Anda di halaman 1dari 128

MATERI KULIAH

MANAJEMEN MUTU
DAFTAR ISI hal

BAB I PRINSIP PRINSIP MANAJEMEN MUTU 1


A. Standar layanan kesehatan 1
B. Jaminan mutu layanan kesehatan 7
C. Biaya mutu 13
D. Pengukuran mutu 15
BAB II PELAYANAN PRIMA 24
A. Pengertian pelayanan prima 25
B. Konsep dasar pelayanan prima 27
C. Faktor-faktor pelayanan prima 30
D. Harapan pelanggan 31
BAB III SIKLUS PDCA 32
BAB IV TUJUH ALAT MANAJEMEN MUTU 38
A. Definisi mutu dalam pelayanan kesehatan 38
B. Program jaminan mutu 40
C. Perbaikan mutu 42
D. Alat pengukur mutu 44
1. Seven basic tools of quality 44
2. Seven new tools of quality 52
BAB V STRATEGI INTERVENSI MASALAH MUTU 59
A. Process improvement team 59
B. Evidence based practice 60
C. Penerapan teknologi informasi dalam peningkatan mutu 70
pelayanan kesehatan
D. Surveillance 73
E. Rewarding quality: Balridge Award 75
F. Insentif finansial 77
BAB VI STRATEGI INTERVENSI MASALAH MUTU DENGAN PENDEKATAN 81
AKREDITASI
A. Tata kelola rumah sakit (TKRS) 81
B. Manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK) 91
C. Kompetensi dan kewenangan staf (KKS) 103
D. Manajemen informasi dan rekamm medis (MIRM) 108
BAB VII SAFETY AND QUALITY 116
A. Gerakan keselamatan pasien 116
B. Sasaran keselamatan pasien 117
C. Isu-isu keselamatan pasien 124
BAB I
PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN MUTU

A. STANDAR LAYANAN KESEHATAN


LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia dan merupakan modal setiap warga
negara dan setiap bangsa dalam mencapai tujuannya dan mencapai kemakmuran.
Seseorang tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya jika dia berada dalam kondisi
tidak sehat. Sehingga kesehatan merupakan modal setiap individu untuk meneruskan
kehidupannya secara layak.

Karena kondisi kemampuan sumber daya Pemda di seluruh Indonesia tidak sama dalam
melaksanakan layanan kesehatan, maka pelaksanaannya diatur dengan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) untuk memastikan ketersediaan layanan tersebut bagi seluruh warga negara.
SPM sekurangnya mempunyai dua fungsi yaitu
(i) memfasilitasi Pemda untuk melakukan pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat
(ii) sebagai instrumen bagi masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap kinerja
pemerintah di bidang pelayanan publik bidang kesehatan.
Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara
secara minimal.

Implementasi SPM juga menjadi sangat strategis dalam kaitannya dengan pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang sampai saat ini masih bermasalah dengan adanya
defisit anggaran. Implementasi SPM akan memperkuat sisi promotif – preventif sehingga
diharapkan akan ber-impact pada penurunan jumlah kasus kuratif yang harus ditanggung
oleh JKN.

SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.
Setiap warga negara sesuai dengan kodratnya berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya dengan memanfaatkan seluruh potensi manusiawi yang dimilikinya.

Cakupan Layanan Kesehatan


Mengutamakan service excellent atau pelayanan optimal, setiap instansi/ lembaga
kesehatan bertanggung jawab atas segala kewajiban yang mereka pegang. Mulai dari
tingkat puskesmas hingga rumah sakit, masing-masing berperan dalam upaya

1 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


memaksimalkan layanan kesehatan publik. Mereka bertanggung jawab pada pemerintah
daerah yang telah mengatur peraturan perundangan tentang layanan kesehatan publik itu.

Jenis layanan SPM bidang kesehatan di kabupaten/kota adalah


1. Pelayanan kesehatan ibu hamil
2. Pelayanan kesehatan ibu bersalin
3. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
4. Pelayanan kesehatan balita
5. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
6. Pelayanan kesehatan pada usia produktif
7. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut
8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
9. Pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus
10. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
11. Pelayanan kesehatan orang dengan TB
12. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV

Pelayanan kesehatan Ibu hamil


Pelayanan antenatal sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil
minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali pada trimester pertama, satu kali
pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga yang dilakukan oleh Bidan dan atau
Dokter dan atau Dokter Spesialis Kebidanan baik yang bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah maupun swasta yang memiliki Surat Tanda Register (STR).

Yang disebut dengan standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada
ibu hamil dengan memenuhi kriteria 10 T yaitu :
a) Timbang berat badan dan ukur tinggi badan;
b) Ukur tekanan darah;
c) Nilai status gizi (Ukur Lingkar Lengan Atas/LILA)
d) Ukur tinggi puncak rahim (fundus uteri);
e) Tentukan presentasi janin dan Denyut Jantung Janin (DJJ);
f) Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila
diperlukan;
g) Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan;
h) Tes laboratorium: tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan
golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya), pemeriksaan protein urin
(bila ada indikasi); yang pemberian pelayanannya disesuaikan dengan trimester
kehamilan.
i) Tatalaksana/penanganan kasus sesuai kewenangan;
j) Temu wicara (konseling)

Pelayanan kesehatan ibu bersalin


Pelayanan persalinan sesuai standar adalah persalinan yang dilakukan oleh Bidan dan atau
Dokter dan atau Dokter Spesialis Kebidanan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
Pemerintah maupun Swasta yang memiliki Surat Tanda Register (STR) baik persalinan
normal dan atau persalinan dengan komplikasi.

2 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi Polindes, Poskesdes, Puskesmas, bidan praktek
swasta, klinik pratama, klinik utama, klinik bersalin, balai kesehatan ibu dan anak, rumah
sakit pemerintah maupun swasta.

Standar pelayanan persalinan normal mengikuti acuan asuhan persalinan normal yang
tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan
Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Adapun untuk
persalinan dengan komplikasi mengikuti acuan dari Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Rujukan.

Pelayanan kesehatan bayi baru lahir


Pelayanan kesehatan bayi baru lahir sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan pada
bayi usia 0-28 hari dan mengacu kepada Pelayanan Neonatal Esensial sesuai yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak,
dilakukan oleh Bidan dan atau perawat dan atau Dokter dan atau Dokter Spesialis Anak yang
memiliki Surat Tanda Register (STR).
Pelayanan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Polindes, Poskesdes, Puskesmas,
Bidan praktek swasta, klinik pratama, klinik utama, klinik bersalin, balai kesehatan ibu dan
anak, rumah sakit pemerintah maupun swasta), Posyandu dan atau kunjungan rumah

Pelayanan kesehatan balita


Pelayanan kesehatan balita sesuai standar adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada anak berusia 0-59 bulan dan dilakukan oleh Bidan dan atau Perawat dan atau
Dokter/DLP dan atau Dokter Spesialis Anak yang memiliki Surat Tanda Register (STR) dan
diberikan di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta, dan UKBM.
Pelayanan kesehatan, meliputi :
a) Penimbangan minimal 8 kali setahun, pengukuran panjang/tinggi badan minimal 2 kali
setahun
b) Pemberian kapsul vitamin A 2 kali setahun.
c) Pemberian imunisasi dasar lengkap.

Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar


Pelayanan kesehatan usia pendidikan dasar adalah penjaringan kesehatan yang diberikan
kepada anak usia pendidikan dasar, minimal satu kali pada kelas 1 dan kelas 7 yang
dilakukan oleh Puskesmas.
Standar pelayanan penjaringan kesehatan adalah pelayanan yang meliputi:
a) Penilaian status gizi (tinggi badan, berat badan, tanda klinis anemia);
b) Penilaian tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi dan napas);
c) Penilaian kesehatan gigi dan mulut;
d) Penilaian ketajaman indera penglihatan dengan poster snellen;
e) Penilaian ketajaman indera pendengaran dengan garpu tala;

Pelayanan kesehatan pada usia produktif


Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun sesuai standar adalah:
a) Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun diberikan sesuai kewenanganya oleh:
(1) Dokter;

3 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


(2) Bidan;
(3) Perawat;
(4) Nutrisionis/Tenaga Gizi.
(5) Petugas Pelaksana Posbindu PTM terlatih
b) Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun dilakukan di Puskesmas dan jaringannya
(Posbindu PTM) serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang bekerja sama dengan
pemerintah daerah.
c) Pelayanan skrining kesehatan usia15–59 tahun minimal dilakukan satu tahun sekali.
d) Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun meliputi :
(1) Deteksi kemungkinan obesitas dilakukan dengan memeriksa tinggi badan dan berat
badan serta lingkar perut.
(2) Deteksi hipertensi dengan memeriksa tekanan darah sebagai pencegahan primer.
(3) Deteksi kemungkinan diabetes melitus menggunakan tes cepat gula darah.
(4) Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku.
(5) Pemeriksaan ketajaman penglihatan
(6) Pemeriksaan ketajaman pendengaran
(7) Deteksi dini kanker dilakukan melalui pemeriksaan payudara klinis dan pemeriksaan
IVA khusus untuk wanita usia 30–59 tahun.
Pengunjung yang ditemukan menderita kelainan wajib ditangani atau dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu menanganinya.

Pelayanan kesehatan pada usia lanjut


Pelayanan skrining kesehatan warga negara usia 60 tahun ke atas sesuai standar adalah :
 Dilakukan sesuai kewenangan oleh :
(1) Dokter;
(2) Bidan;
(3) Perawat;
(4) Nutrisionis/Tenaga Gizi;
(5) Kader Posyandu lansia/Posbindu
 Pelayanan skrining kesehatan diberikan di Puskesmas dan jaringannya, fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, maupun pada kelompok lansia, bekerja sama dengan
pemerintah daerah.
 Pelayanan skrining kesehatan minimal dilakukan sekali setahun.
 Lingkup skrining adalah sebagai berikut :
(1) Deteksi hipertensi dengan mengukur tekanan darah.
(2) Deteksi diabetes melitus dengan pemeriksaan kadar gula darah.
(3) Deteksi kadar kolesterol dalam darah
(4) Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku, termasuk kepikunan
menggunakan Mini Cog atau Mini Mental Status Examination (MMSE)/Test Mental Mini
atau Abreviated Mental Test (AMT) dan Geriatric Depression Scale (GDS).
Pengunjung yang ditemukan memiliki faktor risiko wajib dilakukan intervensi secara dini
Pengunjung yang ditemukan menderita penyakit wajib ditangani atau dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu menanganinya.

Pelayanan kesehatan penderita hipertensi


1) Sasaran adalah penduduk usia 15 tahun ke atas

4 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


2) Penderita hipertensi esensial atau hipertensi tanpa komplikasi memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai standar; dan upaya promosi kesehatan melalui modifikasi gaya hidup di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
3) Penderita hipertensi dengan komplikasi (jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis,
diabetes melitus) perlu dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) yang
mempunyai kompetensi untuk penanganan komplikasi.
4) Standar pelayanan kesehatan penderita hipertensi adalah:
a) Mengikuti Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di FKTP.
b) Pelayanan kesehatan sesuai standar diberikan kepada penderita Hipertensi di FKTP.
c) Pelayanan kesehatan hipertensi sesuai standar meliputi: pemeriksaan dan monitoring
tekanan darah, edukasi, pengaturan diet seimbang, aktifitas fisik, dan pengelolaan
farmakologis.
d) Pelayanan kesehatan berstandar ini dilakukan untuk mempertahankan tekanan
darah pada <140/90 mmHg untuk usia di bawah 60 th dan <150/90 mmHg untuk
penderita 60 tahun ke atas dan untuk mencegah terjadinya komplikasi jantung,
stroke, diabetes melitus dan penyakit ginjal kronis.
e) Selama menjalani pelayanan kesehatan sesuai standar, jika tekanan darah penderita
hipertensi tidak bisa dipertahankan sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya
atau mengalami komplikasi, maka penderita perlu dirujuk ke FKTL yang
berkompeten.

Pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus


1) Sasaran indikator ini adalah penyandang DM di wilayah kerja kabupaten/kota.
2) Penduduk yang ditemukan menderita DM atau penyandang DM memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai standar dan upaya promotif dan preventif di FKTP.
3) Penduduk yang ditemukan menderita DM atau penyandang DM dengan komplikasi
perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan untuk penanganan selanjutnya.
4) Pelayanan kesehatan penyandang DM diberikan sesuai kewenangannya oleh :
a) Dokter/DLP
b) Perawat
c) Nutrisionis/Tenaga Gizi
5) Pelayanan kesehatan diberikan kepada penyandang DM di FKTP sesuai standar meliputi
4 (empat) pilar penatalaksanaan sebagai berikut:
a) Edukasi
b) Aktifitas fisik
c) Terapi nutrisi medis
d) Intervensi farmakologis
6) Setiap penyandang DM yang mendapatkan pelayanan sesuai standar termasuk
pemeriksaan HbA1C.
7) Bagi penyandang DM yang belum menjadi peserta JKN diwajibkan menjadi peserta JKN.

Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat


Pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ berat adalah:
1) Pelayanan promotif preventif yang bertujuan meningkatkan kesehatan jiwa ODGJ berat
(psikotik) dan mencegah terjadinya kekambuhan dan pemasungan.
2) Pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ berat diberikan oleh perawat dan dokter
Puskesmas di wilayah kerjanya.

5 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


3) Pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ berat meliputi:
a) Edukasi dan evaluasi tentang: tanda dan gejala gangguan jiwa, kepatuhan minum obat
dan informasi lain terkait obat, mencegah tindakan pemasungan, kebersihan diri,
sosialisasi, kegiatan rumah tangga dan aktivitas bekerja sederhana, dan/atau
b) Tindakan kebersihan diri ODGJ berat
4) Dalam melakukan pelayanan promotif preventif diperlukan penyediaan materi KIE dan
Buku Kerja sederhana.

Pelayanan kesehatan orang dengan TB


1) Pelayanan Tuberkulosis Sesuai Standar adalah pelayanan kesehatan diberikan kepada
seluruh orang dengan TB yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai kewenangannya di
FKTP (puskesmas dan jaringannya) dan di FKTL baik pemerintah maupun swasta
2) Pelayanan yang diberikan sesuai Pedoman Penanggulangan TB yang berlaku antara lain :
- Penegakan diagnosis TB dilakukan secara bakteriologis dan klinis serta dapat didukung
dengan pemeriksaan penunjang lainnya.
- Dilakukan pemeriksaan pemantauan kemajuan pengobatan pada akhir pengobatan
intensif, bulan ke 5 dan akhir pengobatan.
- Pengobatan dengan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan panduan OAT
standar.
3) Gejala Utama TB adalah batuk selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa aktifitas fisik dan badan meriang
lebih dari satu bulan.
4) Kegiatan Promotif dan preventif antara lain penemuan kasus secara dini, penemuan kasus
secara aktif, pemberian KIE untuk pencegahan penularan dengan penerapan etika batuk,
pengendalian faktor risiko dan pemberian obat pencegahan
5) Prinsip pelayanan TB adalah penemuan orang dengan TB sedini mungkin, ditatalaksana
sesuai standar sekaligus pemantauan hingga sembuh atau “TOSS TB” (Temukan, Obati
Sampai Sembuh).

Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV


1). Pelayanan Kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV sesuai standar adalah pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil, pasien TB, pasien infeksi menular seksual
(IMS), waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan lembaga
pemasyarakatan, dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai kewenangannya dan
diberikan di FKTP (Puskesmas dan Jaringannya) dan FKTL baik pemerintah maupun
swasta serta di lapas/rutan narkotika.
2). Pelayanan Kesehatan meliputi:
a) Upaya pencegahan pada orang yang memiliki risiko terinfeksi HIV
b) Pemeriksaan HIV ditawarkan secara aktif oleh petugas kesehatan bagi orang yang
berisiko dimulai dengan:
- pemberian informasi terkait HIV-AIDS
- pemeriksaan HIV menggunakan tes cepat HIV dengan menggunakan alat tes sesuai
standar nasional yang telah ditetapkan
- orang dengan hasil pemeriksaan HIV positif harus dirujuk ke fasilitas yang mampu
menangani untuk mendapatkan pengobatan ARV dan konseling tentang HIV dan
AIDS bagi orang dengan HIV (ODHA) dan pasangannya

6 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


- orang dengan infeksi menular seksual (IMS), waria/transgender, pengguna napza,
dan warga binaan lembaga pemasyarakatan dengan hasil pemeriksaan HIV negatif
harus dilakukan pemeriksaan ulang minimal setelah tiga (3) bulan, enam (6) bulan
dan 12 bulan dari pemeriksaan yang pertama.

B. JAMINAN MUTU LAYANAN KESEHATAN


Pandangan pasien/ masyarakat tentang mutu layanan kesehatan sangat penting karena
pasien yang merasa puas akan memathi pengobatan dan mau datang berobat kembali.
Mutu layanan kesehatan yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat mempengaruhi
kesehatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat sering menganggap
bahwa aspek efektifitas, akses, hubungan antar manusia, kesinambungan dan kenyamanan
sebagai suatu dimensi mutu layanan kesehatan yang sangat penting.

Masyarakat tidak akan mampu menilai kompetensi tekniskesehatan dan tidak mengetahui
layanan kesehatan apa yang dibutuhkannya. Agar dapat menjawab pertanyaan tersebut
perlu dibangun suatu hubungan saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atay
provider dengan pasien/masyarakat. Pemberi layanan kesehatan harus memahami status
kesehatan dan kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan melibatkan
pasien/masyarakat dalam menentukan bagaimana cara yang paling efektif
menyelenggarakan layanan kesehatannya.

Perspektif pemberi layanan kesehatan


Komitmen dan motivasi pemberi layanan kesehatan bergantung pada kemampuannya
dalam melaksanakan tugas dengan cara yang optimal. Sebagai profesi layanan kesehatan,
perhatiannya terfokus pada kompetensi teknis, efektifitas, dan keamanan. Pertanyaan yang
akan mereka ajukan antara lain:
 Berapa pasien yang akan diperiksa dalam 1 jam
 Apakah tersedia pemeriksaan laboratorium yang akurat, efisien dan dapat
dipercaya?
 Apakah tersedia system rujukan jika diperlukan?
 Apakah lingkunagan kerja memadai dan bersih, privasi pasien terjamin?
 Apakah apotik dapat menyediakan obat yang diperlukan?
 Apakah tersedia kesempatan pendidikan berkelanjutan?

Perspektif penyandang dana


Penyandang dana atau asuransi kesehatan menganggap bahwa layanan kesehatan yang
bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pasien diharpkan dapat
disembuhkan dalam waktu sesingkat mungkin sehingga biaya layanan kesehatan dapat
menjadi efisien. Upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit akan digalakkan agar
penggunaan layanan kesehatan penyembuhan semakin berkurang.

7 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Perspektif pemilik sarana layanan kesehatan
Pemilik sarana layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan kesehatan yang bermutu
merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan pendapatan yang mampu menutupi
biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi dengan tarif layanan kesehatan yang masih
terjangkau oleh pasien, yaitu pada tingkat biaya ketika belum terdapat keluhan pasien dan
masyarakat.

Perspektif administrator layanan kesehatan


Administrator layanan kesehatan walaupun tidak langsung memberikan layanan kesehatan,
ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan kesehatan. Kebutuhan akan supervisi,
manajemen keuangan dan logostik akan memberikan suatu tantangan.

Mutu layanan kesehatan akan selalu menyangkut dua aspek, yaitu aspek teknis penyediaan
layanan kesehatan dan aspek kemanusiaan yang timbul sebagai akibat hubungan yang
terjadi antara pemberi layanan kesehatan can penewrima layanan kesehatan. Interaksi
pribadi tersebut akan dapat mempengaruhi penilaian terhadap mutu layanan kesehatan
yang diselenggarakan.

Layanan kesehatan merupakan komoditi unik


Berbeda dengan konsumen yang akan membeli buah atau sepatu, pasien tidak dapat
menentukan jenis pilihan layanan kesehatan yang akan dibelinya, atau dengan perkataan
lain pasien tidak mengatahui layanan kesehatan apa yang akan dibutuhkannya. Penentuan
kebutuhan pasien dilakukan oleh orang lain, yaitu profesi layanan kesehatan, bukan oleh
pasien sendiri.
Bertitik tolak dari pengertian tersebut, dalam menentukan mutu layanan kesehatan, perlu
dilibatkan pendapat dari profesi layanan kesehatan untuk mengetahui kebutuhan
pasien/konsumen, disebut sebagai aspek teknis penyediaan layanan kesehatan. Kemudian
bagaimana pandangan pasien terhadap layanan kesehatan yang diterimanya untuk
memenuhi kebutuhannya, seperti yang ditentukan oleh profesi layanan kesehatan dan
sebagai akibat dari interaksi antara pemberi dan penerima layanan kesehatan, disebut
sebagai aspek kemanusiaan.
Layanan kesehatan yang bermutu harus mempunyai paling sedikit tiga unsur, yaitu:
1. Dimensi konsumen, apakah layanan kesehatan itu memenuhi kebutuhan dan
harapan pasien yang selanjutnya diukur berdasarkan kepuasan atau keluhan pasien.
2. Dimensi profesi, apakah layanan kesehatan memenuhi kebutuhan pasien seperti
yang ditentukan oleh profesi layanan kesehatan. Dimensi ini diukur dengan
meggunakan prosedur atau standar profesi yang diyakini akan memberikan hasil dan
kemudian hasil itu dapat diamati.
3. Dimensi manajemen atau dimensi proses, bagaimana proses layanan kesehatan
menggunakan sumber daya yang paling efisien dalam memenuhi kebutuhan dan
harapan/keinginanpasien.

8 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Layanan kesehatan yang bermutu sering dipersepsikan sebai suatu layanan kesehatan yang
dapat memberi apa saja yang kita inginkan atau dapat juga disebut sebagai kepuasan
pasien/konsumen semata-mata. Namun pengertian yang lebih tepat untuk layanan
kesehatan yang bermutu adalah suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini
ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh
pasien/konsumen ataupun masyarakat seta terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Telah diketahui bahwa mutu suatu barang atau jasa itu bersifat multidimensi, demikian pula
dengan mutu layanan kesehatan. Dimensi mutu layanan kesehatan antara lain:
1. Dimensi kompetensi teknis
2. Dimensi akses atau keterjangkauan
3. Dimensi efektifitas
4. Dimensi efisiensi
5. Dimensi kesinambungan
6. Dimensi keamanan
7. Dimensi kenyamanan
8. Dimensi informasi
9. Dimensi ketepatan waktu
10. Dimensi hubungan antarmanusia

Dimensi kompetensi teknis


Dimensi kompetensi tekis menyangkut ketrampilan, kemampuan dan penampilan atau
kinerja pemberi layanan kesehatan. Dimensi kompetensi teknis berhubungan dengan
bagaimana pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah
disepakati yang meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi. Tidak
dipenuhinya kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari
penyimpangan kecil terhadap standar layanan kesehatan, sampai kepada kesalahan fatal
yang dapat menurunkan mutu layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.

Dimensi akses terhadap layanan kesehatan


Layanan kesehatan harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan
geografis, social, ekonomi, organisasi dan bahasa. Akses geografi diukur dengan jarak, lama
perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/atau hambatan fisik lain yang dapat
menghalangi seseorang untuk mendapat layanan kesehatan. Akses ekonomi berkaitan
dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Aspek social atau budaya
berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara social atau
nilai budaya, kepercayaan atau perilaku. Akses organisasi adalah sejauh mana layanan
kesehatan itu diatur agar memberi kemudahan/kemnyamanan kepada pasien/konsumen.
Akses Bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialek yang
dapat dipahami oleh pasien.

9 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Dimensi efektifitas layanan kesehatan
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan
yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan/atau meluasnya
penyakit yang ada. Efektifitas bergantung pada bagaimana layanan kesehatan itu digunakan
dengan tepat, konsisten dan sesuai dengan situasi setempat. Dimensi efektifitas sangat
berkaitan dengan dimensi kompetensi teknis, terutama pada pemilihan alternative dalam
menghadapi relative risk dan ketrampilan mengikuti prosedur standar layanan kesehatan.

Dimensi efisiensi layanan kesehatan


Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Karena itu efisiensi sangat penting dalam layanan
kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien/konsumen.
Layanan kesehatan yang tidak memenuhi standar layanan kesehatan umumnya berbiaya
mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama dan menimbulkan risiko yang
lebih besar kepada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektifitas, kita dapat
memilih intervensi yang paling efisien.

Dimensi kesinambungan layanan kesehatan


Kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai
kebutuhannya, termasuk rujukan bila diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan
terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu punya akses ke layanan kesehatan yang
dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat dan
terkini, maka layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana tepat
waktu dan tepat tempat.

Dimensi keamanan
Layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat
sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek
samp[ing, atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh layanankesehatan itu sendiri

Dimensi kenyamanan
Kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan efektifitas layanan kesehatan, tetapi
mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang
berobat kembali ke tempat tersebut. Jika biaya layanan kesehatan menjadi persoalan,
kenikmatan akan mempengaruhi pasien untuk membayar biaya layanan kesehatan.
Kenyamanan juga terkait dengan penampilan fisik layanan kesehatan, pemberi pelayanan,
peralatan medis dan nonmedis. Tersedianya AC/TV/majalah/ music/kebersihan di ruang
tunggu dapat menimbulkan kenikmatan tersendirisehingga waktu tunggu tidak menjadi hal
yang membosankan. Tersedianya gorden penyekat dalam kamar periksa akan memberikan
kenyamanan terutama pasien wanita.

Dimensi informasi

10 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang
apa, siapa, kapan, dimana dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah
dilaksanakan.

Dimensi ketepatan waktu


Agar berhasil, layanan kesehatan harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh
pemberi layanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat yang tepatserta dengan
biaya yang efisien (tepat).

Dimensi hubungan antarmanusia


Hubungan antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layana kesehatan (provider)
dengan pasien/konsumen, antarsesama pemberi layanan eksehatan, hubungan atasan
bawahan, dinas kesehatan, rumah sakit, Puskesmas, Pemda, LSM, masuarakat, dll.
Hubungan antarmanusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan
cara saling menghargai, saling menghormati, responsive, memberi perhatian, dll.
Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga penting. Penyuluhan
kesehatan yang baik bersumber dari komunikasi yang baik. Dimensi hubungan antarmanusia
yang kurang baik dapat mengurangi kadar dimensi efektifitas dan dimensi kompetensi teknis
layanan kesehatan yang diselenggarakan. Pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung
akan mengabaikan nasihat dan tidak akan mau melakukan kunjungan ulang.
Dimensi mutu layanan kesehatan merupakan suatui kerangka piker yang dapat digunakan
dalam menganalisis masalah mutu layanan kesehatan yang sedang dihadapi dan kemudian
mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika terjadi ketidakpuasan
pasien, analisis dilakukan terhadap setiap dimensi mutu layanan kesehatan tersebut di atas.
Setelah diketahui dimensi mana yang belum/tidak terpenuhi, solusi yang tepat akan dapat
ditentukan, kemudian dilakukan analisis terhadap standar layanan kesehatan yang
digunakan.

Mengapa jaminan mutu layanan kesehatan penting?


Alasannya adalah:
1. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjamin bahwa
organisasi layanan kesehatan akan selalu menghasilkan layanan kesehatan yang
bermutu, artinya layanan kesehatan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan
pasien serta mampu dibayar pasien.
2. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menjadikan
organisasi layanan kesehatan semakin efisien karena semua orang yang bekerja
dalam organisasi itu akan selalu bekerja menjadi lebih baik dalam suatu system yang
terus-menerus diperbaiki.
3. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan membuat organisasi
layanan kesehatan menjadi terhormat, terkenal, dan selalu dicari oleh siapapun yang

11 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


membutuhkan layanan kesehatan yang bermutu serta menjadi tempat kerja idaman
bagi profesi layanan kesehatan yang kompeten dan berperilaku terhormat.
4. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan terutama akan
memperhatikan keluaran (outcome) layanan kesehatan sehingga setiap pelaksanaan
tugas harus dilaksanakan dengan benar agar layanan kesehatan benar-benar
bermanfaat bagi pasien.
5. Penerapan pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan akan menumbuhkan
kepuasan kerja, komitmen dan peningkatan moral profesi layanan kesehatan serta
akhirnya akan menimbukan kepuasan pasien.

Para pihak yang berkepentingan dengan mutu


Pasien adalah konsumen akhir dari layanan kesehatan dan layanan kesehatan bermutu yang
diberikan kepada pasien adalah hasil kerjasama semua petugas kesehatan yang terkait
(nakes dan non nakes) yang tyerdapat dalam organisasi layanan kesehatan. Layanan
kesehatan yang bermutu tidak mungkin merupakan hasil kerja seorang petugas kesehatan
saja.
Harus diingat bahwa masing-masing petugas kesehatanitu akan menjadi konsumen petugas
kesehatan yang lain. Contoh, ketika perawat sedang membersihkan luka, perawat itu
menggunakan bahan dan peralatan yang berasal dari instalasi sterilisasi sentral serta obat
yang berasal dari farmasi, artinya perawat itu merupakan konsumen instalasi sterilisasi
sentral dan instalasi farmasi.
Dengan demikian, mutu instalasi sterilisasi sentral dan mutu instalasi farmasi akan
mempengaruhi mutu layanan kesehatan yanhg akan diterima oleh pasien yang lukanya
sedang dibersihkan dan diobati oleh perawat. Pasien akan berisiko infeksi jika peralatan dan
bahan yang digunakan tidak steril serta obat yang diberikan kadaluwarsa.

Konsumen layanan kesehatan


Umumnya kita mengatakan bahwa pasien merupakan konsumen/pelanggan layanan
kesehatan, namun pasien dalam hal ini adalah salah satu jenis pelanggan. Sebenarnya,
pelanggan layanan kesehatan adalah semua orang yang sehari-hari melakukan kontak
dengan layanan kesehatan.
Berdasarkan pengertian tersebut, dikenal dua macam pelanggan, yaitu pelanggan internal
dan pelanggan eksternal.
Pelanggan internal adalah semua orang yang bekerja dalam organisasi layanan kesehatan,
pelanggan ini sangat penting karena harus dapat bekerjasama dalam menghasilkan layanan
kesehatn yang bermutu. Jka sebagian organisasi tidak bekerja dengan baik, dampaknya akan
menganai seluruh matarantai layanan ksehatan dan akhirnya pasien sebagai pelanggan
eksternal akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang kurang atau tidak bermutu.

Pelanggan eksternal adalah orang yang berada di luar organisasi layanan kesehatan yang
memperoleh layanan kesehatan yang dihasilkan oleh organisasi layana kesehatan.

12 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Pelanggan eksternal ini meliputi pasien, keluarganya, dokter luar yang berpraktik, dokter
tamu, pemasok/kontraktor dan pekerja sukarela.

Kunci keberhasilan suatu organisasi, termasuk organisasi layana kesehatan, adalah


mengetahui apa yang dibutuhkan dan/atau diinginkan oleh pelanggan dan berusaha
memenuhinya. Pola piker demikian baru terjadi sejak kira-kita tahun 2000 an. Sebelumnya,
organisasi layanan kesehtan hanya bersifat pasif, bukan proaktif, karena orang yang sakit
pasti akan membutuhkan layanan kesehatan. Sekarang pelanggan semakin mengerti
system layanan kesehatan dan menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi, dalam hal ini,
mutu layanan kesehatan yang lebih baik.

C. BIAYA MUTU
Biaya merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi termasuk organisasi layanan
kesehatan. Umumnya biaya ditetapkan dan dicacat pada setiap satuan kerja, misalnya biaya
kategori tindakan, pemeliharaan bangunan, administrasi, loundri, obat, makanan dll. Biaya
yang berhubungan dengan mutu layanan kesehatan sering tersebar atau tersembunyi di
antara biaya-biaya tersebut. Karena itu penting untuk mengenali dan menyatukan biaya-
biaya tersebut agar dapat mengetahui di bagian mana peningkatan mutu layanan
kesehatan dapat dilaksanakan.

Biaya sering dinyatakan dalam bentuk moneter, seperti jumlah, harga dan onkos. Namun,
biaya dapat juga dinyatakan dalam bentuk nonmoneter, seperti keluhan, penderitaan,
pengorbanan, kesusahan, kekhawatiran, rasa sakit, dll. Dalam layanan kesehatan, biaya
moneter dan biaya nonmoneter, keduanya sebagai biaya penting yang akan ditanggung oleh
pasien. Dengan mengetahui biaya nonmoneter, dapat dibentuk suatu kerangka piker yang
memugkinkan untuk mengidentifikasi bahwa baik biaya moneter maupun biaya
nonmoneter memang berkaitan dengan mutu.
Dalam lingkungan industry dapat dibedakan dua macam biaya mutu, yaitu:
1. Biaya yang ditimbulkan oleh barang/jasa yang rendah mutunya
2. Biaya yang diperlukan untuk memantau mutu dan memproduksi atau menghasilkan
barang/jasa yang bermutu.
Dengan cara yang sama, yaitu dengan membedakan kedua jenis biaya mutu tersebut, maka
dalam lingkungan layanan kesehatan akan dapat diidentifikasi berbagai jenis biaya mutu.

Biaya layanan kesehatan bermutu rendah


Biaya layanan kesehatan yang rendah mutunya pasti mahal dan tidak efisien. Pemborosan
biaya layanan kesehatan yang kurang bermutu tersebut antara lain disebabkan oleh biaya
kegagalan dan biaya penggunaan/pemanfaatan.
1. Biaya kegagalan.

13 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Biaya kegagalan adalah biaya yang timbul sebagai akibat tidak dapat dilaksanakannya
tindakan yang tepat, pada waktu yang tepat, dan pada tempat yang tepat. Ke dalam
biaya ini dapat pula ditambahkan dengan variable tepat cara dan tepat personel.
Biaya kegagalan tersebut berhubungan dengan:
- Tidak dipatuhinya standar layanan kesehatan yang disepakati
- Penyusunan standar layanan kesehatan tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
- Standar layanan kesehatan yang disusun masih memungkinkan pasien mendapat
layanan kesehatan yang tidak sesuai dari profesi layanan kesehatan lain.
- Kondisi pasien yang seharusnya mampu mendeteksi tahap yang lebih dini dari
tingkat perkembangan penyakit, yaitu pada saat biaya pengobatan dan/atau biaya
perawatan pasien lebih murah
- Penggunaan bahan, obat atau peralatan yang kurang tepat sehingga lama waktu
perawatan menjadi berlarut-larut.
- Kesalahan komunikasi antar anggota tim layanan kesehatan akan menambah biaya
kepada pasien, yaitu biaya untuk meralat kesalahan tindakan atau ketidaknyamanan
pasien
- Layanan kesehatan yang tidak tepat atau tidak kompeten cenderung menimbulkan
penambahan biaya
2. Biaya penggunaan atau pemanfaatan
Biaya pemanfaatan ditimbulkan oleh penggunaan sumber daya yang tidak efisien dan
efektif, antara lain disebabkan oleh:
- penggunaan ketrampilan yang tidak tepat, seperti personil tidak diberi tugas secara
taat asas sesuai dengan kemampuan , pelatihan dan/atau pengalamannya
- tidak/kurang digunakannya personel dan peralatan sehingga tingkat mutu layanan
kesehatan tidak mungkin tercapai
- penggunaan obat dan bahan yang berlebihan sehingga biaya layanan kesehatan
meningkat
- penggunaan personel yang berlebihan, seperti adanya konsultasi, pemeriksaan atau
pengobatan yang tidak perlu, akan menimbulkan biaya yang tidak perlu dan
selanjutnya menyebabkan waktu tunggu pasien lain menjadi lebih lama
- penggunaan peralatan yang berlebihan sehingga pemeliharaan dan/atau kalibrasi
peralatan menjadi terhambat, dan akhirnya menyebabkan semakin mahalnya biaya
layanan kesehatan
3. Biaya sistem mutu
Dengan diterapkannya jaminan mutu layanan kesehatan, akan terdapat penambahan
biaya organisasi sebagi berikut:
- Biaya pengukuran mutu
Biaya pengukuran mutu terjadi karena diadakannya suatu sistem pemantauan mutu
untk mengukur mjutu layanan kesehatan.
- Biaya pencegahan

14 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Biaya pencegahan timbul karena kegiatan untuk mencegah terjadinya kegagalan
dan/atau membuat biaya kegagalan dan pengukuran mutu menjadi seminimal
mungkin. Kegiatan pencegahan ini meliputi:
- Pembangunan sistem mutu
- Penyusunan standar layanan kesehatan
- Pelatihan mutu
- Jaminan mutu layanan kesehatan
- Pelatihan personel yang berkesinambungan
- Secara teoritis, biaya yang timbul sebagai akibat diterapkannya jaminan mutu
layanan kesehatanseharusnya akan banyak berkurang oleh penghematan yang
terjadi sebagai akibat peningkatan efisiensi, efektifiotas, dan timbulnya kepuasan
pasien seta kepuasan kerja petugas kesehatan, sebagai pelanggan internal layanan
kesehatan.

D. PENGUKURAN MUTU
Mutu merupakan suatu konsep yang multidimensi dan dinamis. Mutu layanan kesehatan
merupakan kepentingan banyak pihak sehingga untuk menilai atau mengukur mutu layanan
kesehatan diperlukan suatu standar layanan kesehatan yang telah disepakati.

Keberhasilan atau kegagalan dari prakarsa peningkatan mutu layanan kesehatan jelas akan
dipengaruhi oleh sistem mutu atau budaya mutu tempat layanan kesehatan itu
diselenggarakan. Keadaan yang sebaliknya dapat terjadi, suatu prakarsa mutu layanan
kesehatan yang berhasil mungkin akan menjadi pendorong perubahan yang sebelumnya
tidak mendukung organisasi layanan kesehatan.

Pengalaman dari beberapa negara industri menunjukkan bahwa persoalan budaya mutu
dapat diatasi dengan cara memperkenalkan pendekatan manajemen mutu terpatu (total
quality management, TQM). Pendekatan manajemen mutu terpadu itu didasarkan pada
suatu keyakinan bahwa mutu adalah apa yag dikatakan oleh konsumen. Oleh sebab itu
upaya peningkatan mutu layanan harus terintegrasi ke dalam organisasi layanan kesehatan.
Asas TQM adalah siapa yang menjadi konsumen internal dan siapa yang menjadi konsumen
eksternal layanan kesehatan harus dapat diidentifikasi, demikian pula kebutuhan mereka
yang harus ditetapkan dengan jelas.

Pengukuran mutu dimulai dengan pembentukan kelompok/Tim jaminan mutu layanan


kesehatan. Tim ini bertugas menyusun standar layanan kesehatan, memilih teknik
pengukuran mutu yang tepat untuk mengevaluasi tingkat mutu layanan kesehatan yang
telah terjadi dan membandingkan kenyataan apa terterjadi terhadap standar layanan
kesehatan yang telah disepakati.
Pengukuran mutu tidak bermanfaat jika tidak dilakukan tindak lanjut. Penggunaan
informasi mengenai kesenjangan antara standar layanan kesehatan dengan kenyataan

15 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


layanan kesehatan yang ada untuk tindak lanjut disebut sebagai suatu kegiatan peningkatan
mutu layanan kesehatan

Langkah-langkah pengukuran mutu sebagai berikut:


 Pembentukan Tim jaminan mutu layanan kesehatan
 Penyusunan standar layanan kesehatan
 Pemilihan teknik pengukuran mutu
 Pengukuran mutu layanan kesehatan dengan cara membandingkan standar layanan
kesehatan dengan kenyataan yang tercapai.

Pembentukan Tim jaminan mutu layanan kesehatan


Kelompok/Tim jaminan mutu layanan kesehatan merupakan sekelompok orang yang secara
berkala melakukan rapat untuk membahas kegiatan jaminan mutu layanan kesehatan.

Besar kelompok
Besar kelompok tergantung pada luas dan lingkup masalah mutu layanan kesehatan yang
akan ditangani. Jika masalah mutu layanan kesehatan yang akan ditangani mencakup suatu
satuan kerja, kelompok yang dibentuk akan sedikit besar yang selanjutnya dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil untuk menangani masalah yang lebih khusus. Pengalaman
menunjukkan bahwa suatu kelompok dengan tujuh anggota dianggap sudah cukup
memadai. Tugas utamanya adalah membahas pemecahan masalah mjutu layanan kesehatn.
Jka hanya membahas mutu yang lingkupnya sempit, barangkali 3-4 orang anggota kelompok
sudah cukup.

Keanggotaan kelompok
Dalam mengisi keanggotaan kelompok jaminan mutu layanan kesehatan yang harus menjadi
pertimbangan antara lain :
 Memiliki informasi tentang masalah
 Mudah bekerja sama
 Pengetahuan
 Ketrampilan.
 Mempunyai akses sumber daya
 Wakil masyarakat
 Kedudukan/jabatan

Keefektifan kelompok
Setiap orang yang bekerja dalam lingkungan layanan kesehatan pasti pernah bekerja dalam
kelompok dan pengalaman menunjukkan bahwa tidak semua kelompok kerja itu dapat
berhasil . kelompok kerja yang berhasil mempunyai ciri sebagai berikut:
 Bertemu secarea teratur
 Pertemuan dapat dilakukan secara resmi atau tidak resmi
16 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika
 Pertemuan tidak terlalu formal, dan serius
 Memiliki sikap dan nilai yang sama
 Menyetujui tujuan kelompok
 Membuat kesepakatan pembagian pekerjaan, peran, dan tugas secara implisit dan
kadang-kadang secara eksplisit
 Mempunyai ketrampilan diskusi yang memadai
 Bekerja sukarela
 Mempunyai seseorang yang memimpin diskusi

Pertemuan atau rapat kelompok


Pelaksanaan pertemuan perlu memperhatikan butir-butir berikut:
 Sebaiknya tidak lebih dari 90 menit tiap rapat
 Agenda rapat disiapkan lebih dahulu
 Frekuensi rapat disetujui bersama
 Setiap anggota harus diundang
 Tempat rapat sebaiknya tidak terlalu dekat dengan tempat kerja, agar bebas dari
gangguan.
 Hasil rapat dikirimkan kepada semua anggota kelompok dan yang bukan anggota
kelompok,
 Administrator kesehatan dan/atau organisasi profesi bisa diminta bantuannya
menjadi fasilitator

Penentuan standar layanan kesehatan


Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menyusun standar layanan kesehatan. Salah satu
cara seperti yang dianjurkan WHO sebagai berikut:
1. Penetapan fungsi/sistem/topik
Misalnya unit rawat jalan, laboratorium, keuangan dll
2. Penetapan prioritas tinggi, volume tinggi dan sering menimbulkan masalah
Ditetapkan melalui penyaringan 2 tahap.
 Tahap pertama menentukan unit layanan yang
o Bervolume tinggi: menyangkut banyak orang
o Berisiko tinggi: risiko pasien tinggi kaena sifat penyakit atau proses
penatalaksanaannya
o Mudah menimbulkan masalah: pernah menimbulkan masalah, terhadap
pasien atau terhadap organisasi kesehatan pada waktu yang lalu
o Pemberian kriteria tambahan. Dilakukan bila daftar unit terlalu panjang,
perlu diperpendek dengan memberikan kriteria tambahan, misalnya:
mudah dilaksanakan, kepentingan, dampak, biaya, dll
 Tahap kedua, pemilihan sub unit/subsistem/subfungsi
Misalnya layanan penunjnag medis, sub unitnya adalah laboratorium, farmasi dll

17 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


3. Penusunan standar layanan kesehatan untuk subunit/subfungsi, langkah-langkahnya
sebagai berikut:
 Menentukan kelompok pasien.
o Siapa yang akan menjadi kelompok pasien? Misalnya seluruh pasien
UGD/HD/ICU dll
o Kadang diperlukan standar layanan kesehatan tambahan
 Menentukan indikator/kriteria
o indikator/kriteria akan menentukan dengan jelas dan tepat tingkat
kinerja yang harus dicapai layanan kesehatan agar standar layanan
kesehatan dapat dipenuhi.
Beberapa pertanyaan perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan oelh Tim jaminan mutu
layanan kesehatan dalam memutuskan unit/subunit yang dipilih, sebagai berikut:
o apakah unit/subunit yang dipilih berada dalam tanggung jawab ketua atau anggota
Tim?
o Apakah manajemen menyetujui pemilihan unit/subunit tersebut?
o Apakah dengan menggunakan waktu dan upaya yang layak, upaya perbaikan
unit/subunit tersebut akan menuju terjadinya peningkatan mutu layanan kesehatan?
Jika jawabannya tidak, maka Tim jaminan mutu layanan kesehatan harus memilih topik yang
lain.

Teknik pengukuran mutu


Setelah penyusunan standar layanan kesehatan dan kriteria selesai, selanjutnya adalah
pembahasan bagaimana cara pemantauannya. Mutu layanan kesehatan dapat didiukur
melalui tiga cara:
1. Pengukuran mutu prospektif
Yaitu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan sebelum layanan
kesehatan diselenggarakan. Pengukuran ditujukan terhadap struktur atau masukan
layanan kesehatan dengan asumsi bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber
daya tertentu agar dapat menghasilkan layanan kesehatan yang bermutu, misalnya:
o Pendidikan profesi kesehatan, ditujukan agar menghasilkan profesi layanan
kesehatan yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang dapat
mendukung layana nkesehatan yang bermutu
o Perijinan, merupakan salah satu mekanisme untuk menjamin mutu layana
kesehatan. Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktek (SIP) doker
merupakan suatu pengakuan bahwa seorang dokter telah memenuhi syarat
untuk melakukan profesi dokter. Demikian pula dengan profesi kesehatn lain,
harus mempunyai izin sesuai dengan profesinya. Rumah sakit harus punya surat
ijin operasional setelah memenuhi persyaratan tertentu.
o Standarisasi. Dengan menerapkan standarisasi, seperti standarisasi peralatan,
tenaga, gedung, sistem organisasi, anggaran, dll, setiap fasilitas layanan
kesehatan yang memiliki standar yang sama dapat menyelenggarakan layanan

18 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


kesehatan yang sama mutunya. Standarisasi dapat digunakan untuk
mengelompokkan RS menjadi RS tipe A, B, c dan D.
o Sertifikasi, adalah langkah selanjutnya setelah perijinan, contohnya pengakuan
sebagai dokter spesialis
o Akreditasi, adalah pengakuan bahwa institusi layanan kesehatan telah memenuhi
beberapa standar layanan kesehatan tertentu
Pengukuran mutu retrospektif berfokus pada penilaian sumberdaya, bukan pada
kinerja penyelenggaraan layana kesehatan. Inilah salah satu kekuranga pengukuran
mutu dengan cara retrospektif.
2. Pengukuran mutu retrospektif
Adalah suatu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan setelah
penyelenggaraan layanan kesehatan dilaksanakan, biasanya merupakan gabungan dari
beberapa kegiatan sebagai berikut:
o Penilaian rekam medik. Pemeriksaan dan penilaian berkas rekam medik atau
catatan laindisebut audit. Pemeriksaan ini sangat berguna sebagai kegiatan awal
Tim jaminan mutu layana kesehatan. Karena penilaian berdasarkan pada catatan,
berkas rekam medik harus dapat dipercaya dan akurat. Berkas yang tidak lengkap
dan akura akan menghasilkan pengukuran yang tidak akurat pula.
Kadang cacatan yang baik tidak berkaitan dengan standar layanan kesehatan
yang diberikan. Layanan kesehatan justru menjadi buruk karena terlalu banyak
waktu yang digunakan oleh petugas kesehatan untuk membuat pencacatan yang
lengkap.
o Wawancara, dilakukan dengan pasien, keluarga/teman, petugas kesehatan.
Bergantung pada kriteria yang akan dinilai, wawancara dapat terstruktur atau
tidak terstruktur. Apabila wawancara tidak terstruktur atau gabungan, maka
pewawancara akan berperan lebih besar karena pewawancara apa yang ingin
diketahui.
Keuntungan wawancara:
- Pertanyaan akan lebih jelas dan dimengerti sehingga jawabannya pun jelas
- Pasien merasa terlibat dalam layanan kesehatan
- Pasien mempunyai kesempatan untuk melontarkan persoalan yang
terlupakan dalam menyusun wawancara
- Dalam wawancara yang tidak terstruktur, pewawancara dapat melakukan
penelitian yang mendalam terhadap sikap dan pendapat pasien dan dapat
menanggapi apa yang tersirat (bukan yang dikatakan pasien)
Kekurangan wawancara:
- Pasien merasa sulit memberikan tanggapan negative
- Membutuhkan waktu sehingga berbiaya mahal
- Pewawancara secara tidak sadar dapat dipengaruhi oleh jawaban yang
diberikan pasien
o Pembuatan kuesioner

19 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Kuesioner dibagikan kepada pasien pasien, keluarga/teman, petugas kesehatan.
Seperti halnya pada wawancara, kuesioner dapat terstruktur (tertutup) atau
tidak terstruktur (terbuka). Kuesioner meriupakan satu teknik yang sering
digunakan dalam jaminan layanan kesehatan. Sayangnya, kuesioner tidak selalu
sesuai dengan keadaan atau kelompok pasien. juga, banyak pertanyaan yang bias
dan salah arah. Karena itu, kuesioner harus diuji cobakan sebelum digunakan
secara luas.
Keuntungan:
- Mudah disebarluaskan kepada kelompok sasaran dari tempat yang jauh
- Hemat waktu dan biaya
- Setiap penerima kuesioner mendapat pertanyaan yang sama
- Bias pewawancara dapat dikurangi
- Karena tanpa nama, responden mungkin akan lebih jujur dalam menjawab
pertanyaan
Kekurangan:
- Jika pertanyaan tidak jelas, jawaban yang diberikan mungkin menjadi tidak
akurat
- Corak atau gaya pertanyaan dan kata yang ada dalam kuesioner dapat
mengarahkan jawaban resppnden
- Tingkat pengembalian kuesioner biasanya rendah
- Jawaban kuesioner yang diberikan oleh responden yang dimaksud tidak
lengkap, tapi dapat dilengkapi oleh responden lain yang mungkin
pandangannya berbeda
o Penyelengaraan pertemuan
Pertemuan diadakan antara pasien dengan petugas kesehatan terkait.
Pertemuan dan diskusi yang dilakukan antar profesi dapat pula dihadiri oleh
pasien, keluarga dll, karena diskusi akan menghasilkan suatu informasi yang
bermanfaat terhadap pencapaian kriteria. Pertemua untuk membahas mutu
layanan kesehatan berbeda dengan pertemuan untuk pembahasan kasus atau
konferensi kasus.
Keuntungan:
- Melibatkan semua orang yang relevan
- Memeriksa semua aspek kriteria dengan luwes, tidak seperti hal pada
pertanyaan terstruktur dan wawancara
Kekurangan:
- Memerlukan waktu lama
- Harus menggabungkan semua pendapat orang terkait
- Kesulitan dalam menyimpulkan hasil diskusi
- Terjadi bias sebagai akibat hubungan antar manusiadan adanya perbedaan
status dalam kelompok
- Timbul bias sebagai akibat kurangnya objektivitas tentang pelaksanaan.

20 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


3. Pengukuran mutu konkuren
Yaitu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang dilakukan selama layanan
kesehatan dilaksanakan. Pegukuran ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan
kadang-kadang perlu dilengkapi dengan peninjauann pada rekam medik, wawancara
dengan pasien/keluaga/petugas kesehatan, dan mengadakan pertemuan dengan
pasien/keluarga/petugas kesehatan.
Pengamatan langsung dapat menghindarkan berbagai kesulitan yang berhubungan
dengan rekonstruksi kejadian hasil pemeriksaan pencacatan restrospektif dan dari
jawaban terhadap wawancara atau kuesioner. Pengamatan langsung mungkin
merupakan satu-satunya cara untuk melihat rincian penyelenggaaan layanan kesehatan.
Siapa yang menjadi pengamat memang sangat penting. Pengamatan langsung terhadap
aspek layanan kesehatan yang sangat teknis hampir tidak mungkin dilakukan oleh orang
yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang aspek layanan kesehatan
tersebut. Sebaliknya seorang peserta biasa dalam tim layanan kesehatan yang sangat
spesifik , mungkin tidak mampu melihat penyimpangan hal-hal yang sangat penting.
Persyaratan pengamat:
- Harus mengerti apa yang akan diamati
- Harus low profile, tidak sok pintar
- Mempunyai latar belakang yang berhubungan dengan apa yang sedang diamati
- Harus dapat bersikap objektif.
Beberapa pendekatan jaminan mutu layana kesehatan telah mencoba memecahkan
persoalan tersebut dengan melakukan pengamatan peer review atau ulas balik
kesejawatan. Artinya setiap petugas kesehatan akan menjadi pengamat pada tempat
lain sedang pada tepatnya sendiri petugas kesehatan itu akan diamati oleh sejawatnya
dari tempat lain.dengan demikian akan terjadi alih pengalaman dan hasil pencacatannya
pasti lebih akurat.
Kesulitan dalam pengamatan langsung adalah berubahnya perilaku orang yang sedang
diamati. Dalam kerangka jaminan mutu layanan kesehatan, petugas kesehatan yang
sedang diamati diminta agar berperilaku terbaik. Kesulitan lain dalam melakukan
pengamatan langsung ialah penentuan apa dan kapan melakukan pencacatan. Jika
pencacatan dilakukan untuk suatu kejadian, sedang kejadian lain segera terjadi,
pencacatan dapat menjadi tidak lengkap. Kesulitan ini dapat dipecahkan dengan
membuat dan menentukan kriteria sehingga pengamat dapat mengamati kejadian
khusus tersebut.
Apabila kriteria tepat, kriteria dapat dinyatakan dengan cara lain dalam pertanyaan
sehingga dapat dijawab dengan “Ya”, “Tidak”, atau “Tidak berlaku”. Akan sangat bergina
bila kriteria berisi berapa kali pengamatan itu akan dilakukan. Daftar tilik atau checklist
merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk memudahkan pengamatan
selama proses layanan kesehatan dilakukan.
Keuntungan pengamatan langsung:
- Lebih cepat

21 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


- Bias restrospektif berkurang
Kekurangan:
- Terjadi perilaku pura-pura atau kepalsuan
- Terjadi bias pengamat karena ketidaktahuan
- Perlu keputusan berapa kali pengamatan harus dilakukan
- Pencacatan kurang akurat.

Penentuan sampel
Semua teknik pengukuran memerlukan sampel pengamatan. Berapa responden yang harus
diwawancarai? Berapa tenaga kesehatan yang harus diamati? Berapa pencacatan yang
harus dinilai? Penentuan besarnya sampel bias dihitung berdasarkan rumus statistik,
khususnya statistic kesehatan dan kedokteran, namun hal-hal berikut perlu mendapat
perhatian:
 Sampel yang terpilih harus bebas bias sehingga sampel sama atau hampir sama
dengan populasinya
 Sampel hatrus menghasilkan ukuran dalam jumlah yang dapat dikerjakan oleh Tim.
Tidak perlu membuat banyak kuesioner yang panjang sehingga memerlukan banyak
waktu untuk menganalisisnya. Sampel yang besar memang menjamin terwakilinya
semua populasi, tetapi untuk memudahkan cukup digunakan sampel yang kecil. Tim
jaminan mutu layanan kesehatan harus menengtukanbesarnya sampel agar kedua
keinginan tersebut terakomodasi. Tim jaminan mutu layanan kesehatan sebaiknya
berkonsultasi seorang yang pakar dalam hal ini.

Teknik pengukuran mutu atau penilaian standar


Salah satu cara untuk memudahkan kegiatan pengukuran mutu layanan kesehatan ialah
dengan menggunakan teknik pengukuran mutu yang telah terbukti keberhasilannya,
diantaranya sebagai berikut:
1. Sistem pemantauan
Sistem pemantauan banyak digunakan dalam layanan keperawatan. Pemantauan terkait
dengan kriteria proses sehingga terfokus terutama pada tahap proses keperawatan
2. Problem oriented medical record
Dengan makin berkembangnya jaminan mutu layanan kesehatan, problem oriented
medical record (POMR) semakin banak digunakan agar dapat memantau standar layanan
kesehatan dalam semua bidang intervensi klinik. Amerika dan Australia telah
menggunakan suatu sistem pencacatan yang mirip POMR untuk tujuan akreditasi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa upaya penetapan indicator layanan kesehatan jauh
lebih mudah, tetapi pemilihan teknik pengukuran yang benar-benar cocok terhadap standar
layanan kesehatan yang telah disusun oleh Tim jaminan mutu layanan kesehatan ternyata
merupakan tugas yang sulit. Jika teknik pengukuran dimodifikasi agar dapat memenuhi
kebutuhan situasi tertentu atau kelompok pasien tertentu, ada kemungkina hasil
pengukurannya tidak dapat dibandingkan terhadap hasil pengukuran yang menggunakan

22 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


tek ik yang sama. Ini adalah suatu hambatan karena teknik pengukuran tersebut tidak
diciptakan oleh mereka yang akan menggunakannya.

Langkah-langkah pengukuran mutu:


1. Menentukan waktu pengukuran
Penilaian standar layanan kesehatan secara cermat membutuhkan banyak waktu. Tim
jaminan mutu layanan kesehatan harus dapat menentukan waktu pengukuran dan
penilaian setiap standar layanan kesehatan dan aspek apa yang akan dinilai sewaktu
penilaian dilakukan. Penentuan tanggal pengukuran dapat didasarkan pada rencana
yang telah dibuat, menunggu saat ada masalah atau dilakukan secara acak. Cara
manapun yang dipilih tidak masalah, yang penting setiap adalah setiap standar layanan
kesehatan akan dinilai paling tidak sekali dalam setahun.
2. Menentukan siapa melakukan pengukuran
Umumnya Tim yang menyusun standar layanan kesehatan juga yang akan melakukan
pengukuran atau penulaian, namun dapat juga dilakukan oleh:
 Penulis standar
 Manajemen layanan kesehatan
 Kelompok sejawat (peer group)
 Konsultan jaminan mutu layanan kesehatan
 Panitia / komite audit
3. Membandingkan hasil pengukuran dengan standar layanan kesehatan
Berdasarkan informasi yangtelah dikumpulkan dan teknik pengukuran yang dipilih maka
kenyataan yang ada dibandingkan dengan standar layanan kesehatan yang telah
disepakati. Perbandingan standar layanan keshatan dengan kenyataan yang ada
dilakukan dengan menyusun informasi dalam suatu format tertentu.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk membandingkan hasil pengamatan dengan
standar layanan kesehatan, sebagai berikut:
 Standar mana yang akan diukur
 Kelompok pasien mana yang akan terlibat
 Berapa banyak sampel yang akan digunakan
 Tanggal berapa penilaian akan dilaksanakan
 Siapa yang pelakukan penilaian
 Jenis penilaian apa yang dilakukan (konkuren/retrospektif)
 Kriteria mana yang akan diukur (struktur/proses/keluaran)
 Bagaimana mengukur setiap indikator/kriteria (siapa dana apa yang akan
dipantau, siapa yang akan diwawancarai, teknik pengukuran apa yangakan
digunakan, pencacatan apa yang akan diamati atau diperiksa)

23 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


BAB II
PELAYANAN PRIMA

Sering sekali kita mendengar berbagai keluhan pelanggan ketika mereka merasa tidak
mendapat pelayanan secara maksimal. Sikap mereka ada yang menyampaikan keluhannya
secara langsung, namun lebih banyak yang memilih diam dan berencana untuk tidak
kembali mengunjungi usaha kita.

Jika melihat fenomena tersebut alasan mengapa para pelanggan kabur hanya karena
pelayanan yang kurang maksimal, atau biasa disebut juga pelayanan prima. Pelayanan prima
sendiri dapat diartikan sebagai pelayanan terbaik yang diberikan perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal.

Pelayanan prima berlaku bagi setiap institusi/organisasi atau perusahaan yang memiliki
pelanggan internal maupun eksternal. Oleh karena itu pelayanan prima ini mutlak harus
dipelajari dan diterapkan demi kemajuan perusahaan itu sendiri.

Kemampuan memberikan pelayanan prima adalah hal yang sudah tidak bisa ditawar-tawar
lagi saat ini. Hal ini mutlak harus dimiliki oleh seluruh karyawan yang bekerja di perusahaan.
Mulai dari tingkat paling rendah sampai ke tingkat tertinggi. Semua harus mampu
memberikan pelayanan prima. Karena pada dasarnya semua individu yang ada di kantor
atau perusahaan hakikatnya adalah seorang pelayan.

Memberikan pelayanan prima tidak cukup hanya dengan memberikan senyum, ramah, dan
cekatan saja. Namun pelayanan tersebut harus memenuhi pedoman dan standar pelayanan
yang telah ditentukan. Sikap ramah dan cekatan mungkin menjadi tidak wajib bila layanan
diberikan secara online. Itu artinya antara pelayanan dengan pelanggan tidak perlu saling
berhadapan. Anda boleh melayani dengan muka masam (karena tidak ketemu dengan
pelanggan), asalkan pelayanan Anda cepat, murah, dan berkualitas.

Agar pelayanan bisa cepat, murah dan berkualitas, selain dari sikap, perhatian, dan
tindakan, pelayanan prima, saat ini harus didukung dengan teknologi informasi yang bisa
diakses di mana saja dan kapan saja. Tanpa dukungan perangkat TI tersebut maka
sebenarnya kita masih jauh dari pembicaraan tentang pelayanan prima yang diinginkan saat
ini.

Beberapa contoh dari pelayanan prima berkat dukungan teknologi:


 PLN membuka layanan Call Center untuk pengaduan listrik nasabah yang sedang
bermasalah. Ataupun sebagai tempat untuk mengajukan pemasangan listrik untuk
pelanggan baru. Penggunaan Call Center juga diterapkan pada banyak perusahaan
lain.

24 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


 Dalam jasa keuangan, perbankan memberikan pelayanan prima dengan cara
membuka gerai ATM dan internet banking, sehingga pelanggan dapat melakukan
transaksi tanpa harus menuju Bank.
 Pelayanan prima di warung eceran dengan cara menyediakan berbagai barang
kebutuhan rumah tangga sehari-hari, dan bekerjasama dengan jasa kurir online

PENGERTIAN
Pelayanan adalah bentuk kegiatan memenuhi kebutuhan orang lain dengan mengharapkan
imbalan dari orang yang dilayani tersebut. Sedangkan Pelayanan Prima adalah bentuk
pelayanan terbaik sesuai dengan standar dan aturan-aturan pelayanan yang berlaku.

Pelayanan prima adalah pelayanan terbaik yang diberikan institusi/perusahaan untuk


memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan. Prioritas utama dalam pelayanan prima
adalah kepuasan pelanggan.

Definisi pelayanan prima tersebut mengandung tiga hal pokok, yaitu adanya pendekatan
sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya melayani dengan
tindakan yang terbaik, dan adanya tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan
beroreantasi pada standart layanan tertentu.

Beberapa pengertian lain dari pelayanan prima adalah sebagai berikut:


- Pelayanan prima adalah pelayanan tepat waktu, ramah, dan peduli terhadap
pelanggan
- Pelayanan prima merupakan pelayanan yang menempatkan pelanggan merasa
dipentingkan.
- Pelayanan prima juga merupakan pelayanan yang menjadikan pelanggan sebagai
patner.

Pelayanan prima adalah suatu pola layanan terbaik dalam manajemen modern yang
mengutamakan kepedulian terhadap pelanggan. Layanan prima di dalam dunia bisnis
disebut juga sebagai excellent service. Excellent service, customer service, dan customer
care pada dasarnya adalah sama, hanya berbeda pada konsep pendekatannya saja. Namun
yang paling penting dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, minimal harus ada
tiga hal pokok, yakni:
1. peduli pada pelanggan,
2. melayani dengan tindakan terbaik,
3. memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu.

Jadi, keberhasilan program pelayanan prima tergantung pada penyelarasan kemampuan,


sikap, penampilan, perhatian, tindakan, dan tanggungjawab dalam pelaksanaannya.

25 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Sederhananya, pelayanan prima (excellent service) adalah pelayanan yang memenuhi
standar kualitas yang sesuai dengan harapan dan kepuasan pelanggan. Sehingga dalam
pelayanan prima terdapat dua elemen penting yang saling berkaitan
yaitu pelayanan dan kualitas

Sebagai perbandingan, berikut adalah definisi layanan prima (excellent service) yang
diungkapkan oleh para pelaku usaha:
 Membuat pelanggan merasa penting
 Melayani dengan ramah, tepat, dan cepat
 Pelayanan yang mengutamakan kepuasan pelanggan
 Menempatkan pelanggan sebagai mitra
 Pelayanan optimal yang menghasilkan kepuasan pelanggan

PENTINGNYA PELAYANAN PRIMA

Pelayanan prima mempunyai peranan penting dalam bisnis baik dari sisi pelanggan internal
maupun pelanggan eksternal, karena sangat berpengaruh pada loyalitas pelanggan kepada
organisasi / perusahaan. Demikian juga jika pelayanan prima ini dilakukan oleh pihak non-
komersil atau pemerintah.

Pelayanan Prima Bagi Pelanggan Internal


Pelanggan internal adalah orang-orang yang terlibat dalam proses produksi barang atau jasa
yang ditawarkan perusahaan. Seperti semboyan para pelaku bisnis yang menyatakan: “Bila
pegawai tidak terpuaskan, Anda tidak akan mempunyai pelanggan yang terpuaskan.” Maka
dengan melaksanakan pelayanan prima di lingkungan internal, akan menunjang kelancaran
proses produksi barang atau pembentukan jasa. Keberhasilan pembudayaan pelayanan
prima di lingkungan internal, akan menjadi tonggak dasar dalam mewujudkan pelayanan
prima di lingkungan eksternal.

Pelayanan Prima Bagi Pelanggan Eksternal


Kebutuhan dan keinginan pelanggan merupakan peluang besar bagi perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan melalui penjualan barang / jasa yang ditawarkan. Memberikan

26 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


pelayanan prima kepada pelanggan eksternal diharapkan dapat meningkatkan loyalitas
kepada perusahaan.

Begitu juga dengan pelayanan prima di organisasi non-komersil dan instansi pemerintahan,
bagaimana mereka mengimplementasikan pola manajemen untuk memfasilitasi
kebersamaan, kerjasama, dan upaya-upaya lain yang bisa diwujudkan agar pengurus dan
pegawai dapat bekerja sesuai dengan tujuan organisasi tersebut. Pelayanan prima yang
diberikan kepada masyarakat diharapkan akan menimbulkan loyalitas dan kepatuhan dari
masyarakat sehingga instansi yang bersangkutan dapat menarik manfaat untuk
menyelesaikan misinya.

KONSEP DASAR PELAYANAN PRIMA


Ada berbagai macam cara produsen untuk membuat pelanggan menjadi betah, atau
membuat hubungan dengan pelanggan menjadi harmonis. Salah satunya adalah dengan
menerapkkan konsep pelayanan prima. Ada tiga konsep dasar (A3) yang harus diperhatikan
dalam mewujudkan pelayanan prima, yakni Attitude, Attention dan Action.

1. Attitude (sikap)
Keberhasilan bisnis industri jasa pelayanan akan sangat tergantung pada orang-orang yang
terlibat di dalamnya. Sikap pelayanan yang diharapkan tertanam pada diri para karyawan
adalah sikap yang baik, ramah, penuh simpatik, dan mempunyai rasa memiliki yang tinggi
terhadap perusahaan. Pegawai perusahaan akan mewakili citra perusahaan baik secara
langsung atau tidak langsung. Pelanggan akan menilai perusahaan dari kesan pertama
dalam berhubungan dengan orang-orang yang terlibat dalam perusahaan tersebut.

Sikap yang diharapkan berdasarkan konsep pelayanan prima adalah:


1) Sikap pelayanan prima berarti mempunyai rasa kebanggaan terhadap pekerjaan
2) Memiliki pengabdian yang besar terhadap pekerjaan
3) Senantiasa menjaga martabat dan nama baik perusahaan
4) Sikap pelayanan prima adalah: ”benar atau salah tetap perusahaan saya “(right or wrong
is my corporate)”.

Melalui sikap yang baik sesuai dengan konsepnya diharapkan para pelanggan merasa puas
dan merasa menjadi bagian dari perusahaan. Sikap yang dirasakan baik, sopan, santun,
melayani dengan ikhlas oleh para pelanggan digambarkan sebagai pelayanan yang
menyenangkan. Untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan, pegawai diperusahaan
harus memiliki sikap berikut:
- Rasa memiliki terhadap perusahaan.
- Rasa kebanggan terhadap pekerjaan
- Loyalitas terhadap pekerjaan
- Menjaga nama baik perusahaan.

27 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Berdasarkan konsep sikap, untuk mewujudkannnya pegawai perlu memperlihatkan
kemampuan diri dan penampilan baik secara berkelompok maupun individu secara
maksimal.

Kemampuan Diri
Dalam mengoptimalkan kemampuan dirinya sendiri, seorang pegawai diberi pelatihan agar
mampu mengoptimalkan pelayanan prima. Pelayanan prima yang dapat diberikan seorang
pegawai adalah sebagai berikut:
- Mampu melakukan komunikasi yang baik
- Mampu beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan
- Mampu memahami hubugan interpersonal dan hubungan sosial
- Mampu bersikap kreatif dan inovatif dalam menghadapi persoalan
- Mampu mengendalikan emosi

Penampilan
Dalam hal penampilan, seorang pegawai selayaknya dapat memberikan citra positif bagi
pelanggan, dengan menunjukan sikap ramah, busana rapi, atau tutur kata lembut. Dalam
hal berpenampilan serasi hendaknya pegawai memperhatikan hal berikut:
- Penampilan serasi dengan berhias diri
- Penampilan serasi dengan menggunakan aksesoris yang baik
- Penampilan serasi dengan ekspresi wajah yang baik

2. Attention (perhatian)
Dalam melakukan kegiatan layanan, seorang pekerja pada perusahaan industri jasa
pelayanan harus senantiasa memperhatikan dan mencermati keinginan pelanggan. Seorang
pegawai selayaknya menunjukan sikap kepedulian terhadap pelanggan. Pelanggan akan
lebih tertarik jika para pegawai diperusahaan bersikap penuh perhatian terhadap pelanggan
maupun pekerjaan pegawai itu sendiri. Konsep perhatian dapat diwujudkan dalam bentuk
berikut ini:
1. Mendengarkan dan memahami kebutuhan pelanggan
2. Mengamati perilaku pelanggan
3. Mencurahkan perhatian penuh kepada pelanggan.

Dalam melakukan kegiatan layanan, seorang petugas pada perusahaan jasa pelayanan harus
senantiasa memperhatikan dan mencermati keinginan pelanggan. Apabila pelanggan sudah
menunjukkan minat untuk membeli suatu barang/jasa yang kita tawarkan, segera saja layani
pelanggan tersebut dan tawarkan bantuan, sehingga pelanggan merasa puas dan terpenuhi
keinginannya.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut bentuk-bentuk pelayanan berdasarkan


konsep perhatian adalah sebagai berikut:
1) Mengucapkan salam pembuka pembicaraan.
2) Menanyakan apa saja keinginan pelanggan.
3) Mendengarkan dan memahami keinginan pelanggan.
4) Melayani pelanggan dengan cepat, tepat dan ramah.
5) Menempatkan kepentingan pelanggan pada urutan nomor satu

28 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


3. Action (tindakan)
Pada konsep Attention (perhatian), pelanggan “menunjukkan minat” untuk membeli produk
yang kita tawarkan. Pada konsep tindakan pelanggan sudah ”menjatuhkan pilihan” untuk
membeli produk yang diinginkannya. Terciptanya proses komunikasi pada konsep tindakan
ini merupakan tanggapan terhadap pelanggan yang telah menjatuhkan pilihannya, sehingga
terjadilah transaksi jual-beli. Melalui konsep ini karyawan menunjukkan kerja nyata. Tujuan
pelayanan dengan konsep tindakan adalah memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan,
agar harapan pelanggan terpenuhi.

Untuk dapat melakukan tindakan nyata, beberapa konsep tindakan dapat dilakukan seperti:
1. Mencatat pesanan pelanggan
2. Mencatat kebutuhan pelanggan
3. Menegaskan kembali kebutuhan pelanggan
4. Mewujudkan kebutuhan pelanggan
5. Memberikan layanan purna jual
6. Mengucapkan terima kasih kepada pelanggan

Berdasarkan konsep dasar pelayanan prima tersebut, diharapkan pelayanan terhadap


pelanggan akan dapat memenuhi harapan pelanggan, sehingga hasil akhir dari pelayanan
tersebut adalah komitmen pelanggan untuk terus menjadi bagian dari perusahaan dan akan
memberikan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.

TUJUAN PELAYANAN PRIMA


Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan
memuaskan pelanggan atau masyarakat serta memberikan fokus pelayanan kepada
pelanggan. Pelayanan pada sektor bisnis berorientasi profit, sedangkan pelayanan prima
pada sektor publik bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat secara sangat baik atau
terbaik.

Tujuan:
1. Memberikan pelayanan yang bermutu tinggi
2. Menimbulkan keputusan dari pihak pelanggan/konsumen agar segera membeli
barang/jasa yang ditawarkan pada saat itu
3. Menumbuhkan kepercayaan pelanggan/konsumen terhadap barang/jasa yang
ditawarkan.
4. Menghindari terjadinya tuntutan-tuntutan yang tidak perlu dikemudian hari terhadap
produsen/penjual
5. Menciptakan kepercayaan dan kepuasan pelanggan
6. Menjaga agar pelanggan/konsumen merasa diperhatikan segala kebutuhannya
7. Mempertahankan pelanggan/konsumen agar tetap setia menggunakan barang/ jasa
yang ditawarkan

PROSES PELAYANAN PRIMA


Proses Pelayanan Prima dibedakan menjagi tiga:

a. Core service

29 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Core service adalah pelayanan atau fasilitas utama yang akan diberikan diberikan kepada
konsumen. Misalnya Hotel menyediakan kamar untuk menginap sebagai Core Sevisnya.

b. Facilitating service
Facilitating service adalah fasilitas tambahan yang akan diberikan kepada konsumen.
Misalnya ditempat pernak-pernik atau toko oleh-oleh, terdapat jasa atau fasilitas untuk
membungkus kado.

c. Supporting service
Supporting service adalah pelayanan tambahan untuk meningkatkan nilai pelayanan atau
membedakan dengan pelayanan pesaing. Misalnya restoran di suatu hotel.

FUNGSI PELAYANAN PRIMA


 Keputusan pihak pelanggan untuk segera membeli produk yang kita tawarkan pada saat itu
juga.
 Menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap barang / produk produsen yang bersangkutan.
 Mempertahankan pelanggan agar tetap loyal menggunakan produk produsen yang
bersangkutan
 Dapat menghindarkan terjadinya tuntutan-tuntutan terhadap penjual yang tidak perlu

FAKTOR-FAKTOR PELAYANAN PRIMA


a. Faktor Kesadaran
Kesadaran sangat mempengaruhi seseorang untuk fokus terhadap pekerjaan,
memberikan pelayanan kepada orang lain.

b. Faktor Aturan
Aturan biasanya memuat hal-hal yang mengikat dan menjadi patokan dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. Aturan memuat cara kerja normatif yang harus
ditempuh suatu organisasi atau individu. Aturan dibuat untuk mengatur organisasi.
Karena setiap aturan pada akhirnya akan berkaitan secara langsung ataupun tidak
langsung kepada orang, masalah manusia dan sifat kemanusiaan harus menjadi
pertimbangan utama dalam merumuskan aturan.

c. Faktor Organisasi
Organisasi pelayanan pada dasarnya berbeda dengan organisasi pada umumnya karena
sasaran pelayanan ditujukan kepada manusia yang mempunyai watak dan kehendak yang
multikomplek. Oleh karena itu organisasi pelayanan lebih banyak ditekankan kepada
pengaturan dan mekanisme kerja yang harus mampu menghasilkan pelayanan yang
memadai.

d. Faktor Ketrampilan dan Kemampuan


Kualitas pelayanan sangat dipengaruhi oleh kualitas kemampuan dan ketrampilan
seseorang dalam melayani konsumen. Bagaimana seseorang memberikan pelayanan
dengan terampil sangat mempengaruhi keputusan konsumen agar tetap menjadi
pelanggan tetap.

30 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


e. Faktor Sarana Pelayanan
Kualitas pelayanan yang tinggi harus didukung oleh sarana pelayanan yang lengkap.
Sarana berfungsi untuk memudahkan pelayanan, memberikan kecepatan pelayanan yang
lebih tinggi, menciptakan keakuratan dan keandalan.

HARAPAN PELANGGAN
Menurut survei yang dilakukan, orang-orang menyatakan bahwa memperoleh kepuasan
yang sebanding dengan pengorbanan merupakan hal yang diharapkan dari para pelanggan.
Perusahaan/organisasi memberikan layanan kepada pelanggan internal yaitu para
pegawainya. Kemudian para pelanggan internal memberikan pelayanan kepada pelanggan
eksternal melalui barang atau jasa yang diproduksinya. Untuk itu perusahaan / organisasi
perlu memenuhi dulu harapan para pelanggan internalnya baru kemudian mewujudkan
tujuan perusahaan yaitu memenuhi harapan para pelanggan eksternal.

Bagi pelanggan internal, jasa berupa tenaga dan keterampilan merupakan pengorbanan
yang dilakukannya secara langsung maupun tidak langsung untuk perusahaan / organisasi
tempatnya bekerja. Sedangkan kepuasan bagi pelanggan internal bisa berupa imbalan yang
diterima atas pengorbanan yang dilakukannya itu, atau bisa juga berupa kesenangan dan
kenyamanan dalam suasana berkerja yang didapat di tempat atau lingkungan tempat
kerjanya.

Bagi pelanggan eksternal, harga / biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh barang
atau jasa merupakan pengorbanan yang dilakukannya terhadap sebuah perusahaan /
organisasi yang memproduksi barang atau jasa tersebut. Sedangkan kepuasan akan
diperoleh bila adanya kesesuaian antara harapan dan kenyataan yang diperoleh, yang
dicerminkan dari mutu kualitas barang atau jasa yang diterimanya dari pihak yang
memperoduksi barang atau jasa tersebut.

31 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


BAB III
SIKLUS PDCA
PDCA adalah singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" (Rencanakan, Kerjakan,
Cek, Tindak lanjuti), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah iteratif yang
umum digunakan dalam pengendalian kualitas. PDCA dikenal sebagai “siklus Shewhart”,
karena pertama kali dikemukakan oleh Walter Shewhart beberapa puluh tahun yang lalu.
Namun dalam perkembangannya, metodologi analisis PDCA lebih sering disebut “siklus
Deming”. Hal ini karena Deming adalah orang yang mempopulerkan penggunaannya dan
memperluas penerapannya. Namun, Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai
siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak
pengendalian statistik kualitas. Belakangan, Deming memodifikasi PDCA menjadi PDSA
("Plan, Do, Study, Act") untuk lebih menggambarkan rekomendasinya. Dengan nama apa
pun itu disebut, PDCA adalah alat yang bermanfaat untuk melakukan perbaikan secara terus
menerus tanpa berhenti.

Perusahaan memerlukan cara menilai sistem manajemen secara keseluruhan, dalam


arti bagaimana sistem tersebut mempengaruhi setiap proses dan setiap karyawan serta
diperluas pada setiap produk dan pelayanan. Pengendalian proses pelayanan adalah sebuah
pertanda untuk perbaikan kualitas pelayanan, tetapi hal itu tergantung pada kesehatan dan
vitalitas dari organisasi, kepemimpinan dan komitmen. Konsep PDCA tersebut merupakan
pedoman bagi setiap manajer untuk proses perbaikan kualitas secara terus menerus tanpa
berhenti dan meningkat ke keadaan yang lebih baik serta dijalankan di seluruh bagian
organisasi. Pengidentifikasian masalah yang akan dipecahkan dan pencarian sebab-
sebabnya serta penentuan tindakan koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan
yang terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk memudahkan
identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai patokan perbaikan selanjutnya,
perusahaan harus menetapkan standar pelayanan.

Kualitas saat ini sudah tidak lagi diartikan sebagai sebuah pengertian tradisional dimana
kualitas hanya dipahami sebagai pemenuhan terhadap suatu persyaratan, melainkan
dikaitkan sebagai suatu produk atau hasil yang dapat memuaskan konsumen dan
memajukan suatu organisasi atau perusahaan. Ketika suatu organisasi atau perusahaan
dibangun, berbagai tahapan atau proses harus dilalui, seperti perencanaan (planning),
pelaksanaan/ kerjakan (do), pengontrolan, pengawasan, tidak luput dari sebuah penjagaan
kualitas agar dapat menghasilkan output yang optimal.

Tahapan dalam penjagaan sebuah kualitas agar tetap berada pada standar yang telah
ditetapkan, menjadi sebuah penekanan terpenting dalam keberlangsungan hidup sebuah
organisasi/ perusahaan. Tahapan tersebut diantaranya adalah : perencanaan dimana
diperlukan sebuah prosedur perencanaan kualitas, tahap pelaksanaan diperlukan sebuah
jaminan kualitas, tahap evaluasi diperlukan sebuah pengontrolan terhadap kualitas, dan
tahap penjagaan serta pengembangan mutu. Untuk menciptakan sebuah produk yang
berkualitas sesuai dengan keinginan konsumen, tidak harus mengeluarkan biaya yang lebih

32 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


besar. Maka dari itu, diperlukan sebuah program peningkatan kualitas yang baik, yaitu
misalnya dengan menerapkan program PDCA (Plan, Do, Check, Act).

Manfaat dari PDCA antara lain :

1. Untuk memudahkan pemetaan wewenang dan tanggung jawab dari sebuah unit
organisasi;
2. Sebagai pola kerja dalam perbaikan suatu proses atau sistem di sebuah organisasi;
3. Untuk menyelesaikan serta mengendalikan suatu permasalahan dengan pola yang
runtun dan sistematis;
4. Untuk kegiatan continuous improvement dalam rangka memperpendek alur kerja;
5. Menghapuskan pemborosan di tempat kerja dan meningkatkan produktivitas.

Pada 1996, Langley mengembangkan metode PDCA sebagai metode yang bisa digunakan
dalam konteks kesehatan. Sekarang PDCA telah menjadi metodologi ilmiah yang
diperkenalkan oleh Speroff dan O'Connor tahun 2004 dengan nama metode plan-do-study-
action (PDSA). PDCA dan PDSA memiliki siklus yang berbeda,

Proses PDCA
Di dalam ilmu manajemen, ada konsep problem solving yang bisa diterapkan di tempat
kerja kita yaitu menggunakan pendekatan P-D-C-A sebagai proses penyelesaian masalah.
Dalam bahasa pengendalian kualitas, P-D-C-A dapat diartikan sebagai proses penyelesaian
dan pengendalian masalah dengan pola runtun dan sistematis. Secara ringkas, Proses PDCA
dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. P (Plan = Rencanakan)
Artinya merencanakan SASARAN (GOAL=TUJUAN) dan PROSES apa yang dibutuhkan untuk
menentukan hasil yang sesuai dengan SPESIFIKASI tujuan yang ditetapkan. PLAN ini harus
diterjemahkan secara detil dan per sub-sistem.
 Perencanaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi sasaran dan proses dengan
mencari tahu hal-hal apa saja yang tidak beres kemudian mencari solusi atau ide-ide
untuk memecahkan masalah ini. Tahapan yang perlu diperhatikan, antara lain:
mengidentifikasi pelayanan jasa, harapan, dan kepuasan pelanggan untuk
memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. Kemudian mendeskripsikan proses
dari awal hingga akhir yang akan dilakukan. Memfokuskan pada peluang peningkatan
mutu (pilih salah satu permasalahan yang akan diselesaikan terlebih dahulu).

33 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Identifikasikanlah akar penyebab masalah. Meletakkan sasaran dan proses yang
dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi.
 Mengacu pada aktivitas identifikasi peluang perbaikan dan/ atau identifikasi
terhadap cara-cara mencapai peningkatan dan perbaikan.
 Terakhir mencari dan memilih penyelesaian masalah.

Hal ini mencakup:


 Seleksi perubahan atau identifikasi yang dibutuhkan untuk menerapkan perubahan.
 Refleksi dan interpretasi informasi yang relevan mengenai proses yang ada – ini
harus diambil dari berbagai sumber yang luas sebagai kemungkinan dan mencakup
informasi dari klien dan stakeholder.
 Definisi dari proses saat ini dan peluang untuk perbaikan.
 Perencanaan bagaimana Anda akan memantau kemajuan dan efektivitas perubahan.
 Dokumentasi tujuan dan sasaran Anda – seperti apa perbaikan/perubahan yang
Anda harapkan untuk diterapkan pada organisasi Anda.

Mengajukan pertanyaan seperti:


 Apakah data yang mengindikasi perubahan diwajibkan?
 Apa perubahan yang harus dibuat?
 Bagaimana Anda tahu perubahan yang direncanakan sesuai? Apa ada alternatif lain?
 Bagaimana urutan langkah yang diperlukan untuk menerapkan perubahan ini?
 Siapa yang akan bertanggung jawab di setiap langkah perubahan?
 Siapa yang perlu dikonsultasikan?
 Siapa yang akan mempengaruhi perubahan?
 Berapa lama perubahan yang akan diambil? Berapa lama setiap langkah yang akan
diambil?
 Bagaimana Anda akan tahu bahwa Anda telah menyelesaikan setiap langkahnya?
 Bagaimana Anda akan memantau efektivitas perubahan dan manfaat dari perubahan
itu?
 Bagaimana Anda akan memantau dan melacak kemajuan perubahan?
 Bagaimana Anda akan mengumpulkan, meninjau dan bertindak atas informasi?
 Apa yang akan Anda lakukan tentang masalah-masalah yang tak terduga?

2. D (Do = Kerjakan)
Artinya MELAKUKAN perencanaan PROSES yang telah ditetapkan sebelumnya. Ukuran-
ukuran proses ini juga telah ditetapkan dalam tahap PLAN. Dalam konsep DO ini kita harus
benar-benar menghindari penundaan, semakin kita menunda pekerjaan maka waktu kita
semakin terbuang dan yang pasti pekerjaan akan bertambah banyak..
 Implementasi proses. Dalam langkah ini, yaitu melaksanakan rencana yang telah
disusun sebelumnya dan memantau proses pelaksanaan dalam skala kecil (proyek uji
coba).
 Mengacu pada penerapan dan pelaksanaan aktivitas yang direncanakan.

3. C (Check = Evaluasi)
Artinya melakukan evaluasi terhadap SASARAN dan PROSES serta melaporkan apa saja
hasilnya. Kita mengecek kembali apa yang sudah kita kerjakan, sudahkah sesuai dengan
standar yang ada atau masih ada kekurangan.

34 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


 Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan
melaporkan hasilnya.
 Dalam pengecekan ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu memantau dan
mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi.
 Teknik yang digunakan adalah observasi dan survei. Apabila masih menemukan
kelemahan-kelemahan, maka disusunlah rencana perbaikan untuk dilaksanakan
selanjutnya. Jika gagal, maka cari pelaksanaan lain, namun jika berhasil, dilakukan
rutinitas.
 Mengacu pada verifikasi apakah penerapan tersebut sesuai dengan rencana
peningkatan dan perbaikan yang diinginkan.

Hal ini mencakup:


 Memantau kemajuan dan efektivitas perubahan supaya sesuai dengan rencana
Anda.
 Pencatatan pengamatan dan hasil (direncanakan atau tidak terencana) dan
membandingkannya dengan data asli atau tujuan proyek, terukur dan obyektif.
 Mempelajari hasil – apa yang Anda capai? Apa yang Anda pelajari?
Check dapat dilakukan terus-menerus selama dalam siklus perbaikan atau
peningkatan mutu.

4. A (Act = Menindaklanjuti)
Artinya melakukan evaluasi total terhadap hasil SASARAN dan PROSES dan menindaklanjuti
dengan perbaikan-perbaikan. Jika ternyata apa yang telah kita kerjakan masih ada yang
kurang atau belum sempurna, segera melakukan action untuk memperbaikinya. Proses ACT
ini sangat penting artinya sebelum kita melangkah lebih jauh ke proses perbaikan
selanjutnya.
 Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga
meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum
implementasi berikutnya.
 Menindaklanjuti hasil berarti melakukan standarisasi perubahan, seperti
mempertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan, merevisi proses yang
sudah diperbaiki, melakukan modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada,
mengkomunikasikan kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan
yang dilakukan apabila diperlukan, mengembangkan rencana yang jelas, dan
mendokumentasikan proyek. Selain itu, juga perlu memonitor perubahan dengan
melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur.

Mengajukan pertanyaan seperti:


 Apa yang akan Anda lakukan dengan pembelajaran – mengadopsi, meninggalkan,
atau menjalankan perbaikan atau peningkatan dengan siklus PDCA lainnya untuk
menguji lagi?
 Apa informasi yang Anda kumpulkan memberi tahu Anda tentang efektivitas
perubahan?
 Apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses lebih lanjut?
 Bagaimana menyempurnakan perubahan?
 Apa pelajaran yang telah Anda pelajari bahwa hal ini juga bisa diterapkan di tempat
lain? Bagaimana cara mengkomunikasikan pelajaran-pelajaran itu?

35 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Dalam Model Proses ISO 9001, manajemen suatu organisasi setelah memahami
persyaratan-persyaratan Sistem Manajemen Mutu, selanjutnya melakukan tahap-tahap
sebagai berikut :
 menetapkan komitmennya untuk melaksanakan sistem manajemen mutu;
 menetapkan kebijakan mutu dan sasaran mutu;
 melakukan penetapan dan pendelegasian tugas dan wewenang;
 menunjuk wakil manajemen yang bertugas mengawasi pelaksanaan sistem
manajemen mutu;
 melakukan tinjauan manajemen.

Tanggungjawab manajemen tersebut merupakan Proses Perencanaan (plan), dan organisasi


harus memenuhi proses ini terlebih dahulu dalam memulai suatu sistem manajemen mutu,
barulah kemudian menetapkan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan untuk
kelengkapan proses ini. Yang dimaksud manajemen disini adalah manajemen puncak suatu
organisasi/ perusahaan seperti Presiden Direktur, Direktur, General Manager, atau fungsi
yang mengatur jalannya organisasi secara integral.

Proses berikutnya yang juga merupakan Proses Perencanaan (plan) adalah Pengelolaan
Sumber Daya, dimana organisasi menetapkan sumber daya-sumber daya yang diperlukan
untuk melaksanakan sistem manajemen mutu dan memenuhi persyaratan pelanggan.
Sumber daya tersebut berupa :
 sumber daya manusia (karyawan);
 infrastruktur (bangunan);
 peralatan proses;
 alat transportasi;
 komunikasi dan lingkungan kerja.

Pada tahap selanjutnya, organisasi harus melaksanakan (do) perencanaan-perencanaan


yang telah ditetapkan dalam proses Realisasi Produk. Pada proses ini yang dilakukan
organisasi adalah :
 menetapkan semua kebutuhan untuk membuat proses;
 melakukan kegiatan verifikasi, validasi, monitor, inspeksi;
 pengujian yang dibutuhkan untuk kriteria penerimaan produk;
 komunikasi dengan pelanggan, kegiatan desain dan pengembangan, pembelian,
kegiatan pengendalian perlengkapan produksi dan pelayanan, pengendalian alat
ukur, dan lain sebagainya.

Dengan kata lain, semua kegiatan operasional suatu perusahaan merupakan bagian dari
proses Realisasi Produk dalam ISO 9001:2000. Pada tahapan ini, Persyaratan Pelanggan
merupakan input bagi proses sedangkan outputnya adalah Kepuasan Pelanggan. Setelah
proses implementasi (do) dijalankan, maka proses berikutnya adalah pemeriksaan (check)
hasil-hasil yang diperoleh dan penetapan tindakan (act) yang diperlukan untuk perbaikan.

Pada proses ini :


 organisasi memonitor dan mengukur kepuasan pelanggan;
 melakukan audit mutu internal (internal quality audit
 memonitor dan mengukur proses-proses dan produk;

36 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


 melakukan pengendalian terhadap ketidaksesuaian (non conformity) yang terjadi;
 menganalisa semua data yang diperoleh termasuk kecenderungan proses-proses;
 kemudian melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.

Hasil dari proses ini kemudian digunakan sebagai input bagi proses perencanaan
selanjutnya.
Keempat proses di atas, Plan-Do-Check-Act (PDCA) merupakan satu siklus yang tidak
terputus dan saling berinteraksi satu sama lain. Siklus PDCA sudah seharusnya digunakan
untuk meningkatkan sistem manajemen mutu (kinerja organisasi) secara terus
menerus. Jadi PDCA merupakan proses yang kontinu dan berkesinambungan. Jika produk
sudah sesuai dengan mutu yang direncanakan maka proses tersebut dapat dipergunakan di
masa mendatang. Sebaliknya, jika hasilnya belum sesuai dengan yang direncanakan, maka
prosedur tersebut harus diperbaiki atau diganti di masa mendatang. Dengan demikian,
proses sesungguhnya tidak berakhir pada langkah Act, tetapi merupakan proses yang
kontinu dan berkesinambungan sehingga kembali lagi pada langkah pertama dan
seterusnya.

37 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


BAB IV
TUJUH ALAT MANAJEMEN MUTU

A. DEFENISI MUTU DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Mutu layanan kesehatan dapat didefenisikan dengan berbagai cara, dengan implikasi
yang berbeda bagi penyedia layanan kesehatan, pembayar pihak ketiga, pembuat
kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya. National Academies Institute of Medicine
(IOM) memberikan defenisi mutu layanan kesehatan sebagai derajat layanan kesehatan
bagi individu dan populasi meningkatkan probablitas hasil akhir kesehatan yang
diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan professional saat ini. Defenisi ini
menyoroti berbagai aspek mutu. Pertama, layanan kesehatan bermutu tinggi harus
mencapai hasil akhir kesehatan yang diinginkan bagi individu yang sesuai dengan pilihan
mereka yang beragam. Kedua, layanan kesehatan harus mencapai hasil akhir kesehatan
yang diinginkan bagi populasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang efisiensi
pembuat kebijakan dan pembayar pihak ketiga. Terakhir, layanan kesehatan harus
sesuai dengan standar profesional dan bukti ilmiah, konsisten dengan keefektifan fokus
klinis dan penyedia layanan kesehatan.

Mutu sebagai suatu konsep yang diterapkan dan dipraktekkan dengan cara dan gaya
yang sama pada setiap keadaan. Pada umumnya, mutu layanan kesehatan terfokus
pada konsep bahwa layanan kesehatan memiliki tiga landasan utama yaitu mutu, akses
dan biaya. Walaupun satu sama lain saling bergantug dan masing-masing dapat
berdampak pada yang lain, mutu berdampak lebih kuat pada dua landasan lainnya.
Mutu dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat diberikan dengan cara yang
pantas, efisien dan hemat biaya. Layanan yang bermutu adalah layanan yang
berorientasi pelanggan (costumer oriented), tersedia (availabe), mudah didapat
(accessible), memadai (acceptable), terjangkau (affordable) dan mudah dikelola
(controllable). Mutu tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi.

Yang dimaksud dengan pelanggan pelayanan kesehatan secara umum adalah


masyarakat (individu atau kelompok) atau institusi pengguna jasa pelayanan kesehatan,

38 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


yang membutuhkan pelayanan kesehatan atau yang punya potensi membayar jasa
pelayanan kesehatan. Mereka dimasukkan sebagai pelanggan dari luar (external
costumer) institusi. Institusi pelayanan kesehatan juga memiliki pelanggan dari dalam
(internal costumer) yaitu mereka yang bekerja di institusi pelayanan tersebut. Setiap
kelompok pelanggan ini perlu diberi pelayanan sebaik-baiknya oleh pihak manajemen
institusi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

Jenis jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh institusi penyedia pelayanan
kesehatan harus bersifat menyeluruh (comprehensive health service) yang meliputi
pelayanan kesehatan pencegahan (promotive health service), pengobatan (curative
health service), pengobatan (curative health service) dan rehabilitasi (rehabilitative
health service). Pelanggan individu dilayani di dalam gedung untuk pengobatan dasar
atau rehabilitasi medis. Petugas kesehatan menunggu kehadiran pelanggan ini
(pelayanan pasif). Untuk pelanggan kelompok masyarakat, diberikan pelayanan di luar
gedung. Pelayanan untuk kelompok masyarakat bersifat proaktif karena petugas
kesehatan mendatangi kelompok masyarakat untuk memberikan pelayanan.

Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added value bagi
dokter, paramedis, perusahaan farmasi, pemasok alat-alat kedokteran, termasuk
pimpinan institusi penyedia jasa layanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan
yang diberikan kepada pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau
sesuatu yang bersifat emosional. Kalau pelanggan mengatakan bahawa value mereka
adalah pelayanan kesehatan yang bermutu, kepuasan pelanggan adalah mutu pelayan
kesehatan. Kalau pelanggan mengatakan value mereka adalah kesembuhan dari
serangan penyakit atau gangguan kesehatan yang mereka derita maka kepuasan
pelanggan kesehatan adalah pelayan yang memberikan kesembuhan bagi mereka.
Pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman mereka kepada teman,
keluarga dan tetangga. Ini akan menjadi referensi yang baik kepada institusi penyedia
pelayanan kesehatan. Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap
kesesuaian tingkat harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa
pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima. Kepuasan pengguna jasa

39 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih kinerja institusi pelayanan
kesehatan dengan harapan pelanggan.

B. PROGRAM JAMINAN MUTU


Jika institusi pelayanan kesehatan merencanakan untuk mengembangkan manajemen
mutu jasa pelayanannya, institusi tersebut harus lebih dahulu merumuskan tujuan
umum pengembangan mutu. Ada dua tujuan umum pengembangan mutu produk
pelayanan kesehatan yang perlu dirumuskan, yaitu tujuan antara dan tujuan akhir.
 Tujuan (sasaran) antara. Pimpinan dan staf institusi kesehatan merumuskan
masalah mutu produk jasa layanannya. Sebelumnya merumuskan tujuan
pengembangan mutu, masalah mutu proses dan produk (output) harus
diidentifikasi lebih dahulu. Rumusan masalah ini dijadikan dasar penetapan
tujuan peningkatan mutu. Strategi ini disebut benchmarking. Ada beberapa jenis
benchmark yaitu internal benchmark (membandingkan mutu antarbagian,
antarbidang, antarseksi). Benchmark yang membandingkan hasil yang pernah
dicapai tahun-tahun sebelumnya disebut historical benchmark. Ada juga
benchmark yang membandingkan jasa pelayanan antar institusi pelayanan
kesehatan swasta-pemerintah, antar kota, antar negara yang disebut external
benchmark.
 Tujuan (sasaran) akhir. Tujuan akhir menjaga mutu pelayanan institusi
kesehatan adalah meningkatnya mutu produk atau jasa pelayanan kesehatan
dikaitkan dengan kepuasan pengguna jasa pelayanan.

Institusi pelayanan kesehatan yang mengembangkan program jaminan mutu secara


konsisten dan berkelanjutan akan mendapat manfaat:

- Meningkatnya efektivitas pelayanan kesehatan tersebut


- Terjaminnya efisiensi manajamen pelayanan kesehatan
- Masyarakat menerima produk jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhannya
- Para petugas kesehatan akan terlindungi jika terjadi gugatan hukum.

40 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Jika proses pengembangan program jaminan mutu sudah dimulai, terdapat 4 kriteria
yang harus diperhatikan oleh pimpinan institusi pelayanan kesehatan:

1. Berkesinambungan (continuous quality improvement). Semua kegiatan


program untuk menjaga mutu harus mengikuti urutan kegiatan dan siklus
pemecahan masalah yang sudah ditetapkan staf dan pimpinan.
2. Sistematis. Kegiatan yang dilaksanakan berurutan dan jelas sasaran yang
ingin dicapai.
3. Objektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan standar
mutu yang sudah ditetapkan. Standar ini harus disesuaikan dengan kemampuan
institusi pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan pendanaan dan
kemampuann SDM yang ada.
4. Terpadu. Kegiatan program jaminan mutu di sebuah institusi pelayanan
kesehatan tidak boleh terpisah dari kegiatan rutin manajemen instusi pelayanan
kesehatan tersebut (day to day management).

Dengan pendekatan dan analisis sistem, mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji
berdasarkan output (keluaran) sistem pelayanan kesehatan (intermediate output) dan
hasil akhir program jaminan mutu (outcome), Output sistem pelayanan kesehatan akan
dipengaruhi oleh tiga komponen sistem yang lain, yaitu :

1. Input – Masukan (dana, tenaga, dan sarana/prasarana).


Jumlah (kuantitas) dan kualitasnya (standard of personels and facilities) harus
mendapat prioritas perhatian pimpinan jika institusi pelayanan kesehatan
merencanakan akan mengembangkan mutu pelayanannya. Upaya untuk menjaga
mutu input oleh pimpinan (supervisi, monitoring langsung dan tidak langsung
sebelum proses dimulai) merupakan strategi pimpinan untuk menjaga (preventif
action) mutu proses dan output program jaminan mutu mencapai sasarannya
secara optimal.
2. Proses (tindakan medis dan nonmedis).
Semua rincian kegiatannya harus dituangkan ke dalam standard of conduct.
Proses ini harus tertulis sebagai dokumen penting masing-masing unit kerja
institusi pelayanan kesehatan. Semua dokumen ini harus mudah diperoleh dan

41 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


dipahami isinya oleh semua staf yang terkait dengan proses pengembangan
program jaminan mutu.
3. Lingkungan (kebijakan, institusi dan manajemen).
Kondisi lingkungan yang kondisi dengan program jaminan mutu disebut Standard
of organization and management. Dengan memanfaatkan standar ini, masalah
mutu pelayanan kesehatan akan dapat diidentifikasi lebih cermat. Dukungan
pihak manajemen untuk pengembangan program jaminan mutu pelayanan
kesehatan tidak kalah pentingnya dengan aspek tekhnis pelayanan kesehatan,
yaitu aspek medis dan asuhan keperawatan. Kalau dukungan pihak manajemen
tidak memadai sesuai dengan standar pelayanan, mutu pelayanan pasti akan
turun.

C. PERBAIKAN MUTU
Sehubungan dengan program jaminan mutu yang dilakukan di institusi pelayanan
kesehatan, ketika siklus penerapan mutu layanan kesehatan telah diselesaikan, tugas
berikutnya setelah melakukan pemantauan dan penilaian adalah membuat rencana
kegiatan perbaikan. Tujuan melakukan pemantauan itu sendiri adalah mengukur
penyimpangan dari suatu ketentuan atau ambang batas agar organisasi dapat
mempelajari penyebab terjadinya penyimpangan tersebut dan menetapkan satu atau
beberapa proses kegiatan untuk mengurangi penyimpangan tersebut. Proses atau
sekumpulan proses yang dapat mengurangi penyimpangan tersebut adalah perbaikan
mutu.

Menurut Siklus Mutu (Quality Cycle) yang dikembangkan oleh proyek Quality Assurance
Project oleh USAID, langkah-langkah berikut (atau paling tidak beberapa dari langkah-
langkah ini) harus sudah dilakukan sebelum proses perbaikan dapat dimulai :
1. Merencanakan mutu
2. Menyusun standar (dan indikator)
3. Mengkomunikasikan standar
4. Melakukan pemantauan (terhadap ambang batas)
5. Mengidentifikasi dan menentukan prioritas berbagai peluang untuk melakukan
perbaikan

42 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


6. Mendefenisikan kunci-kunci untuk peluang perbaikan
7. Membentuk sebuah tim
8. Menganalisis dan mempelajari berbagai peluang perbaikan bagi akar penyebab
masalah
9. Menyusun solusi dan tindakan untuk melakukan perbaikan
10. Menerapkan dan mengevaluasi upaya-upaya perbaikan, kemudian memulai
siklusnya dari awal lagi.
Langkah 5 hingga 10 semuanya berhubungan dengan proses perbaikan. Masing-masing
langkah melibatkan sejumlah kegiatan dan tugas.

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layanan yang diberikan
oleh suatu organisasi kepada para pelanggannya, yaitu pendekatan kualitatif dan
pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memenuhi proses
evaluasi internal. Pendekatan ini utamanya berfokus pada proses “kerjakan dengan
benar pada kali pertama”. Proses evaluasi eksternal paling baik dinilai dengan
pendekatan kuantitatif, yang dapat menentukan seberapa besar kepuasan pasien.
Pendekatan ini meliputi pengumpulan dan analisis data mengenai sifat dasar dan ruang
lingkup masalah atau masalah-masalah potensial yang dihadapi konsumen. Data harus
dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, serta menurut kecenderungan
kejadian, dan tingkat pengukuran ketidakpuasan pelanggan yang dikelompokkan
menurut kategori dan pengalaman tertentu.

Begitu sebuah peluang perbaikan telah dipilih, langkah selanjutnya dalam siklus
perbaikan adalah mendefenisikan peluang perbaikan dalam istilah yang lebih
operasional. Selain itu, peluang perbaikan harus dinyatakan melalui pernyataan yang
berisi istilah yang jelas dan sederhana sehingga dengan mudah dapat dilaksanakan oleh
anggota tim yang ditugaskan. Persyaratan lain dalam mendefenisikan peluang
perbaikan adalah bahwa pernyataan operasional tidak boleh mengandung pengajuan
sebuah solusi, atau mengidentifikasi penyebab, dan tidak boleh menyatakan tuduhan.

43 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


D. ALAT PENGUKUR MUTU

Alat atau Tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat membantu
kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu dengan alat
tersebut. Kita membutuhkan informasi yang lebih terstruktur dan mudah dipahami dari
sebuah koleksi data. Untuk keperluan tersebut diperlukan alat yang dapat membantu
kita mengolah data. Dalam konteks Manajemen Kualitas, alat yang dapat digunakan
untuk membantu mewujudkan kualitas dikenal dengan nama “Seven Basic Tools of
Quality”, dan “Seven New Tools of Quality” yang masing-masing dilengkapi dengan
“Seven Steps Methodology” atau bila digabung dikenal dengan nama “7 basic tools dan
7 new tools dalam metodologi 7 langkah”. Seven basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah adalah alat-alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan
lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk
dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas
kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.

1. Seven Basic Tools of Quality terdiri dari beberapa jenis alat yang lebih bersifat
eksploratif kuantitatif. Alat-alat tersebut yakni:

a. Check Sheet*/ Check List/ Tally Chart


Lembar isian merupakan alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data.
Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang ada.
Untuk mempermudah proses pengumpulan data maka perlu dibuat suatu lembar
isian (check sheet), dengan memperhatikan sbb :
 Maksud pembuatan harus jelas
 Informasi apa yang ingin diketahui ?
 Apakah data yang nantinya diperoleh cukup lengkap sebagai dasar untuk
mengambil tindakan ?
 Stratifikasi harus sebaik mungkin
 Mudah dipahami dan diisi
 Memberikan data yg lengkap tentang apa yg ingin diketahui.

44 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


 Dapat diisi dengan cepat, mudah dan secara otomatis bisa segera
dianalisa. Kalau perlu disini dicantumkan gambar dan produk yang akan
dicheck.

Ada beberapa jenis lembar isian yang dikenal dan umum dipergunakan untuk
keperluan pengumpulan data, yaitu antara lain: Production Process Distribution
Check Sheet, Lembar isian jenis ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang
berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan
klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga
akhirnya akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi. Seperti halnya dengan
histogram, maka bentuk distribusi data berdasarkan frekuensi kejadian yg diamati
akan menunjukkan karakteristik proses yang terjadi

Contoh sebuah check list :

Teknisi laboratorium yang hadir (X) atau tidak hadir (O)


Hari Toni Agung Anton Budi Jono
Senin X 0 X X X
Selasa X X O X X
Rabu 0 X X X X
Kamis X X O X X
Jumat X X X X O
Sabtu X X O X X
Total (X) 5 5 3 6 5

b. Histogram
Merupakan sebuah diagram batang yang dimodifikasi, dengan data di sumbu X
adalah data kontinue dan batangnya saling berimpit satu sama lainnya.
Histogram berguna untuk menyajikan sebuah gambaran mengenai unsur-unsur
data dan untuk menunjukkan pola data. Histogram dibuat untuk menyajikan
data.

45 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Contohnya, sumbu X memperlihartkan waktu yang digunakan (dalam interval)
untuk kunjungan rutin pasien rawat jalan, sedangkan sumbu Y memperlihatkan
jumlah seluruh kunjungan rutin di dalam masing-masing interval waktu.
Sebuah histogram dibuat melalui beberapa langkah. Pada contoh diatas, kita
mengumpulkan data dengan membuat sebuah tabel kolom kunjungan pasien
menurut waktu yang digunakan (dalam menit) di bagian pasien rawat jalan.
Kemudian kita membagi-bagi waktu menjadi interval yang sama bergantung pada
rentang waktu yang digunakan dalam menit. Langkah berikutnya adalah membuat
sebuah daftar titik yang berisi jumlah kunjungan pasien yang masing-masing berada
pada suatu interval waktu yang diidentifikasi. Lalu, kita membuat sebuah histogram
menggunakan informasi di atas dengan menempatkan jumlah kunjungan pasien
pada sumbu Y, sedangkan interval-interval waktu ditempatkan pada sumbu X. Tiap-
tiap interval waktu akan mewakili lebar batang, sedangkan jumlah kunjungan
pasien akan menentukan tinggi batang.

c. Scatter Diagram / Diagram Pencar


Teknik ini berguna untuk menyajikan data dari dua variabel yang mungkin memiliki
hubungan (tetapi tidak selalu sebagai suatu dampak) satu sama lainnya. Data yang
dikumpulkan untuk setiap variabel kemudian ditempatkan pada suatu grafik dengan
satu variabel di sumbu X dan variabel lainnya di sumbu Y. Jika suatu pola terbentuk,
suatu hubungan positif atau negatif dapat disimpulkan. Tekhnik ini dianggap
sebagai cara yang paling mudah dalam mencatat suatu analisis korelasi tanpa
benar-benar menghitung kekuatan signifikansi hubungan antar variabel-variabel

46 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


tersebut. Teknik ini sangat mudah dibuat dan berguna untuk memperlihatkan pola
data dan memberikan data penunjang untuk membuat diagram sebab akibat.
Walaupun diagram pencar terkadang digunakan untuk menggambarkan pasangan
data diskret (misalnya, diagram jumlah), namun diagram tebar paling berguna
untuk menggambarkan data kontinue (misalnya waktu versus suhu badan pasien).

d. Pareto Diagram
Omachonu (1991), Alfredi Pareto (1897) yang merupakan seorang ahli ekonomi Italia, dan
M.C. Lorenz (1907), yaitu seorang ahli ekonomi Amerika membangun suatu konsep yang
menyatakan bahwa sebagian besar proporsi pendapatan total pada suatu populasi hanya
dinikmati oleh beberapa anggota populasi tersebut. Ahli mutu yang bernama J. Juran
menerapkan prinsip tersebut pada masalah-masalah mutu yang dikelompokkan menjadi
masalah-masalah yang banyak tetapi tidak penting, dengan kata lain kebanyakan masalah
disebabkan oleh hanya sedikit penyebab. Prosedur yang mengelompokkan masalah-
masalah mutu ini disebut sebagai Analisis Pareto.

Konsep pareto lebih jauh lagi dikenal sebagai hukum 80-20. Konsep ini dapat diterapkan
dalam layanan kesehatan, misalnya dari 80% kesalahan pencatatan, 20% disebabkan oleh
staf. Contoh lain, 80% kesalahan pengobatan 20%nya disebabkan oleh staf perawat dan
seterusnya. Dengan menggunakan grafik batang dan grafik garis, data dapat dianilisis lebih
lanjut menurut prinsip Pareto tersebut. Untuk melakukannya, ada beberapa langkah yang
perlu diikuti untuk menyajikan data dalam bentuk grafik yang sesuai dengan prinsip Pareto:

1. Identifikasi suatu masalah mutu yang akan dipelajari. Contohnya keluhan pasien dalam
layanan pemberian makanan.
2. Tentukan dan laksanakan suatu metode pengumpulan data. Misalnya survey melalui
surat.
3. Kelompokkan keluhan pasien menurut jenisnya, misalnya suhu, rasa, ketepatan waktu
layanan, estetika dan lain-lain.

47 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


4. Hitunglah frekuensi keluhan menurut kategori tertentu, misalnya suhu 74 keluhan, rasa
43 keluhan, dan seterusnya
5. Letakkan frekuensi setiap kategori keluhan pada grafik batang dan susunlah kategori-
kategori itu menurut frekuensi yang terbanyak hingga terkecil dari kiri ke kanan pada
sumbu horizontal (sumbu X). Dua sumbu vertikal harus dibuat, sumbu vertikal sebelah
kiri (sumbu Y) akan dibagi menurut interval tertentu hingga mencapai jumlah frekuensi
tertinggi (contohnya 74), sementara garis vertikal ke kanan dibagi menjadi besaran
persentase dari 0% hingga 100%.
6. Jumlahkan nilai-nilai persentase grafik batang dan hitung nilai total kumulatif di seluruh
tiap-tiap grafik batang. Letakkan nilai totalnya pada grafik yang sama, tetapi dalam
bentuk grafik garis.

Diagram Pareto sangat diperlukan, tidak hanya untuk menampilkan penyebab suatu
masalah mutu tetapi juga menyediakan suatu alat diagnostik dan pemantauan bagi tim
mutu yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau kemajuan langkah-
langkah perbaikan mutu yang sedang dilakukan. Signifikansi diagram Pareto semakin
terbukti ketika digunakan sebagai motivasi untuk mencapai bentuk akhir diagram batang
mengenai keluhan pasien yang menjadi lebih datar.

e. Fish Bone Diagram / Diagram Sebab Akibat

48 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Diagram sebab akibat adalah sebuah alat yang berguna untuk mengidentifikasi
penyebab dan sub penyebab masalah, disebut juga sebagai “diagram tulang ikan”
atau “diagram Ishikawa”. Diagram ini adalah diagram yang menampilkan akar
penyebab suatu masalah pada situasi dalam beberapa kategori penyebab terkait.
Tiap-tiap kategori tersebut selanjutnya menampilkan beberapa subkategori yang
masing-masingnya dapat bercabang lagi dan menjadi lebih banyak subkategori yang
menampilkan sejumlah penyebab yang terkait dengan masalah. Untuk membuat
diagram tulang ikan, digunakan beberapa alat perbaikan mutu lainnya, contohnya
brainstorming, survey dan lain-lain.
Diagram sebab-akibat dibuat oleh tim perbaikan mutu dalam beberapa langkah.
Begitu suatu masalah terjadi, masalah tersebut kemudian dicatat. Catatan tersebut
selanjutnya diperbaiki agar dapat mencerminkan realistis dan penyebab yang dapat
ditelusuri untuk dipelajari lebih mendalam. Sejumlah penyebab yang telah dicatat
tersebut kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kategori (dan subkategori)
dan ditampilkan pada sebuah diagram dengan panah-panah yang diarahkan ke
masalah utama. Berbagai kategori untuk mengelompokkan penyebab dapat
ditentukan sendiri oleh tim atau dapat mengacu pada daftar baku yang berisi
berbagai kemungkinan penyebab masalah menurut kategori. Sebuah daftar
penyebab yang berbeda dapat dibuat melalui penggunaan setiap kategori berikut
ini : manusia, material, mesin, metode dan tindakan.

49 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


f. Control Chart/ Grafik
Diagram kendali merupakan alat yang dirancang untuk memantau suatu proses
selama suatu periode waktu untuk mempelajari kecenderungan dan variasinya.
Diagram ini dirancang untuk menampilkan kestabilan proses di sekitar
kecenderungan yang telah terjadi sebelumnya (yang dapat diterima). Diagram ini
dapat mengukur perubahan kecil di dalam proses yang dipantau. Dengan diagram
kendali, kita dapat melakukan analisis pada suatu perubahan proses dan dapat
mengetahui jika ada faktor yang mempengaruhi kecenderungan proses yang
dipantau.

Diagram kendali dapat membantu upaya proses perbaikan yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi saat-saat ketika proses berada di luar kendali, yaitu diluar
batas yang diperhitungkan. Oleh karena itu diagram kendali dapat digunakan untuk
mengidentifikasi peluang untuk memperbaiki suatu proses. Diagram ini juga
berguna untuk menentukan apakah menyimpangnya suatu proses dari jalur yang
seharusnya (rata-ratanya) disebabkan oleh penyebab-penyebab khusus atau umum.
Penyebab khusus memiliki kecenderungan terjadi secara sporadis dan akut
sehingga membutuhkan kewaspadaan tim manajemen. Di pihak lain, penyebab
umum merupakan penyebab jangka panjang yang tidak memiliki kemampuan

50 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


mengacaukan kestabilan sebuah proses, namun dapat menghasilkan dampak kecil,
yaitu menyimpangkan suatu proses dari seharusnya. Penyebab umum
penyimpangan pelaksanaan suatu proses merupakan hasil dari interaksi beberapa
penyebab selama suatu periode waktu. Penyebab umum harus dipelajari oleh tim
perbaikan mutu yang tepat pada sebuah organisasi. Diagram kendali berguna untuk
mengendalikan penyimpangan agar tetap berada pada nilai pengukuran yang masih
dapat diterima.

Diagram kendali pada dasarnya adalah diagram tren dengan tambahan tiga garis
horizontal. Satu garis mewakili nilai rata-rata yang digambarkan antara garis batas
kendali atas (rata-rata +2 simpangan baku) dan garis batas kendali bawah (rata-rata
– 2 simpangan baku). Sebuah proses dikatakan terkendali jika garis
kecenderungannya terletak diantara garis batas atas dan garis batas bawah di
sekitar rata-rata. Dalam kasus tersebut, penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh
penyebab umum sehingga diperlukan intervensi yang dilakukan oleh tim mutu.
Namun jika garis kecenderungan berada di luar garis batas kendali atas dan garis
batas kendali bawah, prosesnya dinyatakan di luar kendali. Dalam kasus ini,
penyebab yang membuat proses berada di luar batas kendali dianggap sebagai
penyebab khusus sehingga merupakan tanggung jawab pihak manajemen untuk
menyelesaikannya.
Namun terdapat unsur tambahan pada konsep ini. Proses juga dianggap berada di
luar kendali jika paling sedikit ada tiga titik yang letaknya berurutan pada garis
kecenderungan proses yang terletak di bawah atau paling sedikit ada tiga titik yang
berurutan terletak di atas garis rata-rata, walaupun garis kecenderungan proses
masih berada di antara garis batas kendali atas dan batas kendali bawah. Sekali lagi,
penyebab khusus dikaitkan pada tipe kecenderungan seperti ini.
Garis batas kendali bukan merupakan suatu standar atau suatu ambang batas.
Batas kendali adalah ukuran yang menggambarkan perjalanan atau karakter suatu
proses. Oleh karena itu, suatu proses yang dikendalikan tidak selalu berarti
merupakan suatu proses yang baik, dan suatu proses yang tidak dikendalikan tidak
selalu merupakan suatu proses yang buruk.

51 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


2. Seven New tools of quality
Dikenal juga dengan 7 management tools mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an.
Tujuan awalnya adalah untuk mengembangkan teknik-teknik pengendalian kualitas
dengan menggunakan pendekatan desain. New 7 tools ini dikembangkan untuk dapat
mengorganisasikan data-data verbal secara terstruktur. Berbeda dengan basic 7 tools
yang digunakan untuk mengorganisasikan data numerik. Penggunaan new 7 tools ini
tidak bertentangan dengan basic 7 tools, melainkan saling mendukung. Ketujuh alat
manajemen kualitas yang masuk kelompok ini antara lain:

a. Interrelationship Diagram
Disebut juga sebagai diagram keterkaitan masalah, adalah alat untuk menganalisis
hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah yang kompleks sehingga kita dapat
dengan mudah membedakan persoalan apa yang merupakan driver (pemicu terjadinya
masalah) dan persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari masalah).

b. Affinity Diagram

52 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah besar
gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang bersifat data verbal melalui
sesi curah pendapat (brainstorming), kemudian mengelompokkannya ke dalam
kelompok-kelompok yang sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini
diciptakan pada tahun 1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang,
sehingga sering disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro).
Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat (pinpointing)
masalah dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan dapat menghasilkan
strategi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, metode ini
membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam organisasi. Affinity diagram
selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk membuat sebuah fishbone diagram.

c. Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja,
seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau
aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang
lebih rendah dan rinci. Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang
menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi
dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan
banyak batang dan cabang.
Tree Diagram telah digunakan secara luas dalam perencanaan, desain, dan
pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika
suatu perencanaan dibuat, yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-
item yang dapat dikelola (manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan

53 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


suatu masalah juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci
dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika risiko-
risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree diagram lebih baik
ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang mana masalah
tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat ini hanya untuk masalah-
masalah yang dapat dipecahkan secara hirarkis.

d. Matrix Diagram
Matrix diagram adalah alat yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan
yang diperlukan untuk suatu perbaikan proses atau produk. Matrix diagram selalu
terdiri dari baris dan kolom yang menggambarkan hubungan dua atau lebih faktor
untuk mendapatkan informasi tentang sifat dan kekuatan dari masalah sehingga
kita bisa mendapatkan ide-ide untuk memecahkan masalah.

54 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


e. Matrix Data Analysis
Matrix data analysis adalah alat yang digunakan untuk mengambil data yang
ditampilkan dalam matrix diagram dan mengaturnya sehingga dapat lebih mudah
diperlihatkan dan menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel. Hubungan
antara variabel data yang ditampilkan pada kedua sumbu diidentifikasi dengan
menggunakan simbol-simbol untuk derajat kepentingan atau data numerik untuk
evaluasi.

55 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


f. Arrow Diagram / Activity network diagram
Activity network diagram adalah alat yang digunakan untuk merencanakan atau
menjadwalkan proyek. Untuk menggunakannya, kita harus mengetahui urutan tugas-tugas
beserta durasinya. Beberapa versi activity network diagram yang luas pemakaiannya
adalah: CPM (critical path method), PERT (program evaluation and review technique), dan
PDM (precedence diagram method)

g. PDPC (Process Decision Program Chart)


PDPC adalah diagram untuk memetakan rencana kegiatan beserta situasi yang
mungkin terjadi sehingga PDPC bukan saja dibuat untuk tujuan pemecahan akhir
dari suatu masalah, tetapi juga untuk menanggulangi kejutan risiko yang mungkin
terjadi. Dengan kata lain PDPC digunakan untuk merencanakan skenario, jika pada
situasi tertentu terjadi masalah, kita telah merencanakan bagaimana kemungkinan
penyelesaian masalahnya sehingga kita siap untuk menanganinya.

Selanjutnya Methodology of Seven Steps terdiri dari:

1. Menentukan Pokok Masalah


56 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika
2. Memahami Situasi dan Menentukan Target/ Sasaran/ Tujuan
3. Menyusun Rencana Aktvitas
4. Menganalisa Faktor-Faktor dengan tahapan Investigasi Penyebab dan Efek,
Investigasi Kondisi saat ini dan masa lalu, Percobaan Stratifikasi, Melihat perubahan
dengan berjalannya waktu, Melihat Keterkaitan
5. Menyusun dan Mengimplementasikan Aktivitas perbaikan
6. Memastikan efektivitas dan efisiensi
7. Melakukan Standardisasi dan Pola Kontrol

Setiap tahapan dalam metodologi 7 langkah membutuhkan analisa-analisa yang bisa


dibantu oleh tools-tools ini. Perbedaan keduanya adalah jika 7 basic tools lebih ke
eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools lebih ke eksplorasi kualitatif.
Aplikasi alat-alat bantu tersebut di atas, tidak hanya terbatas dalam lingkup QMS (Quality
Management System) saja. Karena, kalau saja para pakar yang menekuni disiplin ilmu
lainnya, seperti misalnya : ahli politik, ahli ekonomi, ahli pemasaran dan lain sebagainya,
berkenan untuk mempelajari secara massif penggunaan alat-alat bantu ini dan
memahaminya secara baik, mereka dapat memanfaatkannya untuk melengkapi keilmuan
dan kemampuan analisisnya.

Kemampuan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah yang dahsyat
dalam mengemukakan fakta/fenomena inilah yang menyebabkan para pakar dalam
setiap proses kegiatan mutu sangat tergantung pada alat-alat bantu ini. Meskipun
demikian, keberhasilan dalam menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam
metodologi 7 langkah sangat dipengaruhi oleh seberapa massif pengetahuan si pengguna
akan alat bantu yang dipakainya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki, akan semakin
tepat dalam memilih alat bantu yang akan digunakan.

Itulah sebabnya, ada 2 hal pokok yang perlu menjadi pedoman, sebelum menggunakan 7
basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah, yaitu : efisien (tepat) dan efektif
(benar). Efisien, maksudnya adalah ketepatan dalam memilih alat bantu yang sesuai
dengan karakteristik persoalan yang akan dibahas. Efektif, artinya bahwa penggunaan
alat bantu tersebut dilakukan dengan “benar”, sehingg persoalan menjadi lebih jelas,
mudah dimengerti dan memberikan peluang untuk diperbaiki.

57 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Pengelompokkan 7 alat pertama dapat dikatakan brillian, karena mempermudah proses
analisa dengan tetap mengacu kepada prinsip manajemen kualitas yaitu berbicara
dengan fakta. 7 basic tools merupakan koleksi alat-alat statistik yang berbasis
matematika, tetapi masih mudah untuk diajarkan, sehingga 7 alat kualitas bisa
diimplementasikan ke bidang non-engineering dan diajarkan tanpa harus membutuhkan
tingkat pendidikan tinggi.

Pengelompokkan 7 alat kedua (7 New Tools) timbul karena adanya kebutuhan untuk
memecahkan permasalahan kualitatif pada tingkatan manajemen. Apa permasalahan
kualitatif? Misalnya,

 Ketidaksamaan cara pandang yang berujung kepada perdebatan yang berlebihan,


(affinity diagram)
 Perlunya alat bantu untuk mengelompokkan permasalahan atau solusi, (affinity
diagram)
 bagaimana caranya mengetahui resiko pelaksanaan? (PDPC)
 bagaimana kita tahu ada pekerjaan yang paralel dan ada pekerjaan yang genting
sehingga tidak boleh mundur? (arrow diagram)
 Apakah permasalahan ini berdiri sendiri atau berhubungan yang lain? Setiap coba
disolusikan selalu berulang kembali timbul masalah yang sama? (interrelationship
diagraph dan matrix diagram)

58 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


BAB V
STRATEGI INTERVENSI MASALAH MUTU

A. PROCESS IMPROVEMENT TEAM


Apa itu Process improvement team atau Tim peningkatan proses?
Pernahkah Anda melihat film-film perang lama, di mana tim khusus memiliki ahli senjata
dan satu dalam penghancuran dan satu lagi dalam peralatan mekanik? Atau mungkin film
kejahatan, di mana sekelompok orang masing-masing dengan bidang keahlian yang sangat
berbeda bersatu untuk meretas kasino yang korup? Dalam bekerja bersama, mereka
mampu mencapai sesuatu yang jauh lebih besar daripada apa yang bisa mereka lakukan
hanya bekerja berdampingan satu sama lain. Kita harus mendapatkan perbedaan itu,
bersama-sama versus bekerja sama, karena itu sangat penting untuk apa yang akan kita
bicarakan dalam pelajaran ini.

Di sini kita akan melihat bagaimana tim perbaikan proses, atau kelompok individu yang
dilatih untuk datang dan mencari cara untuk meningkatkan efisiensi, dapat membantu
perusahaan meningkatkan efisiensi. Kami juga akan melihat mengapa bermanfaat untuk
mencampur orang dengan latar belakang berbda yang bekerja dalam tim perbaikan proses.

Siapa yang ada di Situ?


Meskipun cukup jelas bahwa tujuan dari tim peningkatan proses adalah untuk membantu
perusahaan meningkatkan efisiensi, kita harus memastikan bahwa perusahaan memiliki
kombunasi yang tepat dari anggota tim. Lagi pula, tujuan tim ini tidak mungkin tercapai
tanpa grup yang tepat.

Yang penting, harus memiliki seorang pemimpin. Jangan memikirkan seorang pemimpin
sebagai bos, namun pemimpin tim adalah sebagai fasilitator. Ia harus tahu bakat yang
dimiliki setiap anggota tim dan memastikan bahwa mereka terbiasa dengan pola kerja yang
hebat atau diluar kebiasaan.

Berbicara tentang tim, pastikan memiliki anggota dengan perpaduan keterampilan yang
bagus. Jika Tim memiliki anggota dengan hanya satu latar belakang, mereka akan cenderung
melihat semuanya dengan sangat mirip.

Akhirnya, satu hal yang tidak kita inginkan dalam tim ini adalah ego. Bahkan satu orang
egois, yang berpikir bahwa dia selalu benar, akan menghancurkan sebagian besar efisiensi
tim.

59 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


B. EVIDENCE BASED PRACTICE
1. Latar Belakang
Sejarah evidence dimulai pada tahun 1970 ketika Archie Cochrane menegaskan perlunya
mengevaluasi pelayanan kesehatan berdasarkan bukti-bukti ilmiah (scientific evidence). Sejak
itu berbagai istilah digunakan terkait dengan evidence base, diantaranya evidence base
medicine (EBM), evidence base nursing (EBN), dan evidence base practice (EBP). Evidence Based
Practice (EBP) merupakan upaya untuk mengambil keputusan klinis berdasarkan sumber yang
paling relevan dan valid. Oleh karena itu EBP merupakan jalan untuk mentransformasikan hasil
penelitian ke dalam praktek sehingga perawat dapat meningkatkan “quality of care” terhadap
pasien. Selain itu implementasi EBP juga akan menurunkan biaya perawatan yang memberi
dampak positif tidak hanya bagi pasien, perawat, tapi juga bagi institusi pelayanan kesehatan.
Sayangnya penggunaan bukti-bukti riset sebagai dasar dalam pengambilan keputusan klinis
seperti seorang bayi yang masih berada dalam tahap pertumbuhan.

Evidence-Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan dalam praktik
perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Selama ini, khususnya dalam
keperawatan, seringkali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang berdasarkan “biasanya
juga begitu”. Sebagai contoh, penerapan kompres dingin dan alkohol bath masih sering
digunakan tidak hanya oleh masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan, dengan
asumsi dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat, sedangkan penelitian terbaru
mengungkapkan bahwa penggunaan kompres hangat dan teknik tepid sponge meningkatkan
efektifitas penggunaan kompres dalam menurunkan suhu tubuh.

Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar ilmiah dalam pengambilan
keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya
pendekatan evidence base di Indonesia belum berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke
dalam praktek. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian riset di Indonesia hanya untuk
kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya menjadi tumpukan kertas semata.

2. Definisi
EBP didefinisikan sebagai intervensi dalam perawatan kesehatan yang berdasarkan pada fakta
terbaik yang didapatkan. EBP merupakan proses yang panjang, adanya fakta dan produk hasil

60 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


yang membutuhkan evaluasi berdasarkan hasil penerapan pada praktek lapangan. Praktik klinis
berdasarkan bukti melibatkan temuan pengetahuan dari penelitian, review atau tinjauan kritis

EBP merupakan suatu pendekatan pemecahan masalah untuk pengambilan keputusan dalam
organisasi pelayanan kesehatan yang terintegrasi. Termasuk di dalamnya adalah ilmu
pengetahuan atau teori yang ada dengan pengalaman dan bukti-bukti nyata yang baik dari
pasien dan praktisi. EBP dapat dipengaruh oleh faktor internal dan external serta memaksa
untuk berpikir kritis dalam penerapan pelayanan secara bijaksana terhadap pelayanan pasien
individu, kelompok atau system.

Evidence Based Practice (EBP) adalah tindakan yang teliti dan bertanggung jawab dengan
menggunakan bukti (berbasis bukti) yang berhubungan dengan keahlian klinis dan nilai-nilai
pasien untuk menuntun pengambilan keputusan dalam proses perawatan. EBP merupakan
salah satu perkembangan yang penting pada dekade ini untuk membantu sebuah profesi,
termasuk kedokteran, keperawatan, sosial, psikologi, public health, konseling dan profesi
kesehatan dan sosial lainnya.

EBP menyebabkan terjadinya perubahan besar pada literatur, merupakan proses yang panjang
dan merupakan aplikasi berdasarkan fakta terbaik untuk pengembangan dan peningkatan pada
praktek lapangan. Pencetus dalam penggunaan fakta menjadi pedoman pelaksanaan praktek
dalam mengambil keputusan, dengan cara mengintegrasikan keahlian klinikal individu dengan
fakta yang terbaik berdasarkan penelitian sistematik.

Beberapa ahli telah mendefinisikan EBP dalam keperawatan sebagai:


1. Penggabungan bukti yang diperoleh dari hasil penelitian dan praktek klinis ditambah dengan
pilihan dari pasien ke dalam keputusan klinis
2. Penggunaan teori dan informasi yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian secara teliti,
jelas dan bijaksana dalam pembuatan keputusan tentang pemberian asuhan keperawatan
pada individu atau sekelompok pasien dan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan
pilihan dari pasien tersebut

3. Tingkatan dan Hierarki dalam penerapan EBP


Tingkatan evidence disebut juga dengan hierarchy evidence yang digunakan untuk mengukur
kekuatan suatu evidence dari rentang bukti terbaik sampai dengan bukti yang paling rendah.
Tingkatan evidence ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam EBP. Hierarki untuk
tingkatan evidence yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Penelitian dan Kualitas (AHRQ),

61 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


sering digunakan dalam keperawatan. Adapun level of evidence tersebut adalah sebagai
berikut :

Hierarki dalam penelitian ilmiah terdapat hieraraki dari tingkat kepercayaannya yang paling
rendah hingga yang paling tingi. Dibawah ini mulai dari yang paling rendah hingga yang
paling tinggi :

- Laporan fenomena atau kejadian-kejadian yang kita temuai sehari-hari


- Studi kasus
- Studi lapangan atau laporan deskriptif
- Studi percobaan tanpa penggunaan tekhnik pengambilan sampel secara acak (random)
- Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok pembanding, dan
menggunakan sampel secara acak
- Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta-analisa yaitu pengkajian
berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang tinggi.

62 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Hierarki dalam penerapan Evidence Based Practice

4. Pengambilan keputusan berdasarkan Evidence Based Practice


Melnyk & Fineout-Overholt (2011), menggambarkan keterkaitan antara evidence based practice
dengan proses decision making yang digambarkan dalam kerangka sebagai berikut :

Pengambilan keputusan untuk melakukan perubahan berdasarkan bukti-bukti nyata atau EBP di
pengaruhi oleh tiga factor yaitu, hasil penelitian atau riset termasuk teori-teori pendukung,

63 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


pengalaman yang bersifat klinis, serta feedback atau sumber-sumber dari pengalaman yang dialami
oleh pasien.

5. Model Implmentasi Evidence Based Practice


a. Model Settler
Merupakan seperangkat perlengkapan/media penelitian untuk meningkatkan
penerapan Evidence based. 5 langkah dalam Model Settler:

Fase 1 : Persiapan

Fase 2 : Validasi

Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan

Fase 4 : Translasi dan aplikasi

Fase 5 : Evaluasi

b. Model IOWA Model of Evidence Based Practice to Promote Quality Care


Model EBP IOWA dikembangkan oleh Marita G. Titler, PhD, RN, FAAN, Model IOWA
diawali dari pemicu/masalah. Pemicu/masalah ini sebagai fokus masalah. Jika masalah
mengenai prioritas dari suatu organisasi, tim segera dibentuk. Tim terdiri dari stakeholders,
klinisi, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang dirasakan penting untuk dilibatkan dalam
EBP. Langkah selanjutkan adalah mensistesis EBP. Perubahan dilakukan jika terdapat cukup
bukti yang mendukung untuk terjadinya perubahan . kemudian dilakukan evaluasi dan
diikuti dengan diseminasi

c. Model konseptual Rosswurm & Larrabee


Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri
dari 6 langkah yaitu :

Tahap 1 :mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis

Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik

Tahap 3 : kritikal analisis evidence

Tahap 4 : design perubahan dalam praktek

Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perubahan

64 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Tahap 6 : integrasikan perubahan dalam praktek

Model ini menjelaskan bahwa penerapan Evidence Based Nursing ke lahan paktek
harus memperhatikan latar belakang teori yang ada, validitas dan reabilitas metode yang
digunakan, serta penggunaan nomenklatur yang standar.

6. Pengkajian dan Alat dalam EBP


Terdapat beberapa kemampuan dasar yang harus dimiliki tenaga kesehatan professional untuk
dapat menerapkan praktek klinis berbasis bukti, yaitu :

1) Mengindentifikasi gap/kesenjangan antara teori dan praktek


2) Memformulasikan pertanyaan klinis yang relevan,
3) Melakukan pencarian kepustakaan yang cukup,
4) Menerapkan peran dari bukti, termasuk tingkatan/hierarki dari bukti tersebut untuk
menentukan tingkat validitasnya
5) Mengaplikasikan temuankepustanaan pada masalah pasien, dan
6) Mengerti dan memahami keterkaitan antara nilai dan budaya pasien dapat
mempengaruhi keseimbangan antara peluang keuntungan dan kerugian dari pilihan
manajemen/terapi.

7. Langkah-langkah dalam EBP


1) Langkah 1: Kembangkan semangat penelitian. Sebelum memulai dalam tahapan yang
sebenarnya didalam EBP, harus ditumbuhkan semangat dalam penelitian sehingga
tenaga kesehatan akan lebih nyaman dan tertarik mengenai pertanyaan-pertanyaan
berkaitan dengan perawatan pasien

2) Langkah 2: Ajukan pertanyaan klinis dalam format PICOT. Pertanyaan klinis dalam
format PICOT untuk menghasilkan evidence yang lebih baik dan relevan.
a) Populasi pasien (P),
b) Intervensi (I),
c) Perbandingan intervensi atau kelompok (C),
d) Hasil / Outcome (O), dan
e) Waktu / Time (T).

65 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Format PICOT menyediakan kerangka kerja yang efisien untuk mencari database
elektronik, yang dirancang untuk mengambil hanya artikel-artikel yang relevan dengan
pertanyaan klinis.

Menggunakan skenario kasus pada waktu respon cepat sebagai contoh, cara untuk
membingkai pertanyaan tentang apakah penggunaan waktu tersebut akan
menghasilkan hasil yang positif akan menjadi: "Di rumah sakit perawatan akut (populasi
pasien), bagaimana memiliki time respon cepat (intervensi) dibandingkan dengan tidak
memiliki time respon cepat (perbandingan) mempengaruhi jumlah serangan jantung
(hasil) selama periode tiga bulan (waktu)? "

3) Langkah 3: Cari bukti terbaik. Mencari bukti untuk menginformasikan praktek klinis
adalah sangat efisien ketika pertanyaan diminta dalam format PICOT. Jika perawat
dalam skenario respon cepat itu hanya mengetik "Apa dampak dari memiliki time
respon cepat?" ke dalam kolom pencarian dari database, hasilnya akan menjadi ratusan
abstrak, sebagian besar dari mereka tidak relevan. Menggunakan format PICOT
membantu untuk mengidentifikasi kata kunci atau frase yang ketika masuk berturut-
turut dan kemudian digabungkan, memperlancar lokasi artikel yang relevan dalam
database penelitian besar seperti MEDLINE atau CINAHL. Untuk pertanyaan PICOT pada
time respon cepat, frase kunci pertama untuk dimasukkan ke dalam database akan
perawatan akut, subjek umum yang kemungkinan besar akan mengakibatkan ribuan
kutipan dan abstrak. Istilah kedua akan dicari akan rapid respon time, diikuti oleh
serangan jantung dan istilah yang tersisa dalam pertanyaan PICOT. Langkah terakhir dari
pencarian adalah untuk menggabungkan hasil pencarian untuk setiap istilah. Metode ini
mempersempit hasil untuk artikel yang berkaitan dengan pertanyaan klinis, sering
menghasilkan kurang dari 20 artikel. Hal ini juga membantu untuk menetapkan batas
akhir pencarian, seperti "subyek manusia" atau "English," untuk menghilangkan studi
hewan atau artikel di luar negeri.

4) Langkah 4: Kritis menilai bukti. Setelah artikel yang dipilih untuk review, mereka harus
cepat dinilai untuk menentukan yang paling relevan, valid, terpercaya, dan berlaku
untuk pertanyaan klinis. Salah satu alasan perawat khawatir bahwa mereka tidak punya
waktu untuk menerapkan EBP adalah bahwa banyak proses mengkritisi melelahkan,
termasuk penggunaan berbagai pertanyaan yang dirancang untuk mengungkapkan

66 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


setiap elemen dari sebuah penelitian. Penilaian kritis yang cepat menggunakan tiga
pertanyaan penting untuk mengevaluasi sebuah studi :
a. Apakah hasil penelitian valid? Ini pertanyaan validitas penelitian untuk menilai
apakah metode penelitian cukup ketat untuk membuat temuan sedekat mungkin
dengan kebenaran. Sebagai contoh, apakah para peneliti secara acak
menetapkan mata pelajaran untuk pengobatan atau kelompok kontrol dan
memastikan bahwa mereka merupakan kunci karakteristik sebelum perawatan?
Apakah instrumen yang valid dan reliabel digunakan untuk mengukur hasil kunci?
b. Apakah hasilnya bisa dikonfirmasi? Untuk studi intervensi, pertanyaan ini
keandalan studi membahas apakah intervensi bekerja, dampaknya pada hasil,
dan kemungkinan memperoleh hasil yang sama dalam pengaturan praktek dokter
sendiri. Untuk studi kualitatif, ini meliputi penilaian apakah pendekatan
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, bersama dengan mengevaluasi aspek-
aspek lain dari penelitian ini seperti apakah hasilnya bisa dikonfirmasi.
c. Akankah hasil membantu saya merawat pasien saya? Ini pertanyaan penelitian
penerapan mencakup pertimbangan klinis seperti apakah subyek dalam
penelitian ini mirip dengan pasien sendiri, apakah manfaat lebih besar daripada
risiko, kelayakan dan efektivitas biaya, serta nilai-nilai dan preferensi pasien.
Setelah menilai studi masing-masing, langkah berikutnya adalah untuk
mensintesis studi untuk menentukan apakah mereka datang ke kesimpulan yang
sama, sehingga mendukung keputusan EBP atau perubahan.

5) Langkah 5: Mengintegrasikan bukti dengan keahlian klinis dan preferensi pasien dan
nilai-nilai. Bukti penelitian saja tidak cukup untuk membenarkan perubahan dalam
praktek. Keahlian klinis, berdasarkan penilaian pasien, data laboratorium, dan data dari
program manajemen, serta pendapat dan nilai-nilai pasien adalah komponen penting
dari EBP. Tidak ada formula ajaib untuk menimbang masing-masing elemen;
pelaksanaan EBP sangat dipengaruhi oleh variabel kelembagaan dan klinis. Misalnya,
ada bukti kuat yang menunjukkan penurunan kejadian depresi pada pasien luka bakar
jika mereka menerima delapan sesi terapi kognitif-perilaku sebelum dikeluarkan dari
rumah sakit. Anda ingin pasien Anda memiliki terapi ini dan begitu juga mereka. Tapi
keterbatasan anggaran di rumah sakit Anda mencegah mempekerjakan terapis untuk
menawarkan pengobatan. Defisit sumber daya ini menghambat pelaksanaan EBP.

67 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


6) Langkah 6: Evaluasi hasil keputusan praktek atau perubahan berdasarkan bukti.
Setelah menerapkan EBP, penting untuk memantau dan mengevaluasi setiap
perubahan hasil sehingga efek positif dapat didukung dan yang negatif diperbaiki.
Hanya karena intervensi efektif dalam uji ketat dikendalikan tidak berarti ia akan
bekerja dengan cara yang sama dalam pengaturan klinis. Pemantauan efek perubahan
EBP pada kualitas perawatan kesehatan dan hasil dapat membantu dokter melihat
kekurangan dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi lebih tepat pasien mana yang
paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan. Jika hasil yang dilaporkan berbeda
dengan literatur penelitian, pemantauan dapat membantu menentukan.

7) Langkah 7: Menyebarluaskan hasil EBP. Perawat dapat mencapai hasil yang baik bagi
pasien mereka melalui EBP, tetapi mereka sering gagal untuk berbagi pengalaman
dengan rekan-rekan dan organisasi perawatan kesehatan mereka sendiri atau lainnya.
Hal ini menyebabkan duplikasi usaha, dan melanggengkan pendekatan klinis yang tidak
berdasarkan bukti-bukti. Di antara cara untuk menyebarkan inisiatif sukses adalah
putaran EBP di institusi Anda, presentasi di konferensi lokal, regional, dan nasional, dan
laporan dalam jurnal peer-review, news letter profesional, dan publikasi untuk khalayak
umum.

8. Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan


1. Mengetahui arah pelayanan pasien dan yakin bahwa pemberian perawatan berdasarkan
fakta terbaik akan meningkatkan hasil perawatan klien.
2. Implementasi hanya akan sukses bila perawat menggunakan dan mendukung
“pemberian perawatan berdasarkan fakta”.
3. Evaluasi penampilan klinik senantiasa dilakukan perawat dalam penggunaan EBP.
4. Praktek berdasarkan fakta berperan penting dalam perawatan kesehatan.
5. Praktek berdasarkan hasil temuan riset akan meningkatkan kualitas praktek,
penggunaan biaya yang efektif pada pelayanan kesehatan.
6. Penggunaan EBP meningkatkan profesionalisme dan diikuti dengan evaluasi yang
berkelanjutan.
7. Perawat membutuhkan fakta untuk meningkatkan intuisi, observasi pada klien dan
bagaimana respon terhadap intervensi yang diberikan. Dalam tindakan diharapkan
perawat memperhatikan etnik, sex, usia, kultur dan status kesehatan.

68 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


9. Hambatan Pelaksanaan EBP Pada Keperawatan
1. Berkaitan dengan penggunaan waktu.
2. Akses terhadap jurnal dan artikel.
3. Keterampilan untuk mencari.
4. Keterampilan dalam melakukan kritik riset.
5. Kurang paham atau kurang mengerti.
6. Kurangnya kemampuan penguasaan bahasa untuk penggunaan hasil-hasil riset.
7. Salah pengertian tentang proses.
8. Kualitas dari fakta yang ditemukan.
9. Pentingnya pemahaman lebih lanjut tentang bagaimana untuk menggunakan literatur
hasil penemuan untuk intervensi praktek yang terbaik untuk diterapkan pada klien.

10. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan konsep Evidence Based Practice di atas, dapat disimpulkan bahwa
ada 3 faktor yang seacara garis besar menenentukan tercapainya pelaksanaan praktek
keperawatan yang lebih baik yaitu, penelitian yang dilakukan berdasarkan fenomena yang
terjadi di kaitkan dengan teori yang telah ada, pengalaman klinis terhadap sustu kasus, dan
pengalaman pribadi yang bersumber dari pasien. Dengan memperhatikan faktor-faktor
tersebut, maka di harapkan pelaksanaan pemeberian pelayanan kesehatan khususnya
pemberian asuhan keperawatan dapat di tingkatkan terutama dalam hal peningkatan
pelayanan kesehatan atau keperawatan, pengurangan biaya (cost effective) dan peningkatan
kepuasan pasien atas pelayanan yang diberikan. Namun dalam pelaksanaan penerapan
Evidence Based Practice ini sendiri tidaklah mudah, hambatan utama dalam pelaksanaannya
yaitu kurangnya pemahaman dan kurangnya referensi yang dapat digunakan sebagai
pedoman pelaksanaan penerapan EBP itu sendiri.

Dalam pemberian pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan yang baik, serta
mengambil keputusan yang bersifat klinis hendaknya mengacu pada SPO yang dibuat
berdasarkan teori-teori dan penelitian terkini. Evidence Based Practice dapat menjadi
panduan dalam menentukan atau membuat SPO yang memiliki landasan berdasarkan teori,
penelitian, serta pengalaman klinis baik oleh petugas kesehatan maupun pasien.

69 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


C. PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN KESEHATAN

Pengelolaan secara manual data Rumah Sakit yang sangat besar baik data medik pasien
maupun data-data administrasi yang dimiliki oleh rumah Sakit sehingga mengakibatkan:
1. Redudansi Data, pencatatan data yang berulang-ulang menyebabkan duplikasi data
sehingga kapasitas yang di perlukan membengkak dan pelayanan menjadi lambat,
dokumen menumpuk sehingga memerlukan tempat penyimpanan dokumen yang
lebih luas.
2. Unintegrated Data, penyimpanan data yang tidak terpusat menyebabkan data tidak
sinkron, informasi pada masing-masing bagian mempunyai asumsi yang berbeda-
beda sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit /Instalasi.
3. Human Error, proses pencatatan yang dilakukan secara manual menyebabkan
terjadinya kesalahan pencatatan yang semakin besar dan tidak singkron dari unit
satu ke yang lainya dan akan menimbulkan banyaknya perubahan data (efeknya
banyak pelayanan akan berdasarkan kemauan masing-masing petugas kesehatan
sehinga mereka bisa menambah atau mengurangi data/tarif sesuai dengan kondisi
saat itu.
4. Terlambatnya Informasi, dikarenakan dalam penyusunan informasi harus direkap
secara manual maka penyajian informasi menjadi terlambat dan kurang dapat
dipercaya kebenarannya.

Era teknologi informasi saat ini telah menyentuh berbagai bidang dan aspek kehidupan,
termasuk diantaranya bidang kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bidang
yang telah mempergunakan perkembangan teknologi tersebut, baik yang bersifat klinis
maupun non klinis. Ataupun teknologi informasi yang ‘bersinggungan’ langsung dengan
pasien (teknologi yang mendukung pengambilan keputusan klinis) maupun yang
dipergunakan dalam sistem pengelolaan fasilitas pelayanan kesehatan (penerapan
teknologi, seperti; Electronic Medical records (EMRs), Electronic Health records (EHRs), dan
Personal Health records (PHRs).

Penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan ini diyakini dapat memberikan berbagai
manfaat bagi provider pelayanan kesehatan. Dengan dukungan teknologi tersebut, manfaat
yang dapat diperoleh diantaranya adalah tersedianya informasi kesehatan pasien yang
akurat dan komprehensif, sehingga provider dapat memberikan berbagai kemungkinan
perawatan terbaik. Selain itu dengan penerapan teknologi informasi yang lengkap dan
akurat dapat membantu proses diagnosa, meminimalkan medical error serta dapat
menawarkan pelayanan kesehatan yang aman dengan biaya rendah.

Sistem informasi rumah sakit (SIRS) secara garis besar mempunyai dua fungsi yaitu sistem
informasi pelayanan rumah sakit dan sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS).
Kedua fungsi tersebut saling terkait dan saling melengkapi sehingga pada akhirnya akan
membuat sistem yang terintegrasi dan handal. Peranan operasional sistem informasi dalam
rumah sakit antara lain:

70 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


1. Kecepatan, misalnya kecepatan dalam penyelesaian pekerjaan administrasi rumah
sakit.
2. Akurasi, dengan SIMRS pemeriksaan data transaksi cukup dengan membandingkan
laporan antar unit yang dihasilkan oleh SIMRS dan juga dapat mencegah terjadinya
duplikasi data untuk transaksi-transaksi tertentu sehingga data terjamin akurasinya.
3. Integrasi, bila dengan sistem manual data pasien harus dimasukkan di setiap unit,
maka dengan SIMRS data tersebut cukup sekali dimasukkan di bagian pendaftaran
saja.
4. Peningkatan pelayanan, pengaruh SIMRS yang dirasakan oleh pasien adalah semakin
cepat dan akuratnya pelayanan. Pasien tidak perlu menunggu lama untuk
menyelesaikan administrasinya, baik rawat inap ataupun rawat jalan sebab ketika
data-data tersebut dibutuhkan dapat dilihat dengan waktu yang relatif singkat dan
akurat.
5. Peningkatan efisiensi, jika kecepatan dan akurasi data meningkat, maka waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan administrasi akan lebih cepat dan
menghindari permintaan pemeriksaan penunjang berulang dikarenakan kertas hasil
pemeriksaan sebelumnya hilang.
6. Kemudahan pelaporan, proses pelaporan berbasis komputer hanya memakan waktu
beberapa menit sehingga dapat lebih konsentrasi untuk menganalisa laporan
tersebut.
Dari semua peranan SIMRS berbasis komputer tersebut, akan berpengaruh pada
meningkatnya produktivitas kinerja tenaga medis dan staff administrasi di rumah sakit serta
meningkatkan atau memudahkan pelayanan kesehatan sehingga kini hampir seluruh rumah
sakit telah dilengkapi dengan teknologi komputerisasi dalam sistem informasi rumah
sakitnya.
Pelayanan rumah sakit terbagi menjadi dua bagian besar yaitu pelayanan medis dan
pelayanan yang bersifat non-medis. Pelayanan yang bersifat medis contohnya seperti rekam
medis berbasis komputer, secara prinsip digunakan untuk mencatat semua data medis,
demografis serta setiap layanan terhadap seorang pasien di rumah sakit dan disimpan
secara digital di dalam database komputer. Aplikasi ini memberikan kemudahan untuk
menyimpan, memperbaharui, mengakses dan mencari catatan-catatan medis pasien secara
lengkap dan cepat. Saat ini klinik Rawat Jalan RS Pertamina Balikpapan telah menggunakan
rekam medis berbasis komputer meskipun baru untuk melayani pasien rawat jalan.
Pelayanan medis berbasis komputer lainnya yaitu sistem informasi keperawatan. Kualitas
pelayanan keperawatan di rumah sakit bergantung kepada kecepatan dan ketepatan dalam
melakukan tindakan keperawatan yang berarti juga pelayanan keperawatan bergantung
kepada efisiensi dan efektifitas struktural yang ada dalam keseluruhan sistem suatu rumah
sakit. Pelayanan keperawatan mengalami perkembangan teknologi informasi yang sangat
membantu dalam proses keperawatan dimulai dari pemasukan data secara digital ke dalam
komputer yang dapat memudahkan pengkajian selanjutnya, intervensi apa yang sesuai
dengan diagnosis yang sudah ditegakkan sebelumnya, hingga hasil keluaran apa yang
diharapkan oleh perawat setelah klien menerima asuhan keperawatan, dan semua proses
tersebut tentunya harus sesuai dengan NANDA (North American Nursing Diagnosis
Association), NIC (Nursing Intervention Classification) dan NOC (Nursing Outcome
Classification).

71 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Saat ini, perawat menggunakan laptop, wifi dan komputer desktop untuk membuat
dokumentasi keperawatan. Sistem ini mempermudah perawat memonitor klien dan segera
dapat memasukkan data terkini serta intervensi apa yang telah dilakukan ke dalam
komputer yang sudah tersedia di setiap bangsal sehingga akan mengurangi kesalahan dalam
dokumentasi hasil tindakan keperawatan yang sudah dilakukan (meningkatkan kualitas
dokumentasi karena dapat mencegah redundancy). Adapun keuntungan lain dari sistem ini
yaitu:
 meningkatkan kualitas asuhan,
 meningkatkan produktifitas kerja,
 memudahkan komunikasi antara tim kesehatan,
 memudahkan dalam mengakses informasi,
 meningkatkan kepuasan kerja perawat,
 perawat memiliki waktu lebih banyak untuk melayani pasien,
 menurunkan Hospital Cost,
 menurunkan Lost of data and information
Kecenderungan pemanfaatan teknologi juga akan berimbas pada konsep paperless yang
ditandai dengan meluruhnya peran kertas sebagai media pencatat medis. Upaya
pengembangan sistem informasi dalam rumah sakit, saat ini tidak hanya menggunakan
teknologi komputerisasi, tetapi juga telah banyak yang menggunakan teknologi smart phone
untuk mendongkrak mutu pelayanan. Layanan informasi rumah sakit yang berbasiskan SMS
terintegrasi dapat melayani registrasi antrian pasien, jadwal praktek dokter, dan kritik dan
saran yang membangun sistem pelayanan kesehatan.
Contoh nyata sistem informasi berbasis komputer untuk mendukung pelayanan bersifat
non-medis telah diterapkan dalam rumah sakit yaitu Computerized Billing System
merupakan contoh sistem pengolahan transaksi atau penagihan elektronik untuk fungsi
pelayanan administratif dan keuangan, dimana sistem ini dapat menjamin manajemen
keuangan rumah sakit yang cepat, transparan, dan bertangung jawab. Hampir seluruh
rumah sakit telah menggunakan aplikasi ini untuk memudahkan keluarga atau penanggung
pasien melihat biaya yang harus dibayarnya karena daftar obat, biaya tindakan dokter, biaya
rawat inap sudah diketahui melalui layar computer.

72 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


D. SURVEILANCE
Beberapa pengertian surveilans menurut para ahli:
 Menurut German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance)
adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus¬ menerus berupa pengumpulan data
secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait
dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan.
 Menurut Thacker (2000), surveilans epidemiologi adalah suatu rangkaian yang dilakukan
secara terus menerus dan sistematik dalam mengumpul, mengolah, menganalisis dan
menginterpretasi data peristiwa kesehatan yang bermutu untuk perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian terhadap upaya pelayanaan kesehatan masyarakat disertai
dengan penyebarluasan informasi tersebut kepada pihak lintas terkait.
 Menurut Abramson (1991), Buehler (1998), Surveilans adalah pengamatan secara terus
menerus dan sistematik melalui pengumpulan, analisa, interpretasi dan diseminasi
penyampaian informasi status kesehatan, ancaman lingkungan atau faktor-faktor lain
yang dapat mempengaruhi kesehatan.
 Menurut WHO surveilans adalah Suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan
interpretasi data kesehatan secara sistematis, terus menerus dan penyebarluasan
informasi kepada pihak terkait untuk melakukan tindakan.
 Menurut CDC (Center of Disease Control) surveilans adalah pengumpulan, analisis dan
interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk
perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat, dipadukan
dengan diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu
mengetahuinya.
 Menurut Karyadi (1994), surveilans epidemiologi adalah:
“Pengumpulan data epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-
kegiatan dalam bidang penanggulangan penyakit, yaitu :
1. Perencanaan program pemberantasan penyakit. Mengenal epidemiologi penyakit
berarti mengenal masalah yang kita hadapi. Dengan demikian suatu perencanaan
program dapat diharapkan akan berhasil dengan baik.
2. Evaluasi program pemberantasan penyakit. Bila kita tahu keadaan penyakit sebelum
ada program pemberantasannya dan kita menentukan keadaan penyakit setelah
program ini, maka kita dapat mengukur dengan angka-angka keberhasilan dari
program pemberantasan penyakit tersebut.
3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/ wabah. Suatu sistem surveilans yang
efektif harus peka terhadap perubahan-perubahan pola penyakit di suatu daerah
tertentu. Setiap kecenderungan peningkatan insidens, perlu secepatnya dapat
diperkirakan dan setiap KLB secepatnya dapat diketahui. Dengan demikian suatu
peningkatan insidens atau perluasan wilayah suatu KLB dapat dicegah”.

73 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Surveilans kesehatan masyarakat adalah proses pengumpulan data kesehatan yang
mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan
analisis, interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans
dan pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan, menerapkan, mendeskripsikan,
dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah
kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan demikian, agar data dapat berguna, data harus
akurat, tepat waktu, dan tersedia dalam bentuk yang dapat digunakan.

Data yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan:
a) sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting
kesehatan masyarakat
b) mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk
identifikasi populasi resiko tinggi
c) memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan
lainnya, termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemic
d) sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program
e) mengevaluasi kebijakan-kebijakan public
f) memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan
g) menyediakan suatu dasar untuk penelitian epidemiologi lebih lanjut.

74 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


E. REWARDING QUALITY: BALRIDGE AWARD
Malcolm Baldrige National Quality Award adalah sejenis penghargaan tahunan yang
diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat (melalui Department of Commerce) kepada
setiap organisasi di negara USA – baik profit dan non profit – yang dianggap mencapai
kinerja yang unggul dan ekselen.

Nama Malcolm Baldrige sendiri diambil dari nama mantan Menteri Perdagangan AS yang
menginisiasi kegiatan penghargaan ini. Sejak diperkenalkan pada tahun 1988, penghargaan
tahunan ini telah memberikan kontiribusi yang signifikan bagi peningkatan mutu dan kinerja
bisnis beragam perusahaan disana.

Seiring dengan hal itu, banyak negara di berbagai belahan dunia yang mengadopsi
pendekatan dan kriteria yang digunakan oleh Komite Malcolm Baldrige untuk mengukur
keunggulan kinerja. Kriteria yang mereka gunakan dikenal juga sebagai 7 Pilar Malcolm
Baldrige. Dan jika diamati, tujuh kriteria ini memang sangat berperan dalam menentukan
maju mundurnya sebuah organisasi (baik organisasi bisnis maupun organisasi publik).

Dalam tulisan ringkas kali ini, kita akan membincangkan 7 pilar atau kriteria Malcolm
Baldrige tersebut.

Pilar pertama: LEADERSHIP.


Kriteria ini ingin melihat bagaimana para leader di organisasi perusahaan menampilkan
kapasitasnya: bagaimana mereka menetapkan visi dan tujuan organisasi; dan kemudian
mengkomunikasikannya kepada setiap anggota. Juga apakah leaders di organisasi Anda
memiliki kecakapan untuk mengelola dan menginspirasi anak buahnya untuk mencapai
keunggulan kinerja. Coba sekarang pikirkan sejenak : kira-kira bagaimana mutu leadership
para atasan atau bos di kantor Anda? Sudah oke dan berkelas dunia, atau yah…..boss saya
kok begini sih……

Pilar kedua: Strategic Planning


Kriteria ini mau melihat bagaimana proses perumusan strategi ditetapkan di lingkungan
kantor Anda. Dan yang tak kalah penting: apakah konten strategi itu secara tepat merespon
dinamika perubahan lingkungan bisnis? Jadi kira-kira apa strategi yang telah ditetapkan oleh
kantor Anda sekarang? Jangan-jangan Anda sendiri ndak pernah “ngeh” dengan peta
strategi di kantor Anda.

Pilar ketiga: Customer Focus


Apakah produk dan layanan yang disediakan oleh organisasi Anda sudah mak nyuss? Atau
hanya bermutu ala kadarnya? Apakah produk atau layanan yang dibentangkan oleh kantor
Anda selalu segar nan inovatif; dan membuat para pelanggan bisa tersenyum riang? Atau
sebaliknya: selalu menebarkan ketidak-andalan dan kualitas yang pas-pasan?

Pilar keempat: Performance Measurement

75 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Apakah setiap leaders di tempat Anda sudah memiliki key performance indicators (KPI) yang
jelas dan terukur? Dan apakah key indicators itu selalu direview secara periodik untuk
melihat progress dan mengambil corrective action (jika targetnya meleset)? Pengelolaan
kinerja dengan indikator yang jelas merupakan salah satu tanda munculnya performance-
based culture yang kuat di sebuah organisasi.

Pilar kelima: People Focus


Seberapa jauh perhatian dan komitmen manajemen organisasi Anda terhadap
pengembangan mutu SDM-nya? Elemen ini juga mau melihat apakah organisasi telah
memberikan skema reward yang fair dan atraktif kepada segenap anggotanya. Kontribusi
angggota yang melejit hanya akan merebak jika sebuah organisasi punya kebjiakan people
focus yang solid dan konsisten.

Pilar keenam: Process Management


Kriteria ini mau mengukur bagaimana kantor Anda mendesain dan mengelola proses kerja
kunci? Apakah setiap alur proses sudah didesain dengan ramping dan efisien? Atau masih
banyak proses kerja yang terlalu birokratis, tidak saling terkoordinasi dengan baik, dan
justru menimbulkan banyak silang sengketa diantara berbagai bagian/departemen?

Pilar ketujuh: Result.


Pilar yang ketujuh ini mau melihat bagaimana hasil akhir kinerja organisasi : apakah makin
kompetitif, makin efektif, dan makin mengkilap kinerja seluruh aspek organisasinya?
Melalui 7 pilar diatas kita bisa menakar dimana level kinerja organisasi Anda. 7 Pilar ini juga
sangat membantu jika sebuah organisasi hendak melakukan proses transformasi menuju ke
arah yang lebih menjulang. Artinya, 7 kriteria diatas dapat digunakan sebagai peta,atau
sebagai roadmap, jika organisasi Anda hendak merumuskan action plan-nya.

76 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


F. INSENTIF FINANCIAL

Setiap perusahaan pada dasarnya ingin memiliki sumber daya manusia atau karyawan yang
mampu bekerja dengan sangat baik. Namun kenyataannya masing-masing karyawan
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Terdapat karyawan yang memiliki motivasi dan
semangat kerja yang tinggi tetapi ada pula sebaliknya. Sejalan dengan usaha pencapaian
tujuan perusahaan, maka perusahaan perlu memperhatikan dan mengarahkan para
karyawan dengan baik agar karyawan memiliki motivasi dan semangat kerja yang tinggi
serta mau bekerja dengan semaksimal mungkin. Untuk itu perusahaan khususnya bagian
sumber daya manusia juga perlu mengetahui terlebih dahulu hal apa yang dapat
memotivasi dan mendorong semangat kerja karyawan.

Secara umum karyawan bekerja karena ingin memperoleh imbalan atau balas jasa dari
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada tiga kategori kebutuhan individu
yaitu eksistensi, keterhubungan, dan pertumbuhan (Rivai, 2006:462). Salah satu bentuk
imbalan yang dapat diberikan oleh perusahaan adalah insentif. Insentif dapat digunakan
sebagai alat motivasi. Beberapa alat motivasi meliputi:

(1) Materiil Insentif: Alat motivasi yang diberikan itu berupa uang dan atau barang yang
mempunyai nilai pasar; jadi memberikan kebutuhan ekonomis. Misalnya: kendaraan,
rumah dan lain-lainnya.
(2) Nonmateriil Insentif: Alat motivasi yang diberikan itu berupa barang/benda yang tidak
ternilai; jadi hanya memberikan kepuasan/kebanggaan rohani saja. Misalnya: medali,
piagam, bintang jasa dan lain-lainnya.
(3) Kombinasi Materiil dan Nonmateriil Insentif: Alat motivasi yang diberikan itu berupa
materiil (uangdan barang) dan nonmateriil (medali dan piagam); jadi memenuhi
kebutuhan ekonomis dan kepuasan/kebanggaan rohani (Hasibuan, 2010:99).

Selain itu dengan adanya pemberian motivasi yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawanan, maka dapat juga mendorong semangat kerja karyawan, karena salah satu
tujuan motivasi adalah mendorong semangat kerja karyawan. Tujuan pemberian motivasi
antara lain
(1) Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan;
(2) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;
(3) Menigkatkan produktivitas kerja karyawan;
(4) Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;
(5) Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan;
(6) Mengefektifkan pengadaan karyawan;
(7) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;
(8) Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;

77 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


(9) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;
(10) Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas- tugasnya;
(11) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku;
(12) Dan lain sebagainya (Hasibuan, 2010:97)

Insentif
Menurut Nawawi “Insentif adalah penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk
memotivasi para pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi”. Sedangkan menurut Hasibuan
“Insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang
prestasi kerjanya di atas prestasi standar”. Selanjutnya tujuan pemberian insentif menurut
Mangkunegara, “Insentif adalah untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam upaya
mencapai tujuan-tujuan organisasi”.

Menurut Hasibuan, sebagai alat motivasi pemberian insentif bertujuan untuk mengarahkan
dan menggerakkan daya dan potensi karyawan agar mau bekerja giat dan antusias dalam
mencapai hasil kerja yang optimal, demi mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Adanya
insentif yang memberikan bayaran berdasarkan prestasi kerja, akan mempertinggi motivasi
kerja karyawan di dalam usaha pencapaian yang telah ditetapkan. Dari pendapat diatas
maka dapat disimpulkan bahwa insentif adalah tambahan balas jasa atau penghargaan yang
sengaja diberikan untuk memotivasi karyawan agar dapat meningkatkan produktivitas
kerjanya.

Sedangkan menurut Sarwoto, secara garis besar keseluruhan insentif dapat digolongkan
dalam dua golongan yaitu insentif material dan insentif nonmaterial

Motivasi
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk
mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai tersebut yang
memberikan kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai tujuan.
Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu: arah perilaku (kerja untuk mencapai
tujuan), dan kekuatan perilaku (seberapa kuat individu dalam bekerja). Apabila individu
termotivasi, mereka akan membuat pilihan yang positif untuk melakukan sesuatu, karena
dapat memuaskan keinginan mereka.

Menurut Mangkunegara, “Motivasi adalah suatu kecenderungan untuk beraktivitas, dimulai


dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri”. Adapun
Mangkunegara menjelaskan, “Motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia
ke arah suatu tujuan tertentu”. Sedangkan Hasibuan berpendapat bahwa “Motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka
mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan”.

78 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah pemberian daya dorong oleh
perusahaan kepada karyawan sehingga karyawan bersedia bekerja sama secara efektif agar
tujuan perusahaan tercapai.

Semangat Kerja
Menurut Hasibuan “Semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang
mengerjakan pekerjaannya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang
maksimal. Semangat kerja ini akan merangsang seseorang untuk berkarya dan berkreativitas
dalam pekerjaannya”. Sedangkan Moekijat menyatakan bahwa semangat kerja
menggambarkan suasana keseluruhan yang dirasakan samar-samar atau kabur di antara
anggota-anggota suatu kelompok, masyarakat, atau perkumpulan. Apabila mereka merasa
baik, bahagia, optimis, kebanyakan orang menggambarkan orang-orang tersebut sebagai
mempunyai semangat kerja tinggi. Apabila orang-orang suka membantah, menyakitkan hati,
kelihatan aneh, merasa dalam kesulitan, dan tidak tenang/tenteram, maka keadaan mereka
dapat digambarkan sebagai mengandung semangat kerja rendah.
Menurut Moekijat, “Semangat kerja atau moril kerja adalah kemampuan sekelompok orang
untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama”. Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa semangat kerja menggambarkan
suasana keseluruhan yang dirasakan samar-samar atau kabur dari perasaan seseorang atau
kelompok sehubungan dengan pekerjaan mereka dan memungkinkan untuk bekerja sama
dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama.

Hubungan Insentif Finansial dan Insentif Non Finansial terhadap Motivasi

Insentif finansial dan insentif non finansial memiliki hubungan erat dengan motivasi. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari penelitian terdahulu yang disusun oleh Sinara Ilmian Syah
pada tahun 2009. Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Insentif terhadap Motivasi Kerja
(Studi Pada Karyawan PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan dan Jaringan
Malang) dapat diketahui jika insentif yang terdiri dari insentif materiil dan insentif non
materiil berpengaruh positif terhadap motivasi kerja karyawan. Dengan semakin
meningkatnya jumlah pemberian insentif materiil maupun insentif non materiil maka
motivasi kerja karyawan juga semakin meningkat.

Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut maka dapat disimpulkan jika insentif finansial
dan insentif non finansial memiliki hubungan atau pengaruh terhadap motivasi kerja
karyawan. Dengan adanya hubungan atau pengaruh tersebut maka perusahaan dapat
menggunakan pemberian insentif baik insentif finansial maupun insentif non finansial untuk
meningkatkan motivasi kerja karyawannya.

Hubungan Motivasi dengan Semangat Kerja


Motivasi memiliki hubungan erat dengan semangat kerja karyawan. Hal tersebut dapat
dibuktikan dari penelitian terdahulu yang disusun oleh Satryo Adi Nugroho pada tahun
2008. Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Motivasi Terhadap Semangat Kerja

79 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Karyawan (Studi Pada Kantor Perbendaharaan Negera Malang). Dari penelitian tersebut
dapat diketahui bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja. Motivasi
yang terdiri dari variabel kebutuhan dasar yang terlibat (X1), variabel harapan (X2), dan
variabel insentif (X3) memiliki pengaruh signifikan terhadap semangat kerja (Y). Berdasarkan
penelitian terdahulu tersebut maka dapat disimpulkan jika motivasi memiliki hubungan atau
pengaruh terhadap semangat kerja karyawan. Dengan adanya hubungan atau pengaruh
tersebut maka perusahaan dapat menggunakan pemberian motivasi untuk meningkatkan
semangat kerja karyawannya.

80 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


BAB VI
STRATEGI INTERVENSI MASALAH MUTU DENGAN
PENDEKATAN AKREDITASI

A. TATA KELOLA RUMAH SAKIT (TKRS)


GAMBARAN UMUM
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat.

Untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada pasien, rumah sakit dituntut memiliki
kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif ini ditentukan oleh sinergi yang positif
antara pemilik rumah sakit, direktur rumah sakit, para pimpinan di rumah sakit, dan kepala
unit kerja unit pelayanan. Direktur rumah sakit secara kolaboratif mengoperasionalkan
rumah sakit bersama dengan para pimpinan, kepala unit kerja, dan unit pelayanan untuk
mencapai visi misi yang ditetapkan serta memiliki tanggung jawab dalam pengeloaan
manajemen peningkatan mutu dan keselamatan pasien manajemen kontrak, serta
manajemen sumber daya.

PEMILIK
Organisasi serta wewenang pemilik dan representasi pemilik dijelaskan di dalam
regulasi yang ditetapkan oleh pemilik rumah sakit. Tanggung jawab dan akuntabilitas
pemilik dan representasi pemilik telah dilaksanakan sesuai regulasi yang ditetapkan dan
sesuai peraturan perundangundangan.

Pemilik rumah sakit tidak diperbolehkan menjadi Direktur Rumah Sakit, tetapi posisinya
berada di atas representasi pemilik, serta mereka mengembangkan sebuah proses untuk
melakukan komunikasi dan kerja sama dengan Direktur Rumah Sakit dalam rangka
mencapai misi dan perencanaan rumah sakit.

Rumah sakit memiliki misi, rencana strategis, rencana kerja, program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, pengawasan mutu pendidikan, serta laporan akuntabilitas representasi
pemilik.

Pemilik atau representasi pemilik mempunyai tanggung jawab dalam pengawasan kendali
mutu dan kendali biaya. Dalam rangka pelaksanaan kendali mutu dan biaya rumah sakit
maka rumah sakit membuat program peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP).
Pemilik dan atau representasi pemilik mempunyai kewajiban untuk mengkaji program PMKP
yang diusulkan oleh Direktur Rumah Sakit dan menyetujui bila sudah sesuai dengan misi
rumah sakit dan melakukan pengawasan implementasi program PMKP secara
berkesinambungan serta berkelanjutan. Investasi mutu ini membutuhkan perencanaan
sumber daya dan perlu dievaluasi serta dimonitor melalui sistem yang ditetapkan.

81 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Pemilik atau representasi pemilik memberi persetujuan dan menerima laporan pelaksanaan
program mutu sebagai berikut:
a) laporan capaian indikator dan analisisnya setiap 3 bulan;
b) laporan kejadian tidak diharapkan (KTD) setiap 6 bulan;
c) laporan kejadian sentinel setiap ada kejadian dan laporan ulang setelah kejadian sentinel.
Selesai dilakukan analisis dengan menggunakan metode root cause analysis (RCA).
Pemilik atau representasi pemilik wajib memberikan respons terhadap laporan tersebut,
khususnya bila terjadi insiden keselamatan pasien dan capaian pemenuhan indikator yang
masih rendah, termasuk juga untuk perbaikan/memenuhi standar diperlukan
dana/anggaran tambahan maka representasi pemilik diharapkan dapat memperhatikan
usulan tersebut dan membantu mengupayakan dana/anggaran tambahan tersebut.

DIREKTUR/DIREKSI RUMAH SAKIT


Pimpinan tertinggi organisasi rumah sakit adalah kepala atau Direktur Rumah Sakit dengan
nama jabatan kepala, direktur utama atau direktur, dalam standar akreditasi ini disebut
Direktur Rumah Sakit. Dalam menjalankan operasional rumah sakit, direktur dapat dibantu
oleh wakil direktur atau direktur (bila pimpinan tertinggi disebut direktur utama) sesuai
dengan kebutuhan, kelompok ini disebut direksi.

Kepemimpinan yang efektif sebuah rumah sakit sangat penting agar rumah sakit dapat
beroperasi secara efisien serta memenuhi visi dan misinya. Direktur/Direksi Rumah Sakit
patuh terhadap peraturan perundangundangan. Direktur/Direksi Rumah Sakit telah
memastikan kepatuhan staf rumah sakit terhadap regulasi rumah sakit yang sudah
ditetapkan. Direktur/Direksi Rumah Sakit menindaklanjuti semua hasil laporan pemeriksaan
internal dari pemerintah atau badan ekternal lainnya yang mempunyai kewenangan
melakukan pemeriksaan rumah sakit.

WAKIL DIREKTUR DI RUMAH SAKIT


Para Wakil Direktur Rumah Sakit ditetapkan dan secara bersama,bertanggung jawab untuk
menjalankan misi dan membuat rencana serta regulasi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan misi tersebut.

Pelayanan pasien perlu direncanakan dan dirancang untuk merespons kebutuhan pasien.
Jenis pelayanan yang diberikan harus tertulis dan harus konsisten dengan misi rumah sakit.
Kepala bidang/divisi menentukan kualifikasi kepala dari setiap departemen klinis dan
unit/instalasi pelayanan yang ada di r umah sakit, baik pelayanan diagnostik, terapeutik,
rehabilitatif, dan pelayanan penting lainnya untuk kepentingan pasien.

Para Wadir rumah sakit juga membuat rencana bersama dengan para kepala unit pelayanan
tentang cakupan dan jenis pelayanan-pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Direktur Rumah Sakit merencanakan dan mengikut
sertakan masyarakat/tokoh masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan sekitar rumah sakit,
dan pihak-pihak lainnya dalam merencanakan kebutuhan pelayanan kesehatan untuk
masyarakat. Bentuk pelayanan yang direncanakan ini mencerminkan arah strategis rumah
sakit dan perspektif pasien yang dirawat di rumah sakit.

82 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Para Wadir juga terlibat merencanakan pelayanan pasien dalam menentukan komunitas dan
populasi pasien untuk rumah sakit tersebut, mengidentifikasi kepentingan pelayanan yang
dibutuhkan oleh masyarakat, dan merencanakan komunikasi berkelanjutan dengan
kelompok pemangku kepentingan utama dalam komunitas. Komunikasi dapat secara
langsung ditujukan kepada individu atau melalui media massa atau melalui lembaga dalam
komunitas ataupun pihak ketiga. Jenis informasi yang disampaikan meliputi informasi
tentang layanan, jam kegiatan kerja, dan proses untuk mendapatkan perawatan; dan
informasi tentang kualitas layanan yang disediakan kepada masyarakat dan sumber rujukan.

Para Wadir Rumah Sakit bertanggung jawab bahwa di seluruh tempat di rumah sakit
terselenggara komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi antarkelompok profesional, antar
unit struktural, antara profesional dan manajemen, juga profesional dengan organisasi di
luar. Direktur Rumah Sakit memperhatikan akurasi dan ketepatan waktu penyampaian
informasi ke seluruh tempat di rumah sakit. Direktur Rumah Sakit membentuk budaya
kerjasama dan komunikasi untuk melakukan koordinasi serta integrasi asuhan pasien.
Metode secara formal (contoh, pembentukan komite atau tim gabungan) dan informal
(contoh, poster, surat kabar) digunakan untuk meningkatkan peran pentingnya komunikasi
antara berbagai layanan dan anggota staf. Pengembangan koordinasi layanan klinik yang
baik diperoleh karena ada pengertian dari setiap unit pelayanan untuk berkolaborasi
menyusun kebijakan dan prosedur.

Dalam mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang baik, rumah sakit perlu mengatur
pertemuan di setiap tingkat rumah sakit, misalnya pertemuan direksi, pertemuan para
kepala bidang/divisi, dan pertemuan antarunit pelayanan. Selain itu, perlu juga pertemuan
antartingkat, misalnya pertemuan direksi dengan para kepala bidang/divisi dengan Kepala
Unit Pelayanan. Di sisi lain, rumah sakit juga perlu mengembangkan pertemuan antara
profesi, misalnya pertemuan dokter, perawat, dan PPA lainnya dalam membahas
pengembangan pelayanan, update ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.

WADIR SUMBER DAYA MANUSIA


Kemampuan rumah sakit dalam memberikan asuhan pasien berkaitan langsung dengan
kemampuan rumah sakit menarik dan mempertahankan staf yang bermutu dan kompeten.
Direktur Rumah Sakit sadar bahwa mempertahankan staf lebih bermanfaat dalam jangka
waktu lama dibanding dengan jika menerima staf yang baru.

Mempertahankan (retensi) staf dapat bermanfaat untuk Direktur Rumah Sakit dalam
mendukung proses pengembangan staf yang berkelanjutan. Direktur Rumah Sakit membuat
rencana/program serta melaksanakan program dan proses yang berkaitan dengan
penerimaan, retensi, pengembangan, dan pendidikan berkelanjutan setiapkategori staf
dengan melibatkan para Wadir dan kepala unit pelayanan.

Regulasi tentang kesempatan staf untuk mengikuti pendidikan dan latihan harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (60% pegawai @ 20 jam per tahun).

KOMITE MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN


Bila rumah sakit ingin berhasil dalam memulai dan mempertahankan perbaikan serta
mengurangi risiko bagi pasien dan staf, kepemimpinan dan perencanaan merupakan hal

83 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


yang penting. Kepemimpinan dan perencanaan dimulai dari pemilikdan representasi
pemilik, Direktur Rumah Sakit, para pimpinan klinis, dan pimpinan manajerial secara
bersama-sama menyusun dan mengembangkan program peningkatan mutu serta
keselamatan pasien. Direktur Rumah Sakit bertanggung jawab untuk memulai dan
menyediakan dukungan berkelanjutan dalam hal komitmen rumah sakit terhadap mutu.
Direktur Rumah Sakit mengembangkan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
serta mengajukan persetujuan program kepada representasi pemilik, dan melalui misi
rumah sakit serta dukungan pemilik rumah sakit membentuk suatu budaya mutu di rumah
sakit.

Direktur Rumah Sakit memilih pendekatan yang digunakan oleh rumah sakit untuk
mengukur, menilai, serta meningkatkan mutu dan keselamatan pasien. Pengukuran mutu
dilakukan menggunakan indikator mutu di tingkat rumah sakitdan di tingkat unit pelayanan
yang merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Di samping itu, Direktur Rumah Sakit juga menetapkan bagaimana program peningkatan
mutu serta keselamatan pasien diarahkan dan diatur setiap harinya,karena itu Direktur
Rumah Sakit perlu menetapkan organisasi yang mengelola danmelaksanakan program
peningkatan mutu serta keselamatan pasien. Direktur Rumah Sakit dapat membentuk
komite/tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien atau bentuk organisasi lainnya
sesuai kondisi rumah sakit dan peraturan perundang-undangan. Pimpinan perlu memastikan
bahwa program tersebut mempunyai sumber daya termasuk tenaga yang cukup agar dapat
berjalan efektif.

Direktur Rumah Sakit juga menerapkan suatu struktur dan proses untuk memantau dan
melakukan koordinasi menyeluruh terhadap program yang ada di rumah sakit. Tindakan ini
memastikan koordinasi di seluruh unit pelayanan dalam upaya pengukuran dan perbaikan.
Koordinasi ini dapat tercapai melalui pemantauan dari unit/departemen mutu atau
komite/tim peningkatan mutu, atau struktur lainnya. Koordinasi ini mendukung pendekatan
sistem untuk pemantauan kualitas dan aktivitas perbaikan sehingga mengurangi duplikasi
upaya peningkatan mutu. Misalnya terdapat dua departemen yang secara independen
mengukur suatu proses atau luaran yang sama

Direktur Rumah Sakit bertanggung jawab melaporkan pelaksanaan program peningkatan


mutu dan keselamatan pasien kepada representasi pemilik sebagai berikut:
1) setiap tiga bulan yang meliputi capaian dan analisis indikator mutu area klinis, area
manajemen, sasaran keselamatan pasien, capaian implementasi panduan praktik klinik,
dan alur klinis serta penerapan sasaran keselamatan pasien;
2) setiap 6 (enam) bulan Direktur Rumah Sakit melaporkan penerapan keselamatan pasien
kepada representasi pemilik antara lain mencakup

analisis akar masalahnya;


rga telah mendapatkan informasi tentang kejadian
tersebut;

terhadap kejadian tersebut;

84 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


3) khusus untuk kejadian sentinel, Direktur Rumah Sakit wajib melaporkan kejadian kepada
pemilik dan representasi pemilik paling lambat 2 x 24 jam setelah kejadian dan
melaporkan ulang hasil analisis akar masalah setelah 45 hari.

Representasi pemilik mengkaji dan merespons laporan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien, khususnya terkait dengan capaian indikator yang masih rendah.

Komunikasi informasi tentang program peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara
berkala kepada staf merupakan hal yang penting. Alur komunikasi mutu ini dilakukan
melalui jalur yang efektif, seperti buletin, poster, pertemuan staf, dan proses sumber daya
manusia. Informasi yang diberikan antara lain dapat berupa program baru atau program
yang baru saja selesai, perkembangan dalam pencapaian Sasaran Keselamatan Pasien, hasil
analisis kejadian sentinel atau kejadian tidak diinginkan lainnya, ataupun penelitian terkini
maupun program benchmark.

Karena terdapat keterbatasan staf dan sumber daya, tidak semua proses di rumah sakit
dapat diukur dan diperbaiki pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu, tanggung jawab
utama Direktur Rumah Sakit adalah menetapkan prioritas pengukuran dan perbaikan di
seluruh rumah sakit. Prioritas ini meliputi upaya pengukuran dan perbaikan yang
memengaruhi atau mencerminkan aktivitas yang terdapat di berbagai unit pelayanan.
Direktur Rumah Sakit berfokus pada upaya pengukuran dan peningkatan mutu rumah sakit,
termasuk pengukuran dan aktivitas yang berhubungan dengan kepatuhan penuh terhadap
sasaran keselamatan pasien.

MANAJEMEN KONTRAK
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rumah sakit wajib menyediakan pelayanan
klinis dan manajemen. Rumah sakit dapat mempunyai pilihan memberi pelayanan klinis dan
manajemen ini secara langsung atau dapat melalui kontrak atau perjanjian lainnya. Kontrak
pelayanan klinis disebut kontrak klinis dan untuk kontrak pelayanan manajemen disebut
kontrak manajemen. Kontrak dapat juga berhubungan dengan staf profesional kesehatan.
Apabila kontrak berhubungan dengan staf profesional kesehatan (misalnya, kontrak
perawat untuk perawatan kritis, home care, dokter tamu/dokter paruh waktu, profesional
pemberi asuhan lainnya, dll.) maka kontrak harus menyebutkan bahwa staf profesional
tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan rumah sakit dan peraturan perundang-
undangan. Rumah sakit mempunyai regulasi kontrak klinis yang antara lain meliputi
kredensial, rekredensial, dan penilaian kinerja. Kontrak manajemen dapat meliputi kontrak
untuk alat laboratorium, pelayanan akuntansi keuangan, kerumahtanggaaan seperti sekuriti,
parkir, makanan, linen/laundry, dan pengolah limbah sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
Pelayanan yang dikontrakkan dapat meliputi pelayanan radiologi dan pencitraan diagnostik
hingga pelayanan akuntansi keuangan dan pelayanan yang disediakan untuk housekeeping,
makanan, dan linen.
Direktur Rumah Sakit menjabarkan secara tertulis jenis dan ruang lingkup pelayanan yang
disediakan melalui perjanjian kontrak. Direktur Rumah Sakit menjabarkan secara tertulis,
sifat dan cakupan pelayanan yang disediakan melalui perjanjian kontrak. Dalam semua hal,
Direktur Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap kontrak atau pengaturan lain untuk
memastikan bahwa pelayanan dapat memenuhi kebutuhan pasien dan merupakan bagian
dari kegiatan manajemen serta peningkatan mutu rumah sakit.

85 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Kepala bidang/divisi pelayanan klinis dan kepala unit/instalasi/departemen terkait
berpartisipasi dalam seleksi kontrak klinis dan bertanggung jawab untuk kontrak klinis.
Kepala bidang/divisi manajemen dan kepala unit/instalasi/departemen terkait berpartisipasi
dalam seleksi terhadap kontrak manajemen dan bertanggung jawab atas kontrak
manajemen tersebut. Kepala bidang/divisi dan kepala unit/instalasi/departemen selain
berpartisipasi dalam meninjau dan memilih semua kontrak klinis atau kontrak manajemen,
juga bertanggung jawab untuk memantau kontrak tersebut.

Rumah sakit perlu melakukan evaluasi mutu pelayanan dan keselamatan pasien pada semua
pelayanan di rumah sakit, baik yang secara langsung disediakan sendiri oleh rumah sakit
maupun yang disediakan berdasar atas kontrak atau perjanjian lainnya. Rumah sakit perlu
mendapatkan informasi mutu dari pelayanan yang disediakan berdasar atas kontrak atau
perjanjian lainnya, lalu menganalisis informati tersebut, kemudian mengambil tindakan
berdasar atas data dan informasi tersebut. Pelayanan yang disediakan berdasar atas kontrak
dan perjanjian lainnya perlu mencantumkan indikator mutu yang dapat dipergunakan untuk
mengukur mutu pelayanan yang disediakan berdasar atas kontrak tersebut. Data indicator
mutu apa saja yang harus dikumpulkan dan dilaporkan ke Komite/Tim Mutu rumah sakit,
frekuensi pengumpulan data, dan format pengumpulan data. Kepala unit
pelayanan/departemen menerima laporan mutu dari penyedia kontrak yang kemudian
ditindaklanjuti dan memastikan bahwa laporan-laporan tersebut diintegrasikan ke dalam
proses penilaian mutu rumah sakit. Sebagai contoh: makanan pasien di rumah sakit
disediakan berdasar atas kerja
sama dengan pihak ketiga. Dengan demikian, pelayanan makanan yang disediakan pihak
ketiga tersebut perlu diukur mutunya menggunakan indicator mutu. Penanggung Jawab Gizi
secara berkala melaporkan hasil capaian indicator mutu kepada Komite/Tim Mutu Rumah
Sakit.

Kepala bidang/divisi pelayanan klinis dapat merekomendasikan kontrak atau mengatur


pelayanan dari staf profesional pemberi asuhan (PPA) seperti dokter, dokter gigi, dan para
praktisi independen lainnya di luar rumah sakit. Dalam beberapa kasus dokter praktik
mandiri tersebut dapat berada di luar rumah sakit atau bahkan dari luar negeri. Pelayanan
itu dapat mencakup telemedicine atau teleradiology. Apabila dari pelayanan praktisi
tersebut, pasien membutuhkan perawatan atau alur perawatan maka praktisi tersebut
harus melalui proses kredensial dan pengurusan izin praktik di rumah sakit.

MANAJEMEN SUMBER DAYA


Direktur Rumah Sakit mencari dan menggunakan data, informasi tentang rantai distribusi
obat, serta perbekalan farmasi yang aman untuk melindungi pasien dan staf dari produk
yang berasal dari pasar gelap, palsu, terkontaminasi, atau cacat.

Manajemen rantai distribusi obat adalah faktor yang sangat penting dalam menjamin
pengadaan perbekalan rumah sakit yang aman dan berkualitas. Rantai distribusi obat ini
meliputi tahapan bagaimana perbekalan dikirim dari pabrik ke distributor dan akhirnya
sampai ke rumah sakit. Rangkaian distribusi ini merupakan komponen sangat penting untuk
memastikan tersedia perbekalan yang dibutuhkan datang tepat waktu, mencegah obat serta
teknologi medik yang tercemar, palsu, sampai dipergunakan kepada pasien di rumah sakit.

86 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Hal ini merupakan masalah global yang sudah dikenal dan untuk mengatasinya harus
diketahui tentang reputasi, kredibilitas, kegiatan operasionalsetiap komponen, dari rantai
distribusi. Mungkin informasi yang ada tidak dapatlengkap dan sukar untuk mengkaitkan
satu sama lain, tetapi rumah sakit paling sedikit dapat memutuskan letak risiko yang
signifikan berada dan kemudian melakukan pemilihan berdasar atas informasi.
Penelusuran produk melalui bar-coding serta cara lain dapat membantu manajemen dan
staf mengerti bagaimana gambaran rantai suplai dan dapat mencegah penggelapan.
Meskipun tidak ada standar tunggal secara nasional maupun global mengatur rantai
distribusi ini, bahkan bila tidak ada standar nasional, Direktur Rumah Sakit tetap
bertanggung jawab untuk mengetahui isu ini dan melaksanakan strategi melindungi rantai
disribusinya. Jika perbekalan rumah sakit dibeli, disimpan, dan didistribusi oleh instansi
pemerintah maka rumah sakit ikut melaksanakan program untuk deteksi dan melaporkan
perbekalan yang diduga tercemar atau palsu, serta mengambil tindakan mencegah kerugian
potensial pada pasien. Jika sebuah rumah sakit tidak mengetahui informasi tentang
integritas setiap pemasok (supplier) di rantai distribusi maka rumah sakit dapat minta
informasi untuk mengetahui bagaimaan perbekalan dibeli dan dikelola oleh pemerintah
atau badan nonpemerintah.

Khusus untuk pembelian alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan obat yang berisiko
termasuk vaksin maka rumah sakit agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) akte pendirian perusahaan dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Azasi
Manusia;
2) Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP);
3) NPWP;
4) Izin Pedagang Besar Farmasi–Penyalur Alat Kesehatan (PBF–PAK);
5) Perjanjian Kerja Sama antara distributor dan prinsipal serta rumah sakit;
6) Nama dan Surat izin Kerja Apoteker untuk apoteker penanggung jawab PBF;
7) Alamat dan denah kantor PBF;
8) Surat garansi jaminan keaslian produk yang didistribusikan (dari prinsipal).

ORGANISASI STAF KLINIS DAN TANGGUNG JAWAB


Tata kelola klinik harus berjalan dengan baik di rumah sakit, karena itu selain terdapat
pimpinan klinis, rumah sakit juga perlu membentuk Komite Medik dan Komite Keperawatan
dengan tujuan dapat menjaga mutu, kompetensi, etik, dan disiplin para staf profesional
tersebut.

Rumah sakit agar menetapkan lingkup pelayanan yang dikoordinasikan oleh pimpinan
pelayanan medis, lingkup pelayanan yang dikoordinasikan oleh pimpinan pelayanan
keperawatan, dan lingkup pelayanan yang dikoordinasikan oleh pimpinan penunjang medik.
Kepala unit pelayanan dengan staf klinisnya mempunyai tanggung jawab khusus terhadap
pasien di rumah sakit. Staf klinis yang ditempatkan di unit-unit pelayanan secara fungsi
dikoordinasikan oleh para pimpinan pelayanan (kepala bidang/divisi).

Dalam melakukan koordinasi tersebut pimpinan pelayanan medis juga melakukan


koordinasi dengan komite medis dan pimpinan keperawatan serta melakukan koordinasi
dengan komite keperawatan sehingga unit pelayanan di bawah koordinasi para pimpinan
klinis (kepala bidang/divisi pelayanan klinis) dapat mempunyai fungsi

87 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


1. mendorong agar antarstaf profesional terjalin komunikasi yang baik;
2. membuat rencana bersama dan menyusun kebijakan, panduan praktik klinik dan
protokol, pathways, serta ketentuan sebagai panduan memberikan layanan klinik;
3. menetapkan etik dan melaksanakan sesuai dengan profesinya masingmasing;
4. mengawasi mutu asuhan pasien (periksa juga TKRS10);
5. Kepala unit pelayanan menetapkan struktur organisasi unit pelayanan untuk dapat
melaksanakan tanggung jawabnya.

ETIKA ORGANISASI DAN ETIKA KLINIS


Rumah sakit menghadapi banyak tantangan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
aman dan berkualitas. Kemajuan dalam bidang teknologi kedokteran, dana/anggaran rumah
sakit yang terbatas, dan harapan pasien yang terus meningkat sejalan dengan semakin
meningkatnya pendidikan di masyarakat serta dilema etis dan kontroversi yang sering
terjadi telah menjadi hal yang sering dihadapi oleh rumah sakit.

Berdasar atas hal tersebut maka rumah sakit harus mempunyai kerangka etika yang
menjamin bahwa asuhan pasien diberikan di dalam norma-norma bisnis, finansial, etis, serta
hukum yang melindungi pasien dan hak mereka. Kerangka etika yang dapat berbentuk
pedoman atau bentuk regulasi lainnya termasuk referensi atau sumber etikanya dari mana,
dan diperlukan edukasi untuk seluruh staf.

Kerangka etika atau pedoman etik rumah sakit tersebut antara lain mengatur
1) tanggung jawab Direktur Rumah Sakit secara profesional dan hokum dalam
menciptakan dan mendukung lingkungan serta budaya kerja yang berpedoman pada
etika dan perilaku etis termasuk etika pegawai;
2) penerapan etika dengan bobot yang sama pada kegiatan bisnis/manajemen maupun
kegiatan klinis/pelayanan rumah sakit;
3) kerangka etika (pedoman etik) ini dapat untuk acuan kinerja dan sikap organisasi
selaras dengan visi, misi, pernyataan nilai-nilai rumah sakit, kebijakan sumber daya
manusia, serta poran tahunan dan dokumen lainnya;
4) kerangka etika (pedoman etik) ini dapat membantu tenaga kesehatan, staf, serta
pasien dan keluarga pasien ketika menghadapi dilema etis dalam asuhan pasien
seperti perselisihan antarprofesional serta perselisihan pasien dengan dokter
mengenai keputusan dalam asuhan dan pelayanan. Sesuai dengan regulasi maka
rumah sakit dapat menetapkan Komite/Panitia/Tim yang mengelola etik rumah sakit
termasuk melakukan koordinasi Komite etik RS dengan subkomite etik profesi medis
dan subkomite etik keperawatan;
5) mempertimbangkan norma-norma nasional dan internasional terkait dengan hak
asasi manusia serta etika profesional dalam menyusun kerangka etika dan dokumen
pedoman lainnya. Selain hal tersebut di atas, untuk menerapkan etik di rumah sakit
maka perlu ada regulasi yang mengatur.

Rumah sakit dalam menjalankan kegiatannya secara etika harus


a. mengungkapkan kepemilikan dan konflik kepentingan;
b. menjelaskan pelayanannya pada pasien secara jujur;
c. melindungi kerahasiaan informasi pasien;

88 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


d. menyediakan kebijakan yang jelas mengenai pendaftaran pasien, transfer, dan
pemulangan pasien;
e. menagih biaya untuk pelayanan yang diberikan secara akurat dan memastikan bahwa
insentif finansial dan pengaturan pembayaran tidak mengganggu pelayanan pasien;
f. mendukung transparansi dalam melaporkan pengukuran kinerja klinis dan kinerja
organisasi;
g. menetapkan sebuah mekanisme agar tenaga kesehatan dan staf lainnya dapat
melaporkan kesalahan klinis atau mengajukan kekhawatiran etis dengan bebas dari
hukuman, termasuk melaporkan perilaku staf yang merugikan terkait dengan
masalah klinis ataupun operasional;
h. mendukung lingkungan yang memperkenankan diskusi secara bebas mengenai
masalah/isu etis tanpa ada ketakutan atas sanksi;
i. menyediakan resolusi yang efektif dan tepat waktu untuk masalah etis yang ada;
j. memastikan praktik nondiskriminasi dalam hubungan kerja dan ketentuan atas
asuhan pasien dengan mengingat norma hukum serta budaya negara Indonesia;
k. mengurangi kesenjangan dalam akses untuk pelayanan kesehatan dan hasil klinis

BUDAYA KESELAMATAN
Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut: “Budaya keselamatan di rumah sakit
adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena staf klinis memperlakukan satu sama lain
secara hormat dengan melibatkan serta memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan
mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan mendukung
proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus pada pasien.

Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi, dan
pola perilaku individu maupun kelompok yang menentukan komitmen terhadap, serta
kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan
dicirikan dengan komunikasi yang berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yang
sama tentang pentingnya keselamatan dan dengan keyakinan akan manfaat langkah-
langkah pencegahan. Tim belajar dari kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera.
Staf klinis pemberi asuhan menyadari keterbatasan kinerja manusia dalam sistem yang
kompleks dan ada proses yang terlihat dari belajar serta menjalankan perbaikan melalui
brifing.

Keselamatan dan mutu berkembang dalam suatu lingkungan yang mendukung kerja sama
dan rasa hormat terhadap sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam rumah sakit.
Direktur rumah sakit menunjukkan komitmennya tentang budaya keselamatan
dan medorong budaya keselamatan untuk seluruh staf rumah sakit. Perilaku yang tidak
mendukung budaya keselamatan adalah:
 perilaku yang tidak layak (inappropriate) seperti kata-kata atau Bahasa tubuh yang
merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan
memaki;
 perilaku yang mengganggu (disruptive) antara lain perilaku tidak layak yang dilakukan
secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yang membahayakan atau
mengintimidasi staf lain, dan “celetukan maut” adalah komentar sembrono di depan
pasien yang berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain. Contoh mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien, misalnya “obatnya ini

89 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


salah, tamatan mana dia...?” melarang perawat untuk membuat laporan tentang
kejadian tidak diharapkan, memarahi staf klinis lainnya di depan pasien, kemarahan
yang ditunjukkan dengan melempar alat bedah di kamar operasi, serta membuang
rekam medis di ruang rawat;
 perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk
gender;
 pelecehan seksual.

Hal-hal penting menuju budaya keselamatan.


1) Staf rumah sakit mengetahui bahwa kegiatan operasional rumah sakit berisiko tinggi
dan bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman.
2) Regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat hukuman bila
membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera.
3) Direktur Rumah Sakit mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
4) Mendorong kolaborasi antarstaf klinis dengan pimpinan untuk mencari penyelesaian
masalah keselamatan pasien.

Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan, metode pelaporan
yang aman, dan sebagainya untuk menangani masalah keselamatan. Masih banyak rumah
sakit yang masih memiliki budaya untuk menyalahkan suatu pihak yang akhirnya merugikan
kemajuan budaya keselamatan. Just culture adalah model terkini mengenai pembentukan
suatu budaya yang terbuka, adil dan pantas, menciptakan budaya belajar, merancang
sistem-sistem yang aman, serta mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk
behavior, dan reckless behavior). Model ini melihat peristiwa-peristiwa bukan sebagai hal-
hal yang perlu diperbaiki, tetapi sebagai peluang-peluang untuk memperbaiki pemahaman
baik terhadap risiko dari sistem maupun risiko perilaku.

Ada saat-saat individu seharusnya tidak disalahkan atas suatu kekeliruan; sebagai contoh,
ketika ada komunikasi yang buruk antara pasien dan staf, ketika perlu pengambilan
keputusan secara cepat, dan ketika ada kekurangan faktor manusia dalam pola proses
pelayanan. Namun, terdapat juga kesalahan tertentu yang merupakan hasil dari perilaku
yang sembrono dan hal ini membutuhkan pertanggungjawaban. Contoh dari perilaku
sembrono mencakup kegagalan dalam mengikuti pedoman kebersihan tangan, tidak
melakukan time-out sebelum mulainya operasi, atau tidak memberi tanda pada lokasi
pembedahan.

Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yang terkait dengan
sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat yang sama, rumah sakit
harus memelihara pertanggungjawaban dengan tidak mentoleransi perilaku sembrono.
Pertanggungjawaban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku
yang berisiko (contohnya mengambil jalan pintas), dan perilaku sembrono (seperti
mengabaikan langkah-langkah keselamatan yang sudah ditetapkan).
Direktur Rumah Sakit melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap dengan
menggunakan beberapa metode, survei resmi, wawancara staf, analisis data, dan diskusi
kelompok.

90 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Direktur Rumah Sakit mendorong agar dapat terbentuk kerja sama untuk membuat struktur,
proses, dan program yang memberikan jalan bagi perkembangan budaya positif ini. Direktur
Rumah Sakit harus menanggapi perilaku yang tidak terpuji dari semua individu dari semua
jenjang rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis, dokter tamu atau
dokter part time, serta anggota representasi pemilik.

B. MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN (MFK)

Rumah sakit dalam kegiatannya harus menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi, dan
suportif bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan tersebut
fasilitas fisik, peralatan medis, dan peralatan lainnya harus dikelola secara efektif. Secara
khusus, manajemen harus berupaya keras
1. mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko;
2. mencegah kecelakaan dan cidera; dan
3. memelihara kondisi aman.

Manajemen yang efektif melibatkan multidisiplin dalam perencanaan, pendidikan,


dan pemantauan.
 Pimpinan merencanakan ruangan, peralatan, dan sumber daya yang dibutuhkan
yang aman dan efektif untuk menunjang pelayanan klinis yang diberikan.
 Seluruh staf dididik tentang fasilitas, cara mengurangi risiko, serta bagaimana
memonitor dan melaporkan situasi yang dapat menimbulkan risiko.
 Kriteria kinerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.

Rumah sakit agar menyusun program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan
yang mencakup enam bidang.
1. Keselamatan dan Keamanan
• Keselamatan adalah keadaan tertentu karena gedung, lantai, halaman, dan peralatan
rumah sakit tidak menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf, dan pengunjung.
• Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan,
atau penggunaan akses oleh mereka yang tidak berwenang.
2. Bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya meliputi penanganan penyimpanan,
dan penggunaan bahan radioaktif serta bahan berbahaya lainnya harus dikendalikan
dan limbah bahan berbahaya dibuang secara aman.
3. Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi risiko kemungkinan terjadi bencana
diidentifikasi, juga respons bila tejadi wabah, serta bencana dan keadaan emergensi
direncanakan dengan efektif termasuk evaluasi lingkungan pasien secara terintegrasi.
4. Sistem Proteksi Kebakaran meliputi properti dan penghuninya dilindungi dari kebakaran
dan asap.
5. Peralatan Medis meliputi peralatan dipilih, dipelihara, dan digunakan sedemikian rupa
untuk mengurangi risiko.
6. Sistem Penunjang meliputi listrik, air, dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk
meminimalkan risiko kegagalan pengoperasian.

91 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Bila di rumah sakit ada tenant/penyewa lahan (seperti sebuah restauran, kantin, café,dan
toko souvenir) maka rumah sakit memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa
tenant/penyewa lahan tersebut mematuhi program manajemen dan keselamatan fasilitas
sebagai berikut:
a. program keselamatan dan keamanan;
b. program penanganan B3 dan limbahnya;
c. program manajemen penanggulangan bencana;
d. program proteksi kebakaran.

KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN


Di tingkat nasional, pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan perundangundangan
serta pedoman-pedoman tentang persyaratan bangunan secara umum dan secara khusus
untuk bangunan rumah sakit. Persyaratan tersebut antara lain termasuk sistem kelistrikan
dan sistem keamanan kebakaran, serta sistem gas medis sentral. Selain di tingkat nasional,
pemerintah provinsi/kabupaten/kota ada juga yang mengeluarkan peraturan daerah
mengatur persyaratan bangunan secara umum dan sistem pengamanan kebakaran. Semua
rumah sakit tanpa memperhatikan kelas rumah sakit dan sumber daya wajib mematuhi
peraturan perundang-undangan tersebut, yaitu menyediakan bangunan dan fasilitas yang
aman sebagai tanggung jawab kepada pasien, keluarga, pengunjung, dan staf/pegawai
rumah sakit.

Pimpinan RS berttanggung jawab menerapkan persyaratan yang berlaku termasuk


mempunyai izin dan atau sertifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan, antara
lain izin-izin tersebut di bawah ini:
a) izin mendirikan bangunan;
b) izin operasional rumah sakit yang masih berlaku;
c) sertifikat laik fungsi (SLF) bila pemerintah daerah di lokasi rumah sakit telah
menerapkan ketentuan ini;
d) instalasi pengelolaan air limbah (IPAL);
e) izin genset;
f) izin radiologi;
g) sertifikat sistem pengamanan/pemadaman kebakaran;
h) sistem kelistrikan;
i) izin insenerator (bila ada);
j) izin tempat pembuangan sementara bahan berbahaya dan beracun (TPSB-3);
k) Izin lift (bila ada);
l) Izin instalasi petir;
m) Izin lingkungan

Rumah sakit mempunyai program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang
menggambarkan proses pengelolaan risiko yang dapat terjadi pada pasien, keluarga,
pengunjung, dan staf.
Program manajemen risiko diperlukan untuk mengelola risiko-risiko di lingkungan pelayanan
pasien dan tempat kerja staf. Rumah sakit menyusun satu program induk atau
beberapa program terpisah yang meliputi sebagai berikut:
1. Keselamatan dan Keamanan

92 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


a. Keselamatan–sejauh mana bangunan, area, dan peralatan rumah sakit tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf, atau pengunjung
b. Keamanan–perlindungan terhadap kerugian, kerusakan, gangguan atau
akses, atau penggunaan oleh pihak yang tidak berwenang.
2. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbahnya–penanganan, penyimpanan,
penggunaan bahan radioaktif dan lainnya dikendalikan, serta limbah berbahaya
ditangani secara aman.
3. Penanggulangan Bencana (emergensi)–respons pada wabah, bencana, dan keadaan
darurat direncanakan dan berjalan efektif.
4. Proteksi Kebakaran (Fire Safety)–297property dan para penghuni dilindungi dari
bahaya kebakaran dan asap.
5. Peralatan medis–pemilihan, pemeliharaan, dan penggunaan teknologi dengan cara
yang aman untuk mengurangi risiko.
6. Sistem penunjang (utilitas)–pemeliharaan sistem listrik, air, dan sistem penunjang
lainnya dengan tujuan mengurangi risiko kegagalan operasional.

Program manajemen risiko di atas harus tertulis dan selalu diperbarui sehingga
mencerminkan kondisi lingkungan rumah sakit yang terkini. Terdapat proses untuk meninjau
dan memperbarui program tersebut. Apabila di dalam rumah sakit terdapat
tenant/penyewa lahan yang tidak terkait dengan pelayanan rumah sakit dan berada di
dalam fasilitas pelayanan pasien yang akan disurvei (misalnya rumah makan, kantin, kafe,
toko roti, toko souvenir, atau toko lainnya) maka rumah sakit memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwa tenant/penyewa lahan tersebut mematuhi program Manajemen
Fasilitas dan Keselamatan.

Rumah sakit berkewajiban menyediakan fasilitas yang aman, fungsional, dan fasilitas
pendukung untuk pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka fasilitas fisik, peralatan, medis, dan sumber daya lainnya harus dikelola secara efektif.
Secara khusus, pihak manajemen rumah sakit harus berupaya
1. mengurangi dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko;
2. menghindari kecelakaan dan cedera;
3. memelihara kondisi yang aman.

Rumah sakit perlu menyusun program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang
membahas pengelolaan risiko fasilitas serta lingkungan melalui penyusunan rencana
manajemen fasilitas dan penyediaan ruangan, teknologi, peralatan medis, sumber daya,
serta melakukan pengawasan terhadap perencanan/pelaksanakan program manajemen
risiko fasilitas dan lingkungan tersebut. Oleh karena itu, direktur rumah sakit perlu
menetapkan organisasi/satu orang atau lebih dengan tugas melakukan pengawasan
perencanaan dan pelaksanaan proses untuk mengelola risiko terhadap fasilitas dan
lingkungan tersebut secara berkesinambungan.

Pengawasan yang dilakukan organisasi/satu orang atau lebih tersebut meliputi


a) mengawasi semua aspek program manajemen risiko seperti pengembangan rencana
dan memberikan rekomendasi untuk ruangan, peralatan medis, teknologi, dan
sumber daya;
b) mengawasi pelaksanaan program secara konsisten dan berkesinambungan;

93 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


c) melakukan edukasi staf;
d) mengawasi pelaksanaan pengujian/testing dan pemantauan program;
e) secara berkala menilai ulang dan merevisi program manajemen risiko fasilitas dan
lingkungan;
f) menyerahkan laporan tahunan kepada direktur rumah sakit;
g) mengorganisasi dan mengelola laporan kejadian/insiden, melakukan analisis, dan
upaya perbaikan.

KESELAMATAN DAN KEAMANAN


Keselamatan dan keamanan mempunyai arti yang berbeda walaupun masih ada yang
menganggap sama. Keselamatan dalam standar ini adalah memberi jaminan bahwa gedung,
properti, teknologi medik dan informasi, peralatan, serta sistem tidak berpotensi
mendatangkan risiko terhadap pasien, keluarga, staf, dan pengunjung. Keamanan
mempunyai arti melindungi property milik rumah sakit, pasien, staf, keluarga, dan
pengunjung dari bahaya kehilangan, kerusakan, atau pengrusakan oleh orang yang tidak
berwenang. Rumah sakit perlu mempunyai program pengelolaan keselamatan keamanan
yangkegiatannya meliputi
a) melakukan asesmen risiko secara komprehensif dan proaktif untuk mengidentifikasi
bangunan, ruangan/area, peralatan, perabotan, dan fasilitas lainnya yang berpotensi
menimbulkan cedera. Sebagai contoh, risiko keselamatan yang dapat menimbulkan
cedera atau bahaya termasuk di antaranya perabotan yang tajam dan rusak, kaca
jendela yang pecah, kebocoran air di atap,serta lokasi tidak ada jalan keluar saat
terjadi kebakaran. Karena itu, rumah sakit perlu melakukan pemeriksaan fasilitas
secara berkala dan terdokumentasi agar rumah sakit dapat melakukan perbaikan dan
menyediakan anggaran untuk mengadakan pergantian atau “upgrading”;
b) melakukan asesmen risiko prakontruksi (pra construction risk assessmen/PCRA) setiap
ada kontruksi, renovasi, atau penghancuran bangunan/demolish;
c) merencanakan dan melakukan pencegahan dengan menyediakan fasilitas pendukung
yang aman dengan tujuan mencegah kecelakaan dan cedera, mengurangi bahaya dan
risiko, serta mempertahankan kondisi aman bagi pasien, keluarga, staf, dan
pengunjung;
d) menciptakan lingkungan yang aman dengan memberikan identitas (badge nama
sementara atau tetap) pada pasien, staf, pekerja kontrak, tenant/penyewa lahan,
keluarga (penunggu pasien), atau pengunjung (pengunjung di luar jam besuk dan tamu
rumah sakit) sesuai dengan regulasi rumah sakit;
e) melindungi dari kejahatan perorangan, kehilangan, kerusakan, atau pengrusakan
barang milik pribadi;
f) melakukan monitoring pada daerah terbatas seperti ruang bayi dan kamar operasi
serta daerah yang berisiko lainnya seperti ruang anak, lanjut usia, dan kelompok
pasien rentan yang tidak dapat melindungi diri sendiri atau memberi tanda minta
bantuan bila terjadi bahaya. Monitoring dapat dilakukan dengan memasang kamera
sistem CCTV yang dapat dipantau di ruang sekuriti. Namun, harus diingat pemasangan
kamera CCTV tidak diperbolehkan di ruang pasien dan tetap harus memperhatikan
hak privasi pasien. Pengecualian untuk pasien jiwa yang gaduh gelisah maka
pemasangan dapat di kamar pasien, tetapi hanya dipantau di nurse station tidak di
security. Monitoring melalui pemasangan kamera CCTV juga diperlukan untuk daerah

94 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


terpencil atau terisolasi, area parking, dan area lainnya yang sering terjadi kehilangan
di rumah sakit.

Kontruksi/pembangunan baru di sebuah rumah sakit akan berdampak pada setiap orang di
rumah sakit dan pasien dengan kerentanan tubuhnya dapat menderita dampak terbesar.
Kebisingan dan getaran yang terkait dengan kontruksi dapat memengaruhi tingkat
kenyamanan pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula terganggu. Debu konstruksi dan
bau dapat mengubah kualitas udara yang dapat menimbulkan ancaman khususnya bagi
pasien dengan ganggungan pernapasan.

Karena itu, rumah sakit perlu melakukan asesmen risiko setiap ada kegiatan kontruksi,
renovasi, maupun demolisi/pembongkaran bangunan. Asesmen risiko harus sudah
dilakukan pada waktu perencanan atau sebelum pekerjaan kontruksi, renovasi, dan demolisi
dilakukan sehingga pada waktu pelaksanaan sudah ada upaya pengurangan risiko terhadap
dampak kontruksi, renovasi, dan demolis tersebut.

Dalam rangka melakukan asesmen risiko yang terkait dengan proyek konstruksi baru, rumah
sakit perlu melibatkan semua unit/instalasi pelayanan klinis yang terkena dampak dari
kontruksi baru tersebut, konsultan perencana, atau manajer desain proyek, Komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K-3 RS), Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI), Bagian Rumah Tangga/Bagian Umum, Bagian Teknologi
Informasi, Bagian Sarana Prasarana/IPSRS, dan unit atau bagian lainnya yang diperlukan.

Risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor, pekerja kontrak, dan entitas di
luar pelayanan akan bervariasi bergantung pada sejauh mana kegiatan konstruksi serta
dampaknya terhadap infrastruktur dan utilitas. Sebagai tambahan, kedekatan pembangunan
ke area pelayanan pasien akan berdampak pada meningkatnya tingkat risiko.

Misalnya, jika konstruksi melibatkan gedung baru yang terletak terpisah dari bangunan yang
menyediakan pelayanan saat ini maka risiko untuk pasien dan pengunjung cenderung akan
menjadi minimal.

Risiko dievaluasi dengan melakukan asesmen risiko prakonstruksi, juga dikenal sebagai PCRA
(Pra-Contruction Risk Assessment). Asesmen risiko prakonstruksi secara komprehensif dan
proaktif digunakan untuk mengevaluasi risiko dan kemudian mengembangkan rencana agar
dapat meminimalkan dampak kontruksi, renovasi, atau penghancuran (demolish) sehingga
pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamanannya.

Asesmen risiko prakonstruksi (PCRA) meliputi area-area sebagai berikut:


1. kualitas udara;
2. pengendalian infeksi (ICRA);
3. utilitas;
4. kebisingan;
5. getaran;
6. bahan berbahaya;
7. layanan darurat, seperti respons terhadap kode; dan
8. bahaya lain yang memengaruhi perawatan, pengobatan, dan layanan.

95 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Selain itu, rumah sakit bersama dengan manajemen konstruksi (MK) memastikan bahwa
kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakkan, dan didokumentasikan. Sebagai bagian dari
penilaian risiko maka risiko pasien infeksi dari konstruksi dievaluasi melalui infeksi penilaian
risiko kontrol yang dikenal sebagai ICRA (Infection Control Risk Assessment).

Dalam menyusun PCRA maka individu atau organisasi yang ditunjuk melakukan pengawasan
dan penerapan manajemen risiko fasilitas yang ada di MFK 3 agar melakukan koordinasi
dengan organisasi PPI karena PCRA dengan ICRA merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.

Mengingat setiap ada kontruksi maka renovasi dan demolisi harus dilakukan asesmen risiko
prakontruksi (PCRA) yang harus juga diikuti dengan rencana/pelaksanaan pengurangan
risiko dampak keselamatan serta. keamanan bagi pasien, keluarga, pengunjung, dan staf.
Hal ini berdampak memerlukan biaya maka rumah sakit juga perlu menyediakan anggaran
untuk penerapan PCRA (Pra Contruction Risk Assessment) dan ICRA (Infection Control Risk
Assessment).

BAHAN BERBAHAYA
Rumah sakit memiliki regulasi inventarisasi, penanganan, penyimpanan dan penggunaan,
serta pengendalian/pengawasan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbahnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Rumah sakit mengidentifikasi dan mengendalikan secara aman bahan berbahaya dan
beracun dan limbahnya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. WHO telah
mengidentifikasi bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya dengan katagori sebagai
berikut:
1) infeksius;
2) patologis dan anatomi;
3) farmasi;
4) bahan kimia;
5) logam berat;
6) kontainer bertekanan;
7) benda tajam;
8) genotoksik/sitotoksik;
9) radioaktif.

Dalam melakukan identifikasi dan inventarisasi B3 serta limbahnya di rumah sakit agar
mengacu kepada katagori B3 dan limbahnya dari WHO ini. Rumah sakit diharapkan
melakukan identifikasi area/unit mana saja yang menyimpan B3 serta limbahnya. Sesudah
itu, menginventarisasi meliputi lokasi, jenis, dan jumlah B3 serta limbahnya disimpan. Daftar
inventarisasi ini selalu mutahir (di-update) sesuai dengan perubahan yang terjadi di tempat
penyimpanan.

Penyimpanan limbah B3 dapat dilakukan secara baik dan benar apabila limbah B3 telah
dilakukan pemilahan yang baik dan benar, termasuk memasukkan limbah B3 ke dalam
wadah atau kemasan yang sesuai serta dilekati simbol dan label limbah B3.

96 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Untuk penyimpanan limbah B-3 maka rumah sakit agar memenuhi persyaratan fasilitas
penyimpanan limbah B-3 sebagai berikut:
1) lantai kedap (impermeable), berlantai beton atau semen dengan sistem drainase
yang baik, serta mudah dibersihkan dan dilakukan desinfeksi;
2) tersedia sumber air atau kran air untuk pembersihan yang dilengkapi dengan
sabun cair;
3) mudah diakses untuk penyimpanan limbah;
4) dapat dikunci untuk menghindari akses oleh pihak yang tidak berkepentingan;
5) mudah diakses oleh kendaraan yang akan mengumpulkan atau mengangkut
limbah;
6) terlindungi dari sinar matahari, hujan, angin kencang, banjir, dan faktor lain yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan atau bencana kerja;
7) tidak dapat diakses oleh hewan, serangga, dan burung;
8) dilengkapi dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik serta memadai;
9) berjarak jauh dari tempat penyimpanan atau penyiapan makanan;
10) peralatan pembersihan, alat pelindung diri/APD (antara lain masker, sarung
tangan, penutup kepala, goggle, sepatu boot, serta pakaian pelindung) dan
wadah atau kantong limbah harus diletakkan sedekat-dekatnya dengan lokasi
fasilitas penyimpanan;
11) dinding, lantai, dan juga langit-langit fasilitas penyimpanan senantiasa dalam
keadaan bersih termasuk pembersihan lantai setiap hari.

Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat


bahaya dan/atau sifat racun. Dalam pelaksanaannya, pengolahan limbah B3 dari fasilitas
pelayanan kesehatan dapat dilakukan pengolahan secara termal atau nontermal. Untuk
limbah berwujud cair dapat dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari fasilitas
pelayanan kesehatan.

Tujuan pengolahan limbah medis adalah mengubah karakteristik biologis dan/atau kimia
limbah sehingga potensi bahayanya terhadap manusia berkurang atau tidak ada. Bila rumah
sakit mengolah limbah B-3 sendiri maka wajib mempunyai izin mengolah limbah B-3.
Namun, bila pengolahan B-3 dilaksanakan oleh pihak ketiga maka pihak ketiga tersebut
wajib mempunyai izin sebagai transporter B-3 dan izin pengolah B-3.
Pengangkut/transporter dan pengolah limbah B3 dapat dilakukan oleh institusi yang
berbeda.

KESIAPAN PENANGGULANGAN BENCANA


Situasi darurat yang terjadi di masyarakat, kejadian epidemi, atau bencana alam akan
melibatkan rumah sakit seperti gempa bumi yang menghancurkan area rawat inap pasien
atau ada epidemi flu yang akan menghalangi staf masuk kerja. Penyusunan program harus
dimulai dengan identifikasi jenis bencana yang mungkin terjadi di daerah rumah sakit
berada dan dampaknya terhadap rumah sakit. Contohnya, angina topan (hurricane) atau
tsunami kemungkinan akan terjadi di daerah dekat laut dan tidak terjadi di daerah yang jauh
dari laut. Kerusakan fasilitas atau korban masal sebaliknya dapat terjadi di rumah sakit
manapun.

97 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Melakukan identifikasi dampak bencana sama pentingnya dengan mencatat jenis bencana
yang terjadi. Sebagai contoh, kemungkinan dampak yang dapat terjadi pada air dan tenaga
listrik jika terjadi bencana alam seperti gempa bumi. Mungkinkah gempa bumi akan
menghambat anggota staf untuk merespons bencana hanya karena jalan terhalang atau
keluarga mereka menjadi koban gempa bumi? Dalam situasi demikian, mungkin akan terjadi
konflik kepentingan dengan keharusan merespons kejadian bencana di rumah sakit. Rumah
sakit juga harus mengetahui peranan staf ini di masyarakat. Sebagai contoh, sumber daya
apa yang perlu disediakan rumah sakit untuk masyarakat dalam situasi bencana dan metode
komunikasi apa yang harus dipakai di masyarakat?

Untuk merespons secara efektif maka rumah sakit perlu menyusun program manajemen
disaster tersebut. Program tersebut menyediakan proses untuk
a) menentukan jenis yang kemungkinan terjadi dan konsekuensi bahaya, ancaman, dan
kejadian;
b) menentukan integritas struktural di ingkungan pelayanan pasien yang ada dan
bagaimana bila terjadi bencana;
c) menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian tersebut;
d) menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian;
e) mengelola sumber daya selama kejadian termasuk sumber-sumber alternatif;
f) mengelola kegiatan klinis selama kejadian termasuk tempat pelayanan alternatif
pada waktu kejadian;
g) mengidentifikasi dan penetapan peran serta tanggung jawab staf selama kejadian.
(juga lihat MFK 11.1 EP 4); dan
h) proses mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung jawab
pribadi staf dan tanggung jawab rumah sakit untuk tetap menyediakan pelayanan
pasien.

Dalam keadaan darurat, bencana, dan krisis lainnya maka masyarakat harus dapat
melindungi kehidupan dan kesejahteraan penduduk yang terkena dampaknya terutama
dalam hitungan menit dan jam segera setelah dampak atau keterpaparan tersebut.
Kemampuan pelayanan kesehatan untuk berfungsi tanpa gangguan dalam situasi ini adalah
masalah antara hidup dan mati. Kelanjutan fungsi layanan kesehatan bergantung pada
sejumlah faktor kunci, yaitu bahwa layanan ditempatkan di struktur (seperti rumah sakit
atau fasilitas) yang dapat menahan paparan dan kekuatan dari semua jenis bahaya;
peralatan medis dalam keadaan baik dan terlindung dari kerusakan; infrastruktur
masyarakat dan layanan penting (seperti air, listrik, dll.) tersedia bagi layanan kesehatan;
dan petugas kesehatan dapat memberikan bantuanmedis dalam situasi aman saat mereka
sangat dibutuhkan.

Mendefinisikan istilah "rumah sakit yang aman" akan membantu memberikan panduan
pendekatan untuk menilai keamanan rumah sakit. Rumah sakit yang aman adalah rumah
sakit yang fasilitas layanannya tetap dapat diakses dan berfungsi pada kapasitas maksimum,
serta dengan infrastruktur yang sama, sebelum, selama, dan segera setelah dampak
keadaan darurat dan bencana. Fungsi rumah sakit yang terus berlanjut bergantung pada
berbagai faktor termasuk keamanan bangunan, sistem dan peralatan pentingnya,
ketersediaan persediaan, serta kapasitas penanganan darurat dan bencana di rumah sakit
terutama tanggapan dan pemulihan dari bahaya atau kejadian yang mungkin terjadi.

98 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Unsur kunci pengembangan menuju rumah sakit yang aman adalah pengembangan dan
penerapan indeks keamanan rumah sakit (hospital safety index)-alat diagnostic cepat serta
murah untuk menilai kemungkinan bahwa rumah sakit akan tetap beroperasi dalam
keadaan darurat dan bencana. Evaluasi tersebut menghasilkan informasi yang berguna
mengenai kekuatan dan kelemahan rumah sakit serta akan menunjukkan tindakan yang
diperlukan untuk memperbaiki kapasitas manajemen dan keamanan kerja dalam keadaan
darurat serta bencana di rumah sakit.

Untuk mengukur kesiapsiagaan rumah sakit dalam menghadap bencana maka rumah sakit
agar melakukan self assessment dengan menggunakan instrument hospital safety index dari
WHO tersebut. Dengan melakukan self assessment tersebut maka rumah sakit diharapkan
dapat mengetahui kekurangan yang harus dipenuhi untuk menghadapi bencana.
Untuk menyiapkan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dalam menghadapi bencana
ekternal maka di Instalasi Gawat Darurat perlu ada ruang dekontaminasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1) ruangan ini ditempatkan di sisi depan/luar ruang gawat darurat atau terpisah dengan
ruang gawat darurat;
2) pintu masuk menggunakan jenis pintu swing membuka ke arah dalam dan dilengkapi
dengan alat penutup pintu automatis;
3) bahan penutup pintu harus dapat mengantisipasi benturan-benturan brankar;
4) bahan penutup lantai tidak licin dan tahan terhadap air;
5) konstruksi dinding tahan terhadap air sampai dengan ketinggian 120 cm dari
permukaan lantai;
6) ruangan dilengkapi dengan sink dan pancuran air (shower).

Rumah sakit melakukan simulasi penanganan/menanggapi kedaruratan, wabah, dan


bencana. Program kesiapan menghadapi bencana diujicoba/disimulasikan:
1. melakukan simulasi tahunan secara menyeluruh di tingkat internal rumah sakit atau
sebagai bagian dari simulasi di tingkat masyarakat;
2. simulasi terhadap unsur-unsur kritis rencana program dari butir 3 hingga 8 yang
dilaksanakan setiap tahun.
Jika rumah sakit menghadapi kejadian bencana yang sebenarnya dan rumah sakit
menjalankan program tersebut serta melakukan diskusi (debriefing) setelah kejadian maka
situasi tersebut dapat mewakili atau setara dengan simulasi tahunan.

PROTEKSI KEBAKARAN (FIRE SAFETY)


Rumah sakit merencanakan dan menerapkan suatu program untuk pencegahan,
penanggulangan bahaya kebakaran, serta penyediaan sarana jalan keluar yang aman dari
fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat lainnya. Rumah sakit
harus waspada terhadap keselamatan kebakaran karena kebakaran adalah risiko yang selalu
dapat terjadi di rumah sakit. Dengan demikian, setiap rumah sakit perlu merencanakan
bagaimana agar penghuni rumah sakit aman apabila terjadi kebakaran termasuk bahaya dari
asap. Rumah sakit perlu melakukan asesmen terus menerus untuk memenuhi regulasi
keamanan kebakaran sehingga secara efektif dapat mengidentifikasi risiko dan
meminimalkan risiko.

99 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Pengujian program dapat dicapai dengan beberapa metode. Sebagai contoh, rumah sakit
dapat menugaskan ‘komandan regu pemadam kebakaran’ untuk setiap unit yang kemudian
menanyakan secara acak kepada staf apa yang akan mereka lakukan bila terjadi kebakaran
di unit mereka. Kepada staf dapat diberikan pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti
 Di mana letak katup penutup aliran oksigen?
 Jika harus menutup katup oksigen, bagaimana Anda merawat pasien yang
membutuhkan oksigen?
 Di mana letak alat pemadam api di unit Anda?
 Bagaimana melaporkan kebakaran?
 Bagaimana melindungi pasien jika terjadi kebakaran? Bila perlu mengevakuasi
pasien, proses apa yang harus diikuti?

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, rumah sakit adalah kawasan tanpa rokok
dan asap rokok, karena itu direktur rumah sakit agar membuat regulasi larangan merokok di
rumah sakit termasuk larangan menjual rokok di rumah sakit.

Larangan merokok penting dilaksanakan di rumah sakit karena rumah sakit merupakan
daerah yang berisiko terjadi kebakaran dan banyak bahan yang mudah terbakar di rumah
sakit (misalnya gas oksigen).

Regulasi larangan merokok tidak hanya untuk staf rumah sakit, tetapi juga untuk pasien,
keluarga, dan pengunjung. Rumah sakit secara berkala perlu melakukan monitoring
pelaksanaan larangan merokok di lingkungan rumah sakit.

PERALATAN MEDIS
Untuk menjamin peralatan medis dapat digunakan dan layak pakai maka rumah sakit perlu
melakukan
a) melakukan inventarisasi peralatan medis yang meliputi peralatan medis yang dimilik
oleh rumah sakit dan peralatan medis kerja sama operasional (KSO) milik pihak
ketiga;
b) melakukan pemeriksaan peralatan medis sesuai dengan penggunaan dan ketentuan
pabrik;
c) melaksanakan pemeliharaan preventif dan kalibrasi.

Staf yang kompeten melaksanakan kegiatan ini. Peralatan diperiksa dan diuji fungsi sejak
masih baru dan seterusnya sesuai umur, penggunaan peralatan tersebut, atau sesuai
dengan ketentuan pabrik. Pemeriksaan, hasil uji fungsi, dan setiap kali tindakan
pemeliharaan didokumentasikan. Hal ini membantu memastikan kelangsungan proses
pemeliharaan dan juga membantu bila menyusun rencana biaya untuk penggantian,
perbaikan, peningkatan (upgrade), dan perubahan lain.

Rumah sakit mempunyai proses identifikasi, penarikan dan pengembalian, atau


pemusnahan produk dan peralatan medis yang ditarik kembali oleh pabrik atau pemasok.
Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur penggunaan setiap produk atau peralatan yang
ditarik kembali (under recall).

100 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


SISTEM UTILITAS (SISTEM PENUNJANG)
Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan program untuk memastikan semua sistem
utilitas (sistem pendukung) berfungsi efisien dan efektif yang meliputi pemeriksaan,
pemeliharaan, dan perbaikan sistem utilitas.

Definisi utilitas adalah sistem dan peralatan untuk mendukung layanan penting bagi
keselamatan pasien. Sistem utilitas sering disebut sistem penunjang. Sistem ini mencakup
jaringan listrik, air, ventilasi dan aliran udara, gas medik, perpipaan, uap panas, limbah, serta
sistem komunikasi dan data. Sistem utilitas yang berfungsi efektif di semua tempat di rumah
sakit menciptakan lingkungan asuhan pasien yang baik. Untuk memenuhi kebutuhan pasien,
keluarga pasien, pengunjung, dan staf maka sistem utilitas harus dapat berfungsi efisien.
Asuhan pasien rutin dan darurat berjalan selama 24 jam terus menerus, setiap hari, dalam
waktu 7 hari dalam seminggu. Jadi, kesinambungan fungsi utilitas merupakan hal esensial
untuk memenuhi kebutuhan pasien. Termasuk listrik dan air harus tersedia selama 24 jam
terus menerus, setiap hari, dalam waktu 7 hari dalam seminggu.

Manajemen utilitas yang baik dapat menghasilkan sistem utilitas berjalan efektif dan
mengurangi potensi risiko yang timbul. Sebagai contoh, kontaminasi berasal dari sampah di
daerah persiapan makanan, kurangnya ventilasi di laboratorium klinik, tabung oksigen yang
disimpan tidak terjaga dengan baik, kabel listrik bergelantungan, serta dapat menimbulkan
bahaya. Untuk menghindari kejadian ini maka rumah sakit harus melakukan pemeriksaan
berkala, pemeliharan preventif, dan pemeliharan lainnya. Sewaktu pengujian perhatian
ditujukan pada komponen kritikal sistem (contoh, sakelar, relay/penyambung, dll.).

Karena itu, rumah sakit perlu regulasi pengelolaan sistem utilitas yang sekurang-kurangnya
meliputi
a) ketersediaan air dan listrik 24 jam setiap hari dan dalam waktu tujuh hari dalam
seminggu secara terus menerus;
b) membuat daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitas, memetakan
pendistribusiannya, dan melakukan update secara berkala;
c) pemeriksaan, pemeliharaan, serta perbaikan semua komponen utilitas yang ada di
daftar inventaris;
d) jadwal pemeriksaan, testing, dan pemeliharaan semua sistem utilitas berdasar atas
kriteria seperti rekomendasi dari pabrik, tingkat risiko, dan pengalaman rumah sakit;
e) pelabelan pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu pemadaman
darurat secara keseluruhan atau sebagian.

Pelayanan pasien dilakukan selama 24 jam terus menerus, setiap hari dalam seminggu di
rumah sakit. Rumah sakit mempunyai kebutuhan sistem utilitas yang berbeda-beda
bergantung pada misi rumah sakit, kebutuhan pasien, dan sumber daya. Walaupun begitu,
pasokan sumber air bersih dan listrik terus menerus sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan pasien. Rumah sakit harus melindungi pasien dan staf dalam keadaan darurat
seperti jika terjadi kegagalan sistem, pemutusan, dan kontaminasi.

Sistem tenaga listrik darurat dibutuhkan oleh semua rumah sakit yang ingin memberikan
asuhan kepada pasien tanpa putus dalam keadaan darurat. Sistem darurat ini memberikan
cukup tenaga listrik untuk mempertahankan fungsi yang esensial dalam keadaan darurat

101 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


dan juga menurunkan risiko terkait terjadi kegagalan. Tenaga listrik cadangan dan darurat
harus dites sesuai dengan rencana yang dapat membuktikan beban tenaga listrik memang
seperti yang dibutuhkan. Perbaikan dilakukan jika dibutuhkan seperti menambah kapasitas
listrik di area dengan peralatan baru.

Mutu air dapat berubah mendadak karena banyak sebab, tetapi sebagian besar karena
terjadi di luar rumah sakit seperti ada kebocoran di jalur suplai ke rumah sakit. Jika terjadi
suplai air ke rumah sakit terputus maka persediaan air bersih darurat harus tersedia segera.
Untuk mempersiapkan diri terhadap keadaan darurat seperti ini, rumah sakit agar
mempunyai regulasi yang antara lain meliputi
a. mengidentifikasi peralatan, sistem, serta area yang memiliki risiko paling tinggi
terhadap pasien dan staf (sebagai contoh, rumah sakit mengidentifikasi area yang
membutuhkan penerangan, pendinginan (lemari es), bantuan hidup/ventilator,
serta air bersih untuk membersihkan dan sterilisasi alat);
b. menyediakan air bersih dan listrik 24 jam setiap hari dan 7 hari seminggu;
c. menguji ketersediaan serta kehandalan sumber tenaga listrik dan air bersih
darurat/pengganti/back-up;
d. mendokumentasikan hasil-hasil pengujian;
e. memastikan bahwa pengujian sumber alternatif air bersih dan listrik dilakukan
setidaknya setiap 6 bulan atau lebih sering jika dipersyaratkan oleh peraturan
perundang-undangan di daerah, rekomendasi produsen, atau kondisi sumber listrik
dan air. Kondisi sumber listrik dan air yang mungkin dapat meningkatkan frekuensi
pengujian mencakup
1) perbaikan sistem air bersih yang terjadi berulang-ulang;
2) sumber air bersih sering terkontaminasi;
3) jaringan listrik yang tidak dapat diandalkan
4) pemadaman listrik yang tidak terduga dan berulang-ulang.

Mutu air rentan terhadap perobahan yang mendadak, termasuk perobahan di luar kontrol
rumah sakit. Mutu air juga kritikal di dalam proses asuhan klinik seperti pada dialisis ginjal.
Jadi, rumah sakit menetapkan proses monitor mutu air termasuk tes (pemeriksaan) biologik
air yang dipakai untuk dialisis ginjal. Tindakan dilakukan jika mutu air ditemukan tidak aman.

Monitor dilakukan paling sedikit 3 bulan sekali atau lebih cepat mengikuti peraturan
perundang-undangan, kondisi sumber air, dan pengalaman yang lalu dengan masalah mutu
air. Monitor dapat dilakukan oleh perorangan yang ditetapkan rumah sakit seperti staf dari
laboratorium klinik, atau oleh dinas kesehatan, atau pemeriksa air pemerintah di luar rumah
sakit yang kompeten untuk melakukan pemeriksaan seperti itu. Apakah diperiksa oleh staf
rumah sakit atau oleh otoritas di luar rumah sakit maka tanggung jawab rumah sakit adalah
memastikan pemeriksaan (tes) dilakukan lengkap dan tercatat dalam dokumen.

Karena itu, rumah sakit perlu mempunyai regulasi sekurang-kurangnya meliputi


a) pelaksanaan monitoring mutu air bersih paling sedikit satu tahun sekali. Untuk
pemeriksaan kimia minimal setiap 6 bulan atau lebih sering bergantung pada ketentuan
peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan pengalaman sebelumnya
dengan masalah mutu air. Hasil pemeriksaan didokumentasikan;

102 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


b) pemeriksaan air limbah dilakukan setiap 3 bulan atau lebih sering bergantung pada
peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan hasil pemeriksaan air terakhir
bermasalah. Hasil pemeriksaan didokumentasikan;
c) pemeriksaan mutu air yang digunakan untuk dialisis ginjal setiap bulan untuk menilai
pertumbuhan bakteri dan endotoksin. Pemeriksaan tahunan untuk menilai kontaminasi
zat kimia. Hasil pemeriksaan didokumentasikan.
d) melakukan monitoring hasil pemeriksaan air dan perbaikan bila diperlukan.

MONITORING PROGRAM MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN


Monitoring program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan melalui pengumpulan data
dan analisisnya memberikan informasi yang dapat membantu rumah sakit mencegah
masalah, menurunkan risiko, membuat keputusan sistem perbaikannya, serta membuat
rencana untuk meningkatkan fungsi (upgrade) teknologi medik, peralatan, dan sistem
utilitas. Persyaratan monitor untuk program manajemen fasilitas dikoordinasikan dengan
persyaratan yang dijelaskan di Standar TKRS11. Data hasil monitoring dicatat di dokumen
dan laporan setiap 3 bulan disampaikan kepada direktur rumah sakit.

PENDIDIKAN STAF
Staf rumah sakit merupakan sumber kontak utama dengan pasien, keluarga pasien, dan
pengunjung. Dengan demikian, mereka perlu dibekali edukasi dan dilatih untuk menjalankan
peran mereka dalam mengidentifikasi serta mengurangi risiko, melindungi orang lain dan
diri mereka sendiri, serta menciptakan fasilitas yang aman dan terlindung.

Setiap rumah sakit harus memutuskan sendiri jenis dan tingkat pelatihan bagi stafnya,
kemudian melaksanakannya melalui program pendidikan dan pelatihan. Program dapat
memuat misalnya diskusi kelompok, mencetak materi, orientasi bagi staf baru, atau bentuk
lainnya untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit. Program juga memuat proses dan
prosedur pelaporan tentang risiko potensial, pelaporan insiden dan kecelakaan, serta
penanganan bahan/barang berbahaya yang merupakan risiko pada dirinya sendiri dan
lainnya.

Staf yang bertanggung jawab menjalankan atau memelihara peralatan medik menerima
pelatihan secara khusus. Pelatih dapat berasal dari rumah sakit, produsen teknologi, atau
tenaga ahli sebagai narasumber pelatihan. Rumah sakit membuat program dengan cara
melakukan tes secara berkala pada staf tentang pengetahuannya soal prosedur darurat,
proteksi kebakaran, respons terhadap B3 termasuk tumpahan bahan tersebut dan
penggunaan teknologi medik berisiko terhadap pasien serta staf. Pengetahuan yang dimiliki
peserta tes dapat dilakukan dengan beragai cara seperti demonstrasi kelompok atau
individual dan simulasi kejadian seperti kalau ada epidemi di masyarakat. Tes tertulis atau
lewat komputer, serta mendokumentasikan peserta dan hasil tes.

C. KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF (KKS)


PERENCANAAN
Pimpinan rumah sakit menetapkan perencanaan kebutuhan staf rumah sakit.Pimpinan unit
layanan menetapkan persyaratan pendidikan, kompetensi, kewenangan, keterampilan,
pengetahuan, dan pengalaman staf untuk memenuhi kebutuhan memberikan asuhan

103 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


kepada pasien. Untuk menghitung jumlah staf yang dibutuhkan digunakan faktor sebagai
berikut:
a) misi rumah sakit;
b) keragaman pasien yang harus dilayani, kompleksitas, dan intensitas kebutuhan
pasien;
c) layanan diagnostik dan klinis yang disediakan rumah sakit;
d) volume pasien rawat inap dan rawat jalan;
e) teknologi medis yang digunakan untuk pasien.
Rumah sakit memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan tentang syarat tingkat
pendidikan, kompetensi, kewenangan, keterampilan, pengetahuan dan pengalaman untuk
setiap anggota staf, serta ketentuan yang mengatur jumlah staf yang dibutuhkan di setiap
unit layanan.

Perencanaan kebutuhan yang tepat dengan jumlah yang mencukupi adalah hal yang sangat
penting bagi asuhan pasien termasuk keterlibatan rumah sakit dalam semua kegiatan
pendidikan dan riset. Penempatan (placement) atau penempatan kembali (replacement)
harus memperhatikan faktor kompetensi. Sebagai contoh, seorang perawat yang memiliki
kompetensi hemodialisis tidak dirotasi ke rawat jalan lain. Pimpinan unit layanan membuat
rencana pola ketenagaan dengan menggunakan proses yang sudah diakui untuk
menentukan jenjang kepegawaian. Perencanaan kepegawaian meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a) penempatan kembali dari satu unit layanan ke lain unit layanan karena alasan
kompetensi, kebutuhan pasien, atau kekurangan staf;
b) mempertimbangkan keinginan staf untuk ditempatkan kembali karena alasan nilai-
nilai, kepercayaan, dan agama;
c) memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rencana dan pelaksanaan strategi dimonitor secara berkelanjutan dan diperbaharui jika
dibutuhkan. Dilakukan proses koordinasi oleh pimpinan unit layanan untuk update
perencanaan staf ini. Setiap staf mempunyai tanggung jawab sesuai dengan uraian tugas
dan fungsinya. Dalam hal ini kompetensi dan kewenangan menjadi dasar dalam
menentukan penempatan, uraian pekerjaan, dan kriteria untuk evaluasi kinerja staf.

Uraian tugas juga diperlukan untuk tenaga kesehatan profesional jika


a) seseorang yang bekerja terutama di bidang manajemen mempunyai uraian tugas
jabatan dan uraian tugas fungsional. Contoh, dokter spesialis bedah merangkap
sebagai Kepala Instalasi Kamar Operasi dan sebagai dokter bedah harus mempunyai
STR, SIP, SPK, RKK dan sebagai kepala instalasi kamar operasi mempunyai uraian tugas,
wewenang, dan tanggung jawab;
b) seseorang dalam program pendidikan dan bekerja di bawah supervisi maka program
pendidikan menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dikerjakan
sesuaidengan tingkat pendidikannya;
c) bagi mereka yang diizinkan menurut peraturan perundang-undangan melakukan
praktik mandiri harus dilakukan proses untuk identifikasi dan memberikan wewenang
melaksanakan praktik dengan dasar latar belakang pendidikan, kompetensi, pelatihan,
dan pengalaman. Persyaratan standar ini berlaku untuk semua jenis staf yang harus

104 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


ada uraian tugasnya. (contoh, penugasan penuh waktu, paruh waktu, dipekerjakan,
sukarela, sementara)

Rumah sakit menetapkan proses rekrutmen yang terpusat, efisien, dan terkoordinasi agar
terlaksana proses yang seragam di seluruh rumah sakit. Kebutuhan rekrutmen berdasar atas
rekomendasi jumlah dan kualifikasi staf yang dibutuhkan untuk memberikan layanan klinis
kepada pasien dari pimpinan unit kerja.

Rumah sakit menetapkan proses seleksi untuk menjamin bahwa pengetahuan dan
keterampilan staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien. Anggota staf klinis yang kompeten
direkrut melalui proses yang seragam dengan proses rekrutmen staf lainnya. Proses ini
menjamin bahwa pendidikan, kompetensi, kewenangan, keterampilan, pengetahuan, dan
pengalaman staf klinis pada awalnya dan seterusnya dapat memenuhi kebutuhan pasien.

Rumah sakit menetapkan proses seleksi untuk menjamin bahwa pengetahuan dan
keterampilan staf nonklinis sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Anggota staf
nonklinis yang kompeten direkrut melalui proses yang seragam dengan proses rekrutmen
staf lainnya. Proses ini menjamin bahwa pendidikan, kompetensi, kewenangan,
keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman staf nonklinis pada awalnya dan seterusnya
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Staf nonklinis meliputi seluruh tenaga yang tidak memberikan asuhan pasien secara
langsung. Pimpinan unit menjabarkan kualifikasi staf nonklinis yang diperlukan dan
memastikan bahwa staf nonklinis dapat memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan
penugasannya. Semua staf disupervisi dan dievaluasi berkala untuk menjamin kontinuitas
kompetensi di posisinya.

Rumah sakit mencari staf yang kompeten dan memenuhi kualifikasi staf nonklinis. Staf
nonklinis meliputi seluruh tenaga yang tidak memberikan asuhan pasien secara langsung.
Staf secara berkala dilakukan evaluasi untuk memastikan terpeliharanya kompetensi pada
jabatan.

Rumah sakit menyediakan dan memelihara file kepegawaian untuk setiap staf rumah sakit
dan selalu diperbaharui. Setiap staf rumah sakit mempunyai dokumen catatan memuat
informasi tentang kualifikasi, pendidikan, pelatihan, kompetensi, uraian tugas, proses
rekrutmen, riwayat pekerjaan, hasil evaluasi, dan penilaian kinerja individual tahunan. File
kepegawaian dibuat terstandar dan selalu diperbaharui sesuai dengan regulasi.

ORIENTASI
Semua staf klinis dan nonklinis diberi orientasi di rumah sakit dan unit kerja tempat staf
akan bekerja dan tanggung jawab spesifik pada saat diterima bekerja. Keputusan untuk
menempatkan seseorang sebagai staf rumah sakit dilakukan melalui berbagai proses. Agar
dapat berperan dan berfungsi dengan baik, semua staf baru harus mengetahui dengan
benar segala sesuatu tentang rumah sakit dan memahami tanggung jawab pekerjaan klinis
atau nonklinis untuk mencapai misi rumah sakit. Hal ini dapat dicapai melalui orientasi
umum dan orientasi khusus.

105 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Orientasi umum tentang rumah sakit, mutu, keselamatan pasien, serta pencegahan dan
pengendalian infeksi. Orientasi khusus tentang unit kerja, uraian tugas, dan tanggung jawab
dalam pekerjaannya. Demikian pula berlaku untuk staf kontrak, staf magang, dan peserta
didik.

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


Setiap staf mengikuti pendidikan atau pelatihan di dalam atau di luar rumah sakit termasuk
pendidikan profesi berkelanjutan untuk mempertahankan atau meningkatkan
kompetensinya. Rumah sakit mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk dapat
memahami pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan oleh staf. Sumber data yang dapat
digunakan adalah:
a) hasil kegiatan pengukuran mutu dan keselamatan;
b) monitor program manajemen fasilitas;
c) penggunaan teknologi medis baru;
d) keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh melalui evalusi kinerja;
e) prosedur klinis baru;
f) rencana memberikan layanan baru di kemudian hari.

Rumah sakit menentukan staf yang diharuskan menerima pendidikan berkelanjutan untuk
mempertahankan kredibilitasnya. Rumah sakit juga menetapkan keharusan ada dokumen
pelatihan staf yang dimonitor dan didokumentasikan.

Untuk mempertahankan kinerja staf, memberikan pendidikan keterampilan baru, dan


memberi pelatihan tentang teknologi serta prosedur medis baru maka rumah sakit
menyediakan fasilitas, pendidik, serta waktu untuk memberi pendidikan dan pelatihan di
dalam dan di luar rumah sakit. Pelatihan ini harus sesuai dengan perkembangan kebutuhan
pasien. Sebagai contoh, anggota staf medis menerima pelatihan pencegahan dan
pengendalian infeksi, pengembangan praktik medis tingkat lanjut, budaya keselamatan
pasien, atau teknologi medis baru. Hasil capaian pelatihan didokumentasikan dalam file
kepegawaian.

Pimpinan rumah sakit membantu pelatihan di dalam rumah sakit dengan cara menyediakan
ruangan, peralatan, waktu untuk program pendidikan dan pelatihan, serta biayanya.

Pelaksanaan pelatihan di dalam rumah sakit dilakukan juga agar dapat mendukung
pengembangan profesional berkelanjutan. Teknologi informasi yang tersedia dapat
membantu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Pelatihan diatur sedemikian rupa
agar tidak mengganggu pelayanan pasien.

Setiap staf yang memberikan asuhan kepada pasien dan staf yang ditentukan oleh rumah
sakit dilatih dan dapat melaksanakan secara benar teknik resusitasi jantung paru. Rumah
sakit mengadakan pelatihan teknik resusitasi tingkat dasar untuk seluruh staf dan tingkat
lanjut untuk staf yang telah ditentukan seperti staf kamar operasi, pelayanan intensif, dan
gawat darurat. Pelatihan tersebut dilakukan ulang setiap dua tahun bila program pelatihan
yang diakui tidak digunakan. Diharapkan agar staf yang mengikuti pelatihan dapat mencapai
tingkat kompetensi yang ditentukan.

106 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan keselamatan staf. Staf rumah
sakit mempunyai risiko terpapar infeksi karena pekerjaannya yang langsung dan tidak
langsung kepada pasien. Pelayanan kesehatan dan keselamatan staf merupakan hal penting
bagi rumah sakit untuk menjaga kesehatan fisik, kesehatan mental, kepuasan, produktivitas,
dan keselamatan staf dalam bekerja.

Karena hubungan staf dengan pasien dan kontak dengan bahan infeksius maka banyak
petugas kesehatan berisiko terpapar penularan infeksi. Identifikasi sumber infeksi berdasar
atas epidemilogi sangat penting untuk menemukan staf yang berisiko terpapar infeksi.
Pelaksanaan program pencegahan serta skrining seperti imunisasi, vaksinasi, dan profilaksis
dapat menurunkan secara signifikan insiden infeksi penyakit menular.

Staf rumah sakit juga dapat mengalami kekerasan di tempat kerja. Anggapan bahwa
kekerasan tidak terjadi di rumah sakit tidak sepenuhnya benar mengingat jumlah tindak
kekerasan di rumah sakit semakin meningkat. Untuk itu rumah sakit diminta menyusun
program pencegahan kekerasan.

Kesehatan dan keselamatan staf harus menjadi bagian dari program mutu dan keselamatan
pasien rumah sakit. Cara rumah sakit melakukan orientasi dan pelatihan staf, penyediaan
lingkungan kerja yang aman, pemeliharaan peralatan dan teknologi medis, pencegahan atau
pengendalian infeksi terkait perawatan kesehatan (health care-associated infections), serta
beberapa faktor lainnya menentukan kesehatan dan kesejahteraan staf. Program kesehatan
dan keselamatan staf dapat berada di dalam rumah sakit atau diintegrasikan ke dalam
program eksternal.

Dalam pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan maka staf harus memahami
• cara pelaporan dan mendapatkan pengobatan, menerima konseling, dan menangani
cedera yang mungkin terjadi akibat tertusuk jarum suntik, terpapar penyakit
menular, atau mendapat kekerasan di tempat kerja;
• identifikasi risiko dan kondisi berbahaya di rumah sakit;
• masalah kesehatan dan keselamatan lainnya.

Program tersebut dapat juga mencakup skrining kesehatan awal saat penerimaan pegawai,
imunisasi pencegahan, dan pemeriksaan kesehatan berkala serta tata laksana kondisi terkait
pekerjaan yang umum dijumpai seperti cedera punggung atau cedera lain yang lebih
darurat. Penyusunan program mempertimbangkan masukan dari staf serta penggunaan
sumber daya klinis yang ada di rumah sakit dan di komunitas.

STAF KEPERAWATAN
Rumah sakit perlu memastikan untuk mempunyai staf keperawatan yang kompeten sesuai
dengan misi, sumber daya, dan kebutuhan pasien. Staf keperawatan bertanggungjawab
untuk memberikan asuhan keperawatan pasien secara langsung. Sebagai tambahan, asuhan
keperawatan memberikan kontribusi terhadap outcome pasien secara keseluruhan. Rumah
sakit harus memastikan bahwa perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan
keperawatan dan harus spesifik terhadap jenis asuhan keperawatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Rumah sakit memastikan bahwa setiap perawat yang

107 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan, baik mandiri, kolaborasi, delegasi, serta
mandat kepada pasien secara
aman dan efektif dengan cara
a) memahami peraturan dan perundang-undangan terkait perawat dan praktik
keperawatan;
b) mengumpulkan semua kredensial yang ada untuk setiap perawat,
sekurangkurangnya meliputi
 bukti pendidikan, registrasi, izin, kewenangan, pelatihan, serta pengalaman
terbaru dan diverifikasi dari sumber aslinya;
 bukti kompetensi terbaru melalui informasi dari sumber lain di tempat perawat
pernah bekerja sebelumnya;
 surat rekomendasi dan/atau informasi lain yang mungkin diperlukan rumahsakit,
antara lain riwayat kesehatan dan sebagainya;
a) rumah sakit perlu melakukan setiap upaya untuk memverifikasi informasi penting
dari berbagai sumber dengan jalan mengecek ke website resmi institusi pendidikan
pelatihan melalui email dan surat tercatat. Pemenuhan standar mensyaratkan
verifikasi sumber utama dilaksanakan untuk perawat yang akan dan sedang bekerja.
Bila verifikasi tidak mungkin dilakukan seperti hilang karena bencana atau
sekolahnya tutup maka hal ini didapatkan dari sumber resmi lain.

Rumah sakit melaksanakan identifikasi tanggungjawab pekerjaan dan penugasan klinis


berdasar atas kredensial staf perawat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Hasil
kredensial perawat berupa rincian kewenangan klinis menjadi landasan untuk membuat
uraian tugas, wewenang, dan tanggungjawab klinis di unit pelayanan tempat perawat
tersebut ditugaskan.

Rumah sakit melakukan evaluasi kinerja staf keperawatan berdasar atas partisipasi dalam
kegiatan peningkatan mutu rumah sakit. Peran klinis yang penting staf keperawatan
mengharuskan staf tersebut berpartisipasi secara proaktif dalam program peningkatan
mutu klinis rumah sakit. Rumah sakit melakukan evaluasi kinerja individu staf perawat bila
ada temuan dalam aktivitas peningkatan mutu. Hasil kajian, tindakan yang diambil, dan
setiap dampak atas tanggung jawab

D. MANAJEMEN INFORMASI DAN REKAM MEDIS (MIRM)

Informasi diperlukan untuk memberikan, mengordinasikan, dan juga mengintegrasikan


pelayanan rumah sakit. Hal ini meliputi ilmu pengasuhan pasien secara individual, asuhan
yang diberikan. dan kinerja staf klinis. Informasi merupakan sumber daya yang harus
dikelola secara efektif oleh pimpinan rumah sakit seperti halnya sumber daya manusia,
material, dan finansial. Setiap rumah sakit berupaya mendapatkan, mengelola, dan
menggunakan informasi untuk meningkatkan/memperbaiki hasil asuhan pasien, kinerja
individual, serta kinerja rumah sakit secara keseluruhan. Seiring dengan perjalanan waktu,
rumah sakit harus lebih efektif dalam:
- mengidentifikasi kebutuhan informasi;
- merancang suatu sistem manajemen informasi;

108 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


- mendefinisikan serta mendapatkan data dan informasi;
- menganalisis data dan mengolahnya menjadi informasi;
- mengirim serta melaporkan data dan informasi; juga
- mengintegrasikan dan menggunakan informasi.

Informasi rumah sakit terkait asuhan pasien sangat penting untuk komunikasi antarstaf
klinis yang didokumentasikan dalam rekam medis. Rekam medis adalah bukti tertulis
(kertas/eletronik) yang merekam berbagai informasi kesehatan pasien seperti temuan hasil
asesmen, rencana asuhan, rincian pelaksanaan asuhan dan pengobatan, catatan
perkembangan pasien terintegrasi, serta ringkasan kepulangan pasien yang dibuat oleh
profesional pemberi asuhan (PPA).

Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai saat pasien
diterima di rumah sakit sampai dengan pencatatan data medis, keperawatan, manajer
pelayanan pasien (MPP), serta PPA lainnya selama pasien mendapat asuhan. Kegiatan
dilanjutkan dengan penanganan rekam medis yang meliputi penyimpanan dan penggunaan
untuk kepentingan pasien atau keperluan lainnya.

Rekam medis memiliki aspek-aspek yang sangat penting.


1. Aspek Administrasi: karena isi rekam medis menyangkut tindakan berdasar atas
wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan profesional
2. pemberi asuhan (PPA) dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. Aspek Medis:
karena catatan/rekaman tersebut dipergunakan sebagai dasar merencanakan
pengobatan/asuhan yg harus diberikan kepada seorang pasien.
3. Aspek Hukum: karena menyangkut masalah jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan dalam rangka upaya menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda
bukti untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek Keuangan: karena mengandung data/informasi yang dapat dipergunakan
sebagai dasar pembiayaan.
5. Aspek Penelitian: karena menyangkut data/informasi yang dapat dipergunakan
sebagai dasar penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.
6. Aspek Pendidikan: karena menyangkut data/informasi perkembangan kronologis dan
kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan referensi pengajaran di bidang kesehatan.
7. Aspek Dokumentasi: karena menyangkut sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban serta laporan
rumah sakit.

Rekam medis memiliki kegunaan sebagai:


1. alat komunikasi antara profesional pemberi asuhan (PPA) yang memberikan asuhan
pasien (communication);
2. dasar dalam perhitungan biaya pelayanan kepada pasien (financial billing);
3. penyedia data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan
pendidikan (research & education);
4. dasar untuk merencanakan asuhan yang harus diberikan kepada pasien
(assessment);

109 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


5. bahan yang berguna untuk analisis, penelitian, dan evaluasi kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien (audit klinis);
6. sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan pelaporan;
7. bukti tertulis/terekam atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit, dan
pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit;
8. pelindung kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit, maupun professional
pemberi asuhan (legal documentation).

Tujuan pengelolaan rekam medis dan informasi kesehatan adalah menunjang tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medis yang cepat, tepat, bernilai, dapat
dipertanggungjawabkan, serta berfokus pada pasien dan keselamatan pasien secara
terintegrasi.

MANAJEMEN INFORMASI
Sistem informasi manajemen rumah sakit yang selanjutnya disingkat SIMRS adalah sistem
teknologi informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur proses
pelayanan rumah sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan, dan prosedur
administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat serta akurat, dan merupakan bagian
dari Sistem Informasi Kesehatan.

Sistem informasi kesehatan adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi,
indikator, prosedur, teknologi, perangkat, serta sumber daya manusia yang saling berkaitan
dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau keputusan yang berguna
dalam mendukung pembangunan kesehatan.

Rumah sakit menetapkan unit kerja yang mengelola SIMRS dan memiliki sumber daya
manusia yang terdiri atas kepala unit serta staf dengan kualifikasi analisis sistem,
programmer, hardware, dan pemeliharaan jaringan.

Rumah sakit merencanakan dan merancang proses manajemen informasi untuk memenuhi
kebutuhan informasi internal maupun eksternal. Informasi dikumpulkan dan digunakan
selama asuhan pasien untuk mengelola sebuah rumah sakit yang aman dan efektif.
Kemampuan menerima dan memberikan informasi memerlukan perencanaan yang efektif.
Perencanaan rumah sakit menggabungkan masukan dari berbagai sumber, antara lain:
1. para profesional pemberi asuhan (PPA);
2. para kepala bidang/divisi dan kepala unit pelayanan;
3. badan/pihak lain di luar rumah sakit yang membutuhkan data atau informasi tentang
operasional dan pelayanan rumah sakit.

Perencanaan juga mempertimbangkan misi rumah sakit, pelayanan yang diberikan, sumber
daya, akses teknologi yang dapat dicapai, dan dukungan komunikasi efektif antara pemberi
pelayanan.

Permintaan terhadap data dan informasi harus selalu mengacu pada ketentuan dalam
peraturan perundangan, misalnya tentang rahasia kedokteran.

110 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Prioritas kebutuhan informasi dari sumber-sumber memengaruhi strategi manajemen
informasi rumah sakit dan kemampuan mengimplementasikan strategi tersebut, sesuai
dengan ukuran rumah sakit, kompleksitas pelayanan, ketersediaan staf terlatih, dan sumber
daya manusia serta tekhnikal lainnya.Perencanaan yang komprehensif meliputi seluruh unit
kerja dan pelayanan yang ada di rumah sakit.

Teknologi manajemen informasi membutuhkan sumber daya yang besar sebagai investasi
untuk rumah sakit. Oleh karena itu, teknologi harus secara cermat disesuaikan dengan
kebutuhan rumah sakit saat ini dan masa depan, serta sumber dayanya.

Kebutuhan teknologi yang tersedia diintegrasikan dengan proses manajemen informasi yang
ada saat ini serta membantu mengintegrasikan aktivitas seluruh unit kerja dan pelayanan
rumah sakit. Proses seleksi teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan RS dilakukan
melalui koordinasi dan partisipasi para professional pemberi asuhan (PPA), para kepala
bidang/divisi, dan kepala unit pelayanan.

Kumpulan data merupakan bagian penting dalam kegiatan peningkatan kinerja rumah sakit
karena dapat memberikan gambaran atau profil rumah sakit selama kurun waktu tertentu
dan dapat membandingkan kinerja dengan RS lain.
Kumpulan data terdiri atas:
1. data mutu dan insiden keselamatan pasien;
2. data surveilans infeksi;
3. data kecelakaan kerja.
Data tersebut membantu rumah sakit untuk mengetahui kinerja terkini dan mengidentifikasi
peluang untuk peningkatan/perbaikan.

Rumah sakit mengumpulkan dan menganalisis data menjadi informasi untuk mendukung
asuhan pasien serta manajemen rumah sakit. Informasi tersebut memberikan
gambaran/profil rumah sakit selama kurun waktu tertentu dan dapat digunakan untuk
membandingkan kinerja dengan rumah sakit lain. Jadi, kumpulan data merupakan bagian
penting dalam upaya peningkatan kinerja rumah sakit.

Secara khusus, kumpulan data terdiri atas data mutu dan insiden keselamatan pasien, data
surveilans infeksi, data kecelakaan kerja, manajemen risiko, sistem manajemen utilitas,
pencegahan dan pengendalian infeksi, serta tinjauan pemanfaatan/utilisasi dapat
membantu rumah sakit untuk mengetahui kinerjanya terkini dan mengidentifikasi peluang
untuk peningkatan/perbaikan.

Penyampaian data dan informasi secara tepat waktu dalam format yang memenuhi harapan
pengguna dan dengan frekuensi yang dikehendaki. Format dan metode penyampaian data
dan informasi kepada pengguna yang menjadi sasaran dibuat agar memenuhi harapan
pengguna. Strategi penyampaian meliputi
1. memberikan data dan informasi hanya atas permintaan dan kebutuhan pengguna;
2. membuat format laporan untuk membantu pengguna dalam proses pengambilan
keputusan;
3. memberikan laporan dengan frekuensi sesuai yang dibutuhkan oleh pengguna;

111 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


4. mengaitkan sumber data dan informasi; dan
5. memberikan interpretasi atau klarifikasi atas data.

Rumah sakit mendukung asuhan pasien, pendidikan, serta riset dan manajemen melalui
penyediaan informasi yang tepat waktu dari sumber data terkini. PPA, peneliti, pendidik,
kepala bidang/divisi, dan kepala unit pelayanan sering kali membutuhkan informasi untuk
membantu mereka dalam pelaksanaan tanggung jawab.

Informasi demikian termasuk literatur ilmiah dan manajemen, panduan praktik klinis, hasil
penelitian, metode pendidikan. Internet, materi cetakan di perpustakaan, sumber pencarian
daring (on-line), dan materi pribadi yang semuanya merupakan sumber yang bernilai
sebagai informasi terkini.

MANAJEMEN REKAM MEDIS


Penyelenggaraan rekam medis merupakan proses kegiatan yang dimulai sejak saat pasien
diterima rumah sakit, dilakukan pencatatan data medis, selama pasien mendapat asuhan
medis, keperawatan, dan profesional pemberi asuhan lainnya. Kegiatan dilanjutkan dengan
penanganan rekam medis yang meliputi penyimpanan dan penggunaan untuk kepentingan
isendiri atau kepentingan lainnya.

Rumah sakit menetapkan organisasi yang mengelola sistem rekam medis yang tepat, benar,
bernilai, dan dapat dipertanggungjawabkan. Informasi kesehatan baik kertas maupun
elektronik harus dijaga keamanan dan kerahasiaannya sehingga harus disimpan sesuai
dengan peraturan dan perundangan. Untuk informasi kesehatan elektronik harus dijamin
keamanan dan kerahasiaan dalam 3 (tiga) tempat, yaitu server di dalam rumah sakit, salinan
(backup) data rutin, dan data virtual (cloud).

Setiap pasien memiliki berkas rekam medis, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik
yang merupakan sumber informasi utama mengenai proses asuhan dan perkembangan
pasien sehingga menjadi media komunikasi yang penting. Oleh karena itu, berkas rekam
medis dievaluasi dan diperbaharui sesuai dengan kebutuhan dan secara periodik.

Agar informasi ini berguna dan mendukung asuhan pasien secara berkelanjutan maka rekam
medis harus tersedia selama asuhan pasien rawat inap, rawat jalan, dan setiap saat
dibutuhkan, serta dijaga untuk selalu mencatat perkembangan pasien terkini. Catatan
medis, keperawatan, dan catatan profesional pemberi asuhan lainnya tersedia untuk semua
tenaga kesehatan yang memberikan asuhan kepada pasien terkait. Rumah sakit mempunyai
regulasi yang menetapkan tenaga kesehatan yang mempunyai akses ke berkas rekam medis
pasien untuk menjamin kerahasiaan informasi pasien. Sebagai contoh, pasien rawat jalan
yang memerlukan riwayat sebelumnya di rawat inap atau sebaliknya.

Rumah sakit mempunyai regulasi menentukan jangka waktu retensi rekam medis, data, dan
informasi lainnya terkait pasien sesuai dengan peraturan perundangundangan untuk
mendukung asuhan pasien, manajemen, dokumentasi yang sah secara hukum, serta
pendidikan dan penelitian.

112 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Untuk rekam medis dalam bentuk kertas dilakukan pemilahan rekam medis aktif dan rekam
medis yang tidak aktif serta disimpan secara terpisah. Penentuan jangka waktu retensi
berkas rekam medis ditentukan atas dasar nilai kegunaan tiap-tiap berkas rekam medis yang
konsisten dengan kerahasiaan dan keabsahan informasi. Bila jangka waktu retensi sudah
habis maka rekam medis, serta data dan informasi yang terkait dengan pasien dimusnahkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berkas rekam medis dilindungi dari kehilangan, kerusakan, gangguan, serta akses dan
penggunaan yang tidak berhak. Rekam medis pasien dan data serta informasi lain terkait
pasien harus dijaga dan dilindungi sepanjang waktu. Sebagai contoh, rekam medis pasien
yang aktif disimpan di area yang hanya tenaga kesehatan mempunyai otorisasi untuk akses.

Dokumen disimpan di lokasi yang terhindar dari air, api, panas, dan kerusakan lainnya. Di
rumah sakit yang menyimpan rekam medis secara elektronik terdapat regulasi untuk
mencegah akses mempergunakan rekam medis tanpa izin dan melaksanakan proses
pencegahan penggunaan yang tidak berhak.

Terminologi, arti, kamus, serta nomenklatur memudahkan untuk membandingkan data dan
informasi di dalam rumah sakit dan membandingkan antarrumah sakit. Standardisasi
berguna untuk mencegah terjadi salah komunikasi dan potensi kesalahan. Penggunaan
secara seragam kode diagnosis dan prosedur memudahkan pengumpulan data serta
analisisnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Singkatan dapat menjadi masalah dan mungkin berbahaya, terutama berkaitan dengan
penulisan resep obat. Sebagai tambahan, jika satu singkatan dipakai untuk bermacam-
macam istilah medik akan terjadi kebingungan dan dapat menghasilkan kesalahan medik.
Singkatan dan simbol juga digunakan termasuk daftar “jangan digunakan” (do-not-use).
Ketentuan ini harus sesuai dengan standar lokal dan nasional yang diakui.

Setiap pasien yang menjalani asuhan dan pelayanan yang terdiri atas hasil asesmen, rencana
asuhan, dan perkembangan kondisi pasien, baik sebagai pasien rawat inap, rawat jalan dan
gawat darurat, serta pasien yang datang untuk pemeriksaan penunjang harus mempunyai
rekam medis.

Setiap pasien memiliki satu nomor rekam medis dan pengaturan urutan berkas rekam medis
untuk memudahkan menemukan rekam medis pasien serta mendokumentasikan pelayanan
pasien setiap saat/sewaktu-waktu.

Rumah sakit menetapkan data dan informasi spesifik yang dicatat dalam rekam medis setiap
pasien yang dilakukan asesmen atau diobati oleh profesional pemberi asuhan (PPA), baik
sebagai pasien rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat. Rekam medis memuat informasi
yang memadai untuk mengidentifikasi pasien, mendukung diagnosis, justifikasi/dasar
pembenaran pengobatan, mendokumentasikan pemeriksaan dan hasil pengobatan, serta
meningkatkan kesinambungan pelayanan antara profesional pemberi asuhan (PPA).

113 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Format dan isi rekam medis pasien sesuai standar yang terintegrasi dan kesinambungan
asuhan antarprofesional pemberi asuhan (PPA) termasuk untuk manajer pelayanan pasien
(MPP).

Rekam medis pasien gawat darurat memuat waktu kedatangan dan keluar unit pelayanan
gawat darurat. Informasi ini berlaku bagi semua pasien yang keluar dari rumah sakit
maupun yang dipindahkan ke unit lain atau ke unit rawat inap.

Saat keluar dari gawat darurat diartikan pasien secara fisik keluar meninggalkan unit gawat
darurat, dapat pulang ke rumah atau dipindahkan ke unit lain atau unit rawat inap atau
dirujuk ke rumah sakit lain. Rekam medis juga memuat simpulan pada saat asuhan pasien
selesai, kondisi pasien saat pindah atau dipulangkan, dan instruksi yang diberikan sebagai
tindak lanjut pelayanan.

Regulasi rumah sakit mengidentifikasi mereka yang berhak untuk mengisi rekam medis
pasien serta menentukan isi rekam medis dan format rekam medis. Rumah sakit
menetapkan regulasi untuk mengidentifikasi individu yang berhak memperoleh hak akses
dan mengisi (memasukkan catatan) ke dalam rekam medis pasien sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Hal ini penting untuk menjaga keamanan informasi pasien. Proses
yang efektif menentukan
1. individu yang mempunyai hak akses ke informasi dalam rekam medis;
2. jenis informasi yang dapat diakses;
3. kewajiban pengguna untuk menjaga kerahasiaan informasi;
4. proses yang dijalankan ketika kerahasiaan dan keamanan dilanggar.

Rumah sakit menetapkan format dan isi rekam medis yang terstandardisasi guna membantu
meningkatkan integrasi dan kesinambungan pelayanan di antara profesional pemberi
asuhan (PPA) dalam asuhan pasien, di samping itu ditetapkan juga proses pengisian dan
koreksi/pembetulan.

Setiap profesional pemberi asuhan (PPA) yang mengisi rekam medis menulis identitas
setelah pencatatan dibuat. Terdapat proses untuk menjamin bahwa hanya profesional
pemberi asuhan (PPA) yang diberi kewenangan yang mengisi rekam medis pasien dan
bahwa setiap pengisian ditulis tanggal dan jam, serta identifikasi profesional pemberi
asuhan (PPA) berupa nama jelas dan tandatangan/paraf.

Dalam upaya perbaikan kinerja, rumah sakit secara teratur melakukan evaluasi atau review
rekam medis. Setiap rumah sakit sudah menetapkan isi dan format rekam medis pasien dan
mempunyai proses untuk melakukan asesmen terhadap isi dan kelengkapan berkas rekam
medis. Proses tersebut merupakan bagian dari kegiatan peningkatan kinerja rumah sakit
yang dilaksanakan secara berkala.

Review rekam medis berdasar atas sampel yang mewakili PPA yang memberikan pelayanan
dan jenis pelayanan yang diberikan. Proses review melibatkan staf medis, keperawatan,
serta PPA lainnya yang relevan dan mempunyai otorisasi untuk mengisi rekam medis pasien.
(Lihat juga PMKP 4.1). Review berfokus pada ketepatan waktu, kelengkapan, dapat terbaca,
keabsahan, dan lain-lain dari rekam medis serta informasi klinis. Isi rekam medis yang

114 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


dipersyaratkan oleh peraturan dan perundangundangan dimasukkan ke dalam proses
review rekam medis. Review rekam medis di rumah sakit tersebut termasuk rekam medis
pasien yang saat ini sedang dalam perawatan dan pasien yang sudah pulang. Hasil review
dilaporkan secara berkala kepada Pimpinan RS.

Rumah sakit menjaga privasi dan kerahasiaan data serta informasi secara khusus dalam
menjaga data dan informasi yang bersifat sensitif. Keseimbangan antara berbagi data dan
kerahasiaannya diatur, termasuk data yang dapat diakses oleh pasien. Rumah sakit
menetapkan tingkat privasi dan kerahasiaan yang dijaga untuk kategori beragam informasi
(misalnya: rekam medis pasien, data riset, dan lainnya).

Ringkasan pasien pulang memberikan gambaran tentang pasien yang tinggal dirumah sakit.
Ringkasan dapat digunakan oleh praktisi yang bertanggung jawab memberikan tindak lanjut
asuhan. Ringkasan memuat hal:
1. indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis, dan komorbiditas lain;
2. temuan fisik penting dan temuan-temuan lain;
3. tindakan diagnostik dan prosedur terapi yang telah dikerjakan;
4. Obat yang diberikan selama dirawat inap dengan potensi akibat efek residual setelah
obat tidak diteruskan dan semua obat yang harus digunakan di rumah;
5. kondisi pasien (status present);
6. ringkasan memuat instruksi tindak lanjut;
7. ringkasan pasien pulang dijelaskan dan ditandatangani oleh pasien/keluarga.

115 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


BAB VII
SAFETY AND QUALITY

A. GERAKAN KESELAMATAN PASIEN


Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu
penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien
(patient safety), keselamatan pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan
peralatan di rumah sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
keselamatan lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup
rumah sakit. Ke lima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di
setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila
ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan
dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan.

Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit
menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan - KTD
(Adverse event) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Di rumah sakit terdapat ratusan
macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis
tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus
menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan
baik dapat terjadi KTD.

Di Indonesia data tentang KTD apalagi Kejadian Nyaris Cedera (Near miss) masih langka,
namun dilain pihak terjadi peningkatan tuduhan “mal praktek”, yang belum tentu sesuai
dengan pembuktian akhir. Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan
masyarakat maka pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu dilakukan.
Karena itu diperlukan acuan yang jelas untuk melaksanakan keselamatan pasien tersebut.

Pengertian

116 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.

Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di
rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan pasien rumah sakit yang
merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk melaksanakan kegiatannya. Standar
keselamatan pasien RS selanjutnya diatur secara rinci dalam standar akreditasi Rumah Sakit

B. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Sasaran Keselamatan Pasien yang wajib diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi
oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-
Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh
Pemerintah.

Ada 6 sasaran, yaitu:


1. Mengidentifikasi pasien dengan benar
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif
3. Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai
4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada
pasien yang benar
5. Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

1. Mengidentifikasi pasien dengan benar

117 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek diagnosis dan tindakan. Keadaan
yang dapat membuat identifikasi tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan terbius,
mengalami disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien
berpindah tempat tidur, berpindah kamar tidur, berpindah lokasi di dalam lingkungan
rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri, atau mengalami situasi lainnya.

Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan terdapat paling sedikit 2
(dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medik,
atau bentuk lainnya (misalnya, nomor induk kependudukan atau barcode). Nomor kamar
pasien tidak dapat digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk identifikasi ini
digunakan di semua area layanan rumah sakit seperti di rawat jalan, rawat inap, unit
darurat, kamar operasi, unit layanan diagnostik, dan lainnya.

Dua (2) bentuk identifikasi harus dilakukan dalam setiap keadaan terkait intervensi kepada
pasien. Misalnya, identifikasi pasien dilakukan sebelum memberikan radioterapi, menerima
cairan intravena, hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi
terhadap pasien koma.

2. Meningkatkan komunikasi yang efektif


Komunikasi dianggap efektif bila tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambiguous),
dan diterima oleh penerima informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan-kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien.

Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis. Komunikasi yang jelek dapat
membahayakan pasien. Komunikasi yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan
atau perintah melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil pemeriksaan
kritis yang harus disampaikan lewat telpon. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan aksen
dan dialek. Pengucapan juga dapat menyulitkan penerima perintah untuk memahami
perintah yang diberikan. Misalnya, nama-nama obat yang rupa dan ucapannya mirip (look
alike, sound alike), seperti phenobarbital dan phentobarbital, serta lainnya.

Pelaporan hasil pemeriksaaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu keselamatan
pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis termasuk, tetapi tidak terbatas pada
1. pemeriksaaan laboratorium;
2. pemeriksaan radiologi;
3. pemeriksaan kedokteran nuklir;
4. prosedur ultrasonografi;
5. magnetic resonance imaging;
7. diagnostik jantung;
8. pemeriksaaan diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien, seperti hasil tanda-
tanda vital, portable radiographs, bedside ultrasound, atau transesophageal
echocardiograms.

Hasil yang diperoleh dan berada di luar rentang angka normal secara mencolok akan
menunjukkan keadaan yang berisiko tinggi atau mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal

118 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


yang dapat menunjukkan dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaaan diagnostik
dikomunikasikan kepada staf medis dan informasi tersebut
terdokumentasi untuk mengurangi risiko bagi pasien. Tiap-tiap unit menetapkan nilai kritis
hasil pemeriksaan diagnostiknya.

Untuk melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telpon dengan aman dilakukan hal-
hal sebagai berikut:
1) pemesanaan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari;
2) dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi elektronik
tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan panduannya meliputi
permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaaan dalam keadaan darurat,
identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaaan diagnostik, serta kepada
siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaaan kritis dilaporkan;
3) prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi penulisan secara
lengkap permintaan atau hasil pemeriksaaan oleh penerima informasi, penerima
membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat.

Penggunaan singkatan-singkatan yang tidak ditetapkan oleh rumah sakit sering kali
menimbulkan kesalahan komunikasi dan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, rumah sakit
diminta memiliki daftar singkatan yang diperkenankan dan dilarang.

Serah terima asuhan pasien (hand over) di dalam rumah sakit terjadi
a) antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf
keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya pada
saat pertukaran shift;
b) antarberbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari unit intensif ke unit perawatan atau dari unit darurat ke kamar operasi;
dan
c) dari unit rawat inap ke unit layanan diagnostik atau unit tindakan seperti radiologi
atau unit terapi fisik.

Gangguan komunikasi dapat terjadi saat dilakukan serah terima asuhan pasien yang dapat
berakibatl kejadian yang tidak diharapkan (adverse event) atau kejadian sentinel.
Komunikasi yang baik dan terstandar baik dengan pasien, keluarga pasien, dan pemberi
layanan dapat memperbaiki secara signifikan proses asuhan pasien.

3. Meningkatkan keamanan obat-obat yang harus diwaspadai


Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan bahayanya
dapat menyebabkan kematian atau kecacatan pasien, terutama obat-obat yang perlu
diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung risiko yang
meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan kerugian besar pada
pasien.

Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas

119 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


 obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau kemoterapeutik;
 obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama (look
alike), bunyi ucapan sama (sound alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine
dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM);
 elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih
dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3
mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat
dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.

Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama-nama yang
membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh dunia.
Penyebab hal ini adalah
1) pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
2) ada produk baru;
3) kemasan dan label sama;
4) indikasi klinik sama;
5) bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
6) terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.

Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai organisasi
kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for Safe Heatlh
Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman rumah sakit dalam
hal KTD atau kejadian sentinel.

Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidaksengajaan
menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi sama
atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3
mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan magnesium sulfat
dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.

Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit
perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat keadaan
darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah
dengan menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai (high alert
medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan perawatan pasien ke
unit farmasi.

Rumah sakit membuat daftar semua obat high alert dengan menggunakan informasi atau
data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit, data tentang “kejadian yang tidak
diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris cedera” (near miss) termasuk risiko
terjadi salah pengertian tentang NORUM. Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute
for Safe Health Medication Practices (ISMP), Kementerian Kesehatan, dan lainnya. Obat-
obat ini dikelola sedemikian rupa untuk menghindari kekuranghati-hatian dalam
menyimpan, menata, dan menggunakannya termasuk administrasinya, contoh dengan
memberi label atau petunjuk tentang cara
menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert.

120 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, rumah sakit perlu menetapkan
risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan aspek peresepan, menyimpan,
menyiapkan, mencatat, menggunakan, serta monitoringnya. Obat high alert harus disimpan
di instalasi farmasi/unit/depo. Bila rumah sakit ingin menyimpan di luar lokasi tersebut,
disarankan disimpan di depo farmasi yang berada di bawah tanggung jawab apoteker.

4. Memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada
pasien yang benar
Salah-Lokasi, Salah-Prosedur, dan Salah-Pasien yang menjalani tindakan serta prosedur
merupakan kejadian sangat mengkhawatirkan dan dapat terjadi. Kesalahan ini terjadi antara
lain akibat
1) komunikasi yang tidak efektif dan tidak adekuat antaranggota tim;
2) tidak ada keterlibatan pasien untuk memastikan ketepatan lokasi operasi dan tidak
ada prosedur untuk verifikasi;
3) asesmen pasien tidak lengkap;
4) catatan rekam medik tidak lengkap;
5) budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim;
6) masalah yang terkait dengan tulisan yang tidak terbaca, tidak jelas, dan tidak
lengkap;
7) penggunaan singkatan yang tidak terstandardisasi dan dilarang.

Tindakan bedah dan prosedur invasif memuat semua prosedur investigasi dan atau
memeriksa penyakit serta kelainan dari tubuh manusia melalui mengiris, mengangkat,
memindahkan, mengubah atau memasukkan alat laparaskopi/ endoskopi ke dalam tubuh
untuk keperluan diagnostik dan terapeutik.

Rumah sakit harus menentukan area-area di dalam rumah sakit yang melakukan tindakan
bedah dan prosedur invasif. Sebagai contoh, kateterisasi jantung, radiologi intervensi,
laparaskopi, endoskopi, pemeriksaan laboratorium, dan lainnya. Ketentuan rumah sakit
tentang Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien berlaku di semua area rumah sakit
di lokasi tindakan bedah dan invasif dilakukan.

Rumah sakit diminta untuk menetapkan prosedur yang seragam sebagai berikut:
1. beri tanda di tempat operasi;
2. dilakukan verifikasi praoperasi;
3. melakukan Time Out sebelum insisi kulit dimulai.

Pemberian tanda di empat dilakukan operasi atau prosedur invasif melibatkan pasien dan
dilakukan dengan tanda yang tepat serta dapat dikenali. Tanda yang dipakai harus konsisten
digunakan di semua tempat di rumah sakit, harus dilakukan oleh individu yang melakukan
prosedur operasi, saat melakukan pasien sadar dan terjaga jika mungkin, serta harus masih
terlihat jelas setelah pasien sadar. Pada semua kasus, lokasi tempat operasi harus diberi
tanda, termasuk pada sisi lateral (laterality), daerah struktur multipel (multiple structure),
jari tangan, jari kaki, lesi, atau tulang belakang.

121 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


Tujuan proses verifikasi praoperasi adalah
1) memastikan ketepatan tempat, prosedur, dan pasien;
2) memastikan bahwa semua dokumen yang terkait, foto (imajing), dan hasil
pemeriksaan yang relevan diberi label dengan benar dan tersaji;
3) memastikan tersedia peralatan medik khusus dan atau implan yang dibutuhkan.

Beberapa elemen proses verifikasi praoperasi dapat dilakukan sebelum pasien tiba di
tempat praoperasi, seperti memastikan dokumen, imajing, hasil pemeriksaaan, dokumen
lain diberi label yang benar, dan memberi tanda di tempat (lokasi) operasi. Time-Out yang
dilakukan sebelum dimulainya insisi kulit dengan semua anggota tim hadir dan memberi
kesempatan untuk menyelesaikan pertanyaan yang belum terjawab atau ada hal yang
meragukan yang perlu diselesaikan. Time-Out dilakukan di lokasi tempat dilakukan operasi
sesaat sebelum prosedur dimulai dan melibatkan semua anggota tim bedah. Rumah sakit
harus menetapkan prosedur bagaimana proses Time-Out berlangsung.

Salah-lokasi, salah-prosedur, dan salah-pasien operasi adalah kejadian yang


mengkhawatirkan dan dapat terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat komunikasi
yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan
pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu, juga asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi
terbuka antaranggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak
terbaca (illegible handwriting), dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur yang efektif di dalam meminimalkan risiko ini. Kebijakan termasuk definisi operasi
yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan atau mengobati
penyakit serta kelainan/disorder pada tubuh manusia. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di
rumah sakit bila prosedur ini dijalankan.

5. Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan sebuah tantangan di lingkungan fasilitas
kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi
pasien dan petugas kesehatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di
semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing disebabkan oleh kateter,
infeksi pembuluh/aliran darah terkait pemasangan infus baik perifer maupun sentral, dan
infeksi paru-paru terkait penggunaan ventilator.

Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi lainnya adalah dengan
menjaga kebersihan tangan melalui cuci tangan. Pedoman kebersihan tangan (hand
hygiene) tersedia dari World Health Organization (WHO). Rumah sakit
mengadopsi pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) dari WHO ini untuk dipublikasikan
di seluruh rumah sakit. Staf diberi pelatihan bagaimana melakukan cuci tangan dengan
benar dan prosedur menggunakan sabun, disinfektan, serta handuk sekali pakai (towel),
tersedia di lokasi sesuai dengan pedoman.

122 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


6. Mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh
Banyak cedera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan akibat pasien jatuh. Berbagai
faktor yang meningkatkan riisiko pasien jatuh antara lain:
1. kondisi pasien;
2. gangguan fungsional pasien (contoh gangguan keseimbangan, gangguan
penglihatan, atau perubahan status kognitif);
3. lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit;
4. riwayat jatuh pasien;
5. konsumsi obat tertentu;
6. konsumsi alkohol.

Pasien yang pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh dapat mendadak
berubah menjadi berisiko tinggi. Hal iIni disebabkan oleh operasi dan/atau anestesi,
perubahan mendadak kondisi pasien, serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien
memerlukan asesmen selama dirawat inap di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan
kriteria untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.

Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit rawat jalan dengan
ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko
jatuh waktu dipindah dari brankar ke meja periksa radiologi, atau waktu berubah posisi
sewaktu berada di meja sempit tempat periksa radiologi.

Lokasi spesifik dapat menyebabkan risiko jatuh bertambah karena layanan yang diberikan.
Misalnya, terapi fisik (rawat jalan dan rawat inap) memiliki banyak peralatan spesifik
digunakan pasien yang dapat menambah risiko pasien jatuh seperti parallel bars,
freestanding staircases, dan peralatan lain untuk latihan.

Rumah sakit melakukan evaluasi tentang pasien jatuh dan melakukan upaya mengurangi
risiko pasien jatuh. Rumah sakit membuat program untuk mengurangi pasien jatuh yang
meliputi manajemen risiko dan asesmen ulang secara berkala di populasi pasien dan atau
lingkungan tempat pelayanan dan asuhan itu diberikan.

Rumah sakit harus bertanggung jawab untuk identifikasi lokasi (seperti unit terapi fisik),
situasi (pasien datang dengan ambulans, transfer pasien dari kursi roda atau cart), tipe
pasien, serta gangguan fungsional pasien yang mungkin berisiko tinggi
untuk jatuh.

Rumah sakit menjalankan program pengurangan risiko jatuh dengan menetapkan kebijakan
dan prosedur yang sesuai dengan lingkungan dan fasilitas rumah sakit. Program ini
mencakup monitoring terhadap kesengajaan dan atau ketidakkesengajaan dari kejadian
jatuh. Misalnya, pembatasan gerak (restrain) atau pembatasan intake cairan.

123 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


C. ISU-ISU KESELAMATAN PASIEN
Data yang dirilis oleh Health and Human Service (HHS) menunjukkan bahwa sepanjang
2010-2014 di Amerika telah terjadi penurunan kejadian terkait patient safety di RS sebesar
17%. Hal ini telah memberi kontribusi utama terhadap menurunnya kematian pasien (akibat
kejadian tidak diinginkan) sebanyak 87 ribu kasus. Ini merupakan langkah yang baik
menuju zero patient harm bagi pelayanan kesehatan di Amerika. Namun sepanjang tahun
2015 ada beberapa situasi yang menunjukkan adanya tantangan lain bagi patient safety.

Berikut ini ada sepuluh isu keselamatan pasien yang perlu dipertimbangkan di sepanjang
tahun 2016 bagi penyelenggara pelayanan kesehatan, berdasarkan trend yang terjadi di
tahun 2015.

1. Medical errors, merupaan satu dari berbagai error yang paling banyak terjadi, dimana
setiap tahun setidaknya ada 5% pasien rawat inap yang mengalami kejadian tak
diinginkan terkait dengan pemberian obat. Ini tidak hanya terjadi pada pasien rawat
inap, tapi juga pada pasien yang sedang menjalani dioperasi. Sebuah studi oleh
Massachusetts General Hospital yang diterbitkan pada bulan Oktober lalu menyebutkan
bahwa separuh operasi mengalami berbagai jenismedication errors. Kesalahan dalam
pelabelan, dosis tidak tepat, mengabaikan tindakan yang harus dilakukan berdasarkan
tanda vital pasien dan documentation errors adalah yang tersering terjadi.
2. Diagnostic errors terungkap dengan adanya laporan penelitian “Improving Diagnosis in
Health Care” yang dibuat oleh Institute of Medicine. Laporan ini menyebutkan bahwa 6
dari 17 persen kejadian tak diinginkan di RS merupakandiagnostic error dan merupakan
penyebab dari 10% kematian pasien. Tingginya angka error dan kematian yang
diakibatkannya ini menyebabkan diagnostic error menjadi salah satu isu yang mendapat
perhatian khusus. Solusi yang telah terpikirkan antara lain kemitraan dengan pasien dan
keluarganya serta meningkatkan kerjasama tim antar-tenaga kesehatan dan antar-
pemberi layanan kesehatan.
3. Merumahkan pasien (home-care) pasca akut, dimana memulangkan pasien merupaan
momen kritis dalam perawatan pasien. Studi pada awal tahun 2000-an menemukan
bahwa hampir 20% pasien mengalami adverse event tiga minggu setelah dipulangkan
dari RS, dan banyak diantaranya yang sebenarnya bisa dicegah. Pada April lalu sebuah
model “comprehensive care for joint replacement” memungkinkan adanya perhatian
yang lebih tinggi terhadap jenis errorModel ini membuat RS bertanggung jawab
terhadap mutu pelayanan dan biaya bagi pasien dengan kasus penggantian sendi
selama 90 hari setelah pasien dipulangkan dari RS yang bersangkutan.
4. Keselamatan di tempat kerja. Tanggung jawab RS adalah memastikan keselamatan
pasien, sementara itu para ahli lain berargumentasi bahwa pasien tidak bisa selamat
jika petugas kesehatan tidak merasa aman pada dirinya sendiri. Dengan kata lain, jika RS
aman, maka pasien juga akan lebih aman. Hal ini berdasarkan kejadian dimana petugas
terkena tusukan jarum, atau cedera saat mengangkat pasien, atau merasa takut
diserang oleh pasien.
5. Keselamatan di fasilitas RS yang seringkali menempatkan keselamatan pasien pada
risiko tinggi. Beberapa kali di tahun 2015 keselamatan di RS dikompromikan, atau
hampir dikompromikan, karena masalah bangunan atau pemeliharaan. Badan
Administrasi Kesehatan Florida melaporkan bahwa sebuah RS gagal menangani

124 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


kebocoran limbah termasuk gagal memastikan bahwa kotoran dibersihkan dengan
benar serta gagal melakukan penilaian risiko pengendalian infeksi. Investogator juga
menemukan adanya tikus-tikus yang hidup di langit-langit rumah sakit yang dapat
mencemari meja tempat menyiapkan makanan melalui lubang ventilasi AC.
Wabah Legionnaires juga merupakan masalah yang umumnya terkait dengan struktur
bangunan dan sistem perpipaan/saluran air yang kompleks seperti di RS.
6. Pemrosesan ulang. ECRI Institute memasukkan “pembersihan endoskop fleksibel yang
tidak adekuat sebelum diberi desinfektan” dalam daftar 10 Bahaya Teknologi Kesehatan
terbanyak. Para ahli menekankan pentingnya menggunakan alat yang tepat dan
mengikuti protokol untuk mencegah infeksi. Beberapa RS bahkan sudah mulai
melakukan kultur untuk mengamati perkembangan bakteri. Sementara itu, beberapa
anggota panel penasihan FDA merekomendasikan bahwa duodenoscope harus
disterilisasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
7. Sepsis terjadi lebih dari 1 juta kasus per tahun menurut CDC, dan setengah dari jumlah
tersebut meninggal yang menyebabkan sepsis menjadi penyebab kematian nomer 9.
Meskipun sepsis bukan isu baru dalam keselamatan pasien, namun di tahun 2016 ini
menjadi pusat perhatian baru dengan ditambahkannya Severe Sepsis and Septic Shock
Early Management Bundle ke dalam aturan final sistem pembayaran prospektif rawat
inap di tahun anggaran 2016.
8. Bakteri super didefinisikan oleh Brian K. Coombes, PhD sebagai bakteri yang tidak dapat
ditanggulangi dengan menggunakan dua atau lebih antibiotik, berlanjut menyerang
pasien dan tampak menjadi lebih kuat. Laporan CDC yang dipublikasikan pada
Desember lalu mengungkapkan adanya strain Enterobacteriaceae yang resisten.
Beberapa ahli menyebutnya sebagai “phantom menace”. Bukan hanya para ahli
penyakit dan pemberi pelayanan kesehatan yang mengamati superbugs ini, namun para
peneliti di Cina juga telah menemukan bakteri ini ada di babi, ayam broiler dan manusia
yang mengandug gen yang membuatnya resisten terhadap berbagai jenis antibiotik,
termasuk antibiotik terbaru dan terkuat. Gen yang bertanggung jawab terhadap
resistensi bakteri itu disebut mcr-1, dan juga telah teridentifikasi di Denmark. Gen
tersebut ditemukan juga di E.coli dan bakteri Klebsiella pneumonia, menurut hasil studi
di Cina tersebut. Langkah kecil seperti meningkatkan pengaturan penggunaan antibiotik
perlu dilakukan tahun ini untuk membantu memerangi organisme ini.
9. Ketidakamanan maya perangkat medis. Pada Bulan Juli lalu Administrasi Obat dan
Makanan AS mengeluarkan peringatan agar RS meninjau penggunaan Hospira Sybiq
Infusion System, yaitu sebuah pompa terkomputerisasi yang digunakan secara luas pada
terapi infus umum, setelah didapati bahwa ternyata hacker dapat secara jarak jauh
mengakses alat tersebut dan mengubah dosis. Para ahli telah mengeluarkan peringatan
serupa beberapa kali. Tahun 2011 seorang konsultan analis dan peneliti pada sebuah
perusahaan analitis dan keamanan data mencengangkan audiens konferensi saat dia
meretas pompa insulinnya sendiri. Cyber-security telah bergeser dari kecemasan
seorang ahli IT ke isu yang mengancam keselamatan pasien secara serius dan perlu
menjadi perhatian setiap orang. Banyak sekali peralatan RS yag terkoneksi dengan dan
beroperasi dalam jaringan internet RS yang sesungguhnya rentar terhadap peretasan.
Meskipun sasarannya bukan pasien, namun peretas dapat masuk ke dalam jaringan
sistem informasi RS dan mengekspliotasi serta menyalahgunakan data sensitif yang ada
di dalamnya.

125 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


10. Transparansi data medis. Banyak RS yang menanyakan ke pasien tentang pengalaman
dan kepuasan mereka terhadap dokter selama dirawat. Namun sangat sedikit yang
menaruh informasi ini secara online agar bisa diakses oleh semua orang, sekalipun hal
ini dipercaya dapat meningkatkan keselamatan pasien. Seorang peneliti patient
safety di Harvard University’s School of Public Health mengatakan bahwa jika semua
orang (dokter, pasien, institusi bahkan pers) tidak merahasiakan data kinerja, maka
dokter akan mengembangkan rasa akuntabilitas yang lebih besar untuk menghasilkan
pelayanan yang lebih berkualitas. Peringkat agregat dapat membantu instrument
pembelajaran untuk mereview kinerja individu, dan mereka juga diberi insetif untuk
melakukan cek ulang pekerjaan mereka dan lebih memperhatikan area-area dimana
sering terjadi kesalahan yang berdampak pada peringkat mereka, dan tentu saja pasien-
pasien yang menjadi tanggung jawab mereka. Di beberapa institusi,
hasil rating dipampang secara internal, dapat digunakan untuk membandingkan secara
berdampingan yang akan memunculkan praktek terbaik (best practice) dan mendorong
pada rasa persaingan sehat. Di masa depan, keterbukaan ini bisa menjadi kebutuhan
bagi RS dan sistem kesehatan yang ingin berkompetisi dalam situasi pasar yang fokus
pada transparansi

Disadur dari: 10 top patient safety issues for 2016 (Becker’s ASC Review).

126 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika


KEPUSTAKAAN
1. Permenkes RI Nomor 43 tahun 2016 tentang Standar pelayanan minimal bidang
kesehatan
2. Sucitra Melani, 7 alat pengukuran mutu, studi kepustakaan. 2014
3. Imbalo S Pohan. Jaminan mutu layanan kesehatan: dasar-dasar pengertian dan
penerapan, EGC, 2006
4. KARS. Standar nasional akreditasi rumah sakit, edisi 1, 2017
5. Becker’s ASC Review: 10 top patient safety issues for 2016
6. Yora Fertilia. Aplikasi siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action) dalam upaya menurunkan
WIP (Work In Process) produk chicken nugget di PT. BELFOODS Indonesia. Skripsi.
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. 2013
7. Surveilans Epidemiologi, Mukono, 2000, p.3
8. Michael E. Milakovich. Rewarding Quality and Innovation: Awards, Charters, and
International Standards as Catalysts for Change. In: M.A. Wimmer (Ed.): KMGov 2004,
LNAI 3035, pp. 80–90, 2004.
9. Nugraha G, Astuti ES. et all. Pengaruh insentif finansial dan insentif nonfinansial
terhadap motivasi dan semangat kerja karyawan. In Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) |
Vol. 6 No. 2 Desember 2013
10. Agus P. Konsep evidence based practice. Magister Keperawatan FK Undip. 2015

127 Manajemen Mutu ∞ Program studi Sarjana Keperawatan ∞ Stikes Pertamedika

Anda mungkin juga menyukai