Oleh
Kelompok 2/ Reguler 1
2. Latar Belakang
Klien dengan skizofrenia pada umumnya saat pulang akan dirawat oleh anggota
keluarga. Dimana beberapa klien bergantung pada caregiver untuk proses rehabilitasi dan
kegiatan sehari-hari. Baik klien maupun pengasuh mereka mengharapkan dapat
memberikan perawatan konseling satu persatu, sesi edukasi, komunikasi dan perencanaan
pulang (Hopkins, Loeb, & Fick, 2009). Saat klien dirumah, ketika pengasuh tidak dapat
memenuhi kebutuhan klien dengan skizofrenia maka klien akan mudah mengalami
masalah sosial dan kegiatan sehar-hari yang kemudian meningkatkan beban pengasuh
(Balasubramanian, 2013; Hsiao, 2010; Hsiao & Tsai, 2015). Oleh karena itu pasien
dengan skziofrenia harus menjadi prioritas dalam layanan perencanaan pulang rumah
sakit.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perencanaan pulang yang baik
pada klien dengan skizofrenia akan mengurangi tingkat rawat inap dan meningkatkan
kepatuhan pengobatan mereka (Nurjannah et al., 2014; Shepperd et al., 2013). Ada bukti
yang menunjukkan bahwa perawat pengasuh yang diarahkan dengan baik pada
perencanaan pulang akan menghasilkan hasil klien yang baik juga, seperti mengurangi
tingkat kembali ke rumah sakit. (shepperd et al., 2013; Zhu, Liu, Hu &Wang, 2015).
Staf perawat pengasuh akan diberikan pengetahuan mengenai kesiapan
kebutuhan, persiapan perencanaan pulang, pendidikan kesehatan mental dan
mengkoordinasikan layanan rujukan untuk pasien dan perawat tindak lanjut. Oleh karena
itu, perawat pengasuh memegang peran sebagai kunci koordinasi antara rumah sakit dan
layanan masyarakat dalam kaitannya untuk proses pasca perencanaan pulang. Beberapa
studi telah meneliti keefektifan model perencanaan pulang yang melibatkan partisipasi
pengasuh klien skizofrenia (Nurjannah et al., 2014).
Beban pengasuh dan status kesehatan pengasuh
Hingga 85% dari pengasuh penderita skizofrenia dilaporkan mengalami beban
subyektif dan obyektif (Lasebikan & Ayinde, 2013) dan dengan gangguan afektif lainnya
(Grover, Chakrabarti, Ghormode, & Dutt, 2015). Beban jangka panjang merawat pasien
dengan skizofrenia memiliki dampak negatif pada pengasuh dan dapat mengubah hidup
dan status kesehatan mereka yang dikaitkan dalam penurunan vitalitas dan kesehatan
secara umum (Caqueo-Urizar et al., 2014) dan dapat bermanifestasi sebagai kelelahan
fisik, kualitas tidur yang buruk, ketegangan psikologis dan suasana hati yang tertekan
(Roick Heider, Toumi, & Angermeyer, 2006). Oleh karena itu intervensi ini diperlukan
untuk mengurangi beban psikologis dan fisik yang dihadapi pengasub (Friedrich et al.,
2012; Sin & Norman, 2013). Penelitian sebelumnya telah mengindikasikan bahwa gejala
psikiatri dan rehospitalisasi pasien dapat memprediksi beban pengasuh (Hsiao & Tsai,
2015; Möller-Leimkühler & Wiesheu, 2012). Beberapa tinjauan menunjukkan bahwa
intervensi yang efektif untuk pengasuh termasuk memberi mereka pengetahuan yang
berhubungan dengan perawatan dan ketrampilan dalam merawat pasien, melatih mereka
untuk mengelola stres, menawarkan konseling dan layanan rujukan serta tindak lanjut
berikutnya. Intervensi seharusnya diimplementasikan selama rawat inap pasien (Wang,
2015). Kebutuhan pengasuh seperti memahami penyebab penyakit dan prognosis, cara
mengelola pasien, ketrampilan perawatan pasien, dukungan emosional, bantuan keuangan
dan akses ke layanan kesehatan seharusnya diintegrasikan ke dalam perencanaan pulang
rumah sakit (Yeh et al., 2009).
3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas partisipasi pengasuh
dalam perencanaan pulang rumah sakit untuk klien dengan skizofrenia dalam mengurangi
beban pengasuh dan meningkatkan status kesehatan.
4. Metode
1) Tujuan Penelitian dan Hipotesis
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur keefektifitasan pertisipasi
pengasuh dalam perencanaan pulang dari rumah sakit untuk klien dengan skizofrenia
dalam mengurangi beban pengasuh dan meningkatkan status kesehatan. Kelompok
eksperimen dari pengasuh berpartisipasi dalam proses perencaan pulang
dikemangkan dalam penelitian ini. Hipotesis singkat dari penelitian ini adalah bahwa
beban pengasuh dalam kelompok eksperimen akan signifikan lebih rendah dibanding
dengan kelompok control dan bahwa status kesehatan kelompok eksperimen akan
lebih tinggi dari kelompok kontrol.
2) Desain Penelitian
Penelitian menggunakan kuasi eksperimental non-paralel, menggunakan dua
kelompok untuk pretest dan posttest. Untuk mengontrol factor pembaur eksternal
dari perawatan medis dan lokasi penelitian dipilih dengan pasien sakit jiwa akut dan
dirawat di rumah sakit jiwa. Populasi target adalah pengasuh pasien rawat inap
dengan skizofrenia. Untuk menghindari perbedaan pada pelayanan diantara klien
psikiatri dan pengasuh dan untuk mencegah agar perawat tidak bingung dengan
proses pelayanan, maka disediakan kelompok control dengan layanan perencaan
pulang yang konvensional. Kemudian kelompok eksperimen diberi layanan
perencanaan pulang dengan keterlibatan pengasuh dikembangkan untuk penelitian
ini. Data dikumpulkan pada hari pertama pasien dirawat inap dan hari ketika pasien
pulang. Karena rata-rata lama rawat inap pasien sekitar 2 bulan, interval pretest dan
posttest sekitar 2 bulan. Partisipan diambil selama sekitar 15 bulan (dari Mei 2011
sampai Juni 2012). Data yang diambil untuk grup control sekitar bulan Mei sampai
Oktober 2011. Lalu 2 bulan selanjutnya digunakan untuk program pelatihan, dan data
untuk kelompok eksperimen diambil antara bulan Januari 2012 sampai Juni 2012.
3) Sampling dan Rekruitmen
Peserta penelitian harus memiliki beberapa kriteria inklusi seperti: pengasuh
klien dengan skizofrenia dan memiliki kartu IC untuk penyakit berat, tinggal dengan
klien setelah klien keluar dari rumah sakit, dapat berbahasa mMandarin atau Taiwan,
berusia antara 20 sampai 65 tahun, dan menandatangani formulir persetujuan
penelitian. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, metode dan prosedur kepada klien
dan pengasuh mereka. Dengan persetujuan klien, keluarga yang bersangkutan
(contohnya: pengasuh utama) menandatangani formulir persetujuan dan
menyelesaikan survey; klien psikiatri memberi persetujuan secara lisan. Kriteria
eksklusi yaitu klien yang menolak berpartisipasi dalam penelitian dan klien kejiwaan
yang memiliki komorbiditas atau dilembagakan setelah keluar dari rumah sakit.
Perkiraan ukuran sampel dari 98 dihitung dengan menggunakan G* power 3.19
software.
Setiap kelompok diperlukan setidaknya 49 partisipan. Total dari 183 klien
kejiwaan yang dirawat di bangsal penelitian; ditemukan 116 pengasuh masuk di
kriteria inklusi, tapi 2 diantaranya menolak berpartisipasi dalam penelitian. Lalu
didapatkan 114 pengasuh yang menyelesaikan survey pre dan posttest, kelompok
eksperimental dan kontrol masing-masing berjumlah 57 orang.
6) Pertimbangan Etis
Penelitian ini (termasuk bentuk persetujuan penelitian) telah disetujui oleh
dewan review kelembagaan. Penulis menjelaskan tujuan penelitian, metode, dan
prosedur untuk klien kejiwaan dan pengasuh mereka. Mereka diberitahu bahwa data
yang dikumpulkan itu harus digunakan hanya untuk penelitian akademis, dan bahwa
mereka bebas untuk memutuskan apakah akan berpartisipasi dalam penelitian ini.
5. Hasil Penelitian
Beban Caregiver
Perencanaan discharge planning yang melibatkan caregivers mengurangi beban
caregivers dalam penelitian ini. Hasil ini mendukung hipotesis peneliti. Meskipun tidak
ada studi serupa yang menguatkan temuan ini, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kebutuhan caregivers yang memuaskan dapat meringankan beban yang dialami
caregivers (Grover et al., 2015). Studi klinis lainnya terutama berfokus pada layanan
perawatan yang berorientasi pada klien, yang secara efektif mengurangi jumlah hari rawat
inap dan biaya perawatan namun tidak dapat meringankan beban caregivers. Sebaliknya,
penelitian ini berfokus pada layanan yang berorientasi pada kebutuhan caregivers,
efektivitas yang kontras dengan layanan berorientasi klien. Dalam penelitian ini,
kebutuhan pengasuh dalam berbagai dimensi (misalnya, informasi, dukungan, tangguh,
dan emosi) dipenuhi, beban mereka berkurang, dan kebutuhan terkait lainnya (misalnya,
pendidikan kesehatan mental) dipenuhi (Xia, Merinder, & Belgamwar, 2011; Yeh et al.,
2009). Dilengkapi dengan temuan dari penelitian sebelumnya, penelitian ini
menunjukkan bahwa keluarga lebih mampu mengatasi efek gejala dan mengelola
penyakit kerabat mereka. Proses perencanaan yang melibatkan caregivers dan koordinasi
dengan layanan kesehatan berbasis masyarakat memiliki potensi untuk meningkatkan
perawatan rawat inap yang berorientasi pada pemulihan.
Studi ini juga menemukan bahwa beban yang dialami oleh pengasuh di kelompok
kontrol berkurang secara signifikan ketika klien psikiatri dirawat di rumah sakit. Dapat
disimpulkan bahwa rawat inap klien memberikan kesempatan untuk istirahat dari stres
pengasuhan, sehingga mengurangi beberapa beban. Tingkat beban caregivers dalam
kelompok eksperimen berkurang ke tingkat yang secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan yang di kelompok kontrol, hal ini menunjukkan bahwa layanan
perencanaan yang terlibat pengasuhan lebih efektif.
Status kesehatan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa layanan perencanaan pulang yang
melibatkan caregivers dapat meningkatkan status kesehatan caregivers. Hasil ini
mendukung hipotesis dan kesesuaian peneliti dengan penelitian sebelumnya (Tzeng et al.,
2007). Peran caregivers diperkuat, juga layanan dan sumber daya yang terkait dengan
perawatan klien setelah keluar rumah sakit diberikan untuk mengurangi beban yang
ditempatkan pada caregivers dan untuk meningkatkan status kesehatan fisik dan mental
mereka (Ewertzon, Andershed, Svensson, & Lützén, 2011). Setelah klien dirawat di
rumah sakit, caregivers diberikan waktu untuk istirahat karena dengan kualitas tidur yang
meningkat, stres dapat hilang, kinerja dapat ditingkatkan, dan keterlibatan mereka dalam
kegiatan sosial dapat meningkat. Selain itu, caregivers dapat memperhatikan
kesejahteraan mereka sendiri dan memiliki waktu untuk melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan kesehatan dan sosial. Dengan demikian, status kesehatan caregivers
dapat ditingkatkan secara substansial.
6. Aplikasi Hasil Penelitian pada Setting Pelayanan di Indonesia
Dalam Jurnal dengan judul “Pengalaman keluarga dalam perencanaan pulang klien
skizofrenia dari rumah sakit jiwa ke rumah” yang dilakukan riset kualitatif diperoleh hasil
bahwa terdapat 5 tema tentang pengalaman:
(1) Respon pengasuh terhadap perencanaan pulang klien, dimana terdapat respon
perasaan senang yang dinyatakan : “Ya gimana ya, kalau saya kalau pulang dari rumah
sakit itu ya seneng berarti kan sudah ada perubahan”
Perasaan sedih terhadap perencanaan pulang klien : “...cuman sedihnya kalau di rumah
itu pasti kambuh lagi” (P1)
Ketidaksiapan dalam rencana pemulangan klien juga dialami oleh pelaku rawat. Pelaku
rawat mengemukakan menginginkan agar rencana pemulangan yang telah dilakukan
diharapkan benar benar telah menyiapkan klien agar hidup mandiri.
“Sebetulnya belum siap ya, karena keluarga itu mengharapkan disini itu minimal satu
bulan gitu sampai sudah bisa mandiri” (P4)
(2) Kendala pengasuh dalam perencanaan pemulangan seperti keterbatasan lokasi dan
fasilitas komunikasi tidak bisa periksa ulang ke dokter spesialis jiwa di dekat tempat
tinggalnya. Partisipan juga mengatakan jika periksa ulang tidak bisa ke puskesmas karena
obat untuk klien belum tersedia di puskesmas. Letak rumah partisipan yang jauh dari
rumah sakit membuat partisipan mengemukan jika susah untuk mengakses transportasi
yang digunakan untuk pergi periksa ulang. Letak yang jauh tersebut juga berdampak
terhadap mahalnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk pergi periksa ulang
karena partisipan dan klien harus berganti kendaraan umum beberapa kali.
Pelaku rawat mengungkapkan keterbatasan dalam memperoleh informasi akibat tidak
diberikannya informasi tentang kondisi klien oleh tenaga kesehatan mulai saat klien
masuk ke rumah sakit dari instalasi gawat darurat. Sulit bertemu dokter juga merupakan
kendala terkait pemberian informasi dari rumah sakit.
(3) Dukungan lingkungan tempat tinggal terhadap perencanaan pemulangan klien
diberikan dalam bentuk: tetangga memberi saran pada pelaku rawat agar klien dirawat di
rumah sakit jiwa, tetangga menghibur pelaku rawat, tetangga mendoakan klien, tetangga
tidak menghina kondisi klien yang mengalami gangguan jiwa serta tetangga
mengharapkan klien agar segera pulih.
(4) Harapan terkait alternatif tempat periksa ulang didasarkan harapan pelaku rawat agar
bisa membawa klien periksa ulang ke fasilitas kesehatan selain rumah sakit jiwa yang
lebih mudah dijangkau dari rumah diantaranya adalah bisa periksa ulang ke praktek
dokter yang dekat dengan rumah dan periksa ulang ke puskesmas serta tersedianya obat
di puskesmas. Partisipan juga mengharapkan agar pihak rumah sakit memantau ke rumah
dan informasi dari dokter terkait kondisi klien dan rencana tindak lanjut yang akan
dilakukan pada klien setelah nanti klien sudah berada di rumah.
(5) Partisipan mengemukakan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan di rumah
sakit dalam perencanaan pulang anggota keluarganya meliputi tindakan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan saat di IGD, pemberian informasi oleh perawat saat di ruang akut
dan pemberian informasi saat di ruang sub akut. Semua partisipan mengatakan saat
mengantarkan anggota keluarganya untuk dirawat dan masuk melalui igd maupun
poliklinik, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan di area tersebut tidak
memberikan informasi apapun tentang penyakit yang diderita klien. Pada saat
mengantarkan anggota keluarganya untuk dirawat dan masuk melalui igd maupun
poliklinik, hal-hal yang dilakukan oleh tenaga kesehatan meliputi: memeriksa kondisi
klien saat klien datang, menanyakan kondisi saat di rumah yang membuat klien dibawa
ke rumah sakit dan meminta persetujuan pelaku rawat sebagai penanggung jawab jika
klien harus dirawat.