Anda di halaman 1dari 10

Al-Af’idah dan Qulub serta Kaitannya

dengan Pendidikan

RAJA LOTTUNG SIREGAR

Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Tuanku Tambusai Pasir Pengaraian


Jl. Riau, Pasir Pengaraian, Rokan Hulu. Hp: 081371576057 e-mail: rasyi.sire83@yahoo.com

Abstrak: Al-Af’idah dan qulub merupakan kedua anugrah yang Allah


berikan kepada manusia yang hidup di dunia ini. Af’idah bentuk jamak
dari kata “fuad” yang berarti aneka hati. Para ulama banyak
memahaminya akal. Berbicara masalah akal tentu tidak akan pernah
selesai. Sebab dengan adanya akal ataupun pikiran maka manusia bisa
menemukan penemuan-penemuan baru terhadap perkembangan ilmu
dan teknologi. Seperti halnya kurikulum pendidikan saat ini, selalu ada
inovasi untuk ke arah yang lebih maju lagi. Ekistensi akal ini, memang
benar-benar kita rasakan fungsinya. Sehingga dunia pendidikan di
negeri kita ini cukup pesat perkembangannya. Kemanusiaan manusia
berada di dalam hatinya. Sebab hatilah yang mengendalikan diri
manusia itu sendiri. Karena itu pendidikan seharusnya mengutamakan
pembinaan hati. Supaya hati berkembang menjadi hati yang baik, hati
itu harus berisi kebaikan. Tuhan adalah kebaikan tertinggi. Karena itu
agar hati menjadi baik hati itu harus berisi Tuhan.

Kata kunci: Al-Af’idah, Qulub, Pendidikan.

PENDAHULUAN pendengaran, penglihatan dan hati, agar


Manusia sebagai makhluk Tuhan kamu bersyukur.”
Yang Maha Kuasa, semenjak Dari ayat ini dapat dipahami
kehadirannya di dunia telah dibekali bahwa seorang manusia yang terlahir ke
Allah SWT.dengan potensi-potensi dunia pada dasarnya tidak memiliki
edukatif. Potensi tersebut, yaitu ilmu pengetahuan sedikit pun tentang
pendengaran, penglihatan, dan akal sesuatu namun bersamaan dengan itu
(hati). Dengan potensi tersebut manusia pula, Allah SWT Yang Maha Pengasih
dapat mengembangkan dirinya.Hal ini dan Penyayang telah menganugerahkan
sejalan dengan Al-Qur’an Surat An-Nahl kepada sang bayi tersebut dengan
ayat 78 yang artinya “Dan Allah potensi-potensi edukatif, sehingga
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dengan potensi-potensi yang ada
dalam keadaan tidak mengetahui manusia dapat berkembang dan
sesuatupun, dan dia memberi kamu mengembangkan dirinya dalam hidup

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 100
dan kehidupannya menuju titik KONSEP TEORI
kesempurnaannya. Hakikat Af’idah
Potensi-potensi ini mestinya Kata al-af’idah adalah bentuk
disyukuri dan disadari sebagai amanah jamak dari kata fuad yang
dari Tuhan Yang Maha Kuasa yang akan diterjemahkan dengan aneka hati.Kata
dipertangungjawabkan dihadapan-Nya. ini banyak dipahami oleh ulama dalam
Potensi-potensi tersebut dapat arti akal. Makna ini dapat diterima jika
berkembang secara wajar apabila yang dimaksud dengannya adalah
manusia mendapatkan bantuan gabungan daya pikir dan daya kalbu,
pendidikan. yang menjadikan seseorang terikat
Dalam sebuah hadits Nabi SAW. sehingga tidak terjerumus dalam
dinyatakan bahwa “Setiap bayi yang kesalahan dan kedurhakaan. Dengan
dilahirkan dalam keadaan fitrah atau demikian tercakup dalam pengertiannya
bersih maka lingkungan sekitar di luar potensi meraih ilham dan percikan
diri sang bayi yang akan memberikan cahaya ilahi (Shihab, 2002: 222). Ini
warna atau pengaruh terhadap corak berarti bahwa al-afidah lebih cenderung
hitam putihnya perjalanan hidup sang kepada akal. Sebab dengan akal manusia
bayi tersebut”. Hal senada juga akan mampu berfikir baik itu secara
diungkapkan oleh seorang John Locke materi maupun immaterial.
dengan teori tabularasa bahwa seorang Dalam Al-qur’an Allah SWT
anak yang terlahir ke dunia bagaikan berfirman:
kertas putih yang belum dituliskan tinta
        
dengan warna apa pun.
Dari hadits dan pendapat seorang
John Locke di atas, dapat disimpulkan      
bahwa kehadiran seorang anak ke dunia
dalam keadaan lemah tak berdaya  
kemudian manusia tersebut
berinteraksi dengan lingkungan
Artinya: “Kemudian Dia menyempurna-
sekitarnya dimana sang anak tersebut
kannya dan meniupkan roh (ciptaan)Nya
berada sehingga lama kelamaan
ke dalam (tubuh) nya dan Dia
berkembang menjadi manusia yang
menjadikan pendengaran, penglihatan
mengetahui banyak hal. Hal ini terjadi
dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali
karena potensi-potensi edukatif
kamu bersyukur.” (Q.S. As-Sajadah, 32:
manusia tersebut telah dikembangkan
9).
dan difungsikan secara berproses dan
Yang dimaksud al-af’idah dalam
terus menerus.
hadis ayat di atas adalah akal.Setelah
Dengan adanya pendidikan
Allah tiupkan ruh kepada manusia, lalu
potensi-potensi edukatif tersebut
Allah menjadikan pendengaran,
diharapkan dapat berkembang secara
penglihatan dan hati. Tetapi sedikit
wajar menuju titik kesempurnaan dan
sekali manusia bersyukur, “yaitu dengan
pada akhirnya diharapkan dapat
kekuatan yang diberikan Allah
menciptakan manusia yang disebut
kepadamanusia. Orang yang berbahagia
sebagai insan kamil, manusia sempurna
adalah orang yang dapat memfungsikan
lahir maupun batin yang dapat
hal tersebut di dalam ketaatan kepada
memfungsikan potensi-potensi edukatif
Rabb-Nya (Katsir, 2010: 228).
tersebut secara seimbang sesuai dengan
Menurut Thabatthaba’i bahwa al-
kehendak Yang Maha Kuasa.
af’idah “pangkal yang manusia

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 101
dengannya berfikir”. Ini adalah nikmat pun. Setelah itu Dia memberikan
khusus bagi manusia di luar binatang- pendengaran yang dengannya mereka
binatang lain-lainnya. Tahap perolehan mengetahui suara, penglihatan yang
nikmat ini adalah tahap baru yang lebih dengannya mereka dapat melihat
tinggi kedudukannya dan luas berbagai hal, dan hati, yaitu akal yang
jangkauannya dari pada jangkauan pusatnya adalah hati, demikian menurut
indra. Ia bermula dengan meluaskan pendapat yang shohih. Ada juga yang
panca indra yang dimiliki oleh hewan, mengatakan, otak dan akal.Allah juga
peluasan yang tidak ternilai. Karena memberinya akal yang dengannya dia
dengannya, manusia dapat menjangkau dapat membedakan berbagai hal, yang
apa yang ghoib dan apa yang hadir. membawa mudharat dan yang
Demikian juga apa yang telah lalu, membawa manfaat.Semua kekuatan dan
termasuk dampak-dampak serta cirri- indera tersebut diperoleh manusia
cirinya. Selanjutnya ia pun meningkat, secara berangsur-angsur, sedikit demi
sehingga dengan fu’ad itu, manusia sedikit. Setiap kali tumbuh,
dapat memikirkan apa yang berada di bertambahlah daya pendengaran,
luar alam indrawi serta rincian- penglihatan, dan akalnya hingga dewasa.
rinciannya, kemudian yang Penganugrahan daya tersebut kepada
mengantarkannya kepada yang bersifat manusia dimaksudkan agar mereka
kulliyat (umum) yang pada gilirannya dapat beribadah kepada Rabb-nya yang
menghasilkan hukum-hukum bersifat Mahatinggi (Katsir, 2010: 173-174).
umum dan menyuluruh. Bahkan ia Di dalam ayat lain Allah SWT
berlanjut sehingga manusia dapat berfirman:
berfikir sedemikian dalam menyangkut
      
aneka pengetahuan yang bersifat
teoretis dan makrifat yang hakiki,
bahkan ia dapat menembus dengan       
renungannya ruang langit dan bumi
(Shihab, 2002: 223).
Allah SWT berfirman: Artinya: “Katakanlah: Dialah Yang
menciptakan kamu dan menjadikan bagi
      kamu pendengaran, penglihatan dan
hati. (Tetapi) amat sedikit kamu
      bersyukur.” (Q.S. al-Muluk, 67: 23).
Maksud dari ( )
“Katakanlah, Dialah yang menciptakan-
    
mu.” Maksudnya, Dia telah mengawali
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu penciptaan kalian setelah sebelumnya
dari perut ibumu dalam keadaan tidak kalian sama sekali bukan sesuatu yang
mengetahui sesuatupun, dan dia disebut. ( )
memberi kamu pendengaran, “Dan Dia menjadikan bagi mu
penglihatan dan hati, agar kamu pendengaran, penglihatan dan
bersyukur.” (Q.S. An-Nahl, 16: 78) hati.”Yakni, akal dan pikiran.“Tetapi
Kemudian Allah menyebutkan sedikit sekali kamu bersyukur.”Yakni,
berbagai anugrah yang Dia limpahkan hanya sedikit sekali dari kalian yang
kepada hamba-hamba-Nya ketika menggunakan kekuatan tersebut yang
mereka dikeluarkan dari perut ibunya telah dikaruniakan Allah kepada kalian
dalam keadaan tidak mengetahui apa untuk berbuat ketaatan dan
menjalankan perintah-perintah-Nya

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 102
serta meniggalkan larangan-larangan- Dalam Al-qur’an, Allah SWT
Nya (Katsir, 2010: 246). berfirman:
      
Hakikat Qulub
Dari segi bahasa, qalb berarti hati,       
lubuk hati, jantung, inti, kekuatan, dan
semangat dan keberanian.Kecuali itu,    
qalb (hati) juga dimaknai dengan akal,
istilah yang dalam tatapan psikologis Artinya: “Sesungguhnya orang-orang
dibedakan dengan hati (Mukrom, tt. : yang beriman itu adalah mereka yang
687). Makna yang nyaris sama untuk apabila disebut nama Allah gemetarlah
kata qalb (hati) diungkap dalam hati mereka dan apabila dibacakan
pengertian mengubah, membalikkan, kepada mereka ayat-ayat-Nya,
menjadikan yang bathin menjadi zhahir, bertambahlah iman mereka ( karenanya)
menumbangkan, mempertimbangkan, dan kepada tuhanlah mereka
terbalik, dan lain-lain (Munawir, 1984: bertawakkal.” (Q.S. Al-Anfal, 8: 2).
1232). Menurut Sayyid Quthub kata
Bila dilihat kamus Kontemporer (wajilat qulubuhum) mengambarkan
Arab-Indonesia, maka kata dasar qolaba getaran rasa yang menyentuh kalbu
diartikan mengubah, membalikkan, seorang mukmin ketika diingatkan
merobohkan atau mengganti. Kata tentang Allah, perintah atau
qolbun dalam bentuk mashdar diartikan larangannya. Ketika itu jiwanya
sebagai padanan bagi kata dipenuhi dengan keindahan dan ke-
tahwil(pembalikan, pemutaran, Maha Besaran Allah, bangkit dalam
pengubahan) (Ali & Muhdar, tt. : 1466). dirinya rasa takut kepada-Nya,
Dari pendapat di atas dapat tergambar keagungan dan haibah-Nya
dipahami bahwa kata qulub jamak dari serta tergambar juga pelanggaran dan
qolbun. Berasal dari dari kata kerja (fi’il) dosanya.Semua itu mendoroongnya
bahasa arab qolaba-yaqlubu-qolban untuk beramal dan taat (Shihab, 2002:
yang berarti membalikkan, membolak- 376).
balikkan dan berbolak-balik. Mujahid berkata ( )
Kata qalbu dikonotasikan dalam “bergetarlah hati mereka.” Artinya,
dua arti. Arti pertama, sebagai daging takut.Demikian pula yang dikatakan
berbentuk sanubari yang ada disisi kiri oleh as-Suddi dan bukan hanya satu
dada, sementara pada sisi ada lubang orang saja yang mengatakan ini. Inilah
yang berisi darah yang merupakan sifat orang Mukmin yang benar-benar
sumber ruh kehidupan. Sedangkan arti beriman, yang jika disebut nama Allah,
kedua, bermakna sebagai lathifah, hatinya gemetar, maksudnya takut
rabbaniah, ruhaniah yang mempunyai kepada Allah, lalu menjalankan
kaitan ketergantungan kalbu jasmani, perintah-perintah-Nya dan meninggal-
sebagai ketergantungan antara benda- kan larangan-laranganNya. Karena
benda dengan fisik, sifat dengan yang inilah Sufyan as-Sauri berkata: “Aku
disifati.Lathifah tersebut merupakan mendengar as-Suddi berkata berkenaan
hakikat manusia yang mampu dengan firman Allah Ta’ala:
meemahami, yang mengetahui, yang ( )
dibisik dan dicari, yang merasakan “Sesungguhnya orang-orang yang
pahala dan siksa (Al-Ghazali, 1995: 47). beriman itu adalah mereka yang apabila

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 103
disebut nama Allah gemetarlah hati Menurut Majdi al-Hilali, Qalb (hati)
mereka”.Yaitu, seseorang yang hendak sekumpulan perasaan, kesadaran, dan
berbuat zhalim. Atau ia berkata: instink yang terpendam dalam diri
bermaksud melakukan maksiat, lalu manusia.Perasaan, kesadaran, dan
dikatakan kepadanya: ‘”bertaqwalah instink tersebut berwujud perasaan
kamu kepada Allah, maka hatinya cinta, benci, senang, sedih, tenang,
menjadi gemetar” (Katsir, 2010: 5). tentram, gelisah, khusyuk, takut,
Di dalam ayat lain Allah SWT juga optimis, keluh kesah, harap, cemas,
berfrman: kasih sayang, kasihan, penyesalan dan
sebagainnya (Al-Hilali, 2002: 8).
       
Menurut Franger, Qalb (hati) adalah
hakikat spiritual bathiniah dan pusat
     spiritualitas manusia.Hati adalah
sumber cahaya bathiniah, inspirasi,
kretivitas, dan belas kasih.Hati juga
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang merupakan wadah cinta (Franger, 1998:
beriman dan hati mereka menjadi 52-53).
tenteram dengan mengingat Allah. Berdasarkan pendapat para ahli
Ingatlah, hanya dengan mengingati tersebut, sesungguhnya qalb (hati) lebih
Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Q.S. ditujukan pada kemampuan prilaku
Ar-Ra’d, 13: 28). psikis dan spritualitas manusia yang
Maksudnya hati itu menjadi baik, menjadikan manusia sebagai makhluk
bersandar kepada Allah, dan menjadi berbeda dengan makhluk lainnya.
tenang ketika ingat kepada-Nya dan rela Dengan qalb (hati), manusia
(ridha) Allah sebagai pelindung dan bekerja tidak sebatas menyelesaikan
penolong (Katsir, 2010: 500). apa yang dikerjakannya, tetapi lebih dari
Getaran yang dimaksud pada ayat itu. Manusia yang bekerja dengan hati
di atas adalah getaran perasaan yang akan selalu mengupayakan pekerjaan
menyentuh kalbu orang Mukmin ketika dan hasil pekerjaannya dapat meraih
disebut nama Allah dalam suatu yang terbaik dari apa yang telah
perintah atau larangan. Maka, ia merasa ditetapkan sebelumnya.
tertutup oleh keagungan-Nya, Demikian pula halnya dengan
meluaplah rasa takutnya kepada-Nya, mengamalkan ajaran agama.Dengan
dan terbayanglah olehnya keagungan qalb (hati), melaksanakan kewajiban
Allah dan kehebatan-Nya. Di samping agama menjadi tidak sebatas
itu, terbayang pula kekurangan dirinya perwujudan kepatuhan formal kepada
dan dosa-dosanya, lantas termotivasi Allah SWT., tetapi jauh lebih dari itu
untuk melakukan amal dan ketaatan menikmati dan memahami perintah
(Quthb, 2003: 223). Allah SWT. Yang tidak saja menunaikan
Pengertian qalb (hati) dalam kewajiban, tetapi terwujudnya
bentuk istilah dapat dilihat dari kedekatan dengan Dzat Maha Pencipta
beberapa pemikiran para ahli. Menurut dan Dzat Maha Mulia sehingga
al-Ghazali, Qalb (hati) dalam pengertian keikhasan dan kedekatan dengan Allah
lathifah rabbaniyah ruhaniyah sesuatu SWT.Akan selalu menjadi energi yang
yang halus yang memiliki sifat kuat untuk menunaikan ajaran-ajaran
ketuhanan dan keruhanian.Dengannya agama (Amril, 2015: 48).
kita merasa sedih, duka, kesal, gembira,
kagum, hormat, benci, marah, cinta dan Hakikat Manusia
sebagainya (Al-Ghazali, 1939: 3).

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 104
Untuk mencari hakikat manusia banyak varian yang bersemayam dalam
secara konprehensif adalah suatu hal sebutannya.
yang sangat sulit.Hal ini tidak saja Merujuk istilah yang digunakan al-
karena keunikan karakternya, tetapi Qur’an, terlihat bahwa kata-kata yang
juga karena sangat terbatasnya data dan dipakai untuk menunjuk hakikat
kemampuan manusia untuk mengenal manusia sangat bervariasi, yaitu dengan
dirinya. Alexis Carrel seperti yang istilah insan, al-nas dan basyar.
dikutip oleh Shihab (1999: 277) yang Pengunaan istilah-istilah ini tampaknya
menyebutkan bahwa sebenarnya juga dengan tunjukan hakikat yang
manusia telah mencurahkan perhatian berbeda pula.Oleh karena itu untuk
besar untuk mengetahui dirinya,namun menentukan hakikat manusia ini pun
manusia itu hanya mampu mengetahui mesti pula diawali dengan
sekelumit saja dari dirinya. Kendatipun mengemukakan maksud pemakaian
telah banyak temuan-temuan dan hasil masing-masing istilah tersebut.
penelitian para filusuf, ilmuan, Kata”insan” ada yang berasal dari
sastrawan, bahkan para ahli di bidang kata anasaal-unsatau anisa dan nasiyah.
kerohanian sepanjang masa, namun Dari asal katanya “anasa”yang berarti
mereka belum berhasil mengetahui melihat, mengetahui dan meminta izin,
manusia secara utuh, sehingga terlihat bahwa kata insan dikaitkan
persoalan-persoalan yang mereka dengan aspek utama kemanusiaan, yaitu
ajukan sampai saaat ini pun masih tetap kemampuan penalaran yang dengan
tanpa jawaban yang pasti. dayanya ini, manusia mampu
Hakikat manusia bersumber pada mengamati, mencermati, menangkap,
dua asal. Pertama, ashal al-ba’id (asal mengidentifikasi dan menganalisis
yang jauh), yaitu penciptaan pertama berbagai kasus dan kondisi dengan cara
dari tanah yang kumudian Allah menghubungkan fakta-fakta dalam
sempurnakan dan meniupkan kepada berbagai realitas menuju pengambilan
manusia ruh. Kedua, ashal al-qarib (asal suatu kesimpulan yang akan menjadi
yang dekat), yaitu penciptaan manusia pelajaran dan hikmah yang berguna bagi
dari nuthfah (An-Nahlawi, 1995: 38). kehidupan. Sebagai makhluk yang
Asal yang jauh merupakan asal pertama memilki daya nalar, menjadi manusia
manusia diciptakan yaitu dari tanah. mampu melihat dan membedakan mana
Yang mana dengan penciptaan manusia yang baik dan mana yang burruk.
ini, Allah sempurnakan juga dengan Apabila ditelaah pula kata
peniupan ruh kepada manusia agar “basyr”sebagai kata lain yang
manusia itu menjadi kompleks.Dan asal menunjukkan pada hakikat manusia
yang dekat berarti dengan nuthfah. Yang secara harpiah berarti permukaan kulit.
mana nuthfah ini, penuh dengan proses Manusia dalam konteks ini dilihat dari
dan akhirnya menjadi manusia. aspek lahiriyahnya, yakni manusia
Manusia secara sederhana dapat sebagai makhluk biologis yang secara
saja dikatakan sebagai makhluk Tuhan esensial tidak berbeda dengan makhluk-
yang unik yang bermukim di bumi yang makhluk biotik lainnya. Hal ini
memiliki karakteristik tersendiri yang menunjukkan,bahwa manusia memiliki
membedakan dirinya dari makluk- kesamaan dengan makhluk lainnya yang
makhluk lain yang berada didunia. juga memilki aspek materi yang
Pendefinisian seperti ini tentulah tidak berkaitan dengan hokum-hukum
akan mengambarkan hakikat manusia natural.
itu secara keseluruhan, karena ada

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 105
Adapun kata al-nas dipakai dalam Inisiatif dan daya kreasi manusia
al-qur’an untuk menunjukkan pada merupakan manifestasi dari hakikat
sekelompok orang atau masyarakat manusia sebagai makhluk yang
yang mempunyai berbagai aktivitas bebas.Dengan modal kebebasan,
dalam mengembangkan kehidupan. manusia mempengaruhi hidupnya,
Dalam pengertian ini, manusia dimaknai menghadapi dan menghidupi dunianya.
dalam pengertian umum yang Inisiatif merupakan penggerak bagi
mencakup kesemua orang tanpa kecuali. eksplorasinya (petualangannya) di
Ibnu miskawih, seorang filusuf dalam dunianya. Daya kreasi merupakan
muslim menyebutkan bahwa, hakikat penggugah hatinya untuk bereksprimen
kemanusiaan yang sesungguhnya (mencoba) dengan imajinasinya. Maka
berada pada jiwa,namun tubuh dalam manusia menghidupi dunianya tidak
hal ini dapat mempengaruhi jiwa dalam dengan jalan melarutkan diri di
meraih kesempurnaannya. Eksestensi dalamnya, melainkan dengan
tubuh juga diperlukan manusia dalam menghadapinya sebagai tugas yang
meraih kemanusiaan, karena fungsinya harus ditempuh dan dilaksanakannya.
yang dapat mempermudah kerja jiwa Pelaksanaannya tidak tidak secara
menuju penyempurnaannya Apa yang menjiplak cara-cara orang lain, tidak
ditanggap manusia melalui daya indra dengan jalan menenggelamkan diri
yang ada padanya, akan diteruskan ke daam kebiasaan yang telah
daya khayal dan daya fikir, sehingga dibiasakannya oleh orang tuanya, tidak
akalnya fungsional dalam menganalisis dengan secara fasif menyesuaikan diri
berbagai fakta dan peristiwa maka dengan lingkungannya. Melainkan
manusia pun dapat mengetahui dengan tandas menyatakan
berbagai pengetahuan tentang hakikat kehadirannya, dengan secara
sesuatu. Sebaliknya, akal dengan daya menyatakan ucapnya, sesuai dengan
pikirannya akan mempengaruhi daya pendapat pandangannya sendiri, sesuai
khayal, sehingga ini pun akan dengan selera dan gejolak hatinya.
mempengaruhi daya indra manusia Manusia bebas mengahadapi
(Miskawaih, tt. : 101-102). lingkungannya, namun ini tidak berarti
Manusia adalah makhluk yang bahwa dengan kebebasannya itu ia
berkembang karena dipengaruhi dapat berbuat sekehendak hati. Ada
pembawaan dan lingkungan, adalah garis pembimbing yang menuntun dan
salah satu hakikat wujud manusia. memberikan batas pada perbuatannya,
Dalam perkembangannya, manusia itu ada norma yang harus dijadikan
cendrung beragama; inilah hakikat patokan dan pegangan hidupnya.
wujud yang lain. Walaupun norma dan nilai yang
Manusia mempunyai banyak menggariskan kehidupannya mungkin
kecendrungan; ini disebabkan oleh semula berasal dari luar telah dijadikan
banyaknya potensi yang dibawanya. miliknya sendiri, maka garis dan batas
Dalam garis besarnya, kecendrungan itu itu tidak dirasakannya sebagai
dapat dibagi dua, yaitu kecendrungan kekangan, malahan menjadi dorongan
menjadi orang yang baik dan hidupnya. Jadi kebebasan terjalin dan
kecendrungan menjadi orang yang berada di bawah naungan paying nilai.
jahat.Kecendrungan beragama termasuk Inisiatif dan daya kreasi yang
kedalam kecendrungan menjadi baik merupakan manifestasi dari kebebasan
(Tafsir, 2004: 35). dirinya dan merupakan saluran
imajinasinya menjadi jelas arah dan

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 106
sasarannya dalam realita kehidupannya menjadikan kamu cinta pada iman dan
yang harus digelutinya.Dan pembinaan menjadikannya indah dalam hati
inisiatif dan daya kreasi ini hanya dapat mu.(Q.S. al-Hujurat: 7). Sungguh,
dilaksanakan melalui bimbingan dan bukanlah mata yang buta melainkan hati
pendidikan yang berlangsung dalam yang ada dalam dada. (Q.S. al-Hajj: 46).
lingkungan hidup manusia (Sadulloh, Berdasarkan ayat-ayat yang
2010: 55-56). dikutip terjemahannya di atas jelaslah
bahwa manusia tersusun atas unsur
jasmani dan ruhani, ruhani itu tersusun
HASIL DAN PEMBAHASAN dari akal dan hati atau rasa. Jadi, ada tiga
Kaitan al-Af’idah dan Qulub Dengan unsur manusia yaitu jasmani, akal dan
Pendidikan hati.
Pada zaman Yunani Lama Kekuatan yang membangun
pendidikan diadakan memang bukan manusia ialah kekuatan jasmani,
untuk menyiapkan tenaga kerja. kekuatan akal atau pikir dan kekuatan
Pendidikan diadakan dengan tujuan hati, inilah hakikat manusia menurut
untuk lebih memanusiakan manusia, Allah. Daya jasmani, bila dididik dengan
agar derajat manusia lebih tinggi, benar akan menghasilkan jasmani yang
sekurang-kurangnya lebih tinggi dari sehat serta kuat; akal bila dididik
binatang. Hal ini didasarkan pada dengan benar akan menghasilkan akal
pengalaman sejarah. Bila manusia tidak yang cerdas serta pandai; hati yang
didik ia dapat saja berkembang menjadi dididik dengan benar akan
makhluk yang lebih jahat dari binatang. menghasilkan ruhani yang tajam.
Kita harus benar-benar waspada, bila Perkembangan harmonis ketiga unsur
pendidikan memberikan kesehatan dan ini akan menghasilkan manusia yang
kekuatan jasmani, kecerdasan, utuh (kaffah) (Tafsir, 2010: 129-132).
kepintaran, pengetahuan, keterampilan Mengingat esensi kemanusiaan
saja, maka pendidikan itu dapat sepenuhnya berada pada yang ruhaniah,
menghasilkan binatang sehat, kuat, maka pengembangan kemanusiaan
cerdas, pintar, berpengetahuan, semestinya pulalah diarahkan pada
berketerampilan. Ini lebih berbahaya pengembangan ruhaniah manusia.
ketimbang binatang yang benar-benar Pengembangan manusia dalam konteks
binatang.Penjahat cerdas dan terampil jasmaniah dan material semata-mata
lebih jahat dari pada penjahat bodoh hanya untuk mendukung kemanusiaan
dan tidak terampil.Kita menginginkan yang sesungguhnya yang lebih
manusia yang berkemanusiaan tinggi, berdimensikan ruhaniah (Muhmidayeli,
cerdas, berpengetahuan, terampil. Untuk 2011: 70).
itu kita harus mengetahui apa yang Dalam kajian lebih lanjut
paling utama harus dididik. Kita harus ditemukan bahwa antara ketiga unsur
tahu lebih dahulu hakikat manusia. itu ternyata unsur hati atau rasa atau
Di sini ada beberapa ayat yang kalbu itulah yang merupakan unsur
menjelaskan adanya rasa yang terdapat terpenting pada manusia. Ini diketahui
dalam hati. Diantaranya adalah: antara lain dari salah satu hadits Rasul
Sungguh al-Qur’an diturunkan oleh SAW. Yang mengatakan bahwa di dalam
Tuhan alam semesta, dibawa turun oleh diri manusia itu ada segumpal daging,
ruh suci ke dalam hati mu, agar kamu bila daging itu baik maka baiklah
memberikan peringatan. (Q.S. al- keseluruhan manusia itu dan bila daging
Syu’ara: 192-194). Tetapi Allah

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 107
itu jelek maka jeleklah keseluruhan yang beriman dan bertakwa seperi
manusia itu, daging itu ialah hati. inilah sebenarnya yang ddimaksud
Hadits di atas mengandung dalam rumusan tujuan pendidikan
pengertian bahwa hati yang dimaksud di nasional (baik dalam UU No. 2/89
sini ialah kalbu, tempat atau pusat rasa maupun dalam UU No. 20/2003).
yang ada pada manusia dan merupakan Sampai di sini dapat disimpulkan
pusat kendali manusia.Jadi, bila kita bahwa: (1) Masalah besar dalam
bertanya apakah hakikat manusia maka pendidikan kita memang banyak, yang
jawabannya adalah hati.Hati itulah terbesar ialah pendidikan kita kurang
pengendali manusia.Dari sini kita dapat berhasil dalam menanamkan iman,
mengetahui bahwa tujuan utama padahal iman itu adalah pengendalian
pendidikan seharusnya adalah membina manusia. Iman itu di dalam hati. Jasmani
manusia secara seimbang antara sehat serta kuat ditambah dengan akal
jasmani, akal dan kalbu; kalbu haruslah cerdas serta pandai, amat berbahaya
diutamakan (Tafsir, 2010: 133). bila tidak dikendalikan oleh hati yang
Para ahli pendidikan Islam telah penuh oleh iman; (2) Hati harus dibina
sepakat bahwa maksud dari pendidikan dengan caramenanamkan iman di hati
dan pengajaran bukanlah hanya mengisi itu, cara ialah dengan cara
otak anak didik dengan segala macam menempatkan Tuhan di hati itu dan
ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi mengusahakan agar hati itu di penuhi
mendidik akhlak dan jiwa, menanamkan Tuhan, Tuhan itu kebaikan, bila Tuhan
rasa (fadhilah), membiasakan mereka berada di hati maka hati itu akan baik;
agar bersopan santun yang tinggi, (3) Iman yang sempurna ialah bila
mempersiapkan mereka agar hidup seseorang selalu berada dalam keadaan
ikhlas dan jujur. Maka tujuan pokok dan dzikrullah; dan (4) Dzikrullah itu
utama dari pendidikan Islam adalah dilakukan dalam bentuk pengamalan
mendidik budi pekerti dan pendidikan rukun islam yang wajib, sisa waktu diisi
jiwa.Semua pelajaran mesti sepenuhnya dengan pengamalan yang
mengandung pelajaran-pelajaran sunnah, sisanya diisi dengan amalan
akhlak. Setiap pendidik harus dalam bentuk menyebut-nyebut (nama)
memperhatikan akhlak peserta didiknya Allah, dengan lidah atau pun hanya
(Al-Abrasyi, 1970: 1). dengan hati (Tafsir, 2010: 134-140).
Kemanusiaan manusia ada di
dalam hatinya. Hatinya itulah yang
mengendalikan manusia. Karena itu SIMPULAN
pendidikan seharusnya mengutamakan Kata al-af’idah adalah bentuk jamak
pembinaan hati. Supaya hati dari kata fuad yang diterjemahkan
berkembang menjadi hati yang baik, hati dengan aneka hati.Kata ini banyak
itu harus berisi kebaikan. Tuhan adalah dipahami oleh ulama dalam arti akal.
kebaikan tertinggi. Karena itu agar hati Makna ini dapat diterima jika yang
menjadi baik hati itu harus berisi Tuhan. dimaksud dengannya adalah gabungan
Harusnya isi hati itu hanya Tuhan atau daya pikir dan daya kalbu, yang
Tuhan menjadi Raja di hati itu. Bila menjadikan seseorang terikat sehingga
Tuhan telah bersemayam di hati dan Ia tidak terjerumus dalam kesalahan dan
menjadi Raja disana, maka hati itu akan kedurhakaan. Dengan demikian
menjadi baik. Orang yang beiman ialah tercakup dalam pengertiannya potensi
orang yang hatinya berisi Tuhan dan meraih ilham dan percikan cahaya ilahi
Tuhan itu menjadi Raja disana. Orang (Shihab, 2002: 222). Berarti bahwa al-

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 108
afidah lebih cenderung kepada akal. Ali, Attabik dan Muhdar, Ahmad Zuhdi.
Sebab dengan akal manusia akan t.t. Kamus Kontemporer Arab-
mampu berfikir baik itu secara materi Indonesia. Yogyakarta: Multi karya
maupun immaterial. Gratika.
Qulub merupakan jamak dari kata Amril M., 2015. Akhlak Tasawuf Meretas
“qolb” berarti hati. Dari segi bahasa, qalb Jalan Menuju Akhlak Mulia.
berarti hati, lubuk hati, jantung, inti, Bandung: Aditama.
kekuatan, dan semangat dan An-Nahlawi, Abdurahman. 1995. Ushul
keberanian. Sedangkan secara istilah at-Tarbiyah al-Islamiyah wa
Qalb (hati) adalah sekumpulan Asalibiha Fi al-Baiti wa al-
perasaan, kesadaran, dan instink yang Madrasati wa al-Mujtama’, Terj.
terpendam dalam diri manusia. Shihabuddin, Jakarta.
Perasaan, kesadaran, dan instink Franger, Robert. 1998. Heart, Self, &
tersebut berwujud perasaan cinta, benci, Soult: The Sufy Psychology Growth
senang, sedih, tenang, tentram, gelisah, Balance and Harmony, Ter.
khusyuk, takut, optimis, keluh kesah, Hasmiyah Rauf. Jakarta: Serambi
harap, cemas, kasih sayang, kasihan, Ilmu Semesta.
penyesalan dan sebagainnya. Menurut Ibn Katsir, Lubab at-Tafsir Min Ibni
hemat penulis, bahwa qulub ini segala Katsir, Jilid VII, Terj. M. Abdul
sesuatu yang berkaitan dengan rasa. Ghaffar, Jakarta, Pustaka Imam
Baik itu rasa yang ada pada diri manusia asy-S yafi’I, 2010
itu sendiri maupun rasa yang berkaitan Miskawaih, Ibnu. t.t. al-Fauz al-Asghar.
dengan ruhiyyah. Beirut: Dar Maktabah al-Hayah.
Misri, Muhammad Ibnu Mukrom Ibn
Manzur al-Afriqi. t.t. Lisan al-‘Arab.
DAFTAR RUJUKAN Beirut: Dar Sadr.
Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan.
A.W. Munawir. 1984. Kamus al-Munawir Bandung: Reflika Aditama.
Arab-Indonesia. Yogyakarta: Quthb, Sayyid. 2003. Tafsir Fi Zhilalil
Krapyak. Qur’an, Terj. As’ad Yasin dkk.
Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1970. Attarbiyat Jakarta: Gema Insani Press.
al-Islamiyah, Terj. Bustami A. Gani. Sadulloh, Uyoh. 2010. Pedagogik (Ilmu
Jakarta: Bulan Bintang. Mendidik). Bandung: Alfabeta.
Al-Hilali, Majdi Fainabda’ Bianfusina. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-
2002. Ter. Ghazali Mukri. Mishbah, Volume IX, Jakarta:
Yogyakarta: ‘Izzan Pustaka. Lentera Hati.
Al-Ghazali. 1939. Ihya ‘Ulum al-Din, Jilid ________________. 1999. Wawasan al-
III. Mesir: Mustafa al-Babi al- Qur’an. Jakarta: Mizan.
Halabi. Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan
_____________ . 1995. Raudhah at-Thalibin Islam. Bandung: Remaja
wa Umdah as-Salikin, Ter. Rosdakarya.
Mohammad Luqman Hakim. ______________. 2004. Ilmu pendidikan
Surabaya: RisaLah Gusti. dalam perspektif Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Jurnal Al-hikmah Vol. 13, No. 1, April 2016 ISSN 1412-5382 109

Anda mungkin juga menyukai