Anda di halaman 1dari 10

UJI KUALITAS MIKROBIOLOGI SAYURAN SAWI HIJAU

BERDASARKAN ALT KOLONI BAKTERI

A. Tujuan
1. Untuk mengetahui jumlah total koloni bakteri dalam sayuran mentah
dan sayuran masak
2. Untuk mengetahui kualitas mikrobiologi sayuran mentah dan sayuran
masak berdasarkan jumlah koloni bakteri
B. Dasar Teori
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Beaker Glass n. Kulkas
b. Mortar dan pistil o. Inkubator
c. Cawan Petri p. Rak tabung reaksi
d. Pipet q. Colony counter
e. Micropippet r. Kompor spiritus
f. Microtip 2. Bahan
g. Tabung Reaksi a. Medium NA
h. Panci b. Larutan air pepton 0,1%
i. Kompor Gas LPG c. Aquades steril
j. Laminar Air Flow/LAR d. Alkohol 70%
k. Vortex e. Air biasa
l. Labu Erlenmeyer f. Sayuran (Sawi)
m. Pisau g. Spiritus

D. Cara Kerja
1. Proses Grinding (Disosiasi Bahan)
Menimbang sayur sawi hijau pada timbangan analitik sebesar 10 g setiap
perlakuan (mentah dan matang / masak)

Mencuci sayuran sawi dengan akuades

Menggerus sayuran sawi mentah menggunakan mortar dan pistil hingga halus,
disambi dengan memanaskan air dalam panic untuk merebus sayuran

Merebus sayur sawi pada panci yang telah mendidih selama 15 menit

Menggerus sayuran sawi yang matang dengan menggunakan mortar dan pistil
hingga halus
Menempatkan hasil gerusan ke dalam masing-masing tabung Erlenmeyer yang
mengandung larutan pepton dan melabelinya dengan nama pengenceran 10-1

Memvortex kedua tabung Erlenmeyer dengan vortex hingga homogen

2. Pengenceran dan Penanaman Bakteri

Melakukan pengenceran suspensi sebanyak 1 ml dalam 9 ml larutan air


pepton 0,1% dari tabung 10-1 ke dalam tabung larutan pepton lain
sehingga mendapatkan tingkat pengenceran 10-2

Membuat tingkat pengenceran 10-3,10-4, 10-5, 10-6 dengan


memindahkan 1 ml dari tiap pengenceran air ke tabung baru

Tingkat pengenceran dilakukan pada kedua sampel sayuran (matang


dan mentah)

Menginokulasikan 0,1 ml suspense sayuran mentah dan 0,1 ml


suspense sayuran matang dari masing-masing tingkat pengenceran
pada permukaan medium lempeng NA dan meratakanya

Menginkubasi semua medium lempeng NA yang telah diinokulasikan


dengan bakteri selama 1 x 24 jam pada suhu 37°C dengan posisi cawan
terbalik
3. Perhitungan ALT
Menghitung jumlah koloni bakteri dalam tiap gram sayuran dengan
colony counter (setiap koloni dianggap satu bakteri yang sama)

Menentukan kualitas mikrobiologi sayuran mentah dan matang,


berdasarkan angka lempeng total koloni bakteri dengan mengacu pada
ketentuan dari DIRJEN POM.
E. Hasil Data Pengamatan

Tabel 1. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri dalam Sayuran Sawi

No. Pengenceran Mentah Matang


1. 10-1 372 141
2. 10-2 90 316
3. 10-3 19 37
4. 10-4 43 74
5. 10-5 15 171
6. 10-6 369 60
Keterangan:
Merah: TBUD (Terlalu banyak untuk dihitung)  > 300 bakteri
Biru : TSUD (Terlalu sedikit untuk dihitung)  < 30 bakteri
Hitam: normal  30 - 300 bakteri

F. Analisis Data

Pada pengamatan uji kualitas mikrobiologi sayuran berdasarkan angka


lempeng total koloni bakteri, sampel yang digunakan untuk pengamatan adalah 10
gram sayur sawi mentah dan 10 gram sayur sawi masak yang telah diekstrak dan
diencerkan berdasarkan tingkat pengenceran, yakni 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6.
Kemudian dari masing-masing tingkat pengenceran diinokulasi pada medium
lempeng dan diinkubasi pada suhu 37oC selama + 2 x 24 jam. Pada pengamatan
ini diperoleh jumlah koloni bakteri yang cukup besar pada sayur sawi mentah
pada tingkat pengenceran 10-1 dan 10-6. Sedangkan pada sayur sawi yang masak
diperoleh jumlah koloni bakteri yang cukup banyak pada tingkat pengenceran 10-
2
.
Pada pengamatan jumlah koloni bakteri pada sayur sawi mentah dengan
tingkat pengenceran 10-1 dan 10-6 diperoleh jumlah koloni bakteri yakni TBUD
(Terlalu Banyak Untuk Dihitung) hal ini dikarenakan pengamat tidak mampu lagi
menghitung jumlah koloni bakteri yang muncul disebabkan koloni yang tumbuh
sangat banyak dan tidak memungkinkan untuk dihitung. Pada pengamatan jumlah
koloni bakteri dengan tingkat pengenceran 10-3 dan 10-5 diperoleh jumlah koloni
bakteri yakni TSUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung). Pada pengamatan jumlah
koloni bakteri sayur sawi mentah dengan tingkat pengenceran 10-2 diperoleh
jumlah koloni bakteri sebanyak 90 koloni. Pada pengamatan jumlah koloni bakteri
pada tingkat pengenceran 10-4 diperoleh jumlah koloni bakteri yang cukup sedikit
yakni 43 koloni.
Pada pengamatan jumlah koloni bakteri pada sayur sawi masak dengan
tingkat pengenceran 10-2 diperoleh jumlah koloni bakteri yakni TBUD (Terlalu
Banyak Untuk Dihitung) hal ini dikarenakan pengamat tidak mampu lagi
menghitung jumlah koloni bakteri yang muncul disebabkan koloni yang tumbuh
sangat banyak dan tidak memungkinkan untuk dihitung. Pada pengenceran 10-1
diperoleh jumlah koloni bakteri sebanyak 141 koloni. Pada pengenceran 10-3
diperoleh jumlah koloni bakteri yang cukup sedikit sebanyak 37 koloni. Pada
pengenceran 10-4 diperoleh jumlah koloni bakteri sebanyak 74 koloni. Pada
pengenceran 10-5 diperoleh jumlah koloni bakteri yang cukup banyak sebanyak
171 koloni. Pada pengenceran 10-6 diperoleh jumlah koloni bakteri sebanyak 60
koloni. Berikut adalah perhitungan untuk mendapatkan nilai ALT.
1. Sayur Sawi Mentah
Pencarian nilai rujukan:
1
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ ×
𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑥=
1
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 ×
𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
1
43 × −4
𝑥= 10 = 47,8
1
90 𝑥
10−2

𝑥>2

“karena x > 2 maka perhitungan ALT menggunakan pengenceran hasil terkecil”

Perhitungan ALT:
1
𝐴𝐿𝑇 = 90 × × 10
10−2
𝐴𝐿𝑇 = 90000 𝐶𝐹𝑈/𝑚𝑙
𝐴𝐿𝑇 = 9 × 104 𝐶𝐹𝑈/𝑚𝑙
2. Sayur Sawi Masak

Pencarian nilai rujukan:


1
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ ×
𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑥=
1
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 ×
𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
1
37 ×
𝑥= 10−3 = 0,0021
1
171 𝑥
10−5

𝑥<2
“karena x < 2 maka perhitungan ALT menggunakan hasil pengenceran tertinggi
dan pengenceran terendah ditambah kemudian dibagi 2”

Perhitungan ALT:
(171 × 105 + 37 × 103 )
𝐴𝐿𝑇 =
2
𝐴𝐿𝑇 = 8568500 𝐶𝐹𝑈/𝑚𝑙
𝐴𝐿𝑇 = 8,6 × 106 𝐶𝐹𝑈/𝑚𝑙

Pada penghitungan kualitas mikrobiologi sampel sayur sawi mentah dan


masak berdasarkan Angka Lempeng Total (ALT) diperoleh hasil berturut-turut
adalah 9 × 104 CFU/ml dan 8,6 × 106 CFU/ml, sedangkan standar dari BPOM
untuk makanan jenis sayuran kering adalah 1 x 105 CFU/ml. Sehingga dapat
diketahui bahwa kedua sayuran ini tidak layak untuk dikonsumsi.

G. Pembahasan

Pada prinsipnya tujuan pengujian ALT pada sayuran adalah untuk


mengetahui jumlah total koloni bakteri dalam sayuran mentah dan sayuran masak
dan membandingkan kualitas mikrobiologi antara sayuran mentah dan sayuran
masak. Pengujian mikrobiologi pada sampel makanan ini selalu mengacu kepada
persyaratan makanan yang sudah ditetapkan. Parameter uji mikrobiologi pada
sampel bahan makanan yang dipersyaratkan sesuai Standar Nasional Indonesia
meliputi Angka Lempeng Total, MPN Coliform, uji Salmonella, uji Eschericia
coli, uji MPN Eschericia coli, dan uji Angka kapang.
Sayur yang digunakan adalah sawi (Brassica oleracea) dengan dua
perlakuan berbeda yaitu mentah dan matang. Sebagian masyarakat suka
mengonsumsi sayuran mentah, karena lebih segar apabila dibandingkan dengan
sayuran masak. Sayuran mentah mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme
terutama bakteri (Hastuti, 2010). Nilai ALT maksimal yang diperbolehkan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk sayuran kering adalah 1 x 105
CFU/ml.
Hasil yang diperoleh dari pengamatan sayuran mentah menunjukkan
bahwa jumlah koloni bakteri yang tumbuh sangat banyak pada tingkat
pengenceran 10-1 dan 10-6, pada tingkat pengenceran ini diperoleh jumlah koloni
bakteri >300 koloni di mana koloni dihitung menggunakan koloni counter.
Sehingga jumlah ini dimasukkan dalam jenis TBUD (Terlalu Banyak Untuk
Dihitung). Pada pengenceran 10-3 dan 10-4 jumlah koloni bakteri normal.
Sedangkan pada pengenceran 10-3 dan 10-5 diperoleh jumlah koloni bakteri kurang
dari 30 sehingga dikategorikan kedalam jenis TSUD (Terlalu Sedikit Untuk
Dihitung). Data dengan golongan TBUD dan TSUD tersebut membuktikan bahwa
sayuran mentah memiliki koloni bakteri yang begitu banyak. Koloni bakteri
terswbut mengontaminasi sayuran dari dalam tanah di mana tanaman itu tumbuh
(Siagian, 2012).
Hasil yang diperoleh dari pengamatan sayuran matang menunjukkan
bahwa jumlah koloni bakteri yang tumbuh sangat banyak pada tingkat
pengenceran 10-2, pada tingkat pengenceran ini diperoleh jumlah koloni bakteri
>300 koloni. Sehingga jumlah ini dimasukkan dalam jenis TBUD (Terlalu
Banyak Untuk Dihitung). Pada pengenceran 10-1, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 jumlah
koloni bakteri normal.
Dari hasil yang diperoleh dihitung Angka Lempeng Total koloni bakteri
dengan mempertimbangkan tingkat pengenceran yang ada. Menurut Buckle
(1987) penghitungan dilakukan pada media agar yang jumlah populasi
mikrobanya antara 30 – 300 koloni. Bila jumlah populasi kurang dari 30 koloni
akan menghasilkan penghitungan yang kurang teliti secara statistik, namun bila
lebih dari 300 koloni akan menghasilkan hal yang sama karena terjadi persaingan
diantara koloni. Dalam hal ini kami penggunakan perhitungan hasil rerata karena
jumlah koloni bakteri yang diperoleh berada pada kisaran 30-300 koloni.
Seharusnya semakin tinggi tingkat pengenceran maka semakin sedikit bakteri
yang tumbuh karena semakin sedikit bakteri yang terbawa saat dilakukan proses
pengenceran, tetapi pada praktikum yang dilakukan data yang diperoleh tidak
signifikan.
Nilai ALT yang didapatkan dari uji mikrobiologi sayuran mentah adalah
9,0 x 104 dan untuk sayuran matang adalah 8,6 x 106 CFU/ml. Dari hasil ini dapat
dibandingkan bahwa kandungan mikroba pada sayuran matang jauh lebih banyak
bila dibandingkan dengan kandungan mikroba yang terdapat pada sayuran
mentah. Hal ini menyimpang dari pernyataan Hastuti (2009) bahwa sayuran
mentah mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme terutama bakteri. Bila jumlah
koloni bakteri terlalu banyak, maka sayuran tersebut kurang layak dikonsumsi.
Padahal pada kenyataannya masyarakat lebih gemar mengonsumsi sayuran
mentah karena lebih segar apabila dibandingkan dengan sayuran masak.
Apabila ditinjau dari batas maksimum nilai Angka Lempeng Total yang
ditetapkan oleh BPOM (2009) yaitu 1 x 105 CFU/ml maka sayuran mentah dan
sayuran matang yang diuji tidak layak konsumsi karena melebih batas sehingga
dapat membahayakan kesehatan. Kebersihan saluran juga berpengaruh terhadap
kualitas mikrobiologi pangan bahan pangan nabati. Penggunaan air dari irigasi
yang tercemar dan penggunaan pupuk kandang atau kotoran manusia sebagai
pupuk beresiko terhadap kontaminasi oleh salmonella (termasuk S. typhi),
Shigella dan V. cholerae serta virus. Pencucian dan pembilasan dengan air yang
mengandung semua bakteri kecuali sporanya (Siagian, 2012).
Dikatakan tidak layak karena mengandung cemaran mikroba yang tinggi.
Cemaran mikroba adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari mikroba
yang dapat merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (BPOM RI, 2009).
Dalam perolehan data di atas dapat terjadi beberapa kesalahan yang akan
mempengaruhi hasil dari perhitungan bakteri, misalnya kesalahan utama yang
dibuat oleh praktikan adalah bekerja dengan kurang steril selama perlakuan,
kesalahan dalam mengitung jumlah bakteri menggunakan alat colony counter
sebab alat yang kemarin digunakan telah rusak sehingga harus dilakukan dengan
mode manual maka dari itu keakuratan perhitungan masih perlu dipertanyakan.
Mengenai jumlah bakteri total terbanyak diperoleh sayuran matang, hal ini
menyimpang, karena diketahui bahwa sayuran yang telah direbus seharusnya
mempunyai jumlah bakteri yang lebih sedikit sebab sudah mengalami proses
pemanasan, di mana dalam proses pemanasan tersebut bakteri yang tidak
menyukai suhu panas diharapkan bisa mati. Namun hasilnya sayuran yang
matang memiliki nilai ALT yang lebih tinggi dari sayuran mentah. Hal tersebut
disinyalir disebabkan oleh kontaminasi pada saat perebusan yang kurang
sempurna atau pun perlakuan pada pengenceran yang kurang steril, namun bila
dilihat dari tabel data yang ada jumlah bakteri pada sayuran matang masih lebih
sedikit dibandingkan data jumla bakteri pada sayuran mentah.
Penggolongan TBUD dan TSUD pada sayuran mentah lebih banyak,
sehingga untuk perhitungan ALT banyak data yang tidak dapat digunakan,
sedangkan pada sayuran matang, hanya ada satu data pada pengenceran kedua
(10-2) yang tidak digunakan. Hal ini bisa saja mempengaruhui nilai ALT. Secara
garis besar bila dilihat dari kaca jumlah koloni bakteri, dapat disimpulkan yang
memiliki banyak bakteri adalah sayuran mentah, dan hal ini membuktikan
pernyataan yang menyatakan sayuran mentah lebih mudah terkontaminasi bakteri.
Dari pembahasan di atas yang dapat disimpulkan adalah kedua sayuran
yang digunakan sebagai sampel masih kurang layak untuk dikonsumsi karena
sudah melewati ambang batas maksimum bakteri dalam sayuran kering yang
dinyatakan oleh BPOM. Perhitungan kualitas mikrobiologi dengan menggunakan
metode angka lempeng total (ALT) kurang efektif untuk digunakan, karena masih
rawan menghasilkan data yang tidak valid.
H. Diskusi
1. Adakah perbedaan antara jumlah total koloni bakteri dalam sayuran
mentah dan sayuran matang? Jelaskan mengapa terdapat perbedaan
tersebut!
Jawab:
Ya, terdapat perbedaan. Perbedaan yang paling mencolok adalah
jumlah koloni bakteri dalam sayuran yang mentah lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah koloni pada sayuran yang matang. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan perlakuan yang terjadi antara keduanya.
Sayuran matang hanya dicuci, sedangkan sayuran matang masih
melalui proses perebusan pada air panas selama 15 menit. Tentunya
sayuran yang mengalami perebusan tersebut yang memiliki koloni
bakteri yang sedikit ketimbang sayuran yang hanya dicuci saja. Sebab
perebusan sayur dapat memperkecil daya hidup bakteri khususnya
bakteri dengan sifat hidup psikrofil dan mesofil yang tidak tahan
terhadap suhu yang tinggi. Kedua bakteri yang tergolong bakteri
psikrofil dan mesofil bila terkena panas akan gugur dan mati. Sayuran
yang mentah memiliki banyak koloni bakteri hal ini dikarenakan
sayuran ini asalnya adalah di alam, terkena udara dan kemungkinan
terkontaminasi sangat tinggi. Kemudian juga, sayur sawi ditumbukan
dari tanah, tanah merupakan sumber bakteri pula, sehingga untuk cara
pencegahan sayuran terkontaminasi oleh bakteri kita dapat mencuci
bersih sayuran yang akan dikonsumsi atau dengan proses perebusan
agar lebih efektif.
2. Adakah perbedaan antara kualitas mikrobiologi sayuran mentah dan
sayuran matang erdasarkan angka lempeng total koloni bakteri?
Jelaskan mengapa terdapat perbedaan tersebut!
Jawab:
Ya, terdapat perbedaan. Nilai ALT sayuran mentah lebih kecil
dibandingkan dengan nilai ALT pada sayuran yang matang. Sebab
pada hasil data koloni bakteri kebanyakan data yang diperoleh
menghasilkan nilai yang TBUD dan TSUD sehingga tidak dapat
digunakan ke dalam perhitungan. Sedangkan pada sayuran yang telah
matang data yang diperoleh kebanyakan digolongkan pada jumlah
yang normal (antara 30-300 koloni), sehingga untuk menghitung nilai
rujukan ALT digunakan jumlah koloni tertinggi dan terendah. Data
yang terlalu banyak untuk dihitung dan terlalu sedikit untuk dihitung
meminimalisisr data yang ada, sehingga membuat nilai ALT semakin
kecil.
3. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri dalam
sayuran? Jelaskan!
Jawab:
a. Faktor tempat tumbuh sayuran  bila sayuran itu yang
dimanfaatkan adalah akarnya (rimpang) maka kontaminasi
bakteri/mikroorganisme akan semakin banyak, karena sumber
mikroorganisme dapat berasal dari tanah, begitu pula bila sayuran
dekat dengan tanah dan terkena tanah dapat pula terkontaminasi
oleh bakteri dari tanah tersebut. Buah-buahan tidak mudah
terkontaminasi bakteri dari tanah karena jaraknya yang tinggi, jauh
dari tanah (Siagian, 2012).
b. Penggunaan pupuk  penggunaan pupuk kompos yang berasal
dari hewan dapat mempengaruhi kuantitas bakteri yang hinggap
atau hidup dalam sayuran. Di dalam kotoran hewan terdapat
banyak bakteri yang ada, sehingga penggunaan pupuk kotoran
hewan dapat dijadikan sebagai faktor yang memicu pertumbuhan
bakteri di dalam sayur.
c. Suhu  dengan temperatur yang sesuai tidak panas dan juga tidak
terlalu dingin, bakteri akan hidup, suhu bersinggungan dengan
kelembaban, sehingga bakteri dapat hidup. Bakteri menginginkan
suhu yang lembab (semakin kecil suhu), karena memiliki nilai aw
yang rendah.
d. Lingkungan tumbuh sayuran  tercemar atau tidaknya tempat
tumbuh sebagai faktor yang utama dalam pengaruhnya terhadap
pertumbuhan bakteri. Lingkungan yang tercemar oleh sampah akan
menyebabkan kontaminasi bakteri dalam sayuran semakin besar.
e. Proses distribusi sayuran  pengemasan sayuran dengan media
akan meminimalisir kontaminasi sayuran dengan bakteri dari udara
saat pendistribusian kepada para pedagang pasar sebelum dijual ke
masyarakat luas. Sehingga sebaiknya sayuran dibungkus oleh
plastik agar aman.

I. Kesimpulan

Jumlah koloni bakteri pada sayuran mentah lebih banyak dibandingkan


dengan jumlah koloni sayuran matang, namun nilai ALT yang terbesar didapatkan
oleh sayuran matang dengan jumlah 8,6 x 106 CFU/ml sedangkan sayuran mentah
bernilai 9 x 104 CFU/ml. Kedua-duanya tidak layak untuk dikonsumsi karena
sudah melebihi ambang batas maksimum koloni bakteri dalam sayuran kering
yang dinyatakan oleh DIRJEN POM sebesar 1 x 105 CFU/ml. kuantitas bakteri
dalam sayuran dipengaruhi oleh proses pemanenan, tempat hidup tanaman
sebelum panen (tercemar atau tidak), penggunaan pupuk tanaman, suhu, serta
proses pendistribusian kepada pedagang pasar.

J. Daftar Rujukan

Badan POM RI. 2009. Regulasi Pangan BPOM No HK.00.06.1.52.4011. (Online),


(http://codexindonesia.bsn.go.id/uploads/download/Regulasi%20Pangan%
20BPOM%20No%20HK.00.06.1.52.4011.pdf), diakses tanggal 11
Oktober 2015)
Buckle,K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hastuti, Utami Sri dan Sitoresmi Prabaningtyas. 2010. Petunjuk Praktikum
Mikrobiologi Pangan. Malang : Universitas Negeri Malang.

Siagian, B. 2012. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya.


(online), (http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-albiner3.pdf), diakses
20 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai