Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

POTENSI BELAJAR DALAM AL-QUR’AN


(Qs. An-Nahl : 78, Qs. Al-rum : 30,Qs. Al-Hajj : 46, Qs. Al-sajdah : 7-9)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir


Tarbawi

Dosen Pengampu : Drs. Ali Musa Lubis, M.Ag

Disusun Oleh:
Kristal Melati Ramadhani (201230238)
Istiqomah (201230236)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia Allah swt, karena atas limpahan rahmat serta
hidayahnya sehingga penyusun dapan menyelesaikan Makalah yang sangat
sederhana ini. Sholawat serta salam selalu penyusun haturkan kepada nabi
junjungan kita yaitu Nabi Muhammad saw beserta para sahabatnya dan
pengikutnya hingga akhir zaman. Makalah ini disusun agar dapat kita manfaatkan
bersama untuk kehidupan kita sehari-hari. Tidak lupa penyusun ucapkan terima
kasih kepada bapak Drs. Ali Musa Lubis, M.Ag sebagai dosen pengampu Mata
Kuliah “ Tafsir Tarbawi “

Penyusun mengakui Makalah ini masih belum sempurna baik dari segi
peninjauan atau dari segi yang lain. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita
bersama.

Jambi, 22 September 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................ii


DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I ............................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan ................................................................................................. 1
PEMBAHASAN ............................................................................................... 2
2.1 Pengertian Potensi ............................................................................... 2
BAB III ........................................................................................................... 15
PENUTUP ...................................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 15
3.2 Saran ................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan,
sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Perubahan dan
kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam
belajar. Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari kebodohan.
Kemampuan belajar atau potensi belajar oleh manusia itu sudah ada semenjak
lahir, yaitu dengan diberikan pendengar, penglihatan dan lain sebagainya. Sehingga
dengan belajar manusia mampu memainkan peranan penting dalam
mempertahankan kehidupan sekelompok manusia (bangsa) di tengah-tengah
persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu
maju karena belajar.
Berdasarkan fakta di atas, perlu rasanya kita mengkaji potensi-potensi belajar
manusia yang ada dalam Al-Qur’an yang mesti di kembangkan sehingga mampu
menciptakan individu yang cinta ilmu dan membawa perubahan dan kemakmuran
dunia ini, bukan malah menimbulkan kemudharatan di muka bumi ini.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa saja ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang potensi belajar?
b) Bagaimana mufassirin dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an tentang potensi
belajar (potensi untuk pengetahuan)?
c) Apa saja kandungan tarbawi (nilai pendidikan) yang terdapat pada Q.S Al-Nahl :
78, Q.S Al-Rum : 30, Q.S Al-Hajj : 46, Q.S Al-sajdah : 7-9.

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kandungan tarbawi (nilai
pendidikan) yang terdapat pada Q.S AL-Nahl : 78, Q.S Al-Rum : 78, Q.S Al-
Hajj : 46, Q.S Al-sajdah :7-9.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Potensi

Potensi berasal dari bahasa Inggris to patten yang berarti keras atau kuat. Dalam
pemahaman lain kata potensi bermakna kekuatan, kemampuan, daya baik yang belum
terwujud. Sementara itu dalam kamus bahasa Indonesia potensi adalah kemampuan
kualitas yang dimiliki seseorang. Namun belum digunakan secara maksimal.
Berbagi pengertian diatas, memberi pemahaman bahwa potensi merupakan suatu
daya yang dimiliki oleh manusia tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal .
Potensi-potensi belajar diri seseorang tidak sama dimiliki orang lain . Sesuai yang di
kemukakan oleh “Agus Soejono” potensi seseorang tidak sama dengan potensi yang
dimiliki oleh orang lain. Seseorang lebih tajam pemikirannya halus perasaan, atau lebih
kuat kemauannya atau lebih tegap kuat badannya dari pada yang lain. Berbagi pengertian
diatas memberi pemahaman kita bahwa potensi merupakan suatu daya yang dimiliki oleh
manusia, tetapi daya tersebut belum dimanfaatkan manusia.

A. QS. Al-Nahl : 78

َ َٰ ْ‫ون أ ُ هم َٰ َهتِكُ ْم ََل تَعْلَ ُمونَ شَي ًْٔـا َو َج َع َل لَكُ ُم ٱلسه ْم َع َو ْٱْلَب‬
َ‫ص َر َو ْٱْل َ ْفـِِٔدَةَ ۙ لَ َعل هكُ ْم تَ ْشكُ ُرون‬ ِ ُ‫ٱَّلل أَ ْخ َر َجكُم ِ ِّم ۢن بُط‬
ُ ‫َو ه‬
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.

1. Ibnu Katsir
Dalam tafsirannya menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut Allah SWT
menyebutkan berbagai anugerah yang Dia limpahkan kepada hamba-hamba-Nya
ketika mereka dikeluarkan dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa
pun. ِAllah memberikan pendengaran kepada seorang anak yang baru lahir yang
dengan pendengaran tersebut mereka bisa mengenali suara, Allah juga memberi

2
penglihatan yang dengannya mereka dapat melihat berbagai hal, dan juga memberi
hati yaitu akal, yang berpusat hati. Allah juga memberinya akal yang dengannya
manusia dapat membedakan berbagai hal, yang membawa mudharat dan yang
membawa manfaat.
Semua indera yang diperoleh oleh manusia berkembang secara bertahap,
semakin bertambah umurnya, semakin bertumbuh, bertambah juga daya
pendengaran, penglihatan, dan akalnya hingga dewasa. Penganugerahan daya
tersebut kepada manusia agar mereka dapat beribadah kepada Rabb-Nya yang
Maha Tinggi.

2. AL-QURTHUBI
Dalam tafsirnya juga menjelaskan bahwa setiap manusia yang dikeluarkan
dari perut ibunya tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun sehingga Allah
membekali pendengaran penglihatan agar manusia dapat mendengar perintah dan
larangan. Kemampuan mendengar ini juga sekaligus mendukung kemampuan
berbicara, karena orang yang tidak mampu mendengar maka juga tidak mampu
berbicara. Sedangkan penglihatan diciptakan agar dapat melihat ciptaan Allah.
Adapun hati, ia diciptakan agar manusia dapat (ma’rifah) mengenal-Nya.

Wahbah Az-Zuhaili juga menguatkan bahwa manusia diciptakan pada fase


awal penciptaan dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Kemudian, Allah SWT
membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan. Allah SWT pun menganugerahinya
akal pikiran yang bisa memahami berbagai hal, membedakan antara yang baik dan
yang buruk, mampu memilih yang bermanfaat dan yang tidak.
Allah SWT menyediakan untuknya kunci-kunci pengetahuan berupa
pendengaran yang dapat mendengar dan memahami suara. Juga penglihatan yang
bisa melihat berbagai hal, serta hati yang bisa memahami berbagai hal,
sebagaimana firmanNya dalam ayat lain dalam QS. Al-Mulk ayat 23-24.

3
3. Jalalain
Dalam tafsirnya menjelaskan (Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut ibu
kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun) jumlah kalimat laa ta’lamuuna
syaian berkedudukan menjadi hal atau kalimat keterangan (dan Dia memberi kalian
pendengaran) lafal as-sam’u bermakna jamak sekali pun lafalnya mufrad
(penglihatan dan hati) kalbu (agar kalian bersyukur) kepada-Nya atas hal-hal
tersebut, oleh karenanya kalian beriman kepada-Nya.

4. Al-Azhar
Gelap dunia ini kita hadapi, hanya dengan tangis kita menghadapi dunia
ketika kita mulai keluar dari perut ibu. Tidak ada yang kita ketahui, selain dan
anugerah Ilahi yang dinamai gharizah atau naluri. Menangis kalau terasa dingin,
menangis kalau terasa lapar, menangis kalau terasa panas.”Dan dijadikan-Nya
untuk kamu pendengaran dan penglihatan dan hati” Dengan berangsur-angsur
tumbuhlah pendengaran, maka terdengarlah suara-suara dari yang dekat sampai
kepada yang jauh; lalu sama ditumbuhkan pula penglihatan, sehingga dapat
memperbedakan berbagai warna, dan dapat memerhatikan wajah ibu yang sedang
menyusukan dan pendengaran serta penglihatan itu dituntun oleh perkembangan
hati yaitu perasaan dan pikiran. Sampai berangsur-angsur besar dan dewasa,
bertambah lama bertambah matang, sampai menjadi manusia yang berbudi bahasa,
bersopan dan bersantun, sanggup memikul taklif, yaitu tanggung jawab yang
dipikulkan oleh Allah ke atas pundak, menjadi anggota penuh dari perikemanusiaan.
“Supaya kamu bersyukur” Maka dilahirkan Allah ke dunia, lalu diberi
pendengaran, sehingga tidak tuli, dan diberi alat penglihatan sehingga tidak buta,
diberi pula hati buat mempertimbangkan apa yang didengar dan apa yang dilihat,
adalah nikmat paling besar yang dianugerahkan Allah dalam hidup ini. Sebab
manusia itu adalah pemikul tugas berat,yaitu menjadi khalifatullah di bumi.
Bersyukur itu ialah dengan mempergunakan nikmat-nikmat Allah itu di dunia
ini dengan sebaik-baiknya, sehingga kita jadi manusia yang berarti. Bersyukur
artinya ialah berterima kasih dan lawan dari syukur ialah kufur, tidak mengenal
budi.

4
B. Qs. Al-Rum : 30

ِ ‫ٱَّلل ۚ َٰذَلِكَ ٱل ِدِّينُ ٱلْ َق ِِّي ُم َو َٰلَ ِك هن أ َ ْكث َ َر ٱلنه‬


َ‫اس ََل يَعْلَ ُمون‬ ِ‫ق ه‬ ِ ْ‫اس عَلَيْ َها ۚ ََل تَبْدِي َل لِ َخل‬
َ ‫ٱلنه‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahuinya,

1. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Arab Saudi

Tegakkanlah wajahmu (wahai Rasul dan orang-orang yang mengikutimu)


dan berjalanlah terus di atas agama yang Allah syariatkan untukmu, yaitu Islam
dimana Allah telah memfitrahkan manusia di atasnya. Keberadaan kalian di atasnya
dan pegangannya kalian di atasnya adalah berpegang kepada fitrah Allah dalam
bentuk iman hanya kepadaNya semata, tiada pergantian bagi ciptaan dan agama
Allah. Inilah jalan lurus yang menyampaikan kepada ridha Allah, Tuhan semesta
alam dan surgaNya. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui bahwa apa
yang diperintahkan kepadamu (wahai rasul) adalah agama yang haq, bukan
selainnya.

2. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al


Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

ۚ ‫ فَأَقِ ْم َو ْج َهكَ لِل ِدِّي ِن َحنِيفًا‬.)30Maka hadapkanlah wajah mu dengan lurus kepada
agama Allah)
Yakni lurus dan istiqamah kepada agama itu, tanpa menengok sedikitpun
kepada agama -agama lain yang batil.

َ ‫ط َرتَ هللاِ الهتِى فَطَ َر النه‬


ۚ ‫اس عَلَيْ َها‬ ْ ِ‫)ف‬tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu)

5
Allah menjadikan fitrah mereka di atas keislaman; kalaulah bukan karena
halangan yang menghalanginya sehingga mereka tetap dalam kekafirannya. Hal ini
selaras dengan hadits Abu Hurairah dalam kitab shahih Muslim, ia berkata,
Rasulullah bersabda: “tidak ada anak yang dilahirkan melainkan ia dilahirkan
dalam keadaan fitrah, namun kedua orangtuanya menjadi Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.” Dan hadits dalam Musnad dari 'Iyadh bahwa Rasulullah berkhutbah pada
suatu hari dengan mengatakan dalam khutbahnya, menghikayatkan dari Allah:
“Sungguh Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semua di atas jalan yang lurus,
namun setan-setan mendatangi mereka dan mengusir mereka dari agama mereka ,
dan Aku haramkan atas apa yang telah Aku halalkan bagi mereka.”

ِ ْ‫َل تَبْدِي َل لِ َخل‬Tidak


(ۚ ِ‫ق هللا‬ َ ada perubahan pada fitrah Allah)
Yakni janganlah kalian ciptaan ubah Allah dengan menyembah selain-Nya,
namun tetaplah kalian di atas fitrah keislaman dan tauhid.

َٰ
‫(ذلِكَ ال ِدِّي ُن الْقَ ِِّي ُم‬itulahagama yang lurus)
Yakni tetap di atas fitrah merupakan agama yang lurus.

3. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan
tafsir negeri Suriah

Tetaplah memegang teguh wahai nabi dan orang yang mengikutimu kepada
agama Islam. Murnikanlah pandangan dan tujuanmu hanya kepadaNya seraya
diubah dari setiap agama lain dan menuju jalan lurus serta mengikuti fitrah yaitu
suatu keadaan yang mana Allah menciptakan manusia sesuai keadaan itu yaitu
penyerahan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, Maha Bijaksana dan Maha Esa yang
mana tidak ada sekutu bagiNya. Tidak ada satupun yang mampu mengubah fitrah
ketuhanan, yaitu dari fitrah bertauhid menjadi fitrah untuk syirik. Kelaziman fitrah
itu adalah agama yang lurus yang tidak ada penyimpangan di dalamnya. Akan tetapi
kebanyakan manusia seperti orang-orang kafir Mekah tidak mengetahui kebenaran
dan ilmu Tauhid karena mereka tidak mau berpikir.

6
4. Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh
Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-‘Awaj
Semua agama {fitrah (dari) Allah} tetaplah pada agama dan fitrah dari Allah
{yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan} tidak
ada perubahan {pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus} yang lurus yang tidak
ada bengkok di dalamnya {tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

5. Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir


abad 14 H
Allah memerintahkan untuk ikhlas kepadaNya dalam seluruh keadaan dan
menegakkan agamaNya, seraya berfirman, ”maka hadapkanlah wajahmu,”
maksudnya, pusatkan dan hadapkanlah ia, “kepada agama,” yaitu islam, iman dan
ihsan, dengan cara menghadap dengan hati, niat dan jasadmu untuk menegakkan
ajaran-ajaran agama yang tampak, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan yang serupa
dengannya, dan ajaran-ajarannya yang batin (tidak tampak) seperti cinta, rasa takut,
berharap, berinabah; dan merasakan ihsan dalam seluruh ajaran yang lahir dan batin,
yaitu dengan cara beribadah kepada Allah hingga seolah-olah Anda melihatnya;
dan jika anda tidak bisa melihatNya, maka (dengan keyakinan) bahwa Dia
melihatmu.
Allah mengkhususkan penegakan wajah, sebab menghadapnya wajah itu
mengikuti konsentrasinya hati, dan usaha badan yang melahirkan dua hal tersebut.
Maka dari itu Dia berfirman, “dengan lurus,” maksudnya, menghadap sepenuhnya
kepada Allah dalam hal itu dalam keadaan berpaling drai selainNya.
Perkara yang diperintahkan kepada kita ini adalah, “fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu,” dan Allah telah menempatkan keindahan
ajaran-ajaran agama tersebut di dalam akal mereka, dan pandangan buruk kepada
yang lain. Karena sesungguhnya seluruh hukum syariat yang lahir dan yang batin,
telah ditempatkan oleh Allah kecenderungan padanya di dalam hati seluruh
manusia. Allah meletakkan di dalam hati mereka kecintaan kepada yang benar dan
sikap mengutamakan yang benar. Inilah hakikat fitrah. Siapa saja yang keluar dari

7
prinsip ini, maka sungguh dia menentang sesuatu yang menimpa fitrahnya,
kemudian yang membuatnya rusak, seperti yang disabdakan oleh nabi,
“setiap anak yang dilahirkan itu dilahirkan atas fitrah, maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya yahudi, atau menjadikannya nasrani, atau
menjadikannya majusi,”
“tidak ada perubahan pada fitrah Allah,” maksudnya, tidak seorangpun dapat
mengubah ciptaan Allah sehingga menjadikan makhluk tidak pada tempat (keadaan)
yang telah ditetapkan oleh Allah. “itulah” yang kami perintahkan kepada Anda,
“agama yang lurus,” maksudnya, jalan yang lurus yang dapat mengantarkan kepada
Allah dan kepada kemuliaanNya. Maka sesungguhnya siapa saja yang menegakkan
wajahnya kepada agama dengan tulus, maka sesungguhnya dia adalah orang yang
berjalan di atas jalan yang lurus dalam seluruh syariat-syariahNya dalan jalan-
jalanNya, “tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” maka mereka tidak mau
mengenal agama yang lurus ini, dan jikapun mereka mengetahuinya, maka mereka
tidak akan menelusurinya.

6. An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi

Surat Ar-Rum ayat 30: Allah memerintahkan Nabi-Nya Muhammad ‫ﷺ‬dan


yang mengikutinya agar menerima agama Islam dan istiqamah di atasnya, dan agar
juga bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah serta taat kepada-Nya,
serta agar jangan diubah dari agama-agama dan golongan-golongan yang lain. Al
Wajhu di sini adalah anggota badan yang telah dikenal yang membedakan manusia
antara satu dengan yang lainnya dari berbagai macam jenis manusia, dan Al Wajhu
diungkapkan juga di sini sebagai dzat sebagaiman firman Allah dalam surat
Luqman : 22 dan Al Qashash : 88. Ketahuilah wahai Nabi Allah bahwsanya agama
islam adalah fitrah dari Allah, maka tetaplah di atasnya. Bagi kalian wahai manusia
wajib untuk tetap berada di atas agama ini dan yang telah Allah berikan fitrah bagi
manusia di atasnya; sebab Allah menciptakan manusia berada di atas tauhid
sebagaimana dalam hadits yang dikeluarkan oleh Muslim dari Iyadh :
“Sesungguhnya Aku menciptakan manusia sebagai hamba-Ku dengan lurus

8
seluruhnya, maka para setanlah yang memasakn mereka”. Ketahuilah bahwasanya
agama ini (Islam) adalah agama yang Allah ridhai bagi kalian, tidak akan pernah
tergantikan, tidak juga berubah jika kalian masih berada di atas fitrah-Nya. Agama
ini adalah jalan yang lurus yang mengantarkan kepada ridha Allah, akan menuju
tetapi manusia tidak mengetahui akan hal itu.

7. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ar-Rum Ayat 30


Setelah memaparkan bukti-bukti keesaan dan kekuasaan Allah serta meminta
rasul dan umatnya bersabar dalam berdakwah, melalui ayat berikut Allah meminta
mereka agar selalu mengikuti agama islam, agama yang sesuai fitrah. Maka
hadapkanlah wajahmu, yakni jiwa dan ragamu, dengan lurus menuju agama islam.
Itulah fitrah Allah yang dia telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Manusia
diciptakan oleh Allah dengan bekal fitrah berupa kecenderungan mengikuti agama
yang lurus, agama tauhid. Inilah asal mula penciptaan manusia dan tidak boleh ada
seorang pun yang melakukan perubahan pada ciptaan Allah tersebut. Itulah agama
yang lurus, agama tauhid, namun kebanyakan manusia tidak mengetahui dan
menyadari bahwa mengikuti agama islam merupakan fitrahnya.

C. Q.S Al-Hajj : 46
‫ض فَتَكُونَ لَ ُه ْم قُلُوبٌ يَعْقِلُو َن ِب َها ٓ أ َ ْو َءاذَانٌ يَ ْس َمعُونَ ِب َها ۖ فَ ِإنه َها ََل تَعْ َمى‬ ۟ ‫ِير‬
ِ ْ‫وا فِى ْٱْلَر‬ ُ ‫أَفَلَ ْم يَس‬
‫ُور‬
ِ ‫صد‬ُّ ‫ب ٱ هلتِى فِى ٱل‬ ُ ‫ص ُر َو َٰلَكِن تَعْ َمى ٱ ْل ُق ُلو‬
َ َٰ ْ‫ْٱْلَب‬
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai
hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang
dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu
yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Dalam ayat ini membicarakan hati dan telinga. Secara tidak langsung, ini
menyatakan bahwa untuk memahami kenyataan, hanya terdapat dua cara: entah
manusia harus memiliki sesuatu dalam dirinya yang denganya ia dapat
menganalisis masalah-masalah dan memperoleh hasil yang diperlukan atau

9
mendengarkan nasihat orang-orang yang baik, nabi-nabi tuhan dan para penegak
kebenaran atau dapat menggunakan keduanya untuk memperoleh fakta-fakta.

1. Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia


Tidaklah orang-orang yang mendustakan dari suku Quraisy itu berjalan di
muka bumi untuk menyaksikan bekas-bekas kehancuran orang-orang yang di
binasakan, sehingga mereka mau berpikir dengan akal-akal mereka, dan kemudian
mengambil pelajaran darinya dan mendengarkan berita-berita mereka dengan
penuh perenungan, sehingga dapat memetik pelajaran darinya? Karena
sesungguhnya hakikat kebutaan bukanlah kebutaan penglihatan, akan tetapi
kebutaan yang membinasakan adalah kebutaan mata hati untuk menangkap
kebenaran dan mengambil pelajaran.

2. Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir


abad 14 H
Oleh karena itu, Allah menyeru para hambaNYa untuk mengembara di bumi
supaya mereka merenung dan mengambil pelajaran. Allah berfirman, “Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi,” dengan fisik dan hati yang dengan itu
mereka dapat memahami,” ayat-ayat Allah dan mencermati sumber-sumber
pelajaran dengannya “atau mempunyai tellinga yang dengan itu mereka mendengar,”
berita-berita umat yang telah berlalu dan kabar-kabar mengenai bangsa-bangsa
yang dilanda siksaan. Kalau tidak ditujukan untuk maksud demikian, maka
pandangan mata, pendengaran telinga dan gerakan tubuh yang nihil dari upaya
perenungan dan pengambilan pelajaran tidak bermanfaat dan tidak mengantarkan
kepada tujuan yang mesti dicapai. Karena alasan itu, Allah berfirman, “Karena
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di
dalam dada,”
maksudnya model kebutaan yang membahayakan dalam agama ini adalah
kebutaan hati terhadap kebenaran. Akibatnya tidak mampu menyaksikannya
sebagaimana orang buta tidak dapat melihat obyek-obyek pandangan. Sementara

10
itu, kebutaan pandangan indra mata, maka puncak (pengaruh negatifnya) hanya
mengganggu mata pencaharian dan kemanfaatan duniawi saja.

3. Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur’an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa,


M.Pd.I
Surat Al-Hajj ayat 46: Oleh karena itulah, Allah mengajak hamba-hamba-
Nya mengadakan perjalanan di muka bumi untuk memperhatikan keadaan orang-
orang terdahulu yang telah binasa dan mengambil pelajaran daripadanya.
Dengan badan dan hati mereka, Ayat-ayat Allah dan memperhatikan tempat-
tempat yang terdapat ibrah (pelajaran).
Untuk mendengarkan berita kebinasaan dan kehancuran orang-orang yang
mendustakan, sehingga mereka dapat mengambil pelajaran daripadanya. Akan
tetapi, jika sebatas memandang dan mendengar atau berjalan-jalan tanpa
bertafakkur dan mengambil pelajaran, maka yang demikian tidaklah bermanfaat
dan tidak mencapai maksud yang diinginkan.
Buta yang berbahaya adalah buta dalam agama, yaitu butanya hati dari
melihat yang hak sehingga ia tidak melihat yang hak itu sebagaimana mata yang
buta tidak dapat melihat sesuatu yang terlihat.

D. Q.S Al-Sajdah :7-9


َ ْ‫الَّذِي أ َ ْحسَ َن كُ َّل ش َْي ٍء َخلَقَهُ َوبَ َدأ َ َخل‬
ْ َ‫) ث ُ َّم َجعَ َل ن‬7( ‫ق اإلنْسَا ِن ِمنْ طِي ٍن‬
ْ‫سلَهُ ِمنْ سُاللَ ٍة ِمن‬
‫َار َواأل ْفئِ َدةَ قَلِيال َما‬
َ ‫ ث ُ َّم سَ َّواهُ َونَفَ َخ فِي ِه ِمنْ ُروحِ ِه َو َجعَ َل لَكُ ُم السَّ ْم َع َواأل ْبص‬8( ‫َما ٍء َم ِهي ٍن‬
)9(‫شكُ ُرو َن‬
ْ َ‫ت‬
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik -baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah)7(
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.)8(
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh )ciptaan(-
Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; )tetapi(
kamu sedikit sekali bersyukur)9(

11
Tafsir Q.S Al-Sajdah : 7
1. .Tafsir Jalalaini
ْ َ‫( ٱلَّذِى أ َ ْحسَ َن كُ َّل ش‬Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan
‫ىء َخلَقَهُۥ‬
sebaik-baiknya) kalau dibaca khalaqahu berarti fi’il madhi yang berkedudukan
ِ ْ ‫َو َب َدأ َ َخلْ َق‬
َ َٰ ‫ٱلن‬
sebagai sifat. Apabila dibaca khalqahu berarti sebagai badal isytimal ‫س ِن‬
(dan yang memulai penciptaan manusia) yakni Nabi Adam ‫( مِ ن طِين‬dari tanah)

2. Tafsir Ibnu Katsir


Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia-lah Yang memperbaiki, memperkokoh
dan memperindah terciptanya segala sesuatu.
ْ َ‫ى أ َ ْحسَنَ كُ هل ش‬
Malik meriwAyatkan dari Zaid bin Aslam tentang: ُ‫ى ٍء َخلَقَ ۥه‬ ٓ ‫ٱله ِذ‬
“(Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya.”) dia berkata:
“Dengan sebaik-baiknya dalam menciptakan segala sesuatu. Seakan-akan Dia
menjadikannya dari yang terdepan dan yang terbelakang. Kemudian ketika Allah
swt. telah menyebutkan penciptaan langit dan bumi, Dia mulai menyebutkan
tentang penciptaan manusia.”
ِ ْ ‫ َوبَدَأ َ َخلْ َق‬Dan Yang memulai penciptaan manusia
ٍ ‫ٱْلن َٰسَ ِن ِمن ط‬
Firman Allah: )" ‫ِين‬
dari tanah.”) yaitu Dia telah menciptakan bapak manusia, yaitu Adam dari tanah.

3. Tafsir Quraish Shihab


Yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan
hikmah-Nya, memulai penciptaan manusia pertama dari tanah.

Tafsir Q.S Al-Sajdah : 8


1. Tafsir Jalaini
) ‫ث ُ هم َج َع َل نَ ْسلَهُۥ‬Kemudian Dia menjadikan keturunannya) anak cucunya ‫س َٰلَلَ ٍة‬
ُ ‫ِمن‬
(dari sulalah) dari darah kental ( ‫ ِ ِّمن هما ٓ ٍء هم ِهي ٍن‬yang berasal dari air yang lemah) yaitu
air mani.

12
2. Tafsir Ibnu Katsir

( ( )‫س َٰلَلَ ٍة ِ ِّمن هما ٓ ٍء هم ِهي ٍن‬


ُ ‫ُ هم َج َع َل نَ ْسلَهُۥ مِ ن‬,‫ث‬kemudin Dia keturunannya dari sari pati
air yang hina [air mani].”) yaitu mereka saling berketurunan pula dari air mani yang
keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada wanita.

3. Tafsir Quraish Shihab


Kemudian setelah itu menjadikan anak cucunya tercipta dari air yang sedikit
dan lemah serta–biasanya–sangat diremehkan.
Kata “al-mahîn” sebagai adjektiva atau kata sifat, jika disandangkan kepada
orang, berarti ‘lemah’. “Al-rajul al-mahîn” berarti “al-rajul al-dla’îf” (‘orang yang
lemah’). Kata itu juga dapat berarti ‘sedikit’. Dengan demikian, frase “min mâ’in
mahîn” pada Ayat ini berarti ‘air yang sedikit dan lemah’. Selain itu, verba
“mahana”–seakar dengan kata sifat “mahîn”: m-h. N–dalam bahasa Arab dapat pula
berarti ‘memerah susu’.
Kalimat “mahana al-rajulu al-ibila” berarti ‘orang itu memerah susu unta’.
Dengan demikian, kiranya tidak terlalu keliru kalau kita menafsirkan kata “mahîn”
dalam Ayat ini sebagai ‘air yang memancar’ atau ‘air yang sedikit’, karena susu
yang keluar dari perahan biasanya memancar dan sedikit.

Tafsir Q.S As-Sajdah : 9

1. Tafsir Jalalaini
( ُ‫ث ُ هم سَ هو َٰىه‬Kemudian Dia menyempurnakannya) menyempurnakan penciptaan
Adam ( ‫ونَفَ َخ فِي ِه ِمن ُّروحِ ِۦه‬dan
َ meniupkan ke dalam tubuhnya sebagian dari roh-Nya)
yakni Dia menjadikannya hidup dapat merasa atau mempunyai perasaan, yang
sebelumnya ia adalah benda mati ( ‫ َو َج َع َل لَكُ ُم‬dan Dia menjadikan bagi kalian) yaitu
anak cucunya ( ‫س ْم َع‬
‫ٱل ه‬pendengaran) lafal as-sam’a bermakna jamak sekalipun
bentuknya mufrad ( َ‫ص َر َو ْٱْلَفْ ِـِٔدَة‬
َ َٰ ْ‫و ْٱْلَب‬dan
َ ً ‫قَل‬tetapi
penglihatan serta hati) ( ‫ِيًل هما ت َ ْشكُ ُرو َن‬
kalian sedikit sekali bersyukur) huruf maa adalah huruf zaidah yang berfungsi
mengukuhkan makna lafal qaliilan, yakni sedikit sekali.

13
2. Tafsir Ibnu Katsir
“( ُ‫ث ُ هم سَ هوىَٰ ه‬Kemudian Dia menyempurnakan.”) yaitu Adam, tatkala Dia
menciptakannya dari debu secara sempurna dan lurus. ‫َونَفَ َخ فِي ِه ِمن ُّروحِ ِۦه َو َج َع َل َلكُ ُم ٱلسه ْم َع‬
“( ‫ص َر َو ْٱْلَفْ ِـِٔدَ َة‬
َ َٰ ْ‫و ْٱْلَب‬Dan
َ meniupkan ke dalam [tubuh]nya ruh [ciptaan]-Nya dan Dia
menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati.”) yaitu akal.

ً ‫قَل‬tetapi] sedikit sekali kamu bersyukur.”) yaitu dengan


[“( ‫ِيًل هما ت َ ْشكُ ُرو َن‬
kekuatan yang diberikan oleh Allah kepada kalian. Orang yang berbahagia adalah
orang yang dapat memfungsikan hal tersebut di dalam ketaatan kepada Rabb-nya.
3. Tafsir Quraish Shihab
Kemudian Dia menyempurnakannya dan meletakkan di dalamnya salah satu
rahasia yang hanya diketahui oleh-Nya, serta menjadikan pendengaran, penglihatan
dan akal bagi kalian agar kalian dapat mendengar, melihat dan berpikir. Tetapi
walaupun demikian, sedikit sekali rasa syukur kalian.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka dapat kita simpulkan, bahwasanya
manusia telahdiberikan potensi-potensi oleh Allah SWT yang terdapat dalam
organ-organ fisio-psikismanusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk
melakukan kegiatan belajar. Adapunragam alat fisio-psikis itu seperti terungkap
dalam beberapa firman Allah SWT tersebut,sebagai berikut:Indera pendengaran
(telinga), yaitu alat fisik yang berguna untuk menerima informasivisual, agar kamu
dapat mendengar kebenaran yang datang dari Allah, kita dapat mendengarilmu
yang mesti kita pelajari.Indera penglihatan (mata), yaitu alat fisik yang berguna
untuk menerima informasiverbal, agar kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran
Allah. Berarti kita dapat melihat alamsekitar dan belajar dengan baik.Akal, yaitu
potensi kejiwaan manusia berupa sitem psikis yang kompleks untukmenyerap,
mengolah, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan
pengetahuan (ranah kognitif), gabungan daya fikir dan daya kalbu, yang
menjadikan seseorang terikat, sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan
kedurhakaan; potensi untukmeraih ilham dan percikan cahaya Ilahi.Hati, yaitu akal
sehat dan hati suci, kebebaasan berfikir jernih, potensi untukmenemukan sendiri
kebenaran, serta mengikuti keterangan orang terpercaya dalam hal kebenaran.

3.2 Saran
Semoga dengan selesainya Makalah ini, dapat memberikan informasi yang
sangat berguna tentang pembahasan ta’lim dalam pendidikan Islam. Kritik dan
saran sangat berguna tentang diperlukan dalam perbaikan Makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Karim M.
Sachudin, Izzan, A. (2015). Tafsir Pendidikan: Konsep Pendidikan Berbasis AlQuran,
Bandung: Humaniora
Muhmidayeli.(2014). Teori-Teori Pengembangan: Sumber Daya Manusia Dalam
Pendidikan, Bandung: Refika Aditama
Suryadi, Ahmad, R. (2019). Dimensi-Dimensi Manusia: Perspektif Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Deepublish
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 2007),
Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz AlQur‟an Al-Karim
(Beirut: Dar al-Fikr, t.th.),.
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur‟an,
Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Qur‟an: Terapi Qur‟ani dalam
Penyembuhan Gangguan Kejiwaan, terj. M. Zaka al-Farisi (Bandung: Pustaka Setia,
2005),
Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur‟an (Yogyakarta: LESFI,
1992),

16

Anda mungkin juga menyukai