PKM PE
Oleh:
EVAN WAHYU KRISTIYANTO D211 15 501
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI
COVER .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4 Batasan Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4
2.1 Fatigue ..................................................................................................... 6
2.3 CNT (carbon nanotubes) ......................................................................... 7
2.2.1 Struktur CNT ................................................................................. 9
2.2.2 Sintesis CNT dengan Proses Pyrolisis ........................................... 11
2.3 Material Komposit ................................................................................... 14
2.3.1 Komposit berdasarkan matrik dan penguat ................................... 15
2.3.2 Komposit matrik logam ................................................................. 17
2.4 Pengecoran. .............................................................................................. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 23
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 23
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 23
3.3 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 26
3.4 Prosedur penelitian .................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini, teknologi adalah suatu hal yang tidak dapat terpisahkan
dari kehidupan kita. Semakin meningkatnya kemajuan teknologi
mengakibatkan kebutuhan akan penelitian dan pengembangan dalam segala
bidang semakin pesat. Beberapa hal di antaranya adalah ditemukannya
transportasi yang dapat memudahkan kita untuk pergi ke berbagai tempat
dengan waktu yang relatif singkat. Pesawat terbang, mobil, Sepeda, kereta api
adalah contoh dari kemajuan teknologi. Pertimbangan pada konsumsi bahan
bakar, waktu yang diperlukan hingga menuju ke tempat tujuan, kuat dan
memiliki umur yang panjang adalah hal yang masih diteliti dan
dikembangkan hingga saat ini.
Dilihat dari pemakaian material pada beberapa dekade sebelumnya,
perkembangan dari komponen transportasi memiliki banyak perubahan. Salah
satu faktor yang membuat kendaraan memiliki kecepatan yang rendah atau
tinggi adalah penggunaan pada material penyusun dari transportasi tersebut.
Menurunkan berat kendaraan adalah solusi yang diteliti hingga saat ini,
namun masih tetap memperhatikan faktor sifat mekanis materialnya.
Kekuatan fatik merupakan salah satu contoh dari sifat mekanis dan hal
yang harus diperhatikan pada beberapa material. Kelelahan (Fatigue) adalah
salah satu jenis kegagalan (patah) pada komponen akibat beban dinamis
(pembebanan yang berulang-ulang atau berubah-ubah) yang diberikan pada
suatu benda. Beberapa komponen pada kendaraan yang harus dipehatikan
kekuatan fatiknya adalah pada power steering Mobil, stir pada sepeda, dan
Landing Gear pada pesawat. Dari berbagai komponen tersebut, diperlukan
material khusus (ringan namun kuat) yakni material komposit.
Menurut Surdia dan Saito tahun 1999, pada umumnya bahan komposit
adalah kombinasi antara dua atau lebih dari tiga bahan yang memiliki
sejumlah sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh masing-masing
komponennya. Komposit umumnya tersusun dari material pengikat (matriks)
1
dan material penguat (reinforcement). Keunggulan komposit adalah memiliki
massa jenis yang ringan dan dapat divariasi dengan bahan lain untuk
mendapatkan kekuatan yang diinginkan. Kombinasi biasanya didapat dengan
bahan polimer, logam dan keramik.
Carbon Nanotubes(CNT) merupakan material penguat (reinforcement)
yang memiliki modulus elastik dan sifat peregangan yang sangat baik.
Material CNT adalah material yang pada era modern ini merupakan material
yang memiliki sifat yang baik, namun memiliki harga yang mahal.
Penambahan CNT pada Aluminium matrix composites (AMCs) merupakan
penelitian yang akan peneliti lakukan, dikarenakan AMCs memiliki sifat yang
ringan dan memiliki kekuatan yang baik. sehingga akan diuji lagi mengenai
sifat mekanis, yaitu fatik (kelelahan material). Meskipun selama dekade
terakhir ini dorongan untuk penelitian ini sudah berfokus pada penggunaan
CNT untuk penguat matriks polimer dan keramik, ketertarikan pada peneliti
komposit Aluminium yang diperkuat CNT telah tumbuh jauh. Komposit
tersebut akan membuat material baru yang dibutuhkan pada berbagai bidang,
seperti bidang kedirgantaraan, otomotif, dan industri olahraga dimana berat
ringan dikombinasikan dengan kekakuan tinggi dan kekuatan yang
diinginkan. (Esawi, 2010)
AMCs (Aluminum Matrix Composites) adalah jenis material komposit
logam dengan aluminium sebagai matrik dan serbuk SiC sebagai penguat.
AMC mempunyai prospek pengembangan yang bagus, didasari oleh sifat-
sifatnya yang baik, seperti kekerasan dan kekuatan yang tinggi, mampu mesin
yang baik, densitas yang rendah, bahan dasar yang mudah didapatkan, dengan
harga yang ekonomis dan bersaing dengan material lain. AMCs banyak
dimanfaatkan pada bidang industri otomotif, penerbangan, dan pertahanan
sebagai bahan kendaraan tempur yang membutuhkan performa tinggi. AMCs
bisa diaplikasi dalam permesinan pesawat terbang, dan aplikasi dalam industri
otomotif (Sahin, 1996).
Menurut penelitian yang dilakukan Esawi pada tahun 2010 mengenai
Penambahan CNT pada AMCs dengan cara metalurgi serbuk, Peningkatan
yang signifikan terjadi pada komposit dengan 2%wt CNT. Kekuatan tarik
2
yang diterima mencapai 250 Mpa dibandingkan dengan aluminium murni
hanya 175 Mpa, akan tetapi tidak pada penambahan 5%wt CNT. Tidak terjadi
kenaikan kekuatan tarik sesuai dengan estimasi.
Berdasarkan alasan-alasan diatas yang mendorong penulis untuk
mengadakan penelitian sebagai penelitian dengan judul “Analisis
Penambahan CNT (Carbon Nanotubes) pada Aluminium 6061 dengan
Metode Stir Casting terhadap Kekuatan Fatik”.
3
1. Menjaga temperatur maksimum 700 °C
2. Dua variasi berat penambahan CNT yang dipilih yakni 0.5%, dan 1% wt
CNT terhadap Aluminium 6061
3. Pada Pengujian kekuatan Fatik, terdapat 3 spesimen di setiap variasi
persentasi berat penambahan CNT (Carbon Nanotubes) terhadap
Aluminium 6061
4. Proses pembuatan spesimen dengan metode Stir Casting
BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang yang memperkenalkan gambaran mengenai
Carbon Nanotube dan metode sintesisnya, serta rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika
penulisan.
4
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Berisi tentang hasil dari eksperimen Al-CNT berikut dengan pembahasan
dan analisanya.
BAB V Penutup
Berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran untuk
pengembangan penelitian selanjutnya
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.2 kurva khusus Fatik untuk besi dan logam bukan besi
(Dieter, 1988)
6
Kurva tersebut didapat dari pemetaan tegangan terhadap jumlah siklus
sampai terjadi kegagalan pada benda uji. Pada kurva ini, siklus menggunakan
skala logaritma. Batas ketahanan fatigue (endurance limit) ditentukan pada
jumlah siklus. (Dieter, 1988)
Gambar 2.3 Superposisi dari tegangan terapan dan sisa (Dieter, 1988)
Pada gambar 2.3 merupakan spesimen yang sedang dalam pengujian
Fatik. Tegangan dan momen lentur terjadi pada proses tersebut. Dengan
kecepatan tertentu dan tegangan, maka spesimen akan mengalami kelelehan
(fatigue). (Dieter, 1988)
Pada tahun 1985, Richart E smalley, Robert F culr Jr dan Sir Harold
W Croto menemukan struktur karbon murni yang tersusun 60 atom (C 60).
Penemuan fullerene oleh Yardley, pada tahun 1997 ini kemudian memacu
penemuan material baru bernama Carbon Nanotubes. Struktur Carbon
Nanotubes mirip dengan fullerene, bedanya atom-atom karbon pada
fullerene membentuk struktur bola sedangkan pada Carbon Nanotubes
berbentuk tabung silinder yang pada tiap-tiap ujungnya tertutup oleh
karbon-karbon yang berbentuk setengah struktur fullerene sehingga
Carbon Nanotubes mempunyai ruang kosong di dalamnya. (Hill, 2002).
7
Carbon nanotubes adalah salah satu struktur carbon yang berbentuk
seperti silinder dengan diameter dalam orde nanometer. Salah satu keunikan
dalam struktur ini adalah kelebihannya dalam hal kekuatan, sifat
keelektrikannya, dan juga sifat dalam penghantaran panas yang baik. Struktur
ini memiliki bermacam bentuk turunan yang masing-masing memiliki
sifatnya tersendiri. Keistimewaan CNT membuatnya menjadi harapan baru
dalam perkembangan teknologi nano.
Sejak ditemukannya pada tahun 1991, carbon nanotube (CNT) telah
menjadikan penguat yang menjanjikan untuk nano komposit, karena sifat
mekanik dan fisik yang luar biasa dari nanotube, yaitu high strength yang
luar biasa untuk rasio berat, aspek rasio yang tinggi, dan high fracture
strain dan fleksibilitas yang tinggi. (Liao, 2011)
Carbon nanotube merupakan turunan dari struktur carbon. Carbon
nanotube dapat dideskripsikan sebagai lembaran grafit setebal 1 atom yang
digulung menyerupai silinder dan memiliki diameter dengan orde nanometer.
Lembaran ini memiliki struktur seperti sarang lebah (honeycomb) yang terdiri
dari ikatan-ikatan atom carbon.
Struktur CNT yang unik memungkinkannya memiliki sifat kenyal, daya
regang, dan stabil dibandingkan struktur carbon lainnya. Kelebihannya ini
dapat dimanfaatkan dalam pengembangan struktur bangunan yang kuat,
struktur kendaraan yang aman, dan lainnya. Hal ini dikarenakan carbon
nanotube memiliki ikatan sp3 menyerupai struktur di grafit. Ikatan ini lebih
kuat dibandingkan dengan struktur ikatan sp2 yang dimiliki oleh intan.
Dengan demikian secara alami CNT akan membentuk ikatan yang sangat
kuat.
8
2.2.1 STRUKTUR CARBON NANOTUBE
a. Single Walled Nanotubes (SWNT)
Struktur ini memiliki diameter kurang lebih 1 nanometer dan
memiliki panjang hingga ribuan kali dari diameternya. Struktur SWNT
dapat dideskripsikan menyerupai sebuah lembaran panjang struktur grafit
(disebut graphene) yang tergulung. Umumnya SWNT terdiri dari dua
bagian dengan properti fisik dan kimia yang berbeda. Bagian pertama
adalah bagian sisi dan bagian kedua adalah bagian kepala. SWNT
memiliki beberapa bentuk struktur berbeda yang dapat dilihat bilamana
struktur tube dibuka.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.5 Beberapa Bentuk Struktur SWNT (a) Struktur Armchair (b)
Struktur Zigzag (c) Struktur Chiral
9
Pada gambar 2.6 terlihat cara lembaran grafit (graphene) dilipat
dapat dijabarkan oleh chiral vector Ch yang direpresentasikan oleh
pasangan (n,m). n dan m menunjukkan jumlah unit vektor di antara 2
vektor di dalam crystal lattice dari graphene. Jika m=0 maka struktur
nanotube dinamakan struktur zigzag. Jika n=m maka struktur nanotube
dinamakan struktur armchair. Selebihnya dinamakan struktur chiral.
Perbedaan dalam chiral vector akan menyebabkan perbedaan sifat struktur,
misalnya sifat struktur terhadap cahaya, kekuatan mekanik, dan
konduktivitas elektrik.
SWNT memiliki sifat keelektrikan yang tidak dimiliki oleh struktur
MWNT. Hal ini memungkinkan pengembangan struktur SWNT menjadi
nanowire karena SWNT dapat menjadi konduktor yang baik. Selain itu
SWNT telah dikembangkan sebagai pengganti dari field effect transistors
(FET) dalam skala nano. Hal ini karena sifat SWNT yang dapat bersifat
sebagai n-FET juga p-FET ketika bereaksi terhadap oksigen. Karena dapat
memiliki sifat sebagai n-FET dan p-FET maka SWNT dapat difungsikan
sebagi logic gate.
b. Multi Walled Nanotubes (MWNT)
MWNT dibentuk dari beberapa lapisan struktur grafit yang digulung
membentuk silinder. Atau dapat juga dikatakan MWNT tersusun oleh
beberapa SWNT dengan berbeda diameter. MWNT jelas memiliki sifat
yang berbeda dengan SWNT.
10
Carbon Nanotubes-DWNT) memiliki sifat yang penting karena memiliki
sifat yang menyerupai SWNT dengan chemical resistance yang lebih baik.
Hal ini dikarenakan pada SWNT hanya memiliki 1 lapis dinding sehingga
bilamana terdapat ikatan C=C yang rusak maka akan menghasilkan lubang
di SWNT dan hal ini akan mengubah sifat mekanik dan elektrik dari ikatan
SWNT tersebut. Sedangkan pada DWNT masih terdapat 1 lapisan lagi di
dalam yang akan mempertahankan sifatnya.
11
adanya pengaruh dari katalisator yaitu karena pengaruh dari katalis
ferrocene yang digunakan. (Christian, 2005).
(a)
12
(b)
Gambar 2.9 (a) Material Carbon Nanotubes yang dihasilkan dari Metode
Spray-Pyrolysis, (b) Citra SEM material Carbon Nanotubes yang disintesis
pada temperatur 900 ℃ (Subagio, 2009)
13
fasa uap karena adanya proses pemanasan di dalam tungku. Selama
larutan benzene- ferrocene dipanaskan di dalam tungku molekul-
molekul ferrocene dan benzene akan putus secara termal kemudian
akan terjadi beberapa reaksi diantaranya dehidrogenasi, kondensasi
cincin benzene dan cyclopentadiene, pembukaan cincin benzene
dan cyclopentadiene, agglomerasi atom Fe satu sama lain yang
kemudian membentuk cluster yang ukurannya dapat bertambah selama
proses penumbuhan. Ion Fe+2 akan tereduksi menjadi logam Fe dimana
akan mengkatalisasi proses dehidrogenasi benzene.
Molekul-molekul benzene yang terdehidrogenasi tersebut akan
berikatan dengan molekul benzene terdehidrogenasi lainnya
membentuk lapisan grafit di permukaan cluster yang kemudian cluster
akan bergerak membentuk formasi silinder dan berakhir di ujung silinder
sampai diameter silinder yang terbentuk sama dengan diameter cluster.
Kondisi ini berlangsung pada fasa uap. Ketika temperatur
diturunkan terjadilah perubahan fasa menjadi padat dalam bentuk CNT
(Memoria, 2014). Mekanisme penumbuhan CNT tersebut ditunjukkan
pada Gambar 2.10.
14
Berdasarkan definisi tersebut maka kondisi ikatan permukaan
sangat berpengaruh terhadap kekuatan komposit. Persyaratan dasar kekuatan
komposit terletak pada kekuatan antar muka matrik dan penguat. Ikatan
antar muka inilah yang menjadi jembatan transmisi tegangan luar yang
diberikan dari matrik menuju partikel penguat. Jika ikatan antarmuka
terjadi dengan baik maka transmisi tegangan ini dapat berlangsung
dengan baik pula. Material komposit tersusun atas 2 (dua) bagian yang
berbeda yaitu matrik dan penguat. Matrik merupakan fasa utama dan kontinu,
berfungsi menahan fasa penguat dan meneruskan beban. Sedangkan
penguat merupakan fasa kedua dan diskontinu yang dimasukkan ke
dalam matrik. Material penguat biasanya dalam bentuk serat, partikel,
atau serpihan. Matrik memiliki sifat ulet, sementara itu, penguat umumnya
memiliki kekuatan lebih tinggi dari pada matrik, sehingga disebut fasa
penguat (reinforcing phase). (Kartaman, 2010)
2.3.1 Komposit berdasarkan Matrik dan Penguat
Komposit dapat digolongkan berdasarkan jenis matrik dan bentuk
penguatnya, yaitu
15
1. Serat Kontinyu, dengan orientasi serat yang bermacam-macam antara
lain arah serat satu arah (unidireksional), dua arah (biaksial), tiga arah
(triaksial).
2. Serat diskontinyu, serat menyebar dengan acak sehingga sifat
mekaniknya tidak terlalu baik jika dibandingkan dengan serat kontinyu.
16
Gambar 2.13 Laminated composite (Kartaman, 2010)
17
Element Amount(%wt)
Aluminium 96.85
Magnesium 0.9
Silicon 0.7
Iron 0.6
Copper 0.3
Chromium 0.25
Zinc 0.2
Titanium 0.1
Manganese 0.05
Others 0.05
Table 2.1 komposisi kimia paduan Al 6061 (Ekambaram, 2015)
18
4xxx Silicon - - Non Heat Treatable
5xxx Magnesium Good Good Non Heat Treatable
Magnesium &
6xxx Silicon Good Good Heat Treatable
7xxx Zinc Fair Excellent Heat Treatable
Table 2.3 Karakteristik Aluminium
Gambar 2.14 Efek dari kandungan CNT pada pengujian kekuatan tarik
dari penelitian komposit (Esawi, 2010)
19
dengan aluminium murni hanya 175 Mpa, akan tetapi tidak pada
penambahan 5%wt CNT. Tidak terjadi kenaikan kekuatan tarik sesuai
dengan estimasi.
Gambar 2.15 Efek dari kandungan CNT pada indentation modulus dari
penelitian komposit (Esawi, 2010)
Gambar 2.16 Scan XRD dari Al-2%CNT dan Al-5%CNT (Esawi, 2010)
20
alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi struktur Kristal, ukuran
Kristal dari suatu bahan padat.
2.4 PENGECORAN
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan
logam dan menuangkan cairan logam tersebut ke dalam rongga cetakan.
Proses ini dapat digunakan untuk membuat benda-benda dengan bentuk
rumit. Benda berlubang yang sangat besar dan sangat sulit atau sangat mahal
jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi masal secara ekonomis
menggunakan teknik pengecoran yang tepat.
Proses pengecoran adalah suatu proses meleburkan suatu bahan padat
menjadi bentuk lain dan dibentuk sesuai yang diinginkan, yang kemudian
didinginkan hingga kembali padat. Perlakuan panas pada benda cor akan
mempengaruhi sifat fisis dan sifat mekanis dari benda cor tersebut. Media
pendinginan pada proses perlakuan panas yang digunakan akan
mempengaruhi hasil dari kualitas benda coran yakni sifat fisis mekanis serta
cacat yang terbentuk dari adanya media pendinginan yang berbeda. (Wibowo,
2018)
Dikutip dari jurnal Abbasipour, Teknik Stir casting merupakan teknik
baru dalam memproduksi MMCs (Metal Matrix Composites) karena
sederhana, fleksibilitas, dan penerapan teknik dalam memproduksi komponen
secara komersial. Komposit yang dibuat menggunakan teknik ini melibatkan
bahan matriks yang akan diikuti penambahan dari reinforcement pada cairan
dengan pengadukan secara merata, diikuti penuangan ke dalam cetakan.
21
Metode stirring pada logam cair atau metode vortex sangat
menguntungkan untuk digunakan, karena bentuk casting hampir sama dengan
produk akhir yang diinginkan, dan biaya produksi yang relatif rendah. Pada
metode ini parameter yang berpengaruh terhadap hasil stir casting adalah
ukuran serbuk atau partikel keramik, kemampuan dan ukuran impeller
pengaduk, temperature logam cair, waktu pengadukan, kecepatan
pengadukan, kecepatan pemakanan partikel ke dalam campuran secara
kontinyu dan dengan laju yang seragam, serta suhu cetakan (Soe, 1995)
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
23
Pengaduk (stir cast)
Digunakan untuk mencampur aluminium dengan carbon
nanotube. Pengaduk terbuat dari stainless steel yang diberi blade pada
ujungnya.
24
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Aluminium 6061
Aluminium 6061 berfungsi sebagai bahan yang akan di leburkan.
25
3.3. Diagram Alir Penelitian
Mulai
Studi literatur
Pengecoran
Temp. 700 ℃
Pure Al, 0,5 % & 1% CNT
N= 350 RPM
Penuangan ke dalam
Cetakan
Tidak
Pemeriksaan Spesimen
hasil Pengecoran
Ya
Selesai
26
3.4. Prosedur Penelitian
Studi Literatur
Metode pengumpulan data ini merupakan langkah awal penelitian
dengan mengumpulkan informasi materi yang berhubungan dengan
penelitian. Beberapa jurnal dan skripsi digunakan sebagai referensi dan
kemudian dipahami.
Persiapan Alat dan Bahan
Material yang telah dipersiapkan diukur massanya terlebih dahulu
dengan menggunakan milligram antara Aluminium dengan CNT. Alat
yang digunakan terlebih dahulu diperiksa sebelum memasuki tahap
Pengecoran.
Pengecoran
Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan pada proses pengecoran
logam, yakni sebagai berikut:
a. Persiapan Tungku Api
Memastikan tempat dan tungku api dalam keadaan bersih,
dan memeriksa ketersediaan Argon dan Gas pada proses
pengapian.
b. Peleburan Material
Pada tahap ini, Aluminium 6061 terlebih dahulu dimasukkan
ke dalam tungku perapian dan ditunggu hingga material melebur
pada temperatur yang telah ditentukan. Selanjutnya, dilakukan
proses Stir Casting, yakni menuangkan secara perlahan serbuk
CNT(carbon nanotubes) ke dalam Aluminium 6061 yang telah
melebur.
Pengadukan dan pemberian Argon sangat diperlukan pada
tahap ini, agar mengurangi terjadinya cacat material.
27
perlahan material Al 6061 yang ditambahkan CNT (carbon
nanotubes) tadi ke Cetakan.
d. FINISHING
Pada tahap ini, spesimen yang telah dingin dilepaskan dari
cetakannya. Beberapa langkah selanjutnya adalah memotong logam
yang berlebih, membersihkan permukaan, memeriksa produk,
menyesuaikan ukuran dengan proses permesinan.
Analisa
Spesimen telah siap, lalu diuji pada Mesin Fatik, SEM, Mesin
Tensile dan Mesin Hardness dengan putaran kecepatan dan tegangan yang
berbeda.
Observasi
Pengambilan data kemudian diamati secara langsung dan dilakukan
analisis data.
28
DAFTAR PUSTAKA
29
Purwaningrum, Yustiasih, dkk. 2013. Pengaruh Arus Listrik Terhadap
Karakteristik Fisik-Mekanik Sambungan Las Titik Logam Dissimilar Al-
Steel. Rotasi: Undip, Vol. 15, No.1, hal. 17
Sahin, Y., and Murphy, S. 1996. The Effect of Fibre Orientation of The Dry
Sliding Wear of Borsic Reinforced Aluminium Alloy. S. Mater Sci 34, 5399-
5407.
Soe, YH, and El-Mahallawy, NA. 1993. Advances in metal matrix composites.
Key Engineering Materials 79-80, 75-90
Subagio, A, dkk. 2009. Studi temperatur penumbuhan carbon nanotubes (CNT)
yang ditumbuhkan dengan metode spray pyrolysis. Jurnal Nanosains &
Nanoteknologi 2. Hal 1-3
Surdia T., Saito S. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Prandinya Paramita
Thandalam, Satish Kumar, dkk. 2015. Synthesis, microstructural and mechanical
properties of ex situ zircon particles (ZrSiO4) reinforced metal matrix
composites (MMCs). ELSEVIER: India, Journal of materials research and
technology
Wibowo, Gladito B. S. 2018. Pengaruh variasi media pendingin (udara, coolant,
dan oli SAE 20) terhadap hasil pengecoran kuningan (CuZn)menggunakan
cetakan pasir kali. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 2
Yardley, J. 1997. The discovery of buckminsterfullerene, the fullerenes and their
potential applications.
30