Anda di halaman 1dari 4

Nama : Eldi Benardi

Kelas : AGT VI F
NPM : 164110369

PESTISIDA
Pestisida atau pembasmi hama adalah bahan yang digunakan untuk
mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal
dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-
macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang
dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tetapi tak selalu, beracun.
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem.
Berdasarkan Konvensi Stockholm mengenai Polutan Organik Persisten, 9 dari 12
senyawa kimia organik berbahaya adalah pestisida.

SEJARAH
Sebelum tahun 2000 SM, manusia telah menggunakan pestisida untuk
melindungi tanaman pertanian. Pestisida pertama berupa sulfur dalam bentuk unsur
yang ditebarkan di atas lahan pertanian di Sumeria sekitar 4500 tahun yang lalu. Rig
Veda yang berusia 4000 tahun menyebutkan penggunaan tanaman beracun untuk
mengendalikan hama. Sejak abad ke 15, senyawa berbahaya seperti arsenik, raksa,
dan timbal diterapkan di lahan pertanian untuk membunuh hama. Pada abad ke
17, nikotin sulfat diekstraksi dari daun tembakau untuk dijadikan insektisida. Abad ke
19, piretrum dari bunga krisan dan rotenon dari akar sayuran mulai
dikembangkan. Hingga tahun 1950an, pestisida berbahan dasar arsenik masih
dominan. Paul Herman Müller menemukan DDT yang sangat efektif sebagai
insektisida. Organoklorin menjadi dominan, namun segera digantikan oleh
organofosfat dan karbamat pada tahun 1975 di negara maju.
Senyawa piretrin menjadi insektisida dominan. Herbisida berkembang dan mulai
digunakan secara luas pada tahun 1960an dengan triazin dan senyawa berbasis
nitrogen lainnya, asam karboksilat, dan glifosat.
Pada tahun 1960an, ditemukan bahwa DDT menyebabkan berbagai burung
pemakan ikan tidak bereproduksi, yang menjadi masalah serius bagi keanekaragaman
hayati. Penggunaan DDT dalam pertanian kini dilarang dalam Konvensi Stockholm,
namun masih digunakan di beberapa negara berkembang untuk mencegah malaria
dan penyakit tropis lainnya dengan menyemportkannya ke dinding untuk mencegah
kehadiran nyamuk.
Sejarah Pestisida (Miller, 2002): 2.500 SM penggunaan pestisida kimia
pertama kali pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. abad
ke-15 penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuktimah
mulai digunakan untuk memberantas serangga. abad ke-17 nicotin sulfate yang
diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. abad ke-19 diintroduksi
dua jenis pestisidaalami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan
rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica.
a. 1874 Othmar Zeidler pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl
Trichloroethane).
b. 1939 Paul Hermann Muller (ahli kimia Swiss) orang pertama yang mengetahui
fungsi DDT dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine
pada tahun 1948.
c. 1940 dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan
secara luas.
d. 1940an dan 1950an sebagai era pestisida Penggunaan pestisida terus meningkat
lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton
pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Miller, 2002).
DEFINISI
FAO mendefinisi pestisida sebagai "zat atau campuran zat yang bertujuan
untuk mencegah, membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor
penyakit bagi manusia dan hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan
yang dapat menyebabkan kerusakan selama produksi, pemrosesan, penyimpanan,
transportasi, atau pemasaran bahan pertanian (termasuk hasil hutan, hasil perikanan,
dan hasil peternakan).Istilah ini juga mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan
tanaman, merontokkan daun, mengeringkan tanaman, mencegah kerontokkan buah,
dan sebagainya yang berguna untuk mengendalikan hama dan memitigasi efek dari
keberadaan hama, baik sebelum maupun setelah panen."
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan target organisme yang menjadi
sasarannya, struktur senyawanya bahan bakunya (misal organik, inorganik,
sintetis, biopestisida), dan wujud fisiknya serta cara penerapannya
(misal fumigasi pada pestisida berwujud gas). Biopestisida mencakup pestisida
mikrobiologi dan biokimia. Pestisida berbahan dasar tumbuhan saat ini telah
berkembang, yaitu piretrum, rotenon, nikotin, strychnine, dan scillirosida.
Berbagai pestisida dapat dikelompokan menjadi famili senyawa kimianya.
Famili senyawa kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat,
dan karbamat. Famili hidrokarbon organoklorin dapat dibagi menjadi
diklorodifeniletana (DDT), senyawa siklodiena, dan lainnya. Organoklorin bekerja
dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan saraf.
Tingkat keracunan senyawa ini dapat bervariasi, namun seluruh senyawa
organoklorin bersifat persisten dan dapat terakumulasi secara biologi. Organofosfat
dan karbamat telah menggantikan organoklorin. Keduanya menghambat kerja
enzim asetil kolinesterase yang mengirimkan asetil kolin ke jaringan saraf, mampu
menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat secara umum beracun bagi vertebrata.
Herbisida seperti fenoksi bekerja secara selektif dan hanya mengincar gulma
berdaun lebar dan tidak mengincar rerumputan. Fenoksi dan asam benzoat berfungsi
mirip seperti hormon pertumbuhan tanaman, dan menumbuhkan sel secara tidak
terkendali, sehingga memaksa kerja sistem transportasi tanaman (floem dan xylem)
dan merusaknya. Triazin mengganggu fotosintesis. Glifosat yang kini banyak
digunakan, belum dikategorikan dalam famili senyawa herbisida manapun.
Pestisida juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme biologisnya dan
metode penerapannya. Kebanyakan pestisida bekerja dengan meracuni
hama. Pestisida sistemik diserap oleh tanaman dan bergerak di dalam tanaman
sehingga meracuni hama yang menghisap nutrisi tanaman. Insektisida dan fungisida
bergerak melalui xylem. Insektisida sistemik dapat membahayakan serangga non
target, bahkan serangga yang menguntungkan seperti lebah dan polinator lainnya,
karena sinsektisida sistemik juga bergerak dari dalam tubuh tumbuhan ke bunga.
Pada tahun 2009, fungisida paldoksin diperkenalkan dan bekerja dengan
memanfaatkan senyawa yang dilepaskan oleh tumbuhan, fitoaleksin. Secara alami,
fungi melakukan detoksifikasi melawan fitoaleksin. Paldoksin menghambat enzim
yang berperan dalam detoksifikasi tersebut. Fungisida ini dipercaya lebih aman.
Pestisida juga bisa diklasifikasikan berdasarkan kemampuan terurainya
(biodegradable dan persisten) yang dapat berlangsung selama beberapa detik hingga
tahunan. DDT membutuhkan waktu tahunan untuk terurai di alam, dan akan
terakumulasi dalam rantai makanan.

Anda mungkin juga menyukai