Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL

PKM PE

PENGARUH PENAMBAHAN CNT (Carbon Nanotubes) PADA ALUMINIUM


6061 DENGAN METODE STIR CASTING TERHADAP KEKUATAN FATIK

Oleh:
EVAN WAHYU KRISTIYANTO D211 15 501

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4 Batasan Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 4
2.1 Fatigue ..................................................................................................... 6
2.3 CNT (carbon nanotubes) ......................................................................... 7
2.2.1 Struktur CNT ................................................................................. 9
2.2.2 Sintesis CNT dengan Proses Pyrolisis ........................................... 11
2.3 Material Komposit ................................................................................... 14
2.3.1 Komposit berdasarkan matrik dan penguat ................................... 15
2.3.2 Komposit matrik logam ................................................................. 17
2.4 Pengecoran. .............................................................................................. 21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 23
3.1 Waktu dan Tempat ................................................................................... 23
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 23
3.3 Diagram Alir Penelitian ........................................................................... 26
3.4 Prosedur penelitian .................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini, teknologi adalah suatu hal yang tidak dapat terpisahkan
dari kehidupan kita. Semakin meningkatnya kemajuan teknologi
mengakibatkan kebutuhan akan penelitian dan pengembangan dalam segala
bidang semakin pesat. Beberapa hal di antaranya adalah ditemukannya
transportasi yang dapat memudahkan kita untuk pergi ke berbagai tempat
dengan waktu yang relatif singkat. Pesawat terbang, mobil, Sepeda, kereta api
adalah contoh dari kemajuan teknologi. Pertimbangan pada konsumsi bahan
bakar, waktu yang diperlukan hingga menuju ke tempat tujuan, kuat dan
memiliki umur yang panjang adalah hal yang masih diteliti dan
dikembangkan hingga saat ini.
Dilihat dari pemakaian material pada beberapa dekade sebelumnya,
perkembangan dari komponen transportasi memiliki banyak perubahan. Salah
satu faktor yang membuat kendaraan memiliki kecepatan yang rendah atau
tinggi adalah penggunaan pada material penyusun dari transportasi tersebut.
Menurunkan berat kendaraan adalah solusi yang diteliti hingga saat ini,
namun masih tetap memperhatikan faktor sifat mekanis materialnya.
Kekuatan fatik merupakan salah satu contoh dari sifat mekanis dan hal
yang harus diperhatikan pada beberapa material. Kelelahan (Fatigue) adalah
salah satu jenis kegagalan (patah) pada komponen akibat beban dinamis
(pembebanan yang berulang-ulang atau berubah-ubah) yang diberikan pada
suatu benda. Beberapa komponen pada kendaraan yang harus dipehatikan
kekuatan fatiknya adalah pada power steering Mobil, stir pada sepeda, dan
Landing Gear pada pesawat. Dari berbagai komponen tersebut, diperlukan
material khusus (ringan namun kuat) yakni material komposit.
Menurut Surdia dan Saito tahun 1999, pada umumnya bahan komposit
adalah kombinasi antara dua atau lebih dari tiga bahan yang memiliki
sejumlah sifat yang tidak mungkin dimiliki oleh masing-masing
komponennya. Komposit umumnya tersusun dari material pengikat (matriks)

1
dan material penguat (reinforcement). Keunggulan komposit adalah memiliki
massa jenis yang ringan dan dapat divariasi dengan bahan lain untuk
mendapatkan kekuatan yang diinginkan. Kombinasi biasanya didapat dengan
bahan polimer, logam dan keramik.
Carbon Nanotubes(CNT) merupakan material penguat (reinforcement)
yang memiliki modulus elastik dan sifat peregangan yang sangat baik.
Material CNT adalah material yang pada era modern ini merupakan material
yang memiliki sifat yang baik, namun memiliki harga yang mahal.
Penambahan CNT pada Aluminium matrix composites (AMCs) merupakan
penelitian yang akan peneliti lakukan, dikarenakan AMCs memiliki sifat yang
ringan dan memiliki kekuatan yang baik. sehingga akan diuji lagi mengenai
sifat mekanis, yaitu fatik (kelelahan material). Meskipun selama dekade
terakhir ini dorongan untuk penelitian ini sudah berfokus pada penggunaan
CNT untuk penguat matriks polimer dan keramik, ketertarikan pada peneliti
komposit Aluminium yang diperkuat CNT telah tumbuh jauh. Komposit
tersebut akan membuat material baru yang dibutuhkan pada berbagai bidang,
seperti bidang kedirgantaraan, otomotif, dan industri olahraga dimana berat
ringan dikombinasikan dengan kekakuan tinggi dan kekuatan yang
diinginkan. (Esawi, 2010)
AMCs (Aluminum Matrix Composites) adalah jenis material komposit
logam dengan aluminium sebagai matrik dan serbuk SiC sebagai penguat.
AMC mempunyai prospek pengembangan yang bagus, didasari oleh sifat-
sifatnya yang baik, seperti kekerasan dan kekuatan yang tinggi, mampu mesin
yang baik, densitas yang rendah, bahan dasar yang mudah didapatkan, dengan
harga yang ekonomis dan bersaing dengan material lain. AMCs banyak
dimanfaatkan pada bidang industri otomotif, penerbangan, dan pertahanan
sebagai bahan kendaraan tempur yang membutuhkan performa tinggi. AMCs
bisa diaplikasi dalam permesinan pesawat terbang, dan aplikasi dalam industri
otomotif (Sahin, 1996).
Menurut penelitian yang dilakukan Esawi pada tahun 2010 mengenai
Penambahan CNT pada AMCs dengan cara metalurgi serbuk, Peningkatan
yang signifikan terjadi pada komposit dengan 2%wt CNT. Kekuatan tarik

2
yang diterima mencapai 250 Mpa dibandingkan dengan aluminium murni
hanya 175 Mpa, akan tetapi tidak pada penambahan 5%wt CNT. Tidak terjadi
kenaikan kekuatan tarik sesuai dengan estimasi.
Berdasarkan alasan-alasan diatas yang mendorong penulis untuk
mengadakan penelitian sebagai penelitian dengan judul “Analisis
Penambahan CNT (Carbon Nanotubes) pada Aluminium 6061 dengan
Metode Stir Casting terhadap Kekuatan Fatik”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas,
maka dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yakni
1. Bagaimana nilai kekerasan spesimen dari penambahan 0.5%, dan 1% wt
CNT terhadap Aluminium 6061
2. Bagaimana struktur mikro spesimen dari penambahan 0.5%, dan 1% wt
CNT terhadap Aluminium 6061
3. Bagaimana nilai kekuatan Fatik dari penambahan 0.5%, dan 1% wt CNT
terhadap Aluminium 6061
4. Bagaimana Permukaan Patahan spesimen setelah dilakukan pengujian
kekuatan fatik

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Mengetahui nilai Kekerasan spesimen dari penambahan 0.5%, dan 1%
wt CNT terhadap Aluminium 6061
2. Mengetahui struktur Mikro spesimen dari penambahan 0.5%, dan 1%
wt CNT terhadap Aluminium 6061
3. Mengetahui nilai Kekuatan Fatik dari penambahan 0.5%, dan 1% wt
CNT terhadap Aluminium 6061
4. Mengetahui Permukaan Patahan spesimen setelah dilakukan
pengujian kekuatan fatik

1.4 Batasan Masalah


Agar penulisan penelitian ini lebih terarah, maka penulis memberikan
beberapa batasan masalah sebagai berikut

3
1. Menjaga temperatur maksimum 700 °C
2. Dua variasi berat penambahan CNT yang dipilih yakni 0.5%, dan 1% wt
CNT terhadap Aluminium 6061
3. Pada Pengujian kekuatan Fatik, terdapat 3 spesimen di setiap variasi
persentasi berat penambahan CNT (Carbon Nanotubes) terhadap
Aluminium 6061
4. Proses pembuatan spesimen dengan metode Stir Casting

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang didapat dari penelitian tersebut dibagi menjadi dua, yaitu
sebagai berikut:
1. Manfaat Langsung
Dapat mengetahui nilai fatik pada Al-CNT dan menambah ilmu
pengetahuan, khususnya mengenai ilmu metalurgi.
2. Manfaat Tidak Langsung
Secara tidak langsung, data-data yang diiperoleh dalam penelitian ini dapat
bermanfaat bagi perusahaan pengecoran Aluminium maupun bagi para
Peneliti Selanjutnya

1.6. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang yang memperkenalkan gambaran mengenai
Carbon Nanotube dan metode sintesisnya, serta rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, metode pengumpulan data dan sistematika
penulisan.

BAB II Landasan Teori


Berisi tentang tinjauan pustaka atau teori-teori penunjang yang
berhubungan dengan penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian


Berisi tentang proses penelitian secara lengkap, termasuk proses
penimbangan komposit, stir casting, hingga pengujian fatik

4
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Berisi tentang hasil dari eksperimen Al-CNT berikut dengan pembahasan
dan analisanya.

BAB V Penutup
Berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran untuk
pengembangan penelitian selanjutnya

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekuatan Fatigue


Kelelahan (Fatigue) adalah salah satu jenis kegagalan (patah) pada
komponen akibat beban dinamis (pembebanan yang berulang-ulang atau
berubah-ubah). Dapat dilihat pada gambar 2.1, diperkirakan 50%-90%
kegagalan mekanis adalah disebabkan oleh kelelahan.

Gambar 2.1 Distribusi mode kegagalan


Fatigue atau kelelahan menurut ASM (1975) didefinisikan sebagai
proses perubahan struktur permanen progressive localized pada kondisi yang
menghasilkan fluktuasi regangan dan tegangan dibawah kekuatan tariknya
dan pada satu titik atau banyak titik yang dapat memuncak menjadi retak
(crack) atau patahan (fracture) secara keseluruhan sesudah fluktuasi tertentu.

Gambar 2.2 kurva khusus Fatik untuk besi dan logam bukan besi
(Dieter, 1988)

6
Kurva tersebut didapat dari pemetaan tegangan terhadap jumlah siklus
sampai terjadi kegagalan pada benda uji. Pada kurva ini, siklus menggunakan
skala logaritma. Batas ketahanan fatigue (endurance limit) ditentukan pada
jumlah siklus. (Dieter, 1988)

Gambar 2.3 Superposisi dari tegangan terapan dan sisa (Dieter, 1988)
Pada gambar 2.3 merupakan spesimen yang sedang dalam pengujian
Fatik. Tegangan dan momen lentur terjadi pada proses tersebut. Dengan
kecepatan tertentu dan tegangan, maka spesimen akan mengalami kelelehan
(fatigue). (Dieter, 1988)

2.2 CNT (Carbon Nanotubes)

Pada tahun 1985, Richart E smalley, Robert F culr Jr dan Sir Harold
W Croto menemukan struktur karbon murni yang tersusun 60 atom (C 60).
Penemuan fullerene oleh Yardley, pada tahun 1997 ini kemudian memacu
penemuan material baru bernama Carbon Nanotubes. Struktur Carbon
Nanotubes mirip dengan fullerene, bedanya atom-atom karbon pada
fullerene membentuk struktur bola sedangkan pada Carbon Nanotubes
berbentuk tabung silinder yang pada tiap-tiap ujungnya tertutup oleh
karbon-karbon yang berbentuk setengah struktur fullerene sehingga
Carbon Nanotubes mempunyai ruang kosong di dalamnya. (Hill, 2002).

7
Carbon nanotubes adalah salah satu struktur carbon yang berbentuk
seperti silinder dengan diameter dalam orde nanometer. Salah satu keunikan
dalam struktur ini adalah kelebihannya dalam hal kekuatan, sifat
keelektrikannya, dan juga sifat dalam penghantaran panas yang baik. Struktur
ini memiliki bermacam bentuk turunan yang masing-masing memiliki
sifatnya tersendiri. Keistimewaan CNT membuatnya menjadi harapan baru
dalam perkembangan teknologi nano.
Sejak ditemukannya pada tahun 1991, carbon nanotube (CNT) telah
menjadikan penguat yang menjanjikan untuk nano komposit, karena sifat
mekanik dan fisik yang luar biasa dari nanotube, yaitu high strength yang
luar biasa untuk rasio berat, aspek rasio yang tinggi, dan high fracture
strain dan fleksibilitas yang tinggi. (Liao, 2011)
Carbon nanotube merupakan turunan dari struktur carbon. Carbon
nanotube dapat dideskripsikan sebagai lembaran grafit setebal 1 atom yang
digulung menyerupai silinder dan memiliki diameter dengan orde nanometer.
Lembaran ini memiliki struktur seperti sarang lebah (honeycomb) yang terdiri
dari ikatan-ikatan atom carbon.
Struktur CNT yang unik memungkinkannya memiliki sifat kenyal, daya
regang, dan stabil dibandingkan struktur carbon lainnya. Kelebihannya ini
dapat dimanfaatkan dalam pengembangan struktur bangunan yang kuat,
struktur kendaraan yang aman, dan lainnya. Hal ini dikarenakan carbon
nanotube memiliki ikatan sp3 menyerupai struktur di grafit. Ikatan ini lebih
kuat dibandingkan dengan struktur ikatan sp2 yang dimiliki oleh intan.
Dengan demikian secara alami CNT akan membentuk ikatan yang sangat
kuat.

Gambar 2.4 Struktur Carbon nanotubes Dalam 3 Dimensi

8
2.2.1 STRUKTUR CARBON NANOTUBE
a. Single Walled Nanotubes (SWNT)
Struktur ini memiliki diameter kurang lebih 1 nanometer dan
memiliki panjang hingga ribuan kali dari diameternya. Struktur SWNT
dapat dideskripsikan menyerupai sebuah lembaran panjang struktur grafit
(disebut graphene) yang tergulung. Umumnya SWNT terdiri dari dua
bagian dengan properti fisik dan kimia yang berbeda. Bagian pertama
adalah bagian sisi dan bagian kedua adalah bagian kepala. SWNT
memiliki beberapa bentuk struktur berbeda yang dapat dilihat bilamana
struktur tube dibuka.

(a)

(b)

(c)
Gambar 2.5 Beberapa Bentuk Struktur SWNT (a) Struktur Armchair (b)
Struktur Zigzag (c) Struktur Chiral

Gambar 2.6 Struktur SWNT Secara Vektor

9
Pada gambar 2.6 terlihat cara lembaran grafit (graphene) dilipat
dapat dijabarkan oleh chiral vector Ch yang direpresentasikan oleh
pasangan (n,m). n dan m menunjukkan jumlah unit vektor di antara 2
vektor di dalam crystal lattice dari graphene. Jika m=0 maka struktur
nanotube dinamakan struktur zigzag. Jika n=m maka struktur nanotube
dinamakan struktur armchair. Selebihnya dinamakan struktur chiral.
Perbedaan dalam chiral vector akan menyebabkan perbedaan sifat struktur,
misalnya sifat struktur terhadap cahaya, kekuatan mekanik, dan
konduktivitas elektrik.
SWNT memiliki sifat keelektrikan yang tidak dimiliki oleh struktur
MWNT. Hal ini memungkinkan pengembangan struktur SWNT menjadi
nanowire karena SWNT dapat menjadi konduktor yang baik. Selain itu
SWNT telah dikembangkan sebagai pengganti dari field effect transistors
(FET) dalam skala nano. Hal ini karena sifat SWNT yang dapat bersifat
sebagai n-FET juga p-FET ketika bereaksi terhadap oksigen. Karena dapat
memiliki sifat sebagai n-FET dan p-FET maka SWNT dapat difungsikan
sebagi logic gate.
b. Multi Walled Nanotubes (MWNT)
MWNT dibentuk dari beberapa lapisan struktur grafit yang digulung
membentuk silinder. Atau dapat juga dikatakan MWNT tersusun oleh
beberapa SWNT dengan berbeda diameter. MWNT jelas memiliki sifat
yang berbeda dengan SWNT.

Gambar 2.7 Struktur MWNT

Pada MWNT yang hanya memiliki 2 lapis dinding (Double-Walled

10
Carbon Nanotubes-DWNT) memiliki sifat yang penting karena memiliki
sifat yang menyerupai SWNT dengan chemical resistance yang lebih baik.
Hal ini dikarenakan pada SWNT hanya memiliki 1 lapis dinding sehingga
bilamana terdapat ikatan C=C yang rusak maka akan menghasilkan lubang
di SWNT dan hal ini akan mengubah sifat mekanik dan elektrik dari ikatan
SWNT tersebut. Sedangkan pada DWNT masih terdapat 1 lapisan lagi di
dalam yang akan mempertahankan sifatnya.

2.2.2 Sintesis Carbon Nanotubes dengan Metode Spray-Pyrolysis

Carbon Nanotubes dapat ditumbuhkan menggunakan metode


spray-pyrolysis. Berbagai penggunaan reaktan larutan telah dicoba,
diantaranya adalah benzene jenis metallocene ((C 5H 5) 2M) yang
digunakan sebagai sumber karbon dan katalisator. Dari hasil penelitian,
logam yang bisa digunakan sebagai katalis metallocene adalah besi,
kobalt, nikel, dan zink, atau katalis lainnya, yaitu klorid metal (MCl X).
Benzene secara langsung dapat larut membentuk campuran logam-
benzene. Namun demikian, kloridmetal tidak dapat larut dalam
benzene, sehingga sebagai gantinya digunakan metanol sebagai sumber
karbon, hal ini tergantung pada logam yang digunakan.
komponen campuran benzene dengan katalis telah disimpan di
dalam suatu tempat semprotan yang akan diberikan suatu arus
pembawa berupa gas argon yang sudah ditetapkan. Arus pembawa yang
tinggi akan memungkinkan komponen larutan reaktan untuk
langsung dipertemukan di dalam furnace sebagai cairan dan pada
konsentrasi tertentu laju alir akan menurun sehingga
memungkinkan benzene untuk menguap dan akan menyebabkan
logam untuk keluar dari larutan. Disamping itu, laju alir arus pembawa
yang tinggi menyebabkan sebagian besar komponen reaktan untuk
menerobos daerah yang dipanaskan tanpa terjadi reaksi.
Ketika memasuki daerah pertumbuhan, gas dan campuran komponen
reaktan akan cepat memanas dari 25oC menuju suhu reaksinya,
keduanya (benzene dan logam katalis) bercampur untuk menghasilkan
atom logam tunggal dan jenis karbon yang berukuran nano dari inti
(Carbon Nanotubes). Carbon Nanotubes dapat terbentuk karena

11
adanya pengaruh dari katalisator yaitu karena pengaruh dari katalis
ferrocene yang digunakan. (Christian, 2005).

Gambar 2.8 Susunan alat spray-pyrolysis (Christian, 2005).

Ferrocene lebih banyak digunakan daripada cobaltocene dan


nicelocene sebagai katalis dalam pembuatan Carbon Nanotubes yang
menggunakan sumber karbon berupa benzene karena kelarutan
cobaltocene dan nikelocena di dalam benzene rendah jika
dibandingkan dengan ferrocene.
Hasil sintesis Carbon Nanotubes menggunakan metode Spray-
Pyrolysis yang dilakukan oleh Rowi tahun 2008 dapat dilihat pada
Gambar 2.9. Carbon Nanotubes berbentuk serbuk berwarna hitam
Gambar 2.9 (a). Sedangkan pada Gambar 2.9 (b) memperlihatkan citra
SEM material Carbon Nanotubes yang disintesis pada temperatur 900 oC
dengan perbesaran 20.000 kali. Ukuran tabung Carbon Nanotubes 20-
50 nm, sehingga pada proses spray-pyrolysis ini termasuk jenis
MWNT Carbon Nanotubes( Cheng, 2009)

(a)

12
(b)
Gambar 2.9 (a) Material Carbon Nanotubes yang dihasilkan dari Metode
Spray-Pyrolysis, (b) Citra SEM material Carbon Nanotubes yang disintesis
pada temperatur 900 ℃ (Subagio, 2009)

Pada metode spray pyrolysis, bahan dasar CNT dapat berupa


hidrokarbon benzene dan katalis ferrocene maupun sumber
katalis lainnya dalam bentuk metallocenes ((C 5H 5) 2M) dan metal
chloride (MClx). Bahan-bahan ini tidak bersifat toksis sehingga cukup
aman untuk digunakan di dalam sintesis. Selain itu metode ini juga
tidak memerlukan pemvakuman sehingga merupakan metode yang
sederhana untuk diterapkan. Dengan pertimbangan tersebut maka
sintesis CNT dengan metode spray pyrolisis ini cukup diminati banyak
peneliti karena diprediksi dapat menghasilkan material CNT dalam skala
besar (Subagio, 2009)
Dalam metode spray pyrolysis, CNT terbentuk dengan
adanya proses dekomposisi senyawa hidrokarbon sebagai sumber
karbon dengan bantuan metal transisi sebagai katalis. Senyawa
hidrokarbon merupakan senyawa yang paling sering digunakan sebagai
sumber karbon dalam metode ini. Benzene dengan struktur kimia
berbentuk heksagonal menjadikan senyawa ini menjadi senyawa yang
sering digunakan dalam membuat CNT dibandingkan dengan senyawa
hidrokarbon lainnya.
Kumpulan heksagon-heksagon ini nantinya akan membentuk
lembaran grafit yang kemudian tergulung membentuk CNT. Dalam
spray pyrolysis, larutan benzene-ferrocene masuk ke dalam tungku
pemanas dalam fasa cair berupa droplet kemudian berubah menjadi

13
fasa uap karena adanya proses pemanasan di dalam tungku. Selama
larutan benzene- ferrocene dipanaskan di dalam tungku molekul-
molekul ferrocene dan benzene akan putus secara termal kemudian
akan terjadi beberapa reaksi diantaranya dehidrogenasi, kondensasi
cincin benzene dan cyclopentadiene, pembukaan cincin benzene
dan cyclopentadiene, agglomerasi atom Fe satu sama lain yang
kemudian membentuk cluster yang ukurannya dapat bertambah selama
proses penumbuhan. Ion Fe+2 akan tereduksi menjadi logam Fe dimana
akan mengkatalisasi proses dehidrogenasi benzene.
Molekul-molekul benzene yang terdehidrogenasi tersebut akan
berikatan dengan molekul benzene terdehidrogenasi lainnya
membentuk lapisan grafit di permukaan cluster yang kemudian cluster
akan bergerak membentuk formasi silinder dan berakhir di ujung silinder
sampai diameter silinder yang terbentuk sama dengan diameter cluster.
Kondisi ini berlangsung pada fasa uap. Ketika temperatur
diturunkan terjadilah perubahan fasa menjadi padat dalam bentuk CNT
(Memoria, 2014). Mekanisme penumbuhan CNT tersebut ditunjukkan
pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Mekanisme penumbuhan CNT (Memoria, 2014)

2.3. Material Komposit


Komposit adalah material struktural yang terdiri dari dua gabungan
atau lebih unsur, yang digabungkan pada tingkat makroskopik dan tidak
larut antara satu dengan yang lain (Autar, 2006).

14
Berdasarkan definisi tersebut maka kondisi ikatan permukaan
sangat berpengaruh terhadap kekuatan komposit. Persyaratan dasar kekuatan
komposit terletak pada kekuatan antar muka matrik dan penguat. Ikatan
antar muka inilah yang menjadi jembatan transmisi tegangan luar yang
diberikan dari matrik menuju partikel penguat. Jika ikatan antarmuka
terjadi dengan baik maka transmisi tegangan ini dapat berlangsung
dengan baik pula. Material komposit tersusun atas 2 (dua) bagian yang
berbeda yaitu matrik dan penguat. Matrik merupakan fasa utama dan kontinu,
berfungsi menahan fasa penguat dan meneruskan beban. Sedangkan
penguat merupakan fasa kedua dan diskontinu yang dimasukkan ke
dalam matrik. Material penguat biasanya dalam bentuk serat, partikel,
atau serpihan. Matrik memiliki sifat ulet, sementara itu, penguat umumnya
memiliki kekuatan lebih tinggi dari pada matrik, sehingga disebut fasa
penguat (reinforcing phase). (Kartaman, 2010)
2.3.1 Komposit berdasarkan Matrik dan Penguat
Komposit dapat digolongkan berdasarkan jenis matrik dan bentuk
penguatnya, yaitu

2.3.1.1 Klasifikasi Komposit Berdasarkan Matriks


 Metal matrix composites (MMCs), yaitu komposit yang memiliki
matrik berupa logam.
 Ceramic Matrix Composites (CMCs), yaitu komposit dengan matrik
dari bahan keramik.
 Polymer Matrix Composites (PMCs), yaitu jenis komposit dengan
matrik dari bahan polimer.
2.3.1.2 Klasifikasi Komposit berdasarkan penguat/reinforcement
 Fibrous composite, yaitu komposit yang hanya terdiri dari satu lamina
atau satu lapis dan berpenguat fiber. Kayu adalah komposit alam yang
terdiri dari serat hemiselulosa dalam matriks lignin. Fiber yang
digunakan untuk menguatkan matriks dapat pendek, panjang, atau
kontinyu. Berdasarkan jenis seratnya dibedakan atas:

15
1. Serat Kontinyu, dengan orientasi serat yang bermacam-macam antara
lain arah serat satu arah (unidireksional), dua arah (biaksial), tiga arah
(triaksial).
2. Serat diskontinyu, serat menyebar dengan acak sehingga sifat
mekaniknya tidak terlalu baik jika dibandingkan dengan serat kontinyu.

Gambar 2.11 fibrous composite (Kartaman, 2010)

 Particulate composite, yaitu komposit dengan penguat berupa


partikel/serbuk yang tersebar pada semua luasan dan segala arah dari
komposit. Particulate composite material (material komposit partikel)
terdiri dari satu atau lebih partikel yang tersuspensi di dalam matriks dari
matriks lainnya. Partikel logam dan non-logam dapat digunakan sebagai
matriks.

Gambar 2.12 Particulate composite (Kartaman, 2010)

 Laminated composite, yaitu komposit yang berlapis-lapis, paling sedikit


terdiri dari dua lapis yang digabung menjadi satu, dimana setiap lapisan
pembentuk memiliki karakteristik sifat tersendiri. Terdiri sekurang-
kurangnya dua lapis material yang berbeda dan digabung secara bersama-
sama. Laminated composite dibentuk dari dari berbagai lapisan-lapisan
dengan berbagai macam arah penyusunan serat yangditentukan yang
disebut laminat.

16
Gambar 2.13 Laminated composite (Kartaman, 2010)

2.3.2 Komposit Matrik Logam / Metal Matrix Composites


2.3.2.1 Bahan Penyusun MMCs
Metal matrix composites (MMCs) adalah material yang terdiri dari
matrik berupa logam dan paduannya yang diperkuat oleh bahan penguat
dalam bentuk continous fibre, whiskers, atau particulate. Sifat komposit
tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya
adalah jenis material komposit yang digunakan, fraksi volume penguat,
dimensi dan bentuk penguat dan beberapa variabel proses lainnya. Bahan
matrik umumnya adalah Alumunium serta paduannya, magnesium dan
paduannya serta titanium dan paduannya.
Karakteristik fisik dan mekanik matrik aluminium ditunjukkan
pada Tabel 2.1

Density 2.7 g/cm3


Modulus of elastisity, E 71 Gpa
Hardness 19 VHN
Yield strength, Y 25 Mpa
Thermal conductifity, C 237 W/mK
C.T.E 2,4.10-5 /oC
Tabel 2.1 sifat fisik dan mekanik logam Aluminium (Kartaman, 2010)

Aluminium merupakan unsur non ferrous yang paling banyak


terdapat di bumi yang merupakan logam ringan yang mempunyai sifat
yang ringan, ketahanan korosi yang baik serta hantaran listrik dan panas
yang baik, mudah dibentuk melalui proses pembentukan maupun
permesinan, dan sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam
(Purwaningrum, 2013)

17
Element Amount(%wt)
Aluminium 96.85
Magnesium 0.9
Silicon 0.7
Iron 0.6
Copper 0.3
Chromium 0.25
Zinc 0.2
Titanium 0.1
Manganese 0.05
Others 0.05
Table 2.1 komposisi kimia paduan Al 6061 (Ekambaram, 2015)

Ultimate Tensile Strength (N/mm2) 110


0.2% Proof Stress (N/mm2) 88
Brinell Hardness (500 kg load, 10 mm
32
ball)
Elongation 50 mm dia (%) 15
Table 2.2 Pengujian mekanik Al 6061 (99.5% murni) (Ekambaram, 2015)

Aluminium merupakan salah satu bahan non ferro yang sangat


banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, baik pada kalangan
industri besar dan kecil maupun pada kalangan rumah tangga.
Aluminium dan paduannya merupakan salah satu logam yang paling
menarik karena permukaannya mengkilat, bobotnya ringan, mudah
difabrikasi serta ketahanan korosinya cukup tinggi. Oleh sebab itu,
Aluminium banyak disukai karena sifatnya yang sangat menguntungkan
yaitu ringan (1⁄3 berat baja, tembaga, kuningan) dan tahan terhadap
korosi.
Aluminium terbagi atas beberapa berdasarkan karakteristik paduan
tempa (wrought), yang dapat dilihat pada table 2.3.

Series Primary Alloying Relative Corrosion Relative


Heat Treatment
Number Element Resistance Strength

1xxx None Excellent Fair Non Heat Treatable


2xxx Copper Fair Excellent Heat Treatable
3xxx Manganese Good Fair Non Heat Treatable

18
4xxx Silicon - - Non Heat Treatable
5xxx Magnesium Good Good Non Heat Treatable
Magnesium &
6xxx Silicon Good Good Heat Treatable
7xxx Zinc Fair Excellent Heat Treatable
Table 2.3 Karakteristik Aluminium

Dalam hal proses pengecoran logam, pada umumnya, semua logam


dapat di cor dengan menggunakan cetakan dari pasir, namun cetakan
pasir akan rusak bila sudah digunakan. Untuk itu, penggunaan cetakan
permanen (die casting) dapat menghemat biaya dan waktu. Komposisi
paduan dan pemilihan proses pada saat pengecoran dapat mempengaruhi
struktur mikro dari aluminium paduan. (Brown, 1999).
Dikutip dari jurnal yang ditulis Esawi A.M.K dkk, berisi tentang
komposit matrik aluminium yang diperkuat CNT menghasilkan,
komposit dengan persen berat CNT yang semakin banyak menunjukkan
peningkatan kekuatan tariknya. Hal yang sama dapat diamati pada
pengukuran Young modulus dengan peningkatan maksimum (+23%),
pada sample 2%wt CNT. Tidak seperti pada kekuatan tarik, pada Young
modulus terjadi penurunan sedikit sebesar 5%, akan tetapi masih
melampaui kekakuan aluminium murni 20%, dapat dilihat pada Gambar
2.14 dan 2.15.

Gambar 2.14 Efek dari kandungan CNT pada pengujian kekuatan tarik
dari penelitian komposit (Esawi, 2010)

Peningkatan yang signifikan terjadi pada komposit dengan 2%wt


CNT. Kekuatan tarik yang diterima mencapai 250 Mpa dibandingkan

19
dengan aluminium murni hanya 175 Mpa, akan tetapi tidak pada
penambahan 5%wt CNT. Tidak terjadi kenaikan kekuatan tarik sesuai
dengan estimasi.

Gambar 2.15 Efek dari kandungan CNT pada indentation modulus dari
penelitian komposit (Esawi, 2010)

Dari kutipan jurnal tersebut diketahui bahwa sifat mekanik yang


dihasilkan meningkat secara signifikan dengan meningkatnya kandungan
CNT dan baik melebihi atau yang dekat dengan nilai-nilai diprediksi
berdasarkan teori komposit kecuali pada penambahan 5%wt. (Esawi,
2010).

Gambar 2.16 Scan XRD dari Al-2%CNT dan Al-5%CNT (Esawi, 2010)

Pada gambar 2.16, Nilai intensitas relative tertinggi terdapat pada


Al-5%CNT dengan menggunakan XRD (X-ray Diffraction). XRD adalah

20
alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi struktur Kristal, ukuran
Kristal dari suatu bahan padat.

2.4 PENGECORAN
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan
logam dan menuangkan cairan logam tersebut ke dalam rongga cetakan.
Proses ini dapat digunakan untuk membuat benda-benda dengan bentuk
rumit. Benda berlubang yang sangat besar dan sangat sulit atau sangat mahal
jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi masal secara ekonomis
menggunakan teknik pengecoran yang tepat.
Proses pengecoran adalah suatu proses meleburkan suatu bahan padat
menjadi bentuk lain dan dibentuk sesuai yang diinginkan, yang kemudian
didinginkan hingga kembali padat. Perlakuan panas pada benda cor akan
mempengaruhi sifat fisis dan sifat mekanis dari benda cor tersebut. Media
pendinginan pada proses perlakuan panas yang digunakan akan
mempengaruhi hasil dari kualitas benda coran yakni sifat fisis mekanis serta
cacat yang terbentuk dari adanya media pendinginan yang berbeda. (Wibowo,
2018)
Dikutip dari jurnal Abbasipour, Teknik Stir casting merupakan teknik
baru dalam memproduksi MMCs (Metal Matrix Composites) karena
sederhana, fleksibilitas, dan penerapan teknik dalam memproduksi komponen
secara komersial. Komposit yang dibuat menggunakan teknik ini melibatkan
bahan matriks yang akan diikuti penambahan dari reinforcement pada cairan
dengan pengadukan secara merata, diikuti penuangan ke dalam cetakan.

Gambar 2.17 Metode Stir Casting (Thandalam, 2018)

21
Metode stirring pada logam cair atau metode vortex sangat
menguntungkan untuk digunakan, karena bentuk casting hampir sama dengan
produk akhir yang diinginkan, dan biaya produksi yang relatif rendah. Pada
metode ini parameter yang berpengaruh terhadap hasil stir casting adalah
ukuran serbuk atau partikel keramik, kemampuan dan ukuran impeller
pengaduk, temperature logam cair, waktu pengadukan, kecepatan
pengadukan, kecepatan pemakanan partikel ke dalam campuran secara
kontinyu dan dengan laju yang seragam, serta suhu cetakan (Soe, 1995)

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2018 - Desember 2018.
Pembuatan spesimen dilakukan di gedung Fakultas Teknik Jurusan Mesin,
Universitas Hasanuddin Gowa.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Peralatan yang digunakan antara lain Tabung Gas LPG, Milligram,
Tempat Cetakan, Argon, Tempat dan Tungku Perapian, Termokopel,
Sarung Tangan, Ayakan, dan Penggaris/Jangka Sorong
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
 Tungku
Tungku digunakan untuk meleburkan aluminium silicon (Al) dan
carbon nanotube (CNT).

Gambar 3.1. Tungku


 Cetakan logam
Cetakan logam digunakan sebagai alat untuk membentuk spesimen

Gambar 3.2. Cetakan logam

23
 Pengaduk (stir cast)
Digunakan untuk mencampur aluminium dengan carbon
nanotube. Pengaduk terbuat dari stainless steel yang diberi blade pada
ujungnya.

Gambar 3.3 Pengaduk (stir cast)


 Thermocouple
Digunakam untuk mengukur temperatur Aluminium dan CNT
pada saat pengecoran

Gambar 3.4 Thermocouple


 Tachometer
Tachometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
kecepatan putaran Stir pada pencampuran

Gambar 3.5 Tachometer

24
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Aluminium 6061
Aluminium 6061 berfungsi sebagai bahan yang akan di leburkan.

Gambar 3.6 Aluminium 6061


b. Carbon Nanotube
Serbuk Carbon Nanotube berfungsi sebagai bahan yang
digunakan untuk pencampuran aluminium (Al) yang telah
dileburkan.

Gambar 3.7 Carbon Nanotube

25
3.3. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi literatur

Persiapan Alat Dan Bahan

Pengecoran
Temp. 700 ℃
Pure Al, 0,5 % & 1% CNT
N= 350 RPM

Penuangan ke dalam
Cetakan

Tidak
Pemeriksaan Spesimen
hasil Pengecoran

Ya

Pengujian Kekerasan Struktur Pengujian Kekuatan Pengujian Tarik


(Hardness) Mikro Fatik (Tensile )

Analisa dan Pembahasan

Selesai

Gambar 3.8. flow chart penelitian

26
3.4. Prosedur Penelitian
 Studi Literatur
Metode pengumpulan data ini merupakan langkah awal penelitian
dengan mengumpulkan informasi materi yang berhubungan dengan
penelitian. Beberapa jurnal dan skripsi digunakan sebagai referensi dan
kemudian dipahami.
 Persiapan Alat dan Bahan
Material yang telah dipersiapkan diukur massanya terlebih dahulu
dengan menggunakan milligram antara Aluminium dengan CNT. Alat
yang digunakan terlebih dahulu diperiksa sebelum memasuki tahap
Pengecoran.
 Pengecoran
Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan pada proses pengecoran
logam, yakni sebagai berikut:
a. Persiapan Tungku Api
Memastikan tempat dan tungku api dalam keadaan bersih,
dan memeriksa ketersediaan Argon dan Gas pada proses
pengapian.
b. Peleburan Material
Pada tahap ini, Aluminium 6061 terlebih dahulu dimasukkan
ke dalam tungku perapian dan ditunggu hingga material melebur
pada temperatur yang telah ditentukan. Selanjutnya, dilakukan
proses Stir Casting, yakni menuangkan secara perlahan serbuk
CNT(carbon nanotubes) ke dalam Aluminium 6061 yang telah
melebur.
Pengadukan dan pemberian Argon sangat diperlukan pada
tahap ini, agar mengurangi terjadinya cacat material.

c. Penuangan Logam Cair ke dalam Cetakan


Dalam hal ini, pengguanaan penjepit tungku dan sarung
tangan sangat diperlukan agar mudah pada proses penuangan ke
dalam cetakan. Cetakan yang diperlukan haruslah dibuat
berdekatan dengan tungku api. Setelah itu, menuangkan secara

27
perlahan material Al 6061 yang ditambahkan CNT (carbon
nanotubes) tadi ke Cetakan.

d. FINISHING
Pada tahap ini, spesimen yang telah dingin dilepaskan dari
cetakannya. Beberapa langkah selanjutnya adalah memotong logam
yang berlebih, membersihkan permukaan, memeriksa produk,
menyesuaikan ukuran dengan proses permesinan.

 Analisa
Spesimen telah siap, lalu diuji pada Mesin Fatik, SEM, Mesin
Tensile dan Mesin Hardness dengan putaran kecepatan dan tegangan yang
berbeda.

 Observasi
Pengambilan data kemudian diamati secara langsung dan dilakukan
analisis data.

28
DAFTAR PUSTAKA

Abbasipour B, dkk. 2010. Compocasting of A356-CNT alloy composite. Trans


Nonferrous Met Soc China. 20:1561-6. ELSEVIER: India, Journal Science
Direct
Autar, K. Kaw. 2006. Mechanics of composite materials. University of South
Florida: Tampa, Taylor & Francis Group, hal. 2
Cheng, K. H. Muller, Koizol. 2009. Toxicity and imaging of multi-walled carbon
nanotubes in human macrophage cells. Biomaterials 30, hal. 4152-4160
Christian, P, dkk. 2005. Growth mechanism of vapor phase CVD-grown multi-
walled carbon nanotubes, Carbon 43. Hal. 2608-2617
Dieter, Georgem, dkk. 1988. Mechanical Metalurgy SI Metric Edition. University
of Liverpool: McGraw-Hill Book Company. Hal. 379 – 384
Ekambaram, Srinivasan dan N. Murugan. 2015. Synthesis and characterization of
Aluminium Alloy AA6061-Alumina Metal Matrix Composite. India:
INPRESSCO. International Journal of Current Engineering and
Technology
Esawi, A. M. K, Morsi,K.,Sayed,A.,Taher,M., Lanka,S. 2010. Effect of Carbon
Nanotube (CNT) Content On The Mechanical Properties Of CNT-
Reinforced Aluminium Composites. Journal Composites Science and
Technology 70, 2237-2241.
Hill, J.W, dkk. 2002. General Chemistry: An Integrated Approach 3rd edition.
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Kartaman, A Maman. 2010. Fabrikasi Komposit Al/Al2O3 Coated dengan Metode
Stir Casting dan Karakterisasinya. University of Indonesia, hal. 8-35
Liao, J., Ming-Jen Tan. 2011. Mixing of carbon nanotubes (CNTs) and
Aluminium powder for powder for powder metallurgy use, Powder
Technology 208, hal. 42-48
Memoria, A, dkk. 2008. Pengaruh suhu penumbuhan pada pembentukan Carbon
Nanotube dengan Metode Spray Pyrolisis. Jurnal sains materi Indonesia,
hal. 221-224

29
Purwaningrum, Yustiasih, dkk. 2013. Pengaruh Arus Listrik Terhadap
Karakteristik Fisik-Mekanik Sambungan Las Titik Logam Dissimilar Al-
Steel. Rotasi: Undip, Vol. 15, No.1, hal. 17
Sahin, Y., and Murphy, S. 1996. The Effect of Fibre Orientation of The Dry
Sliding Wear of Borsic Reinforced Aluminium Alloy. S. Mater Sci 34, 5399-
5407.
Soe, YH, and El-Mahallawy, NA. 1993. Advances in metal matrix composites.
Key Engineering Materials 79-80, 75-90
Subagio, A, dkk. 2009. Studi temperatur penumbuhan carbon nanotubes (CNT)
yang ditumbuhkan dengan metode spray pyrolysis. Jurnal Nanosains &
Nanoteknologi 2. Hal 1-3
Surdia T., Saito S. 1999. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Prandinya Paramita
Thandalam, Satish Kumar, dkk. 2015. Synthesis, microstructural and mechanical
properties of ex situ zircon particles (ZrSiO4) reinforced metal matrix
composites (MMCs). ELSEVIER: India, Journal of materials research and
technology
Wibowo, Gladito B. S. 2018. Pengaruh variasi media pendingin (udara, coolant,
dan oli SAE 20) terhadap hasil pengecoran kuningan (CuZn)menggunakan
cetakan pasir kali. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal. 2
Yardley, J. 1997. The discovery of buckminsterfullerene, the fullerenes and their
potential applications.

30

Anda mungkin juga menyukai