan kenaikan akut > 0,5 mg/dL >24 jam atau
2007 8 atau inisiasi terapi pengganti ginjal anuria >12 jam
Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, sehingga dapat berpengaruh pada prognosis penderita.
vasokonstriksi pembuluh darah ginjal akan menyebabkan Dibutuhkan penanda biologis ideal yang mudah
peningkatan reabsorbsi natrium oleh tubulus hingga diperiksa, dapat mendeteksi AKI secara dini sebelum terjadi
mencapai 99%. Akibatnya, ketika sampah nitrogen (ureum peningkatan kadar kreatinin, dapat membedakan penyebab
dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat vaso- AKI, menentukan derajat keparahan AKI, dan menentukan
konstriksi pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang prognosis AKI. Penanda biologis dari spesimen urin yang
masih terjaga baik, fraksi ekskresi natrium (FENa = [(Na urin x saat ini dikembangkan pada umumnya terdiri dari 3 kelompok
Cr plasma)/(Na plasma x Cr urin)] mencapai kurang dari 1%, yakni penanda inflamasi (NGAL, IL-18), protein tubulus (kid-
FEUrea kurang dari 35%. Sebagai pengecualian, adalah jika ney injury molecule [KIM]-1, Na+/H+ exchanger isoform 3),
vasokonstriksi terjadi pada seseorang yang menggunakan penanda kerusakan tubulus (cystatin C, α-1 mikroglobulin,
diuretik, manitol, atau glukosuria yang menurunkan retinol-binding protein, NAG).14,16
reabsorbsi Na oleh tubulus dan menyebabkan peningkatan Berdasarkan penelitian fase 2 dan 3 yang ada saat ini,
FENa. Hal yang sama juga berlaku untuk pasien dengan PGK dapat disimpulkan bahwa IL-18 dan KIM-1 merupakan
tahap lanjut yang telah mengalami adaptasi kronik dengan penanda potensial untuk membedakan penyebab AKI;
pengurangan LFG. Meskipun demikian, pada beberapa NGAL, IL-18, GST-π , dan γ-GST merupakan penanda
keadaan spesifik seperti ARF renal akibat radiokontras dan potensial diagnosis dini AKI; NAG, KIM-1 dan IL-18
mioglobinuria, terjadi vasokonstriksi berat pembuluh darah merupakan penanda potensial prediksi kematian setelah AKI.
ginjal secara dini dengan fungsi tubulus ginjal yang masih Tampaknya untuk mendapatkan penanda biologis yang ideal,
baik sehingga FENa dapat pula menunjukkan hasil kurang dibutuhkan panel pemeriksaan beberapa penanda bio-
dari 1%.13 logis.14,16 Sampai saat ini belum ada penanda biologis yang
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan beredar di Indonesia.9
AKI pascarenal adalah pemeriksaan urin residu pasca-
berkemih. Jika volume urin residu kurang dari 50 cc, didukung Tata Laksana
dengan pemeriksaan USG ginjal yang tidak menunjukkan Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh
adanya dilatasi pelviokalises, kecil kemungkinan penyebab penyebab AKI dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika
AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti ditemukan pada tahap prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R
foto polos abdomen, CT-scan, MRI, dan angiografi ginjal dan I), upaya yang dapat dilakukan adalah tata laksana opti-
dapat dilakukan sesuai indikasi.4,13 mal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh pada tahap
Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab
dengan penyebab renal yang belum jelas, namun penyebab AKI adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian
pra- dan pascarenal sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan zat nefrotoksik, koreksi obstruksi pascarenal, dan meng-
tersebut terutama dianjurkan pada dugaan AKI renal non- hindari penggunaan zat nefrotoksik. Pemantauan asupan dan
ATN yang memiliki tata laksana spesifik, seperti glome- pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin.4,17 Selama
rulonefritis, vaskulitis, dan lain lain.4 tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan),
beberapa pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup
Peranan Penanda Biologis berarti, sehingga pemantauan ketat serta pengaturan
Beberapa parameter dasar sebagai penentu kriteria di- keseimbangan cairan dan elektrolit harus dilakukan secara
agnosis AKI (Cr serum, LFG dan UO) dinilai memiliki beberapa cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
kelemahan. Kadar Cr serum antara lain (1) sangat tergantung pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit
dari usia, jenis kelamin, massa otot, dan latihan fisik yang urin dan serum.18
berat; (2) tidak spesifik dan tidak dapat membedakan tipe
kerusakan ginjal (iskemia, nefrotoksik, kerusakan glomeru- Terapi Nutrisi
lus atau tubulus); (3) tidak sensitif karena peningkatan kadar Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari
terjadi lebih lambat dibandingkan penurunan LFG dan tidak penyakit dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Se-
baik dipakai sebagai parameter pemulihan. Penghitungan LFG buah sistem klasifikasi pemberian nutrisi berdasarkan status
menggunakan rumus berdasarkan kadar Cr serum merupakan katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005 (tabel 5).
perhitungan untuk pasien dengan PGK dengan asumsi kadar
Cr serum yang stabil. Perubahan kinetika Cr yang cepat terjadi Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin
tidak dapat “ditangkap” oleh rumus-rumus yang ada. Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat
Penggunaan kriteria UO tidak menyingkirkan pengaruh faktor yang sudah digunakan selama berpuluh-puluh tahun namun
prarenal dan sangat dipengaruhi oleh penggunaan diuretik. kesahihan penggunaannya bersifat kontoversial. Obat-
Keseluruhan keadaan tersebut menggambarkan kelemahan obatan tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin.
perangkat diagnosis yang ada saat ini, yang dapat berpe- Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi
ngaruh pada keterlambatan diagnosis dan tata laksana luminal sel, menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa
Tabel 5. Klasifikasi dan Kebutuhan Nutrisi Pasien AKI translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak
(Dimodifikasi) 12,19 berhasil (keberhasilan hanya pada 8-22% kasus), harus
Katabolisme dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak
Variabel Ringan Sedang Berat bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas. 17,21
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi
Contoh keadaan Toksik karena Pembedahan +/- Sepsis, ARDS, cairan ke intravaskuler sehingga dapat digunakan untuk tata
klinis obat infeksi MODS
Dialisis Jarang Sesuai kebutuhan Sering laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun kegu-
Rute pemberian Oral Enteral +/- pa- Enteral +/- pa- naan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan
nutrisi renteral renteral kerusakan ginjal lebih jauh karena bersifat nefrotoksik,
Rekomendasi energi20-25 kkal/kg 25-30 kkal/kg 25-30 kkal/kg menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan
BB/hari BB/hari BB/hari
Sumber energi Glukosa 3-5 g/ Glukosa 3-5 g/ Glukosa3-5 g/kg aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian
kgBB/hari kgBB/hari BB/hari manitol lebih dari 250 mg/kg tiap 4 jam. Penelitian lain
Lemak 0,5-1 g/ Lemak 0,8-1,2 menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin,
kgBB/hari kgBB/hari pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien.22,23
Kebutuhan protein 0,6-1 g/kgBB/ 0,8-1,2 g/kgBB/ 1,0-1,5 g/kgBB/
hari hari hari Dopamin dosis rendah (0,5-3 µg/kgBB/menit) secara
Pemberian nutrisi Makanan Formula enteral Formula enteral historis digunakan dalam tata laksana AKI, melalui kerjanya
Glukosa 50-70% Glukosa 50-70% pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin
Lemak 10-20% Lemak 10-20% dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh
AA 6,5-10% AA 6,5-10%
Mikronutrien Mikronutrien darah ginjal, menghambat Na+/K+-ATPase dengan efek akhir
peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis.
Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan
Henle. Selain itu, berbagai penelitian melaporkan prognosis vasokonstriksi. Faktanya teori itu tidak sesederhana yang
pasien AKI non-oligourik lebih baik dibandingkan dengan diperkirakan karena dua alasan yaitu terdapat perbedaan
pasien AKI oligourik. Atas dasar hal tersebut, banyak klinisi derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga
yang berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi tidak terdapat korelasi yang baik antara dosis yang diberikan
non-oligourik, sebagai upaya mempermudah penanganan dengan kadar plasma dopamin. Respons dopamin juga
ketidakseimbangan cairan dan mengurangi kebutuhan sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang
dialisis. Namun, penelitian dan meta-analisis yang ada tidak meliputi status volume pasien serta abnormalitas pembuluh
menunjukkan kegunaan diuretik untuk pengobatan AKI darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis),
(menurunkan mortalitas, kebutuhan dialisis, jumlah dialisis, sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam
proporsi pasien oligouri, masa rawat inap), bahkan peng- dunia nyata tidak ada dopamin “dosis renal” seperti yang
gunaan dosis tinggi terkait dengan peningkatan risiko tertulis pada literatur. Dalam penelitian dan meta-analisis,
ototoksisitas (RR=3,97; CI: 1,00-15,78).20,21 Meskipun penggunaan dopamin dosis rendah tidak terbukti bermanfaat
demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis, diuretik dapat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia
menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan miokard, takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangren
tubuh. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada peng- digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak digunakan, pemberian
gunaan diuretik sebagai bagian dari tata laksana AKI dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama
adalah:17,21 6 jam. Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar
1. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan menghentikan penggunaannya untuk menghindari toksisitas.
pasien tidak dalam keadaan dehidrasi. Jika mungkin, Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit
dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dasar seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki
dengan pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- hemodinamik dan fungsi ginjal.17,24,25 Obat-obatan lain seperti
30 menit. Bila jumlah urin bertambah, lakukan rehidrasi agonis selektif DA1 (fenoldopam) dalam proses pembuktian
terlebih dahulu. lanjut dengan uji klinis multisenter untuk penggunaannya
2. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak dalam tata laksana AKI. ANP, antagonis adenosin tidak
berguna pada AKI pascarenal. Pemberian diuretik masih terbukti efektif pada tata laksana AKI.25
dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan oligouria
kurang dari 12 jam). Tata Laksana Komplikasi
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40 Pengelolaan komplikasi yang mungkin timbul dapat
mg. Jika manfaat tidak terlihat, dosis dapat digandakan atau dilakukan secara konservatif, sesuai dengan anjuran yang
diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau dapat dilihat pada tabel 6. Pengelolaan komplikasi juga dapat
tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum dilakukan dengan terapi pengganti ginjal yang diindikasikan
1 gram/hari. Usaha tersebut dapat dilakukan bersamaan pada keadaan oligouria, anuria, hiperkalemia (K>6,5 mEq/l),
dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan asidosis berat (pH<7,1), azotemia (ureum>200 mg/dl), edema
paru, ensefalopati uremikum, perikarditis uremikum, neuropati mencakup upaya tata laksana etiologi, pencegahan penu-
atau miopati uremikum, disnatremia berat (Na>160 mEq/l atau runan fungsi ginjal lebih jauh, terapi cairan dan nutrisi, serta
<115 mEq/l), hipertermia, kelebihan dosis obat yang dapat tata laksana komplikasi.
didialisis.26 Tidak ada panduan pasti kapan waktu yang tepat
untuk menghentikan terapi pengganti ginjal. Secara umum, Daftar Pustaka
terapi dihentikan jika kondisi yang menjadi indikasi sudah 1. Lameire N, Biesen WV, Vanholder R. The rise of prevalence and
teratasi. the fall of mortality of patients with acute renal failure: what the
analysis of two databases does and does not tell us. J Am Soc
Nephrol. 2006;17:923-5.
Tabel 6. Tata Laksana Konservatif Komplikasi AKI4 2. Roesli RMA. Epidemiologi gangguan ginjal akut. Dalam Roesli
RMA, Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan
Komplikasi Tata laksana pengelolaan gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan
Kelebihan cairan § Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari) Sadikin; 2008.p.27-40.
intravaskular § Penggunaan diuretik 3. Waikar SS. Declining mortality in patients with acute renal fail-
Hiponatremia § Batasi cairan (<1 L/hari) ure, 1988 to 2002. J Am Soc Nephrol. 2006;17:1143-50.
§ Hindari pemberian infus cairan hipotonik 4. Brady HR, Brenner BM. Acute renal failure. Dalam Kasper DL,
Hiperkalemia § Batasi asupan K(<40 mmol/hari) Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, edi-
§ Hindari suplemen K dan diuretik hemat K tor. Harrison’s principle of internal medicine. Ed 16. New York:
§ Beri resin potassium-binding ion exchange McGraw-Hill, Inc; 2005.p.1644-53.
§ Beri Dekstrosa 50% 50 cc + insulin 10 unit 5. Mehta RL, Chertow GM. Acute renal failure definitions and clas-
§ Beri Natrium bikarbonat 50-100 mmol sification: time for change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178-
§ Beri salbutamol 10-20 mg inhaler atau 0,5-1 87.
mg iv 6. Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock
§ Kalsium glukonat 10% (10 cc dalam 2-5 menit DG, et al. Acute kidney injury network: report of an initiative to
Asidosis metabolik § Batasi asupan protein (0,8-1 g/KgBB/hari) improve outcomes in acute kidney injury. Critical Care.
§ Beri natrium bikarbonat (usahakan kadar se- 2007,11:R31.
rum bikarbonat plasma >15 mmol/L dan pH 7. Roesli R. Kriteria “RIFLE” cara yang mudah dan terpercaya
arteri >7,2) untuk menegakkan diagnosis dan memprediksi prognosis gagal
Hiperfosfatemia § Batasi asupan fosfat (800 mg/hari) ginjal akut. Ginjal Hipertensi. 2007;7(1):18-24.
§ Beri pengikat fosfat 8. Bagshaw SM, George C, Bellomo R. A comparison of the RIFLE
Hipokalsemia § Beri kalsium karbonat atau kalsium glukonat and AKIN criteria for acute kidney injury in critically ill patients.
10% (10-20 cc) Nephrol Dial Transplant. 2008;23:1569-74.
Hiperurisemia § Terapi jika kadar asam urat >15 mg/dL 9. Roesli RMA. Diagnosis dan etiologi gangguan ginjal akut. Dalam
Roesli RMA, Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan
pengelolaan gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan
Pencegahan Sadikin; 2008.p.41-66.
10. Abuelo JG. Normotensive ischemic acute renal failure. N Engl J
Mengingat terapi AKI yang belum sepenuhnya me- Med. 2007;357:797-805.
muaskan, maka pencegahan sangat penting untuk dilakukan. 11. Roesli RMA, Martakusumah AH, Suryanto. Terapi dialisis pada
Walaupun demikian sampai saat ini, tidak ada pencegahan penderita sakit kritis dengan gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi.
umum yang dapat diberikan pada seorang dengan penyakit 2007;7(1):12-17.
12. Markum HMS. Gagal ginjal akut. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B,
dasar yang dapat menyebabkan AKI,seperti usia lanjut dan Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit
seseorang dengan PGK. Pencegahan AKI terbaik adalah dalam jilid I. Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
dengan memperhatikan status hemodinamik seorang pasien, p.585-9.
mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah 13. Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. Acute renal failure:
definitions, diagnosis, pathogenesis, and therapy. J. Clin. Invest.
penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat 2004;114:5-14.
mengganggu kompensasi ginjal pada seseorang dengan 14. Waikar SS, Liu KD, Chertow GM. Diagnosis, epidemiology and
gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis ginjal maupun diuretik outcomes of acute kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol.
tidak terbukti efektif mencegah terjadinya AKI.14,19,27 2008;3:844-861.
15. Biesen WV, Vanholder R, Lameire N. Defining acute renal fail-
ure: RIFLE and Beyond. Clin J Am Soc Nephrol. 2006;1:1314–9.
Kesimpulan 16. Coca SG, Parikh CR. Urinary biomarkers for acute kidney injury:
Acute kidney injury merupakan salah satu sindrom perspectives on translation. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:481-
490.
dalam bidang nefrologi dengan morbiditas dan mortalitas 17. Roesli RMA. Pengelolaan konservatif (suportif). Dalam Roesli
yang tinggi. Diagnosis AKI ditegakkan berdasarkan RMA, Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan
klasifikasi RIFLE/AKIN, yang selain menggambarkan berat pengelolaan gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan
penyakit juga dapat menggambarkan prognosis kematian dan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan
Sadikin; 2008.p.79-96.
prognosis kebutuhan terapi pengganti ginjal. Diagnosis dini 18. Sutarjo B. Poliuria pada gagal ginjal akut. Dalam Dharmeizar,
yang meliputi diagnosis etiologi, tahap penyakit, dan Marbun MBH, editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrol-
komplikasi AKI mutlak diperlukan. Tata laksana AKI ogy & hypertension course and symposium on hypertension.
Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.53-9. 24. Loekman JS. Vasoactive drugs and the kidney. Dalam: Dharmeizar,
19. Gill N, Nally Jr JV, Fatica RA. Renal failure secondary to acute Marbun MBH, editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrol-
tubular necrosis. Chest. 2005;128;2847-2863. ogy & hypertension course and symposium on hypertension.
20. Ho KM, Sheridan DJ. Meta-analysis of frusemide to prevent or Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.13-17.
treat acute renal failure. BMJ. 2006;333(7565):420. 25. Kumar VS. Renal dose dopamine in acute renal failure. Indian J
21. Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria. Dalam Urol. 2000;16:175.
Dharmeizar, Marbun MBH, editor. Makalah lengkap the 8 th 26. Bellomo R, Ronco C. Indications and criteria for initiating renal
Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on replacement therapy in the intensive care unit. Kidney Int. 1998;
hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.9-10. 53(66):S106-9.
22. Himmelfarb J, Joannidis M, Molitoris B, Schietz M, Okusa MD, 27. O’Leary MJ, Bihari DJ. Preventing renal failure in the critically
Warnock D, et al. Evaluation and initial management of acute ill:There are no magic bullets-just high quality intensive care. Br
kidney injury. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3: 962-7. Med J. 2001;322:1437-9.
23. Sja’bani M. Penggunaan manitol: dampaknya pada ginjal. Dalam
Dharmeizar, Marbun MBH, editor. Makalah lengkap the 8 th
Jakarta nephrology & hypertension course and symposium on ZN
hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.21-22.