Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia AKI pada tahun 2012 mencapai 359 per 100.000
kelahiran hidup. AKI menunjukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 (Profil kesehatan Indonesia, 2015). Angka
kematian ibu di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 berdasarkan laporan dari kabupaten/kota sebesar
111,16/100.000 kelahiran hidup, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2014 sebesar
126,55/100.000 kelahiran hidup, meski mengalami penurunan namun masih belum mendapatkan nilai zero dalam
AKI di Provinsi Jawa Tengah maka dari itu perlu diadakan program untuk mencapai target yang diinginkan.
Sebesar 60,90% kematian maternal terjadi pada waktu nifas, pada waktu hamil sebesar 26,63% dan pada waktu
persalinan sebesar 12,76% (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
Dari data AKI di Indonesia terdapat 60% kematian pada masa nifas dalam 24 jam pertama dalam hal ini
perlu peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas sangat membantu dalam mencegah kematian
tersebut (Setyo & Sri, 2011).
Usaha untuk mengurangi AKI tersebut, salah satu upaya yang dilakukan adalah perawatan pada masa
kehamilan dan masa nifas yang baik, misalnya perawatan payudara. Masa nifas (puerpurium) adalah masa
setelah keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Setyo & Sri, 2011).
Pada permulaan masa nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik atau apabila kelenjar-kelenjar
tidak dikosongkan dengan sempurna, akan terjadi pembendungan air susu, mammae panas serta keras pada
perabaan nyeri, puting susu bisa mendatar sehingga dapat menyukarkan bayi untuk menyusui
(Wiknjosastro, 2009). Biasanya payudara yang mengalami bendungan ASI akan terlihat oedema, puting susu
kencang, dan ASI tidak keluar. Akibat terhadap bayi, bayi tidak puas setiap setelah menyusu, bayi sering
menangis atau bayi menolak menyusu (Setyo & Sri, 2011). Jika bendungan ASI tidak ditangani dengan baik
maka akan terjadi mastitis, peradangan payudara, abses payudara, dan akibat lebih lanjut akan terjadi
kematian (Ambarwati dkk, 2008).
Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi komplikasi akibat bendungan ASI maka
dibutuhkan peran bidan yang antara lain mempersiapkan ibu pada masa antenatal dengan melakukan
pemeriksaan payudara dan perawatan payudara, memberikan informasi tentang laktasi dan memberikan
motivasi ibu untuk menyusui pada masa nifas dan bidan harus bisa mengatasi masalah yang sering terjadi
yaitu kelainan pada bentuk putting susu, putting susu lecet (Perinasia, 2004)
Upaya dalam menangani bendungan ASI pada ibu menyusui salah satunya dengan pengobatan secara non
farmakologis. Bisa dilakukan dengan massage merupakan sentuhan serta pijatan ringan. Massage dilakukan
untuk memberikan stimulasi reflek oksitosin atau reflek let down dengan cara memijat pada daerah punggung
sepanjang kedua sisi tulang belakang sehingga ibu menjadi rileks dan tidak kelelahan setelah melahirkan akan
hilang. Ibu rilek dan tidak kelelahan dapat membantu merangsang pengeluaran hormon oksitosin. Oksitosin dapat
diperoleh dengan berbagai cara baik melalui oral, intranasal, intramuskular, maupun dengan pemijatan yang
merangsang keluarnya hormon oksitosin. Efek dari stimulasi pijat oksitosin ituu sendiri bisa dilihat dari reaksinya
6-12 jam pemijatan. Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai dari nervus ke 5-6
sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk menyamoaikan perintah ke otak bagian
belakang sehingga oksitosin keluar (Milan, Dewey & Escamilla, 2008).
Desa Candirejo merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten semarang, terdapat salah satu ibu
menyusui yang mengalami bendungan asi, dengan ini kami mengambil ibu menyusui dengan permasalahan
bendungan asi yang ada di lingkungan sekitar. Masih banyak ibu yang belum mengetahui bahwa bendungan asi
dapat ditangani dengan menggunakan cara tradisional yang mudah diterapkan dengan pemijatan sederhana,
pemijatan dilakukan tenaga kesehatan, suami maupun keluarga yang sudah mendapatkan cara pemijatan dari
tenaga kesehatan Selain dengan melakukan kompres hangat yang rutin apabila terjadi bendungan asi bisa
diterapkan pijat oksitosin untuk membantu melancarkan pengeluaran ASI atau mengatasi masalah bendungan
ASI.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memberikan asuhan kebidanan komplementer pada ibu menyusui yang mengalami bendungan asi.
2. TujuanKhusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan bendungan asi secara benar
b. Merumuskan masalah yang mungkin timbul pada pasien dengan bendungan asi.
c. Merencanakan tindakan pada pasien dengan bendungan asi
d. Melaksanakan tindakan pada pasien dengan bendungan asi
e. Membuat evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan pada pasien dengan bendungan asi
f. Melakukan pendokumentasian secara baik dan benar sesuai dengan rencara tindakan dan evaluasi.
3. Manfaat
a. Bagi Ibu Menyusi
Memberikan pengetahuan menegenai pentingnya informasi kesehatan dan masalah kesehatan ibu
menyusui khusunya bendungan asi dan penanganan bendungan asi.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Memberikan pengetahuan dengan pemberian asuhan kebidanan komplementer dengan pijat oksitosin
dalam menangani masalah bendungan asi pada ibu menyusui yang dapat menjadi cara baru dalam penanganan
bendungan asi secara alami, tepat dan efisien sehingga dapat mengatasi masalah bendungan asi pada ibu
menyusui.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Bendungan saluran air susu ibu (ASI)


1. Pengertian
Bendungan air susu ibu adalah keadaan payudara yang oedema, sakit, puting susu lecet, kulit mengkilat
walaupun tidak merah dan bila diperiksa ASI tidak keluar, badan bisa demam dalam 24 jam (Ambarwati,
dkk, 2008).
2. Etiologi
Menurut Depkes (2004), bendungan saluran ASI disebabkan oleh:
a. ASI tidak disusukan dengan adekuat.
b. Kelainan puting susu.
c. Penyempitan saluran payudara.
3. Gambaran klinis
Selama 24 jam hingga 58 jam pertama sudah terlihatnya sekresi lakteal, payudara sering mengalami
distensi menjadi keras dan berbenjol-benjol. Keadaan ini yang disebut dengan bendungan air susu atau
caked breast, sering menyebabkan rasa nyeri yang cukup hebat dan bisa disertai dengan kenaikan suhu.
Kelainan tersebut menggambarkan aliran darah vena normal yang berlebihan dan penggembungan
limfatik dalam payudara, yang merupakan prekusor reguler untuk terjadinya laktasi. Keadaan ini bukan
merupakan overdestensi sistem lakteal oleh air susu (Suherni, dkk, 2008).
4. Penyebab bendungan saluran ASI
Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar
tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu. Mammae panas serta keras pada
perabaan dan nyeri, suhu badan tidak naik. Puting susu bisa mendatar dan hal ini dapat menyukarkan
bayi untuk menyusu. Kadang-kadang pengeluaran susu juga terhalang sebab duktuli laktiferi menyempit
karena pembesaran vena serta pembuluh limfe (Prawirohardjo, 2005).

5. Tanda dan gejala


a. Menurut Suherni (2008), ibu dengan bendungan saluran ASI mempunyai tanda dan gejala sebagai
berikut:
1) Benjolan terlihat jelas dan perabaan lunak.
2) Terasa nyeri, karena adanya pembengkakan yang terlokalisasi.
b. Menurut Jannah (2011), ibu dengan bendungan saluran ASI mempunyai tanda dan gejala sebagai
berikut:
1) Payudara panas.
2) Keras.
3) Nyeri pada perabaan.
4) Suhu tubuh tidak naik.

6. Penanganan bendungan saluran ASI


Penanganan bendungan saluran ASI menurut Saifuddin (2002), adalah:
a. Memberikan dukungan moril pada ibu.
b. Menganjurkan untuk menyusui sesering mungkin.
c. Menganjurkan kedua payudara disusukan
d. Memberikan konseling bimbingan dan latihan tentang perawatan payudara.
e. Menganjurkan mengompres hangat payudara sebelum disusukan, ajarkan ibu menyusui bayinya
dengan benar dan anjurkan menggunakan BH yang menopang payudara.
f. Mengobservasi tanda-tanda vital dan TFU.
g. Memberikan antalgin 500 mg per oral 3x1
7. Psikologi ibu nifas dengan bendungan saluran ASI
Rasa cemas salah satu perubahan kondisi dan emosional yang komplek, dengan
penjelasan yang baik dan bantuan moril dapat mengurangi rasa cemas itu, sehingga
ibu tidak takut lagi untuk menyusui bayinya. Bidan memberi dukungan moril
dengan cara ibu ditemani dan diajak bicara serta besarkan hati ibu dengan diberi
penjelasan serta dukungan dari keluarga (Prawirohardjo, 2002).

B. Pijat ASI
1. Pengertian
Pijat ASI merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi ASI. Pijat ASI adalah
pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan merupakan
usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Yohmi & Roesli, 2009).
Pijat ASI yang sering dilakukan dalam rangka meningkatkan ketidaklancaran produksi ASI adalah pijat
oksitosin. Pijat oksitosin, bisa dibantu pijat oleh ayah atau nenek bayi. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk
merangsang refleks oksitosin atau reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat
oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi
sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi
sakit (Depkes RI, 2007).
2. Langkah-Langkah melakukan Pijat ASI teknik Oksitosin
Langkah-langkah melakukan pijat ASI dengan metode oksitosin sebagai berikut (Depkes RI, 2007):
a. Melepaskan baju ibu bagian atas.

b. Ibu miring ke kanan maupun kekiri, lalu memeluk bantal, namun ada dua posisi alternatif, yaitu: boleh
telungkup di meja seperti ini

c. Memasang handuk.

d. Melumuri kedua telapak tangan dengan minyak atau baby oil.

e. Memijat sepanjang kedua sisi tulang belakang ibu dengan menggunakan dua kepala tangan, dengan
ibu jari menunjuk ke depan. Area tulang belakang leher, cari daerah dengan tulang yang paling
menonjol, namanya processus spinosus/cervical vertebrae 7.
f. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan
melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jarinya.

g. Membentuk Gerakan-Gerakan Melingkar Kecil-Kecil dengan Kedua Ibu Jari


h. Pada saat bersamaan, memijat kedua sisi tulang belakang kearah bawah, dari leher
kearah tulang belikat, selama 2-3 menit.
i. Mengulangi pemijatan hingga 3 kali.
j. Membersihkan punggung ibu dengan waslap air hangat dan dingin secara
bergantian.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2010. Asuhan kebidanan Post Partum. Departemen


Kesehatan : Jawa Tengah.

Sujiyantini, DSAK. 2009. Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, EGC: Jakarta.

2009.

Alimul, H. 2004. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan.

Jakarta: Salemba Medika.

Dinkes Jateng. 2009. Angka Kematian Ibu dan Bayi di Jawa Tengah.
(online) available:
http://ctd.epirints.ac.id/4934/J20070116.pdf.

Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas.

Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Ambarwati, dkk. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:


Mitra Cendika Press.

Saifuddin, A. B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Suherni, dkk. 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.


Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Depkes, RI. 2004. Penilaian K1 dan K4. Jakarta: Depkes RI.

Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penalitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Varney, H. 2004. Varney Midwivery's. Bandung: Kelealita Publisher.

Farrer. 2001. Perawatan Maternitas. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta:

Anda mungkin juga menyukai