Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Diabetes Militus
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama
dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA)
2010, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalahdiabetes melitus tipe 2 yang
ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena kurangnya fungsi sel beta pankreas
secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin.1 Diabetes melitus menjadi
permasalahan kesehatan dunia karena tingginya morbiditas maupun mortalitas yang
diakibatkan penyakit tersebut. 2 Data World Health Organization (WHO) tahun 2008
menyebutkan bahwa terdapat sekitar 180 juta orang dengan diabetes di seluruh dunia dan
jumlah ini diperkirakan akan meningkatlebih dari dua kali lipat pada tahun 2030.Negara
Indonesia pada tahun 2000 berada di urutan ke-4 terbanyak kasus diabetes setelah India,
Cina, dan Amerika Serikat dengan prevalensi 8,6 persen dari total penduduk.
Diabetes melitus merupakan sindrom kelainan metabolisme karbohidrat yang
tandanya adalah hiperglikemia kronik akibat defek pada sekresi insulin dan atau
inadekuatnya fungsi insulin. Diabetes melitus tipe 2 adalah kelompok DM akibat
kurangnya sensitifitas jaringan sasaran (otot, jaringan adiposa, dan hepar) berespon
terhadap insulin. Penurunan sensitifitas respon jaringan otot, jaringan adiposa dan hepar
terhadap insulin ini, selanjutnya dikenal dengan resistensi insulin dengan atau tanpa
hiperinsulinemia (Nolan, 2002).
Diabetes melitus tipe 2merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel
terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau berada dalam rentang
normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes melitus
tipe-2dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus (Slamet, 2008).
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan yaitu,
yang pertama disebabkan rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat
kimia, dan lain-lain), yang kedua karena desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada
kelenjar pankreas, dan yang ketiga karena desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di
jaringan perifer (Buraerah, 2010).
Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu,
resistensi insulin dan disfungsi sel B pancreas. Timbulnya resistensi insulin pada lansia
dapat disebabkan oleh 4 faktorperubahan komposisi tubuh, seperti massaotot lebih sedikit
dan jaringan lemak lebih banyak, menurunnya aktivitas fisik sehingga terjadi penurunan
jumlahreseptor insulin yang siap berikatan dengan insulin,perubahan pola makan lebih
banyak makan karbohidrat akibatberkurangnya jumlah gigi sehingga, perubahan
neurohormonal (terutama insulin-like growth factor-1(IGF-1) dandehidroepiandosteron
(DHEAS) plasma) sehingga terjadipenurunan ambilan glukosa akibat menurunnya
sensitivitas reseptor insulin dan aksi insulin. Bila ini tidak ditangani dengan baik maka
akan terjadi kerusakan pada sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi
secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang
umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin
(Rochman, 2007).
Faktor risiko diabetes melitus antara lainobesitas, hipertensi, riwayat keluarga
diabetes melitus, dislipidemia, umur, faktor genetik, alkohol dan rokok.Gejala diabetes
melitus dibedakan menjadi 2 yaitu gejala akut dan gejala kronik. Gejala akut diabetes
melitus meliputi poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria
(banyakkencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat
badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Sedangkan
untuk gejala kroniknya adalah kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk
jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur,
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa
terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg (Buraerah, 2010).
2. Kerang pisau (Solen Spp)
Lorjuk (Solen sp.) biasanya dikenal dengan nama kerang pisau/razor clam
merupakan spesies yang dapat ditemukan di daerah subtropis dan tropis, namun
kebanyakan persebarannya pada lautan Indo-pasifik. Solen sp. juga ditemukan di pesisir
samudra Atlantik, pesisir pasifik, dan pesisir utara Amerika serta pesisir lautan India.
Mobilitas genus ini sangat tinggi karenakemampuannya dalam melompat dan berenang.
Solen sp. Sangat cepat bersembunyi ketika merasa terancam (Couñago and Tajes, 2011).
Solen sp. memiliki warna putih semi transparan, periostrakum mengkilat kehijau-
hijauan hingga kecoklatan. Bentuknya silinder memanjang dan sedikit pipih, memiliki
cangkang tipis mudah pecah, bagian tepi dorsal seperti tingkat, tepi ventral sedikit
melengkung, garis commarginal halus nyaris tak terlihat, memiliki hinge dengan gigi
tunggal pada akhir setiap katup (Tunnel et al., 2010).
Komposisi kimia kerang sangat beraneka ragam. Hal ini dapat tergantung pada
spesies, jenis kelamin, umur, musim, dan habitat. Kandungan gizi kerang pisau dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan gizi kerang pisau (Solen spp)


AKG (19-20th)
Basis basah Basis
Jenis gizi Satuan
(bb) kering (bk)
Wanita
Pria

Kalori
61,84 kkal 349,66 kal 2550 1900 Kkal/hari

g/hari
Protein 9,79 % 55,34 % 50 42

g/kap/hari
Karbohidrat 4,95 % 27,98 % 130 100

g/hari
Lemak 0,32 % 1,82 % 54 54

Abu 2,63 % 14,87 % ~ ~ ~


~
Air 82,31 % 0 ~ ~

Sumber : Nurjanah et al. (2008)


Kerang pisau (Solen spp) merupakan salah satu jenis moluska dari kelas Bivalva yang
banyak ditemukan di daerah pantai berlumpur di perairan Kabupaten Pamekasan
Madura.Tujuan penelitian adalah menentukan aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif
yang terkandung dalam kerang pisau. Pengujian yang dilakukan meliputi analisis aktivitas
antioksidan dengan metode DPPH, dan uji fitokimia. Kerang pisau memiliki aktivitas
antioksidan yang terlihat dari nilai IC50 yang diperoleh. Nilai IC50 dari ekstrak kloroform
sebesar 2008,52 ppm, ekstrak etil asetat 1593,87 ppm dan ekstrak metanol 1391,08 ppm.
Ekstrak kasar kerang pisau mengandung alkaloid, steroid, dan flavonoid. Kerang pisau dapat
dinyatakan sebagai salah satu jenis kerang-kerangan penghasil senyawa antioksidan dan dapat
dikembangkan, baik dalam bidang pangan maupun farmasi (Nurjanah et al.,2011).
Moluska merupakan komoditi perikanan yang potensial sebagai kandidat sumber
senyawa bioaktif untuk berbagai keperluan. Bivalvia dan gastropoda merupakan moluska yang
keberadaannya cukup melimpah di wilayah perairan tropis sebagai sumber protein hewani yang
baik dengan harga relative murah. Senyawa bioaktif yang ditemukan dalam moluska
diidentifikasi sebagai peptida, depsipeptida, seskuiterpen, skualen, terpen, alkaloid,
polipropionat, senyawa nitrogen, makrolida, prostaglandin, turunan asam lemak, dan senyawa
lain yang memiliki aktivitas tertentu (Balcázar et al., 2006; Blunt et al., 2006).
Produk alami yang diisolasi dari bivalvia maupun gastropoda telah dimanfaatkan antara
lain sebagai antioksidan, antitumor, antivirus, antibakteri, antijamur, antikanker, sitotoksik, dan
penghambat enzim (Tadesse et al., 2008; Defer et al., 2009; Zhou et al., 2011).
Dengan adanya kandungan flavoniod pada kerang pisau, maka kerang pisau dapat
digunakan sebagai antioksidan yang dapat berguna untuk pengobatan diabetes militus.
Flavonoid berperan secara signifikan meningkatkan aktifitas enzim antioksidan dan mampu
meregenerasi sel-sel β pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi. Flavonoid
yang terkandung juga dapat memperbaiki daya kerja reseptor insulin, sehingga memberikan
efek yang menguntungkan pada keadaan DM (Marianne, 2011).
Pada kerang pisau juga terdapat astaxantin. Astaxantin terbukti merupakan antioksidan
paling kuat melalui dua eksperimen in vitro yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh
shimidzu et al menunjukkan astaxantin 550 kali lebih kuat daripada vitamin E, 11 kali lebih
kuat daripada β-karoten, dan hampir 3 kali lebih kuat dibandingkanlutein, dalam meredam
singlet oksigen. Pada penelitian kedua yang dilakukan oleh bagchi terbukti bahwa astaxantin
14 hingga 60 kali lebih kuat daripada antioksidan yang lain. Berdasarkan data dari kedua
metode pengujian tersebut terbukti bahwa astaxantin merupakan antioksidan yang paling kuat
(Capelli, 2007).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa senyawa astaxantin dapat digunakan untuk
pengobatan pada penyakit kanker. Berangkat dari itu, maka penelitian kali ini akan
menggunakan senyawa astaxantin sebagai pengobatan pada penyakit Diabetes Militus tipe 2.
Karena dapat dilihat dari penjelasan diatas bahwa kerang pisau mengandung flavonoid yang
bermanfaat sebagai antioksidan dalam proses pengobatan pemyakit Diabetes Militus tipe 2.
Dari penjelasan tersebut, karena senyawa astaxantin merupakan antioksidan paling kuat maka
dapat juga berpotensi lebih besar dalam pengobatan penyakit Diabetes Militus tipe 2.
Daftar Pustaka

Balcázar, J.L., I. Blas, I. Ruiz-Zarzuela, D. Cunningham, D. Vendrell, & J.L. Múzquiz. 2006.
The role of probiotics in aquaculture. Veterinary Microbiol., 114: 173-186.
Blunt, J.W., B.R. Copp, M.H.G. Munro, P.T. Northcote, & M.R. Prinsep, M.R. 2006. Marine.
natural products. Natural Product Reports, 23:26–78
Buraerah H. Analisis faktor risiko diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Tanrutedong, Sidenreg
Rappan. Jurnal Ilmiah Nasional [Online]. 2010. Diakses tanggal 14 Maret 2019.
Tersedia dari :http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tab D=61&src=a&id=186192
Capelli, Bob and Robert Cysewki. 2007. Natural Astaxanthin : King Of The Carotenoids. USA
: Cyanotech Corporation.
Counago, S. D., and Tajes, J. F. 2011. Razor Clams: Biology Aquaculture and Fisheries.Xunta
de Galicia, Consellería do Mar.
Defer, D., N. Bourgougnon, & Y. Fleury. 2009. Screening for antibacterial and antiviral
activities in three bivalve and two gastropod marine molluscs. J. Aquaculture, 293: 1-7.
Marianne, Yuandani, Rosnani. 2011. Antidiabetic activity from ethanol extract of kluwih’s leaf
(Artocarpus camansi). Jurnal Natural ; 11(2):64-7.
Nolan JJ. 2002. What is type 2 diabetes?. MedicineInternational; 6-10.
Nurjanah, A. Abdulla, & A. Apriand. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada
keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo). J. Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
XIV(1): 22-29.
Rochmah W. 2007. Diabetes mellitus pada usia lanjut dalam:Sudoyo AW,Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku AjarIlmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI. Hlm 1915-18.
Slamet S. 2008. Diet pada diabetes. Dalam Noer, editor.Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
III.Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.
Tadesse, M., B. Gulliksen, M.B. Strim, O.B. Styrvold, & T. Haug. 2008. Screening for
antibacterial and antifungal activities in marine benthic invertebrates from northern
Norway. J. Invertebrate Pathology, 99: 286-293.
Tunnel, J. W., Andrews, J., Barrera, Noe, C., Moretzsohn, F. 2010. Encyclopedia of Texas
Seashells : Identification, Ecology, Distribution, and History. China: Everbest Printing
Co.
World Health Organization. Diabetes [internet]. Geneva: WHO: 2009. [diakses tanggal 14
Maret 2019]. Tersedia dari: http://www.who.int/3
Zhou, D.Y., B.W. Zhu, L. Qiao, H.T. Wu, D.M. Li, J.F. Yang, & Y. Murata. 2011. In vitro
antioxidant activity of enzymatic hydrolysates prepared from abalone (Haliotis discus
hannai Ino) viscera. Food and Bioproducts Processing, in press.

Anda mungkin juga menyukai