Disusun Oleh:
Kristal Melati Ramadhani (201230238)
Istiqomah (201230236)
Puji syukur atas karunia Allah swt, karena atas limpahan rahmat serta
hidayahnya sehingga penyusun dapan menyelesaikan Makalah yang sangat
sederhana ini. Sholawat serta salam selalu penyusun haturkan kepada nabi
junjungan kita yaitu Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya dan
pengikutnya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun agar dapat kita manfaatkan
bersama untuk kehidupan kita sehari-hari. Tidak lupa penyusun ucapkan terima
kasih kepada bapak Drs. Ali Musa Lubis, M.Ag sebagai dosen pengampu Mata
Kuliah “ Tafsir Tarbawi “
Penyusun mengakui Makalah ini masih belum sempurna baik dari segi
peninjauan atau dari segi yang lain. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita
bersama.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kandungan tarbawi (nilai
pendidikan) yang terdapat pada Q.S AL-Nahl : 78, Q.S Al-Rum : 78, Q.S Al-
Hajj : 46, Q.S Al-sajdah :7-9.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Potensi berasal dari bahasa Inggris to patten yang berarti keras atau kuat. Dalam
pemahaman lain kata potensi bermakna kekuatan, kemampuan, daya baik yang belum
terwujud. Sementara itu dalam kamus bahasa Indonesia potensi adalah kemampuan
kualitas yang dimiliki seseorang. Namun belum digunakan secara maksimal.
Berbagi pengertian diatas, memberi pemahaman bahwa potensi merupakan suatu
daya yang dimiliki oleh manusia tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal .
Potensi-potensi belajar diri seseorang tidak sama dimiliki orang lain . Sesuai yang di
kemukakan oleh “Agus Soejono” potensi seseorang tidak sama dengan potensi yang
dimiliki oleh orang lain. Seseorang lebih tajam pemikirannya halus perasaan, atau lebih
kuat kemauannya atau lebih tegap kuat badannya dari pada yang lain. Berbagi pengertian
diatas memberi pemahaman kita bahwa potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh
manusia, tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan manusia.
A. QS. Al-Nahl : 78
َ َٰ ْون أ ُ هم َٰ َهتِكُ ْم ََل تَعْلَ ُمونَ شَي ًْٔـا َو َج َع َل لَكُ ُم ٱلسه ْم َع َو ْٱْلَب
َص َر َو ْٱْل َ ْفـِِٔدَةَ ۙ لَ َعل هكُ ْم تَ ْشكُ ُرون ِ ُٱَّلل أَ ْخ َر َجكُم ِ ِّم ۢن بُط
ُ َو ه
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.
1. Ibnu Katsir
Dalam tafsirannya menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Allah SWT
menyebutkan berbagai anugerah yang Dia limpahkan kepada hamba-hamba-Nya
ketika mereka dikeluarkan dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa
pun. ِAllah memberikan pendengaran kepada seorang anak yang baru lahir yang
dengan pendengaran tersebut mereka bisa mengenali suara, Allah juga memberi
2
penglihatan yang dengannya mereka dapat melihat berbagai hal, dan juga memberi
hati yaitu akal, yang berpusat hati. Allah juga memberinya akal yang dengannya
manusia dapat membedakan berbagai hal, yang membawa mudharat dan yang
membawa manfaat.
Semua indera yang diperoleh oleh manusia berkembang secara bertahap,
semakin bertambah umurnya, semakin bertumbuh, bertambah juga daya
pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga dewasa. Penganugerahan daya
tersebut kepada manusia agar mereka dapat beribadah kepada Rabb-Nya yang
Maha Tinggi.
2. AL-QURTHUBI
Dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa setiap manusia yang dikeluarkan
dari perut ibunya tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun sehingga Allah
membekali pendengaran penglihatan agar manusia dapat mendengar perintah dan
larangan. Kemampuan mendengar ini juga sekaligus mendukung kemampuan
berbicara, karena orang yang tidak mampu mendengar maka juga tidak mampu
berbicara. Sedangkan penglihatan diciptakan agar dapat melihat ciptaan Allah.
Adapun hati, ia diciptakan agar manusia dapat (ma’rifah) mengenal-Nya.
3
3. Jalalain
Dalam tafsirnya menjelaskan (Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu
kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun) jumlah kalimat laa ta’lamuuna
syaian berkedudukan menjadi hal atau kalimat keterangan (dan Dia memberi kalian
pendengaran) lafal as-sam’u bermakna jamak sekali pun lafalnya mufrad
(penglihatan dan hati) kalbu (agar kalian bersyukur) kepada-Nya atas hal-hal
tersebut, oleh karenanya kalian beriman kepada-Nya.
4. Al-Azhar
Gelap dunia ini kita hadapi, hanya dengan tangis kita menghadapi dunia
ketika kita mulai keluar dari perut ibu. Tidak ada yang kita ketahui, selain dan
anugerah Ilahi yang dinamai gharizah atau naluri. Menangis kalau terasa dingin,
menangis kalau terasa lapar, menangis kalau terasa panas.”Dan dijadikan-Nya
untuk kamu pendengaran dan penglihatan dan hati” Dengan berangsur-angsur
tumbuhlah pendengaran, maka terdengarlah suara-suara dari yang dekat sampai
kepada yang jauh; lalu sama ditumbuhkan pula penglihatan, sehingga dapat
memperbedakan berbagai warna, dan dapat memerhatikan wajah ibu yang sedang
menyusukan dan pendengaran serta penglihatan itu dituntun oleh perkembangan
hati yaitu perasaan dan pikiran. Sampai berangsur-angsur besar dan dewasa,
bertambah lama bertambah matang, sampai menjadi manusia yang berbudi bahasa,
bersopan dan bersantun, sanggup memikul taklif, yaitu tanggung jawab yang
dipikulkan oleh Allah ke atas pundak, menjadi anggota penuh dari perikemanusiaan.
“Supaya kamu bersyukur” Maka dilahirkan Allah ke dunia, lalu diberi
pendengaran, sehingga tidak tuli, dan diberi alat penglihatan sehingga tidak buta,
diberi pula hati buat mempertimbangkan apa yang didengar dan apa yang dilihat,
adalah nikmat paling besar yang dianugerahkan Allah dalam hidup ini. Sebab
manusia itu adalah pemikul tugas berat,yaitu menjadi khalifatullah di bumi.
Bersyukur itu ialah dengan mempergunakan nikmat-nikmat Allah itu di dunia
ini dengan sebaik-baiknya, sehingga kita jadi manusia yang berarti. Bersyukur
artinya ialah berterima kasih dan lawan dari syukur ialah kufur, tidak mengenal
budi.
4
B. Qs. Al-Rum : 30
ۚ فَأَقِ ْم َو ْج َهكَ لِل ِدِّي ِن َحنِيفًا.)30Maka hadapkanlah wajah mu dengan lurus kepada
agama Allah)
Yakni lurus dan istiqamah kepada agama itu, tanpa menengok sedikitpun
kepada agama -agama lain yang batil.
5
Allah menjadikan fitrah mereka di atas keislaman; kalaulah bukan karena
halangan yang menghalanginya sehingga mereka tetap dalam kekafirannya. Hal ini
selaras dengan hadits Abu Hurairah dalam kitab shahih Muslim, ia berkata,
Rasulullah bersabda: “tidak ada anak yang dilahirkan melainkan ia dilahirkan
dalam keadaan fitrah, namun kedua orangtuanya menjadi Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” Dan hadits dalam Musnad dari 'Iyadh bahwa Rasulullah berkhutbah pada
suatu hari dengan mengatakan dalam khutbahnya, menghikayatkan dari Allah:
“Sungguh Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semua di atas jalan yang lurus,
namun setan-setan mendatangi mereka dan mengusir mereka dari agama mereka ,
dan Aku haramkan atas apa yang telah Aku halalkan bagi mereka.”
َٰ
(ذلِكَ ال ِدِّي ُن الْقَ ِِّي ُمitulahagama yang lurus)
Yakni tetap di atas fitrah merupakan agama yang lurus.
3. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan
tafsir negeri Suriah
Tetaplah memegang teguh wahai nabi dan orang yang mengikutimu kepada
agama Islam. Murnikanlah pandangan dan tujuanmu hanya kepadaNya seraya
diubah dari setiap agama lain dan menuju jalan lurus serta mengikuti fitrah yaitu
suatu keadaan yang mana Allah menciptakan manusia sesuai keadaan itu yaitu
penyerahan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Bijaksana dan Maha Esa yang
mana tidak ada sekutu bagiNya. Tidak ada satupun yang mampu mengubah fitrah
ketuhanan, yaitu dari fitrah bertauhid menjadi fitrah untuk syirik. Kelaziman fitrah
itu adalah agama yang lurus yang tidak ada penyimpangan di dalamnya. Akan tetapi
kebanyakan manusia seperti orang-orang kafir Mekah tidak mengetahui kebenaran
dan ilmu Tauhid karena mereka tidak mau berpikir.
6
4. Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh
Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaj
Semua agama {fitrah (dari) Allah} tetaplah pada agama dan fitrah dari Allah
{yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan} tidak
ada perubahan {pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus} yang lurus yang tidak
ada bengkok di dalamnya {tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
7
prinsip ini, maka sungguh dia menentang sesuatu yang menimpa fitrahnya,
kemudian yang membuatnya rusak, seperti yang disabdakan oleh nabi,
“setiap anak yang dilahirkan itu dilahirkan atas fitrah, maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau menjadikannya nasrani, atau
menjadikannya majusi,”
“tidak ada perubahan pada fitrah Allah,” maksudnya, tidak seorangpun dapat
mengubah ciptaan Allah sehingga menjadikan makhluk tidak pada tempat (keadaan)
yang telah ditetapkan oleh Allah. “itulah” yang kami perintahkan kepada Anda,
“agama yang lurus,” maksudnya, jalan yang lurus yang dapat mengantarkan kepada
Allah dan kepada kemuliaanNya. Maka sesungguhnya siapa saja yang menegakkan
wajahnya kepada agama dengan tulus, maka sesungguhnya dia adalah orang yang
berjalan di atas jalan yang lurus dalam seluruh syariat-syariahNya dalan jalan-
jalanNya, “tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” maka mereka tidak mau
mengenal agama yang lurus ini, dan jikapun mereka mengetahuinya, maka mereka
tidak akan menelusurinya.
8
seluruhnya, maka para setanlah yang memasakn mereka”. Ketahuilah bahwasanya
agama ini (Islam) adalah agama yang Allah ridhai bagi kalian, tidak akan pernah
tergantikan, tidak juga berubah jika kalian masih berada di atas fitrah-Nya. Agama
ini adalah jalan yang lurus yang mengantarkan kepada ridha Allah, akan menuju
tetapi manusia tidak mengetahui akan hal itu.
C. Q.S Al-Hajj : 46
ض فَتَكُونَ لَ ُه ْم قُلُوبٌ يَعْقِلُو َن ِب َها ٓ أ َ ْو َءاذَانٌ يَ ْس َمعُونَ ِب َها ۖ فَ ِإنه َها ََل تَعْ َمى ۟ ِير
ِ ْوا فِى ْٱْلَر ُ أَفَلَ ْم يَس
ُور
ِ صدُّ ب ٱ هلتِى فِى ٱل ُ ص ُر َو َٰلَكِن تَعْ َمى ٱ ْل ُق ُلو
َ َٰ ْْٱْلَب
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
Dalam ayat ini membicarakan hati dan telinga. Secara tidak langsung, ini
menyatakan bahwa untuk memahami kenyataan, hanya terdapat dua cara: entah
manusia harus memiliki sesuatu dalam dirinya yang denganya ia dapat
menganalisis masalah-masalah dan memperoleh hasil yang diperlukan atau
9
mendengarkan nasihat orang-orang yang baik, nabi-nabi tuhan dan para penegak
kebenaran atau dapat menggunakan keduanya untuk memperoleh fakta-fakta.
10
itu, kebutaan pandangan indra mata, maka puncak (pengaruh negatifnya) hanya
mengganggu mata pencaharian dan kemanfaatan duniawi saja.
11
Tafsir Q.S Al-Sajdah : 7
1. .Tafsir Jalalaini
ْ َ( ٱلَّذِى أ َ ْحسَ َن كُ َّل شYang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan
ىء َخلَقَهُۥ
sebaik-baiknya) kalau dibaca khalaqahu berarti fi’il madhi yang berkedudukan
ِ ْ َو َب َدأ َ َخلْ َق
َ َٰ ٱلن
sebagai sifat. Apabila dibaca khalqahu berarti sebagai badal isytimal س ِن
(dan yang memulai penciptaan manusia) yakni Nabi Adam ( مِ ن طِينdari tanah)
12
2. Tafsir Ibnu Katsir
1. Tafsir Jalalaini
( ُث ُ هم سَ هو َٰىهKemudian Dia menyempurnakannya) menyempurnakan penciptaan
Adam ( ونَفَ َخ فِي ِه ِمن ُّروحِ ِۦهdan
َ meniupkan ke dalam tubuhnya sebagian dari roh-Nya)
yakni Dia menjadikannya hidup dapat merasa atau mempunyai perasaan, yang
sebelumnya ia adalah benda mati ( َو َج َع َل لَكُ ُمdan Dia menjadikan bagi kalian) yaitu
anak cucunya ( س ْم َع
ٱل هpendengaran) lafal as-sam’a bermakna jamak sekalipun
bentuknya mufrad ( َص َر َو ْٱْلَفْ ِـِٔدَة
َ َٰ ْو ْٱْلَبdan
َ ً قَلtetapi
penglihatan serta hati) ( ِيًل هما ت َ ْشكُ ُرو َن
kalian sedikit sekali bersyukur) huruf maa adalah huruf zaidah yang berfungsi
mengukuhkan makna lafal qaliilan, yakni sedikit sekali.
13
2. Tafsir Ibnu Katsir
“( ُث ُ هم سَ هوىَٰ هKemudian Dia menyempurnakan.”) yaitu Adam, tatkala Dia
menciptakannya dari debu secara sempurna dan lurus. َونَفَ َخ فِي ِه ِمن ُّروحِ ِۦه َو َج َع َل َلكُ ُم ٱلسه ْم َع
“( ص َر َو ْٱْلَفْ ِـِٔدَ َة
َ َٰ ْو ْٱْلَبDan
َ meniupkan ke dalam [tubuh]nya ruh [ciptaan]-Nya dan Dia
menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati.”) yaitu akal.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka dapat kita simpulkan, bahwasanya
manusia telahdiberikan potensi-potensi oleh Allah SWT yang terdapat dalam
organ-organ fisio-psikismanusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk
melakukan kegiatan belajar. Adapunragam alat fisio-psikis itu seperti terungkap
dalam beberapa firman Allah SWT tersebut,sebagai berikut:Indera pendengaran
(telinga), yaitu alat fisik yang berguna untuk menerima informasivisual, agar kamu
dapat mendengar kebenaran yang datang dari Allah, kita dapat mendengarilmu
yang mesti kita pelajari.Indera penglihatan (mata), yaitu alat fisik yang berguna
untuk menerima informasiverbal, agar kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Allah. Berarti kita dapat melihat alamsekitar dan belajar dengan baik.Akal, yaitu
potensi kejiwaan manusia berupa sitem psikis yang kompleks untukmenyerap,
mengolah, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan
pengetahuan (ranah kognitif), gabungan daya fikir dan daya kalbu, yang
menjadikan seseorang terikat, sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan
kedurhakaan; potensi untukmeraih ilham dan percikan cahaya Ilahi.Hati, yaitu akal
sehat dan hati suci, kebebaasan berfikir jernih, potensi untukmenemukan sendiri
kebenaran, serta mengikuti keterangan orang terpercaya dalam hal kebenaran.
3.2 Saran
Semoga dengan selesainya Makalah ini, dapat memberikan informasi yang
sangat berguna tentang pembahasan ta’lim dalam pendidikan Islam. Kritik dan
saran sangat berguna tentang diperlukan dalam perbaikan Makalah ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim M.
Sachudin, Izzan, A. (2015). Tafsir Pendidikan: Konsep Pendidikan Berbasis AlQuran,
Bandung: Humaniora
Muhmidayeli.(2014). Teori-Teori Pengembangan: Sumber Daya Manusia Dalam
Pendidikan, Bandung: Refika Aditama
Suryadi, Ahmad, R. (2019). Dimensi-Dimensi Manusia: Perspektif Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Deepublish
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 2007),
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz AlQur‟an Al-Karim
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.),.
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur‟an,
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur‟an: Terapi Qur‟ani dalam
Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, terj. M. Zaka al-Farisi (Bandung: Pustaka Setia,
2005),
Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur‟an (Yogyakarta: LESFI,
1992),
16