Abstrak
(Latar Belakang) Antipsikotik tipikal dan atipikal saat ini umumnya digunakan sebagai
pengobatan pasien dengan gangguan psikotik. Tujuan dari peninjauan ini untuk menilai
hiperprolaktinemia akibat penggunaan antipsikotik dan gangguan menstruasi yang
mempengaruhi fertilitas, kualitas hidup dan kepatuhan pengobatan pada wanita. (Metode) Untuk
tujuan penelitian; Medline, PsychInfo, Cochrane library, dan Scopus Databases diakses, dengan
fokus publikasi antara tahun 1954 dan 2012. Penelitian dari literature-literatur juga dilakukan
dan 78 studi diperoleh dan digunakan untung keperluan dari peninjauan ini. (Hasil) Rangkuman
meliputi beberapa antipsikotik beserta tingkat frekuensi dan data hiperprolaktinemia dan
gangguan menstruasi untuk beberapa regimen obat. (Kesimpulan) Prevalensi yang bervariasi
terkait hiperprolaktinemia dan kelainan menstruasi ditemukan pada tiap pengobatan melalui
beberapa studi yang berbeda. Menstruasi berperan penting pada wanita, sehingga, pemahaman,
penilaian seksama, dan penanganan hiperprolaktinemia dapat meningkatan kualitas hidup
mereka, khususnya ketika menghadapi wanita yang menderita gangguan psikotik.
Pendahuluan
Episode psikotik akut serta kekambuhan psikotik diobati secara efektif dengan obat-
obatan antipsikotik. Sebagian besar pasien dengan diagnosa gangguan psikiatrik perlu untuk
menjalani terapi antipsikotik sepanjang hidupnya. Antipsikotik tipikal dan beberapa antipsikotik
golongan baru sering meningkatkan kadar prolaktin dalam darah. Di antara beberapa efek
samping terkait hiperprolaktinemia, gangguan menstruasi seperti amenore dan oligomenore yang
belum dievaluasi secara adekuat. Disfungsi menstruasi dapat menjadi sumber penting terkait
distress untuk wanita, yang juga mempengaruhi libido dan fertilitas, dan kemudian
mempengaruhi kualitas hidup, menjadi sebuah konsekuensi yang harus dihadapi oleh dokter
ketika pengobatan antipsikotik untuk wanita diberikan.
Peninjauan ini bertujuan untuk merangkum efek obat antipsikotik pada kadar prolaktin
dan menstruasi dan menelusuri frekuensi hiperprolaktinemia dan gangguan menstruasi yang
mempengaruhi pasien wanita, bergantung pada antipsikotik yang dipilih. Hal ini juga
mengindikasikan butuhnya penelitian lebih lanjut pada efek samping tersebut, tingkat keparahan
yang tidak selalu dilaporkan yang sesungguhnya secara klinis bermakna.
Latar Belakang
Bagaimana Antipsikotik dapat Menyebabkan Hiperprolaktinemia?
Banyak studi yang menelusuri efek pengobatan antipsikotik dan kepentingannya untuk
fungsi endokrin. Dalam praktek sehari-hari, obat-obatan tersebut adalah obat yang menurunkan
sekresi dopamin hipotalamus dan aktivasi dari hipofisis anterior sehingga mengakibatkan
hiperprolaktinemia.
Antipsikotik konvensional dan beberapa antipsikotik golongan baru (tidak semuanya),
meningkatkan kadar prolaktin melalui inhibisi aktivitas dopamin pada reseptor D2 di sistem
tuberoinfundibular di hipotalamus, sebagai tempat sekresi prolaktin diregulasi. Secara spesifik,
neurotransmitter dopamin, yang berperan sebagai faktor primer penghambat prolaktin (primary
prolactin inhibiting factor), disediakan menuju kelenjar hipofisis melalui jaras dopaminergik
periventrikular dan nukleus arcuata bagian medio-basal hipotalamus, melalui sistem venus
hipofisis. Dopamin menstimulasi reseptor D2 yang terletak di permukaan lactotroph sel-sel
hipofisis dan memicu supresi tonik pada sekresi prolaktin. Di sisi lain, serotonin menstimulasi
sekresi prolaktin. Di samping itu, neuropeptida seperti Thyrotropin Releasing Hormone (TRH),
oksitosin, Vasoactive Intestinal Polypeptide (VIP), dan peptide histidine-methionine; yang di
bawah kontrol dari serotonin, memicu sekresi prolaktin.
Antipsikotik tipikal memblok nonselektif dopamin reseptor D2 pada seluruh region di
otak. Mekanisme kerja antipsikotik meliputi menurunkan halusinasi, waham, dan gejala psikotik
lainnya sebagai hasil dari antagonis reseptor dopamine di sistem limbic, sebuah fakta yang
meningkatkan kadar prolaktin. Pada Nigro Striatal, antipsikotik klasik menginduksi efek
samping ekstrapiramidal. Antipsikotik atipikal / generasi ke-2 hadir dengan ratio serotonin
5HT2/afinitas reseptor dopamin D2 yang lebih tinggi. Selain itu, antipsikotik atipikal memiliki
afinitas ikatan untuk sistem neurotransmitter beragam, menunjukkan selektivitas pada
mesolimbik dibandingkan Nigro striatal. Obat tersebut juga dikenal sebagai Serotonin-Dopamin
Antagonis (SDA), dimana antipsikotik tipikal adalah antagonis D2 yang poten dengan afinitas
reseptor D1 yang rendah dan tidak ada efek serotonergik yang signifikan.
Target terapi primer pada antipsikotik tradisional yaitu untuk menurunkan intensitas
gejala dan mencegah kekambuhan psikotik. Akan tetapi, para klinisi harus menerima bahwa
hiperprolaktinemia sebagai implikasi dan marker biologic yang hadir bersamaan dengan efikasi
obat. Data berubah pada praktek klinis setelah pengenalan antipsikotik golongan baru, yang
mewakili efek terapi gangguan psikotik dan memiliki tendensi lebih rendah untuk menginduksi
hiperprolaktinemia. Telah diusulkan bahwa antagonis reseptor 5HT2 mengurangi efek inhibisi
reseptor D2 dan mengurangi efek samping ekstrapiramidal.
Metode
Dalam melakukan peninjauan berdasarkan banyaknya studi berkaitan dengan topik, telah
dicari dan diseleksi. Sebagian besar artikel secara elektronik ditemukan via database dan situs.
Penelitian manual berdasarkan literature juga termasuk. Penelitian melalui Medline, PyschInfo,
Cochrane Library, dan Scopus dan berfokus dari tahun 1954-2010. Studi dari tiap database
diekstraksi dan dianalisis.
Definisi
Prolaktin adalah hormon peptide rantai tunggal, secara struktur dan evolusi homolog
dengan Growth Hormone (GH), di mana gen PRL pada kromosom 6 memiliki 40% kemiripan
dengan gen GH hipofisis pada kromosom 17. Telah diidentifikasi sebagai hormone terpisah pada
awal 1970. Reseptor PRL, adalah protein transmembran, yang tidak hanya terdapat pada jaringan
payudara dan ovarium tetapi juga di jaringan perifer. Pelepasan prolaktin dari hipofisis
mengikuti irama diurnal. Konsenstrasi plasma tertinggi terjadi saat tidur malam dan menurun
saat bangun.
Kadar normal prolaktin dalam serum adalah di bawah 25 μg/L pada perempuan dan di
bawah 20 μg/L pada laki-laki. 1 μg/L adalah equivalent 21,2 mU/L (Standar WHO 84/50).
Hiperprolaktinemia didefinisikan sebagai peningkatan kadar prolaktin dalam darah dan
mewakili sebagian besar abnormalitas hormon hipofisis pada praktik klinik. Guideline dari
Pituitary Society mendukung bahwa prolaktin 100 μg/L ( ~ 2000 mU/L) dapat akibat
antipsikotik, estrogen, gangguan fungsi atau microprolaktinoma, sementara macroadenoma >
250 μg/L ( ~ 5000 mU/L)
Disfungsi menstruasi dikaitkan dengan pola pendarahan (menorrhagia, amenorrhea,
oligomenorrhea, polymenorrhea), tetapi sekarang definisi berdasarkan fungsi ovarium
(anovulasi, defisiensi LH) juga digunakan. Gangguan menstruasi yang lain berdasarkan nyeri
(dysmenorrheal) dan onset perdarahan (premenstrual syndrome). Amenorrhea mendeskripsikan
absensi menstruasi secara komplit selama 6 bulan. Dapat secara fisiologik (prepubertal, hamil,
atau post menopause) atau patologik (gangguan axis hipotalamus-hipofisis-ovarium, pada
rahim). Oligomenorrhea berarti periode yang jarang (panjang siklus > 35 hari) berbanding
terbalik dengan polymenorrhea (panjang siklus >21 hari).
Hasil
Terdapat 78 artikel dianalisis dan dimasukkan kedalam studi ini. Gangguan edokrin pada
wanita memicu beberapa masalah seperti galactorrhea dan gangguan menstruasi yang
bertanggung jawab pada masalah fertilitas
Awalnya, Polishuk dan Kulcsar tahun 1956, melaporkan amenorrhea berkaitan dengan
penggunaan antipsikotik dan beberapa studi mendukung hipotesis ini. Walaupun mekanisme
pasti masih belum diketahui, mereka merelasikannya dengan hiperprolaktinemia pada
antipsikotik konvensional. Ghadirian et al, mendukung fakta bahwa antipsikotik klasik sering
menunjukkan insidensi amenorrhea yang lebih tinggi dibandingkan dengan placebo. Beberapa
peneliti mengestimasi prevalensi gangguan menstruasi pada wanita psikotik yang menjalani
terapi antipsikotik, wanita dengan prolaktin yang tinggi sekitar 15-50%. Kemudian Peuskens et
al, melaporkan bahwa amenorrhea terjadi pada 22-50% wanita yang diterapi dengan antipsikotik.
Secara umum, prevalensi gangguan menstruasi dan amenorrhea berkisar 15-97% pada wanita
yang menerima terapi antipsikotik. Pada ilmuan melaporkan amenorrhea terjadi pada kadar
prolaktin serum di atas 60-100 ng/mL.
Antipsikotik Tipikal
Antipsikotik tipikal, berperan sebagai nonselektif antagonis dari reseptor dopamin,
merupakan golongan antipsikotik yang umum terkait hiperprolaktinemia. Obat tersebut dapat
memicu akut dan peningkatan prolaktin. Berdasarkan beberapa studi, prevalensi terendah untuk
agen tipikal adalah 33-35% dan pasien seringkali mendapatkan obat depot. Intramuskular depot
mengakibatkan prolaktin tinggi selama 6 bulan setelah pemberhentian terapi. Hiperprolaktinemia
dicermati pada 57% pasien dengan pengobatan antipsikotik tipikal, pada studi Wong dan Seeman
(2007). Montgomery et al (2004) menemukan prevalensi pasien dengan antipsikotik tradisional
sekitar 68%. Pengobatan selama 3-9 minggu, dengan sebagian besarnya antipsikotik tradisional,
dapat menyebabkan peningkatan 10 kali lipat kadar prolaktin di atas baseline, dan walaupun
berlanjutnya terapi berkepanjangan cenderung menormalkan prolaktin karena toleransi, namun
tetap pada kadar yang tinggi.
Haloperidol memiliki afinitas ikat yang tinggi untuk reseptor dopamine D2 tetapi rendah
untuk reseptor 5HT2. Dosis haloperidol yang tinggi, prevalensi hiperprolaktinemia juga tinggi.
Spitzer et al (1998), menggunakan 15 pasien dan respon prolatin terhadap haloperidol,
menunjukkan peningkatan cepat selama 6 hari pertama hinga 9 hari, dengan level 30 mg dan 50
mg. Bahkan dosis kecil haloperidol dapat menyebabkan elevasi prolaktin yang bertahan.
Klorpromazin mengakibatkan hiperprolaktinemia pada inisial terapi, beberapa jam
setelah injeksi intramuscular atau oral dan menetap selama terapi. Flupenthixol dilaporkan
sebagai antipsikotik atipikal-sebagian dan meningkatkan kadar prolaktin 2-3 kali pada 1 bulan
pertama, tetapi menjadi normal pada beberapa bulan kemudian.
Berdasarkan Ghadirian et al. (1982), 91% pasien wanita yang diobati dengan agen
tradisional dilaporkan terjadi perubahan menstruasi. Studi dari Nonac (2000) melaporkan 17%
pasien dengan antipsikotik konvensional terdapat gangguan menstruasi. Frekuensi disfungsi
menstruasi menurun setelah pengenalan obat “prolactin sparing”, pada wanita yang mendapatkan
terapi antipsikotik.
Antipsikotik Atipikal
Sebagian besar atipikal tidak meningkatkan kadar prolaktin, tetapi risperidon menjadi
pengecualian dan menunjukkan peningkatan kadar prolaktin yang signifikan, serupa dengan
level prolaktin akibat antipsikotik tradisional.
Risperidone adalah antipsikotik baru yang menunjukkan afinitas tinggi dengan 5HT2,
dan D2 dan walaupun termasuk golongan atipikal, gambaran hiperprolaktinemia serupa dengan
antipsikotik konvensional. Persentase 72-100% wanita yang diobati dengan risperidon oral dan
53-67% yang diobati dengan IM long acting terkena hiperprolaktinemia.
Risperidone tidak sepenuhnya menembus BBB dan hasilnya, blokade reseptor D2 di
hipofisis lebih hebat dibandigkan nigro striatal. Level prolaktin meningkat langsung beberapa
jam setelah mendapatkan risperidon, mencapai level maksimum setelah 8 minggu dan
mempertahankan kadar ini dalam waktu yang lama.
Prevalensi efek samping menstruasi seperti amenorrhea pada pasien yang menjalani
pengobatan risperidone dilaporkan sebesar 1-10%, di mana yang lain mendukung insidens
menstruasi abnormal 8-48% wanita yang sedang terapi risperidon. Wanita memiliki kadar
prolaktin yang lebih tinggi dibandingkan pria yang mendapatkan terapi risperidone.
Clozapine pertama kali diperkenalkan sebagai antipsikotik atipikal dan memicu
peningkatan kadar prolaktin yang masih tidak terdeteksi pada pemeriksaan lab yang rutin.
Cloazapin berikatan lemah dengan reseptor dopamine D2 dan mengakibatkan hiperprolaktinemia
yang sementara dan rendah. Prevalensi hiperprolaktinemia yang dilaporkan akibat penggunaan
klozapin sebesar 0-5% . Clozapin dapat kadangkala meningkatkan kadar prolaktin yang hebat
tetapi hanya sementara dan berlangsung beberapa jam pertama. Obat ini efikasinya baik untuk
mengurangi hiperprolaktinemia.
Feldman dan Goldberg (2002) melaporkan bahwa tidak ada hubungan clozapin
menyebaban gangguan menstruasi dan peningkatan berat badan. Menstruasi normal dpaat
kembali ke wanita yang menggangu antipsikotik tipikal ke clozapin.
Paliperidone diperkenalkan ke eropa tahun 2007 dan merupakan metabolit aktif dari
risperidone. Obat ini predominansi menyebabkan hiperprolaktinemia. Masih sedikit studi yang
mempelajari efek samping obat ini dan relevansi klinisnya.
Olanzapin adalah antipsikotik atipikal yang berikatan intermediate dengan reseptor D2
dan lebih berikatan kuat dengan 5HT2, pada semua dosis. Olanzapine, yang secara luas
digunakan di Eropa, Amerika dan Jepang, menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sementara
dan ringan dibandingkan risperidon dan haloperidol. Pada satu studi olanzapin dan placebo,
terdapat perbedaan pada 2 minggu terapi namun tidak ada perbedaan bermakna yang
menunjukkan hiperprolaktinemia pada minggu ke-6.
Prevalensi hiperprolaktinemia pada pasien dengan pengobatan olanzapin sekitar 28%.
Kinon et al (2006), membuktikan bahwa 90% pasien yang mengganti antipsikotik ke olanzapine
ditemukan memiliki 50% penurunan kadar prolaktin.
Lebih lanjut, pengobatan olanzapine memperbaiki gejala komorbid reproduktif. Secara
spesifik, 2 dari 3 wanita yang mengganti pengobatan ke olanzapine mengalami resolusi dari
gangguan menstruasinya.
Quetiapine berikatan kuat dengan 5HT2A dan memiliki ikatan lemah dengan reseptor D2
di hipofisis anterior dibandingkan sebagian besar antipsikotik tipikal dan risperidon, dan
meningkatkan kadar prolaktin hanya kadangkala saja. Didudukinya reseptor D2 berubah dari
64% (2 jam setelah dosis) menjadi 0-27% (ketika 12 jam setelah dosis). Prevalensi yang terkait
hiperprolaktinemia telah diestimasi di beberapa studi berbeda. Bushed an Shaw melaporkan
kasus 0%, Wong dan Seeman 14$, dan Polishuk dan Kulcsar 22%. Dengan memperhatikan
aspek gangguan menstruasi, banyak studi yang mengatakan penggantian terapi medikamentosa
yang awalnya risperidon menjadi quetiapine dapat membantu melanjutkan mestruasi.
Aripripazole adalah antipsikotik atipikal yang dikenal secara farmakologis sebagai agonis
parsial reseptor D2 dan 5 HT1A dan antagonis penuh 5HT2A. Hal ini menyebabkan sedikit
peningkatan kadar prolaktin dibandinkan obat-obatan tradisional. Aripripazole berkaitan dengan
<5% hiperprolaktinemia. Aripriprazole diketahui untuk memicu normalisasi kadar prolaktin dan
siklus menstruasi pada wanita yang sebelumnya diobati dengan amisulpride dan ziprasidone.
Benzamide dipikirkan tergolong atipikal tetapi ketika diperkenalkan tahun 1960an.
Amisulpride adalah substitusi derivate benzamid yang tidak secara komersial diterima di
Amerika Serikat. Walaupun dapat menyebabkan beberapa gejala ekstrapiramidal, obat tersebut
poten sebagai pemicu elevasi prolaktin, serupa dengan antipsikotik konvensional dan risperidon.
Hiperprolaktinemia terjadi setelah pengobatan akut dan kronik dan bahkan pada dosis rendah, di
mana Amisulpride sepertinya menduduki reseptor D2 lebih tinggi di hipofisis dibandingkan
nigro striatal, karena sulit menembus BBB.
Amisulpride dikenal sebagai antipsikotik dengan tendensi maksimum untuk
menyebabkan hiperprolaktinemia. Paparrigopoulos et al. (2007) menemukan prevlaensi
hiperprolaktinemia sebesar 100% dan lebih banyak diobservasi pada wanita dibanding laki-laki.
Amisulpride meningkatkan kadar prolaktin bahkan pada dosis rendah, yang berarti penurunan
dosis amisulpride memiliki hasil yang lebih rendah dalam menyebabkan hiperprolaktinemia.
Amenorrhea terjadi pada 4% wanita yang diterapi amisulpride. Iregularitas menstruasi
setelah penggunaan amisulpride juga dilaporkan di beberapa studi. Rajnish dan Singh (2008)
melaporkan bahwa gejala tersebut mereda ketika diganti menjadi “Prolactin-sparing Drug”, di
mana masih belum adekuatnya studi penelitian yang menelusuri prevalensi abnormalitas
menstruasi terkait Amisulpride.
Ziprasidone berperan sebagai agonis reseptor serotonin 5HT1A, mengakibatkan
peningkatan kadar prolaktin yang sementara dan tidak bertahan. Goff et al membandingkan
Ziprasidone dengan Haloperidol dan menemukan bahwa Ziprasidone hanya terkait peningkatan
kadar prolaktin yang sementara yang kembali normal dalam interval dosis. Satu studi mencoba
untuk menilai efek samping Ziprasidone dan tidak menemukan abnormalitas menstruasi
dibandingkan efek samping Risperidon.
Zotepine adalah antipsikotik atipikal, dikatakan dapat meningkatkan elevasi kadar
prolaktin pada manusia setelah penggunaan terapi akut atau jangka lama. Masih belum jelas
apakah ada studi yang mempublikasikan yang secara sistematis menelusuri prevalensi dari
gangguan menstruasi akibat penggunaan obat tersebut.
Diskusi
Menstruasi reguler, periodik mewakili wanita dalam aspek normalitas, sebagai indicator
fertilitas, dan sebuah cara untuk “membersihkan” tubuh mereka. Juga menandakan feminism dan
kesehatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Brazil, menstruasi dipercaya banyak wanita
sebagai suatu hal yang perlu secara alamiah dan bagian yang essensial untuk kehidupan
reproduktif. Pada dekade terakhir, wanita dengan berbagai latar belakang suku dan budaya
menggunakan metode kontrasepsi untuk menekan menstruasi.
Menstruasi memegang peranan penting pada kehidupan wanita dan gangguan menstruasi
mengganggu fertilitas dan kualitas hidup. Khususnya pada wanita psikotik, gangguan menstruasi
juga dapat mempengaruhi compliance terhadap terapi. Maka dari itu, para klinisi seharusnya
memeriksa segala aspek sebelum meresepkan obat apapun.
Kesimpulan
Prevalensi hiperprolaktinemia dan gangguan menstruasi bervariasi tidak hanya di antara
obat antipsikotik tetapi juga di antara peneliti yang berbeda. Deviasi mayor diobservasi pada
prevalensi hiperprolaktinemia yang terjadi dengan selama pengobatan olanzapine dan quetiapine.
Sebagian besar antipsikotik golongan baru menyebabkan hiperprolaktinemia minimal atau tidak
sama sekali, dibandingkan antipsikotik tradisional dan risperidone. Karakteristik studi
pengobatan dan pengaruhnya berperan pada pemahaman, penilaian dan penanganan pada situasi
tersebut.
Gangguan menstruasi seperti amenorrhea biasanya membaik setelah kadar prolaktin
menjadi normal. Akan tetapi, efek samping tersebut menjadi masalah yang menyulitkan dari
pengobatan antipsikotik. Studi lebih lanjut perlu memaparkan mengenai penggunaan agonis
dopamine dan terapi kombinasi pada pengobatan hiperprolaktinemia. Para klinisi sebaiknya
mencatat gangguan menstruasi ketika mengobati wanita usia reproduktif. Antipsikotik golongan
baru sebaiknya didesain memiliki efek samping yang rendah dan memperbaiki kualitas hidup
pasien psikotik.
Keterbatasan Studi
Antipsikotik menyebabkan hiperprolaktinemia adalah topic yang menarik dan penting
dan penulis berusaha mengerjakan tulisan ini. Kemudian, peninjauan kami untuk merangkum
sebagian besar data berkaitan dengan topic ini, mungkin gagal untuk mencakup seluruh sumber
literatur yang tersedia.