Anda di halaman 1dari 28

1

HUBUNGAN TANAH – HARA - TANAMAN

Bahan kajian MK. Pemupukan


Diabstraksikan oleh
Prof Dr Ir Soemarno MS
Jur Tanah FP UB September 2011

PENDAHULUAN

Tanah dapat didefinisikan sebagai material mineral tidak-padu


yang berada di permukaan bumi dan yang berfungsi sebagai medium
alami bagi pertumbuhan tanaman darat. Akan tetapi kalau dilakukan
praktek-praktek pengelolaan tanah dan dengan demikian dipengaruhi
oleh faktor genetik dan lingkungan, maka akan banyak terjadi modifikasi
pada karakteristik dan kualitas tanah. Efek-efek modifikasi terhadap
lengas tanah, temperatur-tranah, oksigen-udara-tanah, karakteristik
kimiawi, kekurangan atau keracunan hara, dapat muncul dan terlibat
dengan interaksi-interaksi yang terjadi di antara parameter-parameter
ini. Selain hal-hal tersebut, uraian berikut ini akan dibatasi pada
modifikasi zone perakaran tanaman, terutama yang berkaitan dengan
penyembuhan kekurangan unsur hara.
Sistem pengolahan tanah seringkali memodifikasi zone perakaran
tanaman secara signifikan. Tindakan pengolahan tanah lazimnya
dilakukan karena beberapa alasan, misalnya untuk menggemburkan
tanah sehingga memudahkan penetrasi akar, mengubur residu panen
tanaman sebelumnya, menyediakan lingkungan yang sesuai bagi benih,
mengendalikan gulma. Tradisi, estetika, dan manfaat-manfaat tertentu
lainnya telah memotivasi petani untuk mempraktekkan berbagai macam
tindakan pengolahan tanah dan budidaya tanaman, yang pada
akhirnya akan memodifikasi zone perakaran. Praktek-praktek seperti
ini dianggap lebih layak kalau sumber enerji, terutama yang berasal
dari bahan bakar fosil, cukup tersedia dan lebih ekonomis. Konsep
penggunaan enerji telah berubah secara drastis pada akhir-akhir ini,
terutama dalam proses produksi pertanian. Semakin terbatasnya enerji
fosil dan dengan demikian semakin meningkatnya biaya serta minat
terhadap konservasi tanah, telah mendorong semakin banyaknya
perhatian terhadap konsep minimum-tillage (Adams et al., 1973; Mock
dan Erbach, 1977). Sistem ini mempengaruhi tingkat modifikasi zone
perakaran tanaman dan mungkin juga akan berpengaruh terhadap
cekaman (kekurangan) hara.
Data yang sahih tentang pengaruh modifikasi zone perakaran
terhadap cekaman hara relatif sulit dan mahal diperoleh. Heterogenitas
di antara dan di dalam lokasi serta interaksi yang kompleks di antara
faktor-faktor telah mengakibatkan kesulitan interpretasi data terutama
kalau replikasi waktu tidak dilakukan. Walaupun demikian masih
dimungkinkan untuk mengubah dan mengatasi kekurangan hara yang
diakibatkan oleh adanya modifikasi zone perakaran.
Dalam rangka memperkenalkan teknik-teknik yang dapat
digunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan menyembuhkan
2

kekurangan hara, dianggap perlu untuk terlebih dahulu memahami sifat


dan karakteristik dari permasalahan yang dihadapi. Untuk ini maka
harus memahami berbagai pengetahuan tentang fenomena
kesetimbangan dalam tanah yang mengendalikan suplai hara ke akar
tanaman. Kalau pengetahuan ini telah dikuasai, maka perlu mengevaluasi
presisi dan nilai prognostik dari metode-metode yang ada untuk
menjelaskan status kesuburan tanah. Hal ini memungkinkan kita untuk
menentukan realibilitas cara-cara yang digunakan untuk mendiagnosa
kekurangan hara dalam suatu kasus tertentu. Setelah itu berbagai
pendekatan untuk menyembuhkan kekurangan hara dapat dirancang
untuk memaksimumkan respon tanaman terhadap perlakuan
penyembuhannya.

deoracle.org/learning-objects/phytoremediatio...

Ada banyak kendala dalam diagnosis sifat dan keparahan


problematik yang ada dan pada akhirnya akan menimbulkan kesulitan
dalam upaya menyembuhkan sesuatu masalah kekurangan hara.
Banyak aturan-aturan dan kaidah-kaidah tertulis tentang kesuburan tanah
dan diagnosis kekurangan hara.

1. Hubungan Tanah-Tanaman

Disamping sebagai tempat tegaknya tanaman, tanah juga


mensuplai unsur hara esensial yang diperlukan oleh tanaman kecuali CO 2
dan O2 yang berasal dari atmosfer. Interaksi antara fase padatan dan
cairan dalam mensuplai unsur hara esensialdari tanah ke akar tanaman,
diabstraksikan dalam Gambar 1.1. Secara umum telah disepakati
3

bahwa tanaman menyerap sebagian besar haranya secara langsung


dari larutan tanah, maka komponen ini akan menjadi fokus pembahasan.
Konsentrasi larutan tanah selalu encer, jarang yang melampaui 10 mM
kecuali pada kondisi saline. Larutan tanah berada dalam kondisi
kesetimbangan dinamik dengan fase padatan tanah yang
mencerminkan cadangan hara. Hal ini dilukiskan dalam Tabel 1.1 yang
hanya menunjukkan kecilnya persentase kation tersedia dalam larutan
tanah.

deoracle.org/learning-objects/phytoremediatio...

2. Suplai dan Ketersediaan Hara

Untuk dapat lebih memahami kesetimbangan-kesetimbangan yang


dilukiskan dalam Gambar 1.1, kita perlu untuk mengkaji konsep-konsep
ketersediaan dan suplai hara kepada tanaman. Istilah "ketersediaan"
itu sendiri masih belum terdefinisikan secara baik, tetapi telah diartikan
sebagai ”kondisi dimana tanaman mampu mendapatkan hara
secukupnya”. Misalnya, ion-ion dalam larutan tanah mudah tersedia
tetapi jumlah totalnya sedikit. Oleh karena itu kesinambungan
penyerapan hara dari larutan tanah tergantung kepada laju
pembaharuan konsentrasinya dari cadangan hara yang berada pada
fase padatan-tanah. Oleh karena itu pada umumnya dianggap benar
bahwa tambahan pertama dari hara yang diambil akan lebih mudah
tersedia dibandingkan dengan tambahan-tambahan berikutnya karena
enerji ikatannya kepada fase padatan semakin besar.
4

www.genetics.uga.edu/.../phyto/Asstrategies.html

www.karnalyte.com/kids/index.html
5

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


KETERSEDIAAN HARA BAGI TANAMAN

Ketersediaan hara bagi tanaman ditentukan oleh faktor-faktor yang


mempengaruhi kemampuan tanah mensuplai hara dan faktor-faktor
yang mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menggunakan unsur
hara yang disediakan. Tujuan dari uji-tanah adalah mengukur faktor-
faktor ini dan menginterpretasikan hasil-hasilnya dalam konteks
perlakuan penyembuhan yang mungkin diperlukan. Beberapa faktor
dapat ditentukan melalui pekerjaan analisis laboratorium. Sedangkan
faktor lainnya seperti kandungan oksigen-udara -tanah, suhu tanah dan
lainnya, harus ditentukan di lapangan.
Dalam menyarankan suatu prosedur untuk mengukur ketersediaan
unsur hara atau menginterpretasikan hasil-hasil pengukurannya,
pengetahuan tentang berbagai reaksi yang berlangsung dan dialami oleh
unsur hara dalam tanah sangat penting. Oleh karena itu dalam
pembahasan kali ini akan dipusatkan pada faktor-faktor yang terlibat
dengan suplai hara pada permukaan akar tanaman.

www.fao.org/docrep/010/ag120e/AG120E10.htm

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi larutan tanah


Unsur hara yang larut dalam larutan-tanah berasal dari
beberapa sumber seperti pelapukan mineral primer, dekomposisi bahan
organik, deposisi dari atmosfer, aplikasi pupuk, AIR IRIGASI, rembesan
air tanah dari tempat lain, dan lainnya.
Ion-ion nitrat dan khlorida sangat mudah larut dan lazimnya tidak
membentuk senyawa yang tidak-larut dengan komponen tanah. Akibat-
6

nya nitrat dan khlorida yang ditambahkan ke tanah akan tetap


berbentuk anion dalam larutan tanah hingga diserap oleh akar tanaman
atau jasad renik, tercuci, atau mengalami reaksi denitrifikasi nitrat. Anion
sulfat dalam tanah-tanah netral dan alkalis mempunyai perilaku yang
serupa dengan nitrat, tetapi dalam tanah-tanah masam cenderung
untuk dijerap oleh koloid tanah. Kebanyakan unsur hara lainnya
membentuk beberapa tipe senyawa yang kurang melarut dan cenderung
mempertahankan konsentrasi kesetimbangan dalam larutan tanah.
Dengan demikian kation-kation larut air akan berkesetimbangan dengan
kation tukar; kation-kation seperti Cu dan Zn mempunyai ciri-ciri asam
Lewis (sebagai aseptor elektron) dapt membentuk kompleks dengan
bahan organik tanah; ion ferri dan Al membentuk hidroksida atau oksida
hidrous yang tidak melarut; fosfor membentuk senyawa Fe-fosfat, Al-fosfat
dan Ca-fosfat yang tidak melarut.

elkhorn.unl.edu/epublic/pages/publicationD.js...

Kondisi pH tanah merupakan faktor penting yang menentukan


kelarutan unsur yang cenderung berkesetimbangan dengan fase
padatan (Tabel 2.1). Kelarutan oksida-oksida hidrous dari Fe dan Al
secara langsung tergantung pada konsentrasi hidroksil (OH-) dan menurun
kalah pH meningkat. Kation hidrogen (H +) bersaing secara langsung
dengan kation-kation asam Lewis lainnya membentuk tapak kompleksi,
dan oleh karenanya kelarutan kation kompleks seperti Cu dan Zn akan
meningkat dengan menurunnya pH. Konsentrasi kation hidrogen
menentukan besarnya KTK tergantung-muatan (dependent charge) dan
dengan demikian akan mempengaruhi aktivitas semua kation tukar.
Kelarutan Fe-fosfat, Al-fosfat dan Ca-fosfat sangat tergantung pada pH,
demikian juga kelarutan anion molibdat (MoO4) dan sulfat yang terjerap.
7

Anion molibdat dan sulfat yang terjerap, dan fosfat yang terikat Ca
kelarutannya akan menurun kalau pH meningkat. Selain itu, pH juga
mengendalikan kelarutan karbonat dan silikat, mempengaruhi reaksi-
reaksi redoks, aktivitas jasad renik, dan menentukan bentuk-bentuk kimia
dari fosfat dan karbonat dalam larutan tanah. Pengasaman mineral
silikat dapat menggeser "muatan patahan" dari negatif menjadi positif.
Beberapa reaksi penting yang terpengaruh oleh pH disajikan dalam Tabel
2.2.

Soil pH affects nutrient availability to plants. The width of the


band indicates the relative availability of each plant nutrient at
various pH levels

Faktor lain yang sangat penting dalam menentukan konsentrasi


hara dalam larutan tanah adalah potensial redoks (Eh). Faktor ini
berhubungan dengan keadaan aerasi tanah yang selanjutnya sangat
tergantung pada laju respirasi jasad renik dan laju difusi oksigen. Ia
mempengaruhi kelarutan unsur hara mineral yang mempunyai lebih dari
satu bilangan oksidasi (valensi). Unsur-unsur ini adalah C, H, O, N, S,
Fe, Mn, dan Cu. Kandungan air yang mendekati atau melebihi kondisi ke-
jenuhan merupakan sebab utama dari buruknya aerasi karena kecepatan
difusi oksigen melalui pori yang terisi air jauh lebih lambat daripada pori
yang berisi udara. Ikhtisar beberapa reaksi redoks yang penting disajikan
dalam Tabel 2.3. Informasi dalam tabel ini menyatakan bahwa kalau
tanah yang semula dalam kondisi oksidasi menjadi lebih reduksi mka
akan dapat terjadi reaksi-reaksi berikut ini.

Tabel 2.2. Pengaruh kemasaman terhadap beberapa reaksi yang


berlangsung dalam tanah
8

N Gugusan yang Reaksi-reaksi umum


o. ter-pengaruhi
1. Hidroksida dan xAl3+ + 3xOH- === AlxOH(3x-y) y+ + yOH- === xAl(OH) 3

Oksida xFe3++ 3xOH- === FexOH(3x-y)y+ + yOH - ====


xFe(OH)3 === 0.5xFe2O3 + 3x H2O

2. Karbonat CaCO3 + 2H+ === Ca++ + CO2 + H2O


3. Kompleks*) CuCh + 2H+ === Cu++ + H2Ch
4. Fosfat Fe(OH) 2H2PO4 + OH- === Fe(OH) 3 + H2PO4-
Al(OH) 2H2 PO4 + OH- === Al(OH) 3 + H2PO4-
Ca10(PO 4)6(OH) 2 +14H+ === 10Ca++ + 6H2PO4- + 2H2O
5. Silikat Mg2SiO 4 + 4 H+ === 2Mg++ + Si(OH) 4
SiO 2 +H2O +OH- === OSi(OH) 3-
6. KTK M+X- + H+ === M+ + HX (**)
(tergantung
pH)
7. Muatan pada Si Si
patahan silikat O + H+ === OH 0.5+
0.5-

Al Al
Al-OH0.5- + H+ ==== Al-OH2 0.5+
8. Sistem redoks Mn2+ + H2O + O2 === 2 H+ + MnO2
2Fe2+ + 5 H2O + O2 === 4H+ + 2Fe(OH) 3
H2S + 2O2 === 2H+ + SO4=
NH4+ + 2O2 === 2 H+ + NO3- + H2O
9. Ion dalam HPO4= + H+ === H2PO4-
larutan H2CO3 === HCO3- + H+ === CO3= + 2 H+
Cu++ + OH- ==== CuOH+
Keterangan: *) Ch adalah khelat, mencerminkan elektron donor. (**) X merupakan tapak
muatan yang tergantung pH, terutama karboksilat dan fenolat, M+ merupakan kation tukar.
(a). denitrifikasi nitrat, kombinasi reaksi 1 dan 4
(b). reduksi MnO2 menjadi Mn++, reaksi no. 5
(c). reduksi Cu++ menjadi Cu+, reaksi no. 7
(d). reduksi oksida hidrous Fe+++ menjadi Fe++, no. 8
(e). reduksi SO4= menjadi H2S, reaksi no. 9
(f). produksi CH4, reaksi no. 10
(g). produksi H2, reaksi no. 12
9

Tabel 2.3. Beberapa reaksi oksidasi-reduksi yang penting dalam tanah

No. Eh (mV) Reaksi

1. 968 2NO3- + 8H+ + 6e N2 + 4 H2O

2. 815 O2 + 4H+ + 4e 2H2O

3. 771 Fe3+ + e Fe ++

4. 421 NO3- + 2H+ + 2e NO 2- + H2O

5. 401 MnO2 + 4H+ + 2e Mn ++ + 2 H2O

6. 345 NO2- + 8H+ + 6e NH4+ + 2 H2O

07. -135 Cu++ + e Cu+

8. -185 Fe(OH)3 + 3H+ + e Fe ++ + 3 H2O

9. -214 SO4= + 10H+ + 8e H2S + 4H2O

10. -245 CO2 + 8H+ + 8e CH4 + 2 H2O

11. -278 N2 + 8H+ + 6e 2NH4+

12. -414 2H+ + 2e H2

Sumber: Garrels dan Christ (1965)

Reaksi-reaksi lainnya berhubungan dengan batas atas stabilitas air


(reaksi No.2), nisbah Fe+++ dengan Fe++ dalam larutan tanah (reaksi
10

No.3), proses nitrifikasi (reaksi No.4 dan 6), dan proses fiksasi nitrogen
(reaksi No.11). Denitrifikasi dan reduksi Mn masih dapat berlangsung
dalam tanah yang basah tetapi tidak jenuh air. Reaksi lainnya umumnya
memerlukan kondisi jenuh dan tergenang. Reduksi feri-oksida akan
menghasilkan pelepasan fosfat yang terfiksasi oleh oksida, yang dapat
memberikan sumbangan kepada nutrisi tanaman seperti padi yang dapat
tumbuh pada kondisi tergenang. Potensial baku (Eh) pada Tabel 2.3
hanya menjelaskan apa yang mungkin terjadi secara termodinamika. Laju
aktual dari reaksi sangat tergantung pada sistem ensim jasad renik.
Akan tetapi pentingnya pengaruh potensial redoks tanah terhadap
komposisi larutan tanah sangatlah jelas.
Faktor lain, seperti suhu dan kekuatan ionik larutan-tanah, juga
dapat mempengaruhi reaksi-reaksi yang mengendalikan konsentrasi
hara dalam larutan tanah.

2. Pergerakan Unsur Hara menuju Permukaan Akar

2.1. Intersepsi akar (root interception)


Kalau akar tanaman tumbuh dan berkembang dalam tanah,
mereka menempati ruang yang semula ditempati oleh unsur hara yang
dapat diserap. Oleh karena itu permukaan akar harus kontak dengan
unsur hara ini selama proses penggantian ruang tersebut.

www.tutorvista.com/.../passive-absorption.php

Estimasi sumbangan intersepsi akar terhadap kebutuhan hara


tanaman dapat dilakukan atas dasar tiga asumsi berikut:
(1). Jumlah maksimum hara yang di-intersep adalah jumlah yang
diperkirakan tersedia dalam volume tanah yang ditempati oleh akar
(2). Akar menempati rata-rata 1% dari total volume tanah
(3). Sekitar 50% dari total volume tanah terdiri atas pori; oleh
karenanya akar menempati sekitar 2% dari total ruang pori.
11

Atas dasar asumsi-asumsi ini, nilai-nilai dalam Tabel 2.4 telah


dapat dihitung oleh Barber (1966) untuk tanah lempung-debu fertil. Unsur
hara yang dapat disuplai secara lengkap oleh intersepsi adalah Ca,
sedangkan sumbangan yang cukup besar dijumpai pada unsur Mg, Mn,
dan Zn. Perlu diketahui bahwa nilai-nilai ini merupakan batas maksimum
yang mungkin bagi intersepsi akar karena beberapa bagian dari akar
dapat meningkatkan volumenya tanpa menyerap hara dari volume tanah
yang digantikannya, dan sebagian massa tanah yang terdesak akan
menyingkir tanpa kontak dengan permukaan akar.
Walaupun nilai-nilai absolut tidak dapat ditentukan, tampak bahwa
intersepsi akar akan menyediakan lebih banyak kebutuhan hara kalau
tanaman mempunyai sistem perakaran yang ekstensif dan kalau
konsentrasi hara tersedia dalam zone perakaran cukup tinggi.

Tabel 2.4. Estimasi jumlah hara yang disuplai oleh tiga mekanisme
kepada akar jagung yang tumbuh dalam tanah lempung-debu
yang dipupuk dosis tinggi dan pH tanah 6.8.

Unsur Total Jumlah yang disuplai oleh:


hara Serapan Intersepsi Aliran massa Difusi
.......... ........... kg/ha ....... .........
Ca 23 66 175 -
Mg 28 16 105 -
K 135 4 35 96
P 39 1 2 36
Mn 0.23 0.1 0.05 0.08
Zn 0.23 0.1 0.53 -
Cu 0.16 0.01 0.35 -
B 0.07 0.02 0.70 -
Fe 0.80 0.10 0.53 0.17
Sumber: Barber (1966).

2.2. Aliran massa (mass-flow)


Air secara terus-menerus bergerak mendekati atau menjauhi
permukaan akar. Sejumlah air kontak dengan permukaan akar kalau ia
diserap untuk menggantikan kehilangan transpirasi. Sejumlah air lainnya
kontak dengan permukaan akar kalau ia bergerak dalam responnya
terhadap gradien potensial air dalam tanah. Air tanah ini mengandung
unsur hara terlarut dan jumlah unsur hara tertentu yang diangkut ke
prmukaan akar oleh salah satu dari proses ini disebut sebagai hara yang
diangkut oleh aliran massa.
Persentase kebutuhan hara yang dapat dipenuhi oleh aliran
massa tergantung pada (a) kebutuhan ta-naman akan unsur hara, (b)
konsentrasi hara dalam larutan tanah, (c) jumlah air yang ditranspirasikan
per unit bobot jaringan, dan (d) volume efektif air, yang bergerak karena
gradien potensial dan yang kontak dengan permukaan akar.
12

www.greenhousecanada.com/index.php?option=com...

Kontribusi proses yang terakhir ini sulit ditentukan, sehingga


estimasi kontribusi hara dari aliran massa biasanya didsarkan atas
konsentrasi hara dan jumlah air transpirasi per satuan bobot jaringan.
Estimasi seperti ini disajikan dalam Tabel 2.4. Tampak bahwa aliran
massa dapat menjadi kontributor dominan untuk hara Ca, Mg, Zn, Cu, B
dan Fe. Demikian juga, akurasi hasil estimasi masih dapat dipertanyakan
karena asumsi-asumsi yang terlibat.

2.3. Difusi (diffusion)


Dari estimasi dalam Tabel 2.4 tampak bahwa kebutuhan P dan K
biasanya tidak dapat dipenuhi dari intersepsi dan aliran massa. Oleh
karena itu harus dipenuhi oleh proses difusi. Persamaan berikut ini
melukiskan faktor-faktor penting yang menentukan kecepatan difusi unsur
hara menuju ke permukaan akar:

dq/dt = DAP(C1 - C2) / L

dimana:

dq/dt=mencerminkan laju difusi ke permukaan akar


D = koefisien difusi unsur hara dalam air
A = luas penampang yang diasumsikan mencerminkan total
permukaan penyerapan dari akar tanaman untuk maksud difusi ini.
P = fraksi dari volume tanah yang ditempati oleh air (juga termasuk
faktor tortuosity)
C1= konsentrasi hara terlarut pada suatu titik yang berjarak L dari
permukaan akar
C2 = konsentrasi hara terlarut pada permukaan akar
L = jarak dari permukaan akar ke titik tertentu C1.

Persamaan ini tidak akan berlaku secara tepat untuk sistem tanah,
akan tetapi ia mampu menunjukkan faktor-faktor apa saja yang
13

mempengaruhi kecepatan difusi unsur hara seperti P dan K ke


permukaan akar, yaitu:
(1). Faktor P. Ini mencerminkan fraksi dari total volume tanah -
yang mengandung air. Laju difusi akan tergantung pada kadar air tanah,
dan tanah yang bertekstur halus diharapkan akan memungkinkan difusi
yang lebih cepat pada kondisi konsentrasi larutan yang sama
dibandingkan dengan tanah yang teksturnya kasar karena ia mempunya
kapasitas menahan air yang lebih besar pada potensial air tanah yang
setara.
(2). Besarnya gradien konsentrasi (C1-C2)/L. Konsentrasi yang
tidak sama akan menyediakan gaya dorong bagi difusi. Kalau C1
merupakan konsentrasi larutan tanah dan C2 konsentrasi pada
permukaan akar, laju difusi akan lebih tinggi kalau C1 semakin besar dan
C2 semakin kecil dan L konstan. Sehingga kemampuan tanaman untuk
menyerap hara menurunkan konsentrasi C2 hingga sangat rendah dan
hal ini akan meningkatkan laju difusi yang tinggi karena konsentrasi hara
dalam larutan (C1) menjadi tinggi. Faktor jarak L akan dipengaruhi oleh
adanya faktor kapasitas dalam kesetimbangan dengan larutan tanah
karena reaksi kesetimbangan akan cenderung mempertahankan
konsentrasi yang relatif tinggi di dekat permukaan akar.

Sumber: www.tutorvista.com/search/what-is-transported...
(3). Faktor A. Mencerminkan total luas permukaan akar yang
tersedia untuk penyerapan dan menjadi fakor yang sangat penting.
Sejumlah hara yang sama dapat diserap dengan laju yang lebih lambat
per satuan luas permukaan kalau total luas permukaan penyerapan lebih
besar. Oleh karena itu, luasnya sistem perakaran merupakan faktor
penting yang mempengaruhi serapan yang dikendalikan oleh difusi.
14

Distribusi akar dalam kaitannya dengan distribusi spasial unsur hara


tersedia dan air tersedia sangat penting. Unsur hara, baik alami
maupun yang ditambahkan, cenderung terkonsentrasi dalam tanah
lapisan olah. Akan tetapi lapisan tanah ini cenderung untuk mengering
selma periode kekeringan dan ketersediaan hara tersebut menurun
secara drastis. Sehingga ketersediaan hara pada tahun-tahun kering
akan banyak ditingkatkan kalau ada suplai hara dan air dalam subsoil dan
kalau distribusi akar dalam subsoil memadai jumlahnya. Operasi
pengolahan tanah dapat mempengaruhi distribusi spasial dan ke-
tersediaan hara (Siemens, Walker dan Peck, 1971).

3. Pembaharuan Hara dalam Larutan Tanah

Kalau unsur hara diambil dari larutan tanah, akan terjadi ke-
cenderungan untuk menggantikan defisit hara dari fase padatan tanah.
Konsentrasi hara dalam larutan tanah sering disebut sebagai faktor
intensitas dan sumber hara pada fase padatan tanah yang mensuplai
kembali larutan tanah disebut sebagai faktor kapasitas.
Faktor kapasitas dapat dibagi-bagi secara sembarangan menjadi
tiga kategori, yaitu:
(1). bentuk-bentuk yang berkesetimbangan secara cepat dengan
larutan tanah.
(2). bentuk-bentuk yang berkesetimbangan secara lambat hingga agak
lambat (kesetimbangan semu) dengan larutan tanah
(3). bentuk-bentuk yang tidak berkesetimbangan dengan larutan tanah,
karena tidak ada reaksi balik (unsur hara dibebaskan tetapi tidak
dijerap kembali).

Teladan bentuk-bentuk yang kerkesetimbanagn secara cepat


dengan larutan tanah akan berupa K-tukar, Ca-tukar atau Mg-tukar dan
P-permukaan. Teladan bentuk-bentuk yang lambat berkesetimbangan
dengan larutan tanah adalah K-terfiksasi dan P yang terdifuse ke bawah
permukaan mineral penyerap atau ke dalam interior agregat tetapi masih
dapat terdifusi kembali ke permukaan dalam jangka waktu yang cukup
panjang kalau gradien aktivitasnya menjadi sesuai. Teladan bentuk
yang tidak berkesetimbangan atau reaksi satu arah adalah pelepasan
hara seperti N, P, dan S oleh dekomposisi bahan organik, dekomposisi
mineral yang semula dibentuk dalam sistem bersuhu tinggi, dan input dari
atmosfer. Beberapa mineral primer dapat menunjukkan kecenderungan
untuk mengalami reaksi balik kalau laju dekomposisinya dikendalikan
oleh konsentrasi produk dekomposisi dalam larutan tanah.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Tanaman


Menyerap Hara

Faktor-faktor tanah yang mempengaruhi kemampuan tanaman


menyerap hara adalah:

(1). Konsentrasi oksigen dalam udara tanah. Energi yang diperlukan


untuk serapan hara berasal dari proses respirasi dalam akar
15

tanaman. Untuk semua tanaman akuatik ternyata proses


respirasi ini tergantung pada suplai oksigen dalam udara tanah.
Oleh karena itu aerasi yang buruk akan menghambat proses
penyerapan unsur hara (Grable, 1966) disamping mempengaruhi
tingkat oksidasi beberapa macam unsur hara.
(2). Temperatur tanah. Penyerapan unsur hara berhubungan dengan
aktivitas metabolik yang selanjutnya sangat tergantung pada suhu.
Konsentrasi hara dalam larutan tanah yang lebih besar seringkali
diperlukan untuk mencapai laju pertumbuhan maksimum dalam
kondisi tanah dingin dibandingkan dengan tanah-tanah yang
hangat. Hal ini telah terbukti dengan unsur hara P (Sutton, 1969).
(3). Reaksi-reaksi antagonistik yang mempengaruhi serapan hara.
Walaupun konsentrasi hara pada permukaan akar dapat menjadi
faktor paling kritis yang mempengaruhi laju serapan hara pada
kondisi lingkungan normal, reaksi-reaksi antagonistik di antara ion-
ion juga dapat menjadi penting. Kurva baku respon hasil tanaman
terhadap penambahan unsur hara tunggal mula-mula menunjukkan
daerah respon pertumbuhan, kemudian daerah hasil maksimum
yang mendatar, dan akhirnya zone depresi hasil kalau konsentrasi
mendekati tingkat toksik.
Kisaran hasil maksimum di daerah yang mendatar tergantung pada
hara (sempit untuk unsur mikro, lebar untuk unsur makro) dan pada
konsentrasi relatif unsur hara lainnya. Suatu teladan kondisi yang
terakhir ini adalah terjadinya depresi hasil akibat penambahan K
pada tanah-tanah yang miskin Mg. Efek antagonistik K terhadap
serapan Mg dapat mengakibatkan depresi hasil karena defisiensi
Mg.

(4). Substansi toksik. Suatu substansi yang mengganggu proses


metabolisme tanaman juga dapat mempengaruhi serapan hara.
Substansi toksik seperti ini di antaranya adalah konsentrasi Mn
atau Al yang tinggi dalam tanah masam, konsentrasi garam terlarut
yang sangat tinggi, jumlah B yang berlebihan, dan lainnya.
16

www.ul.ie/~childsp/CinA/Issue41/editorial41.html

5. Faktor yang Mempengaruhi Ketersedian Hara dan Metode


Uji-tanah

Bagan umum ketersediaan unsur hara disajikan dalam Gambar


2.2. Tujuan dari bagan ini adalah memvisualkan berbagai input hara ke
dalam larutan tanah darimana ia dapat diekstraks oleh tanaman. X

www.umassvegetable.org/.../soil_basics_II.html
17

M-atmosfer

Penguapan panen

M-pupuk M-tanaman M-ternak

Bentuk M yg
Cepat berke- M-larutan tanah M-bahan organik
setimbangan

Bentuk M mineral
M lambat- primer
medium

pencucian

Kehilangan erosi

Gambar 2.2. Bagan ketersediaan hara secara umum. M menyatakan


unsur hara.

Pemahaman tentang besaran relatif setiap input untuk setiap


unsur hara tertentu dan variabilitas selama musim pertumbuhan akan
sangat berguna dalam mengembangkan atau mengevaluasi uji-tanah
untuk unsur hara tersebut. Misalnya saja, permasalahan manakah yang
terbaik, menganalisis faktor intensitas atau faktor kapasitas.
Secara teori penggunaan faktor intensitas lebih sesuai kalau faktor
kapasitas mampu mempertahankan konsentrasi larutan tanah secara
seragam (konstan) sepanjang musim. Kondisi ini biasanya ditemukan
pada unsur hara P, Ca, dan Mg dan kadangkala juga K. Dalam kasus-
kasus dimana uji P tanah telah diperbandingkan pada berbagai tanah,
maka P larut air biasanya berkorelasi lebih baik daripada faktor
kapasitasnya dengan serapan tanaman. Tujuan utama mengadopsi
metode ini untuk penggunaan rutin uji tanah disebabkan oleh kenyataan
bahwa konsentrasi P sangat rendah (kadangkala kurang dari 0.1 ppm)
sehingga mempersulit teknik analitiknya.

Tabel 2.5. Penahanan Ca++ dan NH4+ dalam bentuk dapat ditukar oleh
berbagai material setelah pencucian dengan larutan 0.05N
Ca-asetat dan 0.05N amonium asetat.
18

Material Posisi pertukaran yang ditempati oleh


Ca++ NH4+
............... % ............
Asam humat 92 8
Montmorilonit 63 37
Kaolinit 54 46
Muskovit 6 94
Sumber: Schachtschabel (1940).

Dalam beberapa situasi dimungkinkan untuk menurunkan faktor


kapasitas cukup besar dalam satu musim pertumbuhan sehingga ukuran
faktor kapasitas sangat diperlukan untuk mendukung informasi faktor
intensitas (misalnya Kalium). Kalau pengukuran faktor kapasitas
diperlukan maka biasanya akan lebih banyak ditemukan masalah
interpretasinya karena hubugan antara kedua faktor ini berbeda-beda di
antara individu tanah. Hal ini dilukiskan oleh adanya variasi afinitas
relatif berbagai material pertukaran kation terhadap kation Ca++ dan NH 4+
(Tabel 2.5).

Sumber: www.ag.ohio-state.edu/~prec/soil/n_cycle.htm
19

Tapak fiksasi Ion tukar pada koloid tanah

Liat Alofan, karbonat Bahan organik Ca++, Mg++,Na+,K+,NH4+


K,Mg,NH4 Al, Fe-oksida N,S,P,Cu Al+++, H+, Mn++, H 2PO4-,SO 4=

cepat
lambat lambat lambat

Pupuk Larutan tanah Lapukan


cepat NO3-, SO4=, Cl-, H3BO3 lambat mineral
ion-ion yang membentuk khelat

difusi C difusi
aliran massa E
pertumbuhan akar P
A
T

Permukaan akar tanaman

Penyerapan aktif Ekskresi


dan pasif H+, OH- dan HCO 3-
C
E
P
A
T

Interior akar tanaman

Gambar 2.1. Kesetimbangan yang terlibat dalam suplai hara kepada akar
tanaman.
20

Tabel 2.6. Pembandingan jumlah kation dalam kompleks jerapan dan


larutan tanah pada beberapa order tanah

Order Kation tukar Kation larutan (Larutan/Tukar)x 100

Tanah Ca Mg K N Ca Mg K Na Ca Mg K Na
a
................... me/100 g ......... ........ % ..........

Oksi- 1.3 1.7 0.5 0.1 0.009 0.016 0.010 0.007 0.7 0.9 2.0 7.0
sol
Ultiso 3.8 3.9 0.3 0.2 0.011 0.028 0.005 0.015 0.3 0.7 1.7 7.5
l
Alfisol 8.7 5.9 1.0 0.1 0.016 0.024 0.016 0.014 0.2 0.4 1.6 14.0
Verti- 13. 10. 0.4 0.2 0.036 0.057 0.003 0.026 0.3 0.6 0.8 13.0
sol 5 4

Sumber: Roux (1966).

Situasi ini analog dengan hubungan antara enerji potensial atau


enerji bebas air dalam tanah (ketersediaan) dan jumlah air yang ada
(suplai). Telah diketahui bahwa kalau jumlah air dalam tanah berkurang
maka ketersediaannya juga berkurang. Hal yang serupa juga berlaku bagi
unsur hara. Oleh karena itu dalam rangka untuk mendeskripsikan secara
tepat status hara dalam tanah maka diperlukan karakterisasi hubungan
antara potensial kimia atau tingkat enerji bebas dari hara dalam larutan
tanah (faktor intensitas) dan jumlah yang ada pada fase padatan
(faktor kuantitas).
Kemampuan suatu sistem untuk memperbaharui larutan tanah
diukur dari faktor kapasitasnya yang merupakan nisbah antara
perubahan faktor kuantitas dengan unit perubahan faktor intensitas.
Karakterisasi ini seringkali memerlukan banyak kerja dan paling tidak
memerlukan dua analisis setiap sampel tanah; diperlukan pengukuran
terpisah konsentrasi larutan dan jumlah hara yang labil.

6. Penyerapan unsur hara oleh akar tanaman

Movement of ions from the outer space of the cell to the inner
space is generally against the concentration gradient and hence requires
energy. This energy is obtained through metabolism either directly or
indirectly. Various evidences indicate the active uptake of ions by carrier
mechanism
In carrier mechanism, activated ions combine with carrier proteins
and from ion carrier complex. This complex moves across the membrane
and reaches the inner space by the expenditure of energy.
21

Sumber: www.tutorvista.com/.../active-absorption.php

Within the cytoplasm, the complex breaks to release the ions. The
carrier moves out of the cytoplasm and is again ready to attach another
ion to from a complex

Ion traffic into the root


Mineral nutrients absorbed from the root has to be carried to the
xylem. This transport follows two pathways namely apoplastic pathway
and symplastic pathway.
In apoplastic pathway, mineral nutrients along with water moves
from cell to cell through spaces between cell wall by diffusion. The ions,
which enter the cell wall of the epidermis move across cell wall of cortex,
cytoplasm of endodermis, cell walls of pericycle and finally reach the
xylem

In symplastic pathway, mineral nutrients entering the cytoplasm of


the epidermis move across the cytoplasm of the cortex, endodermis of
pericycle through plasmodesmata and finally reach the xylem.
22

Sumber: www.tutorvista.com/.../active-absorption.php

Translocation of solutes
P.R. Stout and Dr. Hoagland have proved that mineral nutrients
absorbed by the roots are translocated through the xylem vessel. Mineral
salts dissolved in water moves up along the xylem vessel to be
transported to all the parts of the plant body. Translocation is aided, by
transpiration. As water is continuously lost by transpiration on the upper
surfaces of the plant, it creates a transpirational pull, by which water along
with mineral salts is pulled up along the xylem vessel.
Active absorption of energy can be achieved only by an input of energy.
Following evidences show the involvement of metabolic energy in the
absorption of mineral salts.
 Higher rate of respiration increases the salt accumulation inside the
cell.
 Respiratory inhibitors check the process of salt uptake.
 By decreasing oxygen content in the medium, the salt absorption is
also decreased.
These evidences indicate that salt absorption is directly connected with
respiratory rate and energy level in the plant body, as active absorption
requires utilization of energy.

Goldacre's Theory

Contractile proteins of membrane show their existence in folded or


unfolded condition. Proteins in unfolded conditions are able to bind ions by
free valencies exposed at membrane surface. Proteins in folded
(contracted) condition release ions as free valencies of proteins get
satisfied in folded condition. In this theory role of carrier has been
emphasised with utilisation of ATP energy. This theory however has not
been proved.
23

Diagrammatic Representation of the Goldacre Concept

Cytochrome Pump Salt Respiration or Electron Transport


Theory
This theory was proposed by H. Lundegardh, who suggested that
anions could be transported across the membrane by cytochrome system.
Energy is supplied by direct oxidation of respiratory intermediates.

Diagrammatic representation of cytochrome pump hypothesis On salt


absorption, anions (A-) are actively absorbed via a cytochrome pump and
cations (M+) are passively absorbed.
24

The rate of respiration, which is solely due to anion absorption, is called as


anion respiration or salt respiration. The original rate of respiration (without
anion respiration) can be observed in distilled water and is called ground
respiration.
Total respiration (R1) = Ground respiration (Rg) + Salt or anion respiration
(Ra).

Sumber: click4biology.info/c4b/9/plant9.2.htm
25

Sumber: click4biology.info/c4b/9/plant9.2.htm
26

BAHAN BACAAN

Barber, S.A., 1966. Soil plant relationships determining phosphorus uptake.


Plant Nutrition. 1982. vol. 1 :39-44.
Barber, S.A., 1966. The role of root interception, mass flow and diffusion in
regulating the uptake of ioions by plants from soils. In: Limiting Steps
in Ion uptake by Plant from Soils. I.A.E.A. Tech. Rept. Ser. 6 5
Barber, S.A., 1977. Application of phosphate fertilizer Methods, rates and
time of application in relation to the phosphorus status of soils.
Phosphorus in Agric. 70: 109-115.
Barber, S.A., R.J. Bray, A.C. Caldwell, R.L. Fox, M. Fried, J.J. Hanway, D. Hovland, J.W.
Ketcheson, W.M. Laughton, K. Lawton, R.C. Lipps, R.A.. Olson, J.T. Pesek, K.
Pretty, M. Reed, F.W. Smith, and E.M. Stickney. 1961. North Central
Regional potassium studies: II. greenhouse experiments with millet. North
Central Regional Publication No. 123. Indiana Agr. Exp. Stn. Res. Bul. RB
717.
Barrow, J.J. 1961. Studies on the mineralization of sulfur from soil organic matter.
Aust. J. Agr. Res. 12:306-319.
Burns, A.L., and S.A. Barber. 1961. The effect of temperature and moisture on
exchangeable potassium. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 25:349-352.
Dowdy, R.J., and T.B. Hutcheson, Jr. 1963. Effects of exchangeable potassium level
and drying on release and fixation of potassium by soils as related to clay
mineralogy. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 27:31-34.
Gee, G.W., and M.E. Dodson. 1981. Soil water content by microwave drying: A
routine procedure. Soil Sci. Soc. Amer. J. 45:1234-1237.
Gogan, W.G. 1975. Zinc availability in some Iowa soils as measured by soil and
plant analyses and crop response. Unpublished Ph.D. Thesis. Ames, Iowa.
Library, Iowa State University of Science and Technology.
Hanway, J.J., S.A. Barber, R.J. Bray, A.C. Caldwell, L.E. Engelbert, R.L. Fox, M. Fried,
D. Hovland, J.W. Ketcheson, W.M. Laughton, K. Lawton, R.C. Lipps, R.A.
Olson, J.T. Pesek, K. Pretty, F.W. Smith, and E.M. Stickney. 1961. North
Central Regional potassium studies: I. Field studies with alfalfa. North
Central Regional Publication No. 124. Iowa Agr. Home Econ. Exp. Sta. Res.
Bul. 494.
Hanway, J.J., S.A. Barber, R.J. Bray, A.C. Caldwell, R.L. Fox, M. Fried, L.T. Kurtz, K.
Lawton, J.T. Pesek, K. Pretty, M. Reed, and F.W. Smith. 1962. North Central
Regional potassium studies: III. Field studies with corn. North Central
Regional Publication No. 135. Iowa Agr. Home Econ. Exp. Stn. Res. Bul.
503.
Kenney, D.R., and J.M. Bremner. 1966. Comparison and evaluation of laboratory
methods of obtaining an index of soil nitrogen availability. Agron. J.
58:498-503.
Luebs, R.E., G. Stanford, and A.D. Scott. 1956. Relation of available potassium to
soil moisture. Soil Sci. Soc. Amer. Proc. 20:45-50.
Mock,J.J. dan D.C. Erbach. 1977. Influence of conservation tillage environments on
growth and productivity of corn. Agron. Jour. 69:337-340
27

Scott, A.D., and T.E. Bates. 1962. Effect of organic additions on the changes in
exchangeable potassium observed on drying soils. Soil Sci. Soc. Amer.
Proc. 26:209-210.
Searle, P.L., and G.P. Sparling. 1987. The effect of air-drying and storage conditions
on the amounts of sulphate and phosphate extracted from a range of New
Zealand topsoils. Comm. Soil Sci. Pl. Anal. 18:725-739.
Thien, S.J., D.A. Whitney, and D.L. Karlen. 1978. Effect of microwave radiation
drying on soil chemical and mineralogical analysis. Comm. Soil Sci. Plant
Anal. 9:231-241.
Widdowson, J.P., and J.J. Hanway. 1970. Available sulfur status of some
representative Iowa soils. Iowa Agr. Home Econ. Exp. Stn. Res. Bul. 579.

Fox, R.J., G.W. Roth, K.V. Iversen, and W.P. Piekielek. 1989. Soil and tissue
nitrate tests compared for predicting soil nitrogen availability to
corn. Agron. J. 81:971-974.
Garrels, R dan C.L. Christ. 1965. Solutions, Minerals, and Equilibria (2nd ed.
Freeman Cooper Co, 1982 and revised ed 1990) ISBN 0-86720-148-7
(1990 ed.)
Gray, C. 1983. Survey of state soil testing laboratories in the United States.
Mimeo of Soil and Plant Analysis Comm-S877, Soil Sci. Soc. Amer.,
Texas A & M Univ., College Station, Texas.
Henriksen, H. and A.R. Selmer-Olsen. 1970. Automatic methods for
determining nitrate and nitrite in water and soil extracts. Analyst
(London) 95:514-581.
Hergert, G.W. 1987. Status of residual nitrate-nitrogen soil tests in the
United States. p. 73-88. In J.R. Brown (ed.) Soil testing: Sampling,
correlation, calibration, and interpretation. ASA Special Publ. 21.
ASA, CSSA, and SSSA, Madison, Wis.
Huffman, S.A. and K.A. Barbarick. 1981. Soil nitrate analysis by cadmium
reduction. Comm. Soil Sci. Pl. Anal. 12(1):79-89.
Jokela, W.E. 1989. The Vermont nitrogen soil test for corn. FS133. Univ. of
Vermont Ext. Serv., Burlington, Vt.
Kelley, W.P. and S.M. Brown. 1921. The solubility of anions in alkali soils. Soil
Sci. 12:261-285.
Keeney, D.R. 1982. Nitrogen-availability indices. p. 711-734. In A.L. Page et
al. (ed.). Methods of soil analysis, Part 2, 2nd ed., Agron. Monogr. 9.
ASA and SSSA, Madison, Wis.
Keeney, D.R. and D.W. Nelson. 1982. Nitrogen-inorganic forms. p. 643-698.
In A.L. Page et al. (ed.). Methods of soil analysis, Part 2, 2nd ed.,
Agron. Monogr. 9. ASA and SSSA, Madison, Wis.
Magdoff, F.R., D. Ross, and J. Amadon. 1984. A soil test for nitrogen
availability to corn. Soil Sci. Soc. Am. J. 48:1301-1304.
28

Magdoff, F.R., W.E. Jokela, R.H. Fox, and G.F. Griffin. 1990. A soil test for
nitrogen availability in the northeastern United States. Comm. Soil
Sci. Pl. Anal. 21:1103-1115.
Roth, G.W., D.B. Beegle, and P.J. Bohn. 1992. Field evaluation of a pre-
sidedress soil nitrate test and quick-test for corn in Pennsylvania. J.
Prod. Agric. 5:476-481.
Roux, P.W., 1966. Die uitwerking van seisoensreënval en beweiding op
Gemengde Karooveld. Handl Weidingveren. s. Afr. 1 : 103-110.
Schmitt, M.A. and G.W. Randall. 1994. Developing a soil nitrogen test for
improved recommendations for corn. J. Prod. Agric. 7:328-334.
Siemens, J.C., W.M.Walker, dan T.R.Peck. 1971. Effect of tillage system on
soil tests for acidity, phosphorus, and potassium. Illinois Research .
Summer 1971, 13 (3).

Anda mungkin juga menyukai