Anda di halaman 1dari 15

Makalah Sharing Jurnal

“Effectiveness of Needs-oriented Hospital Discharge Planning for Caregivers


of Patients With Schizophrenia”
Untuk Menyelesaikan Tugas pada Mata Kuliah Mental Health Nursing

Oleh
Kelompok 2/ Reguler 1

1. Arum Sekarini C 155070200111015


2. Intan Larasati 155070200111017
3. Yurike Olivia S 155070200111019
4. Melati Cahyani I 155070200111021
5. Sony Apriliawan 155070200111023
6. Merita Sari 155070207111005
7. Zachya Islami 155070207111007
8. Ni Putu Nita Kartika 155070207111009
9. Rara Prastika W. A 155070207111013
10. Halidah Manistamara 155070207111015
11. Putri Michelle T. H 155070207111017
12. Ratna Sirfefa 155070220111007
13. Nafis Nurfaizi A 155070207111001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. Identitas Jurnal
Judul Jurnal : Effectiveness of Needs-oriented Hospital Discharge Planning for
Caregivers of Patients With Schizophrenia
Pengarang : Li-En Lina, Su-Chen Loa, Chieh-Yu Liub, Shing-Chia Chenc, Wen-
Cheng Wud, Wen-I Liub
Tahun Terbit : 2018

2. Latar Belakang

Klien dengan skizofrenia pada umumnya saat pulang akan dirawat oleh anggota
keluarga. Dimana beberapa klien bergantung pada caregiver untuk proses rehabilitasi dan
kegiatan sehari-hari. Baik klien maupun pengasuh mereka mengharapkan dapat
memberikan perawatan konseling satu persatu, sesi edukasi, komunikasi dan perencanaan
pulang (Hopkins, Loeb, & Fick, 2009). Saat klien dirumah, ketika pengasuh tidak dapat
memenuhi kebutuhan klien dengan skizofrenia maka klien akan mudah mengalami
masalah sosial dan kegiatan sehar-hari yang kemudian meningkatkan beban pengasuh
(Balasubramanian, 2013; Hsiao, 2010; Hsiao & Tsai, 2015). Oleh karena itu pasien
dengan skziofrenia harus menjadi prioritas dalam layanan perencanaan pulang rumah
sakit.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perencanaan pulang yang baik
pada klien dengan skizofrenia akan mengurangi tingkat rawat inap dan meningkatkan
kepatuhan pengobatan mereka (Nurjannah et al., 2014; Shepperd et al., 2013). Ada bukti
yang menunjukkan bahwa perawat pengasuh yang diarahkan dengan baik pada
perencanaan pulang akan menghasilkan hasil klien yang baik juga, seperti mengurangi
tingkat kembali ke rumah sakit. (shepperd et al., 2013; Zhu, Liu, Hu &Wang, 2015).
Staf perawat pengasuh akan diberikan pengetahuan mengenai kesiapan
kebutuhan, persiapan perencanaan pulang, pendidikan kesehatan mental dan
mengkoordinasikan layanan rujukan untuk pasien dan perawat tindak lanjut. Oleh karena
itu, perawat pengasuh memegang peran sebagai kunci koordinasi antara rumah sakit dan
layanan masyarakat dalam kaitannya untuk proses pasca perencanaan pulang. Beberapa
studi telah meneliti keefektifan model perencanaan pulang yang melibatkan partisipasi
pengasuh klien skizofrenia (Nurjannah et al., 2014).
Beban pengasuh dan status kesehatan pengasuh
Hingga 85% dari pengasuh penderita skizofrenia dilaporkan mengalami beban
subyektif dan obyektif (Lasebikan & Ayinde, 2013) dan dengan gangguan afektif lainnya
(Grover, Chakrabarti, Ghormode, & Dutt, 2015). Beban jangka panjang merawat pasien
dengan skizofrenia memiliki dampak negatif pada pengasuh dan dapat mengubah hidup
dan status kesehatan mereka yang dikaitkan dalam penurunan vitalitas dan kesehatan
secara umum (Caqueo-Urizar et al., 2014) dan dapat bermanifestasi sebagai kelelahan
fisik, kualitas tidur yang buruk, ketegangan psikologis dan suasana hati yang tertekan
(Roick Heider, Toumi, & Angermeyer, 2006). Oleh karena itu intervensi ini diperlukan
untuk mengurangi beban psikologis dan fisik yang dihadapi pengasub (Friedrich et al.,
2012; Sin & Norman, 2013). Penelitian sebelumnya telah mengindikasikan bahwa gejala
psikiatri dan rehospitalisasi pasien dapat memprediksi beban pengasuh (Hsiao & Tsai,
2015; Möller-Leimkühler & Wiesheu, 2012). Beberapa tinjauan menunjukkan bahwa
intervensi yang efektif untuk pengasuh termasuk memberi mereka pengetahuan yang
berhubungan dengan perawatan dan ketrampilan dalam merawat pasien, melatih mereka
untuk mengelola stres, menawarkan konseling dan layanan rujukan serta tindak lanjut
berikutnya. Intervensi seharusnya diimplementasikan selama rawat inap pasien (Wang,
2015). Kebutuhan pengasuh seperti memahami penyebab penyakit dan prognosis, cara
mengelola pasien, ketrampilan perawatan pasien, dukungan emosional, bantuan keuangan
dan akses ke layanan kesehatan seharusnya diintegrasikan ke dalam perencanaan pulang
rumah sakit (Yeh et al., 2009).

Perencanaan pulang rumah sakit psikiatri


Keluarga merupakan pemegang peran penting dalam pemulihan pada pasien
skizofrenia (Jose et al., 2015). Perencanaan pulang merupakan bentuk kolaboratif yang
melibatkan pengasuh, pemberi layanan pengguna layanan kesehatan berbasis mayarakat
untuk memastikan kesinambungan perawatan, dimana juga akan membantu klien untuk
siap bergabung dalam komunitas (Bauer, Fitzgerald, Haesler, &
Manfrin, 2009; Lin et al., 2013). Perencanaan pulang rumah sakit lebih
menekankan pada kebutuhan klien daripada ualifikasi pengasuh (Lin, 2003). Perencanaan
pulang melibatkan 6 langkah; (1) menilai kebutuhan, (2) merumuskan rencana layanan,
(3) menyediakan layaan, (4) memberikan konseling dan layanan rujukan sebelum pulang
dari rumah sakit, (5) mengembangkan pascabedah rencanan perawatan tindak lanjut dan
(6) mengevaluasi efektivitas pengasuh.
Tujuan perencanaan pulang berhubungan dengan pengasuh adalah; (1)
mengurangi beban perawatan, (2) menignkatkan status kesehatan pengasuh, (3) bekerja
sama dengan lembaga rehabilitasi lainnya dan membuat sistem rujukan, (4)
meningkatkan ketrampilan perawatan klien, dan (5) meningkatkan kemampuan pengasuh
untuk menggunakan sumber daya komunitas (Ashori et al., 2010; Shepperd et al., 2013).
Sebagian besar penelitian tentang perencanaan pulang rumah sakit di departemen
psikiatri telah mengeksplorasi efek dari perencanaan pulang pada klien dengan gangguan
mental, tetapi hanya sedikit yang meneliti efek pada pengasuh sendiri (Nurjannah et al.,
2014; Steffen, Kösters, Becker, & Puschner, 2009). Satu studi di Taiwan mengeksplorasi
efektivitas perencanaan pemulangan, tetapi sampelnya relatif kecil (n = 60) (Shiau, Li, &
Kang, 2009).

3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas partisipasi pengasuh
dalam perencanaan pulang rumah sakit untuk klien dengan skizofrenia dalam mengurangi
beban pengasuh dan meningkatkan status kesehatan.

4. Metode
1) Tujuan Penelitian dan Hipotesis
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur keefektifitasan pertisipasi
pengasuh dalam perencanaan pulang dari rumah sakit untuk klien dengan skizofrenia
dalam mengurangi beban pengasuh dan meningkatkan status kesehatan. Kelompok
eksperimen dari pengasuh berpartisipasi dalam proses perencaan pulang
dikemangkan dalam penelitian ini. Hipotesis singkat dari penelitian ini adalah bahwa
beban pengasuh dalam kelompok eksperimen akan signifikan lebih rendah dibanding
dengan kelompok control dan bahwa status kesehatan kelompok eksperimen akan
lebih tinggi dari kelompok kontrol.
2) Desain Penelitian
Penelitian menggunakan kuasi eksperimental non-paralel, menggunakan dua
kelompok untuk pretest dan posttest. Untuk mengontrol factor pembaur eksternal
dari perawatan medis dan lokasi penelitian dipilih dengan pasien sakit jiwa akut dan
dirawat di rumah sakit jiwa. Populasi target adalah pengasuh pasien rawat inap
dengan skizofrenia. Untuk menghindari perbedaan pada pelayanan diantara klien
psikiatri dan pengasuh dan untuk mencegah agar perawat tidak bingung dengan
proses pelayanan, maka disediakan kelompok control dengan layanan perencaan
pulang yang konvensional. Kemudian kelompok eksperimen diberi layanan
perencanaan pulang dengan keterlibatan pengasuh dikembangkan untuk penelitian
ini. Data dikumpulkan pada hari pertama pasien dirawat inap dan hari ketika pasien
pulang. Karena rata-rata lama rawat inap pasien sekitar 2 bulan, interval pretest dan
posttest sekitar 2 bulan. Partisipan diambil selama sekitar 15 bulan (dari Mei 2011
sampai Juni 2012). Data yang diambil untuk grup control sekitar bulan Mei sampai
Oktober 2011. Lalu 2 bulan selanjutnya digunakan untuk program pelatihan, dan data
untuk kelompok eksperimen diambil antara bulan Januari 2012 sampai Juni 2012.
3) Sampling dan Rekruitmen
Peserta penelitian harus memiliki beberapa kriteria inklusi seperti: pengasuh
klien dengan skizofrenia dan memiliki kartu IC untuk penyakit berat, tinggal dengan
klien setelah klien keluar dari rumah sakit, dapat berbahasa mMandarin atau Taiwan,
berusia antara 20 sampai 65 tahun, dan menandatangani formulir persetujuan
penelitian. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian, metode dan prosedur kepada klien
dan pengasuh mereka. Dengan persetujuan klien, keluarga yang bersangkutan
(contohnya: pengasuh utama) menandatangani formulir persetujuan dan
menyelesaikan survey; klien psikiatri memberi persetujuan secara lisan. Kriteria
eksklusi yaitu klien yang menolak berpartisipasi dalam penelitian dan klien kejiwaan
yang memiliki komorbiditas atau dilembagakan setelah keluar dari rumah sakit.
Perkiraan ukuran sampel dari 98 dihitung dengan menggunakan G* power 3.19
software.
Setiap kelompok diperlukan setidaknya 49 partisipan. Total dari 183 klien
kejiwaan yang dirawat di bangsal penelitian; ditemukan 116 pengasuh masuk di
kriteria inklusi, tapi 2 diantaranya menolak berpartisipasi dalam penelitian. Lalu
didapatkan 114 pengasuh yang menyelesaikan survey pre dan posttest, kelompok
eksperimental dan kontrol masing-masing berjumlah 57 orang.

4) Intervensi: Pengasuh Terlibat Dalam Proses Perencanaan Pulang


Intervensi pengasuh terlibat dalam proses perencanan pulang dikembangkan
dalam tiga tahap: (a) merancang proses keterlibatan pengasuh dalam proses
perencanaan pulang, (b) mengundang 9 ahli untuk membentuk kelompok fokus
untuk memeriksa dan memodifikasi konten layanan (c) merekrut 10 peserta
penelitian untuk studi percontohan guna mengatasi potensi kesulitan selama
pengumpulan data dan pelayanan.
Intervensi ini dirancang dengan struktur-proses-hasil evaluasi perawatan yang
berkualitas yang dikembangkan oleh Donabedian (2003). Modifikasi konten sebagai
berikut: (a) untuk dimensi struktur, perawat menjabat sebagai coordinator perawat
utama; agar proses berjalan dikembangkan handbook untuk keterlibatan pengasuh
dalam proses perencanaan pulang dengan pasien skizofrenia; (b) untuk proses
dimensi, perawat mengembangkan pelayanan dengan tahap (menilai kebutuhan
pengasuh, merumuskan perencanaan pulang, menyediakan pelayanan yang
dibutuhkann, memberikan konseling dan rujukan layanan sebelum keluar rumah
sakit, mengemangkan rencana tindak lanjut paska keluar, dan mengevaluasi
keefektifitasan pengasuh; (c) untuk dimensi hasil, indicator untuk keefektifitasan
intervensi adalah beban pengasuh dan status kesehatan.
Ketika klien dirawat di ruah sakit, digunakan alat untuk menilai kebutuhan
pengasuh. Alat penilaian kebutuhan untuk pengasuh utama pasien dengan
skizofrenia, dikemangkan oleh Yen (2008), terdiri dari 23 ite dalam 4 kategori
kebutuhan: informasi, dukungan, ketangguhan dan pelampiasan emosi. Skor 2 untuk
item tertentu menunjukkan kebutuhan, dan perawat bertindak sebagai coordinator
untuk memberikan layanan yang revelan (misal konseling, pendidikan kesehatan
mental atau rujukan) untuk membantu mereka memecahkan masalah, berkomunikasi
dengan klien dan atau mengakses dengan sumber komunitas dan pelayanan
dukungan.
Setelah pengumpulan data untuk kelompok kontrol telah selesai, para perawat
eksperimental dilatih dalam model intervensi baru. Program pelatihan berlangsung
selama 2 bulan dialokasikan dengan rapat mingguan, dengan delapan topic:
membangun hubungan dengan pengasuh; alat penilaian kebutuhan; rencana layanan;
menghubungkan dan rujukan sumber daya; pendidikan kesehatan mental; koordinasi
dengan profesional lainnya; evaluasi beban pengasuh; dan evaluasi status kesehatan
umum. Intervensi ini juga menjelaskan kepada para profesional lain di rapat tim.
Untuk memastikan intervensi itu tetap dilaksanakan, buku kerja dan daftar
dikembangkan untuk memandu perawat.
5) Reliabilitas dan Validitas Instrumen Penelitian
Digunakan dua instrumen. Versi China dari Caregiver Burden Inventory oleh
Chou, Lin dan Chu (2002) digunakan untuk mengetahui beban pengasuh. Skala ini
terdiri dari 24 pertanyaan dan lima dimensi (waktu beban, beban perkembangan,
beban fisiologis, beban social, dan beban emosional). Skor yang ditetapkan skala
sampai dengan 5 dimana skor tinggi mengidentifikasi tingginya tingkat beban
pengasuh.
Kuisioner Chinese Health dikembangkan oleh Cheng, Wu, Chong, dan
William (1990) digunakan untuk mengukur status kesehatan dari pengasuh selama
dua minggu sebelumnya. Skala ini terdiri dari 12 pertanyaan dengan skala 4 poin,
dengan skor tertinggi 36. Skor tinggi menunjukkan kondisi kesehatan tidak baik.
Sensitivitas dari skala ini adalah masing—masing 76% dan 77%.

6) Pertimbangan Etis
Penelitian ini (termasuk bentuk persetujuan penelitian) telah disetujui oleh
dewan review kelembagaan. Penulis menjelaskan tujuan penelitian, metode, dan
prosedur untuk klien kejiwaan dan pengasuh mereka. Mereka diberitahu bahwa data
yang dikumpulkan itu harus digunakan hanya untuk penelitian akademis, dan bahwa
mereka bebas untuk memutuskan apakah akan berpartisipasi dalam penelitian ini.

5. Hasil Penelitian

Ciri-ciri Demografi Caregivers dan Pelanggan Psikiatrik


Demografi Caregiver dan Perbedaan Pre-test terhadap Beban dan Kesihatan
Status
Kebanyakan caregivers adalah wanita (54.4%) berumur antara 24 tahun dan 65
tahun. Tingkat pendidikan terakhir caregiver paling banyak adalah Sekolah Dasar
(40.4%) dan diikuti oleh golongan sekolah menengah (28.9%). Kebanyakan caregivers
beragama (81.6%), menikah (70.2%), dan bekerja separuh waktu atau seluruh waktu
(59.7%). Separuhnya (50.0%) adalah ibu bapak pelanggan psikiatri, dan hampir
seperempat (23.7%) adalah kakak beradik. Mengenai tanggung jawab penjagaan
pelanggan, 50% dari caregivers membagi tanggungjawab dengan keluarga lain 41
(36.0%) masih perlu mencari bantuan keluarga lain. Ujian ch-square menjabarkan bahwa
hanya Status perkawinan yang berbeda jauh antara eksperimen dan control grup. Proporsi
dari caregivers yang telah menikah dalam grup eksperimen lebih tinggi daripada yang di
control grup (80.7% vs 59.6%). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam variabel
demografi lain di antara kedua grup. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam skor rata
rata dari beban caregiver, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan dalam status
kesehatan di antara kedua grup saat pre test.
Demografi Klien Psikiatri
Klien psikiatri berusia antara 18 dan 72 tahun. 57 peserta adalah laki-laki, dan 57 orang
wanita. Tingkat pendidikan sebagian besar klien adalah sekolah menengah atas (44%),
diikuti dengan sekolah menengah pertama (27%). Durasi rata-rata penyaki ini adalah 19
tahun, mulai dari 1 hingga 52 tahun; rata rata jumlah rawat inap adalah 11, mulai dari 1
hingga 28. Sebagian besar klien menerima bantuan keuangan (71%). Rata-rata lama
tinggal di rumah sakit adalah 55,81 hari. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam usia,
durasi penyakit, jumlah rawat inap, lama rawat di rumah sakit, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, dan bantuan keuangan yang diobservasi antara kelompok eksperimen dan
kontrol.

Uji Efek Intervensi pada Beban Caregiver dan Status Kesehatan


Beban Caregiver
Setelah menerapkan langkah-langkah intervensi dan mengendalikan jenis kelamin, usia,
status perkawinan, dan pendapatan keluarga perbulan caregivers, seperti durasi penyakit
dan jumlah rawat inap, peneliti menemukan bahwa marginal mean yang disesuaikan
dalam kelompok eksperimen secara signifikan lebih rendah daripada kelompok kontrol
(1,82 vs 2,69, P dari ANCOVA <0,001) (Tabel 3). Setelah penerapan program, skor
beban pengasuh rata-rata dari kelompok eksperimen menurun dari 3,19 di pretest ke 1,92
dalam posttest, sedangkan yang dari kelompok kontrol menurun dari 2,92 dalam pretest
menjadi 2,65 pada posttest
Status kesehatan
Setelah mengontrol jenis kelamin, usia, status perkawinan, pendapatan bulanan
dari keluarga caregivers, durasi penyakit dan jumlah rawat inap,serta beban pengasuh,
peneliti menemukan bahwa marginal yang disesuaikan dalam kelompok eksperimen
secara signifikan lebih rendah daripada kelompok kontrol (4,68 vs 7,33, P dari ANCOVA
<0,001) (Tabel 2). Setelah penerapan program, skor rata-rata status kesehatan kelompok
eksperimen menurun dari 10,05 pada pretest ke 4,79 di posttest, sedangkan kelompok
kontrol menurun dari 10.12 di pretest ke 7.56 di posttest.
Discussion

Karakteristik Demografi Pengasuh dan Klien Psikiatri


Karakteristik demografis dari caregivers mirip dengan yang ada di penelitian lain
di Taiwan (Chen, Yang, La, & Lee, 2014; Yehet al., 2009). Setengah dari pengasuh
adalah orang tua klien psikiatri, yang sebagian besar adalah wanita, memiliki tingkat
pendidikan yang relatif rendah, dan religius. Ada jumlah yang sama dari klien psikiatri
pria dan wanita dan sebagian besar berusia paruh baya. Kelompok klien psikiatri terbesar
memiliki pendidikan sekolah menengah atas atau sekolah kejuruan. Demografis
karakteristik klien mirip dengan yang ada di penelitian lain di Taiwan (Chen, Chang,
Chien, & Day, 2016; Ke, Hsieh, Liu, & Liu, 2015). Durasi rata-rata penyakit yang
dialami oleh klien psikiatri dalam penelitian ini, bagaimanapun, adalah 19 tahun,
dibandingkan dengan 14–16 tahun dalam studi sebelumnya (Chan, Huang, Kao, & Yang,
2013; Ke et al., 2015; Yang & Tung, 2015), dan rata-rata jumlah rawat inap adalah 11,
dibandingkan dengan 3–4 kali (Ke et al., 2015; Peng, 2006; Yang & Tung, 2015).
Dengan demikian klien dengan skizofrenia dalam penelitian ini memiliki penyakit kronis
yang lebih parah dan membutuhkan perawatan medis lebih banyak daripada yang
dijelaskan dalam penelitian lain. Sebagai akibat keparahan penyakit dan jumlah rawat
inap yang tinggi, caregivers ini mungkin akan mengalami tingkat beban yang lebih tinggi
daripada mereka dalam penelitian sebelumnya (Chou et al., 2002).

Beban Caregiver
Perencanaan discharge planning yang melibatkan caregivers mengurangi beban
caregivers dalam penelitian ini. Hasil ini mendukung hipotesis peneliti. Meskipun tidak
ada studi serupa yang menguatkan temuan ini, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kebutuhan caregivers yang memuaskan dapat meringankan beban yang dialami
caregivers (Grover et al., 2015). Studi klinis lainnya terutama berfokus pada layanan
perawatan yang berorientasi pada klien, yang secara efektif mengurangi jumlah hari rawat
inap dan biaya perawatan namun tidak dapat meringankan beban caregivers. Sebaliknya,
penelitian ini berfokus pada layanan yang berorientasi pada kebutuhan caregivers,
efektivitas yang kontras dengan layanan berorientasi klien. Dalam penelitian ini,
kebutuhan pengasuh dalam berbagai dimensi (misalnya, informasi, dukungan, tangguh,
dan emosi) dipenuhi, beban mereka berkurang, dan kebutuhan terkait lainnya (misalnya,
pendidikan kesehatan mental) dipenuhi (Xia, Merinder, & Belgamwar, 2011; Yeh et al.,
2009). Dilengkapi dengan temuan dari penelitian sebelumnya, penelitian ini
menunjukkan bahwa keluarga lebih mampu mengatasi efek gejala dan mengelola
penyakit kerabat mereka. Proses perencanaan yang melibatkan caregivers dan koordinasi
dengan layanan kesehatan berbasis masyarakat memiliki potensi untuk meningkatkan
perawatan rawat inap yang berorientasi pada pemulihan.
Studi ini juga menemukan bahwa beban yang dialami oleh pengasuh di kelompok
kontrol berkurang secara signifikan ketika klien psikiatri dirawat di rumah sakit. Dapat
disimpulkan bahwa rawat inap klien memberikan kesempatan untuk istirahat dari stres
pengasuhan, sehingga mengurangi beberapa beban. Tingkat beban caregivers dalam
kelompok eksperimen berkurang ke tingkat yang secara signifikan lebih rendah
dibandingkan dengan yang di kelompok kontrol, hal ini menunjukkan bahwa layanan
perencanaan yang terlibat pengasuhan lebih efektif.

Status kesehatan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa layanan perencanaan pulang yang
melibatkan caregivers dapat meningkatkan status kesehatan caregivers. Hasil ini
mendukung hipotesis dan kesesuaian peneliti dengan penelitian sebelumnya (Tzeng et al.,
2007). Peran caregivers diperkuat, juga layanan dan sumber daya yang terkait dengan
perawatan klien setelah keluar rumah sakit diberikan untuk mengurangi beban yang
ditempatkan pada caregivers dan untuk meningkatkan status kesehatan fisik dan mental
mereka (Ewertzon, Andershed, Svensson, & Lützén, 2011). Setelah klien dirawat di
rumah sakit, caregivers diberikan waktu untuk istirahat karena dengan kualitas tidur yang
meningkat, stres dapat hilang, kinerja dapat ditingkatkan, dan keterlibatan mereka dalam
kegiatan sosial dapat meningkat. Selain itu, caregivers dapat memperhatikan
kesejahteraan mereka sendiri dan memiliki waktu untuk melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan kesehatan dan sosial. Dengan demikian, status kesehatan caregivers
dapat ditingkatkan secara substansial.
6. Aplikasi Hasil Penelitian pada Setting Pelayanan di Indonesia
Dalam Jurnal dengan judul “Pengalaman keluarga dalam perencanaan pulang klien
skizofrenia dari rumah sakit jiwa ke rumah” yang dilakukan riset kualitatif diperoleh hasil
bahwa terdapat 5 tema tentang pengalaman:
(1) Respon pengasuh terhadap perencanaan pulang klien, dimana terdapat respon
perasaan senang yang dinyatakan : “Ya gimana ya, kalau saya kalau pulang dari rumah
sakit itu ya seneng berarti kan sudah ada perubahan”
Perasaan sedih terhadap perencanaan pulang klien : “...cuman sedihnya kalau di rumah
itu pasti kambuh lagi” (P1)
Ketidaksiapan dalam rencana pemulangan klien juga dialami oleh pelaku rawat. Pelaku
rawat mengemukakan menginginkan agar rencana pemulangan yang telah dilakukan
diharapkan benar benar telah menyiapkan klien agar hidup mandiri.
“Sebetulnya belum siap ya, karena keluarga itu mengharapkan disini itu minimal satu
bulan gitu sampai sudah bisa mandiri” (P4)
(2) Kendala pengasuh dalam perencanaan pemulangan seperti keterbatasan lokasi dan
fasilitas komunikasi tidak bisa periksa ulang ke dokter spesialis jiwa di dekat tempat
tinggalnya. Partisipan juga mengatakan jika periksa ulang tidak bisa ke puskesmas karena
obat untuk klien belum tersedia di puskesmas. Letak rumah partisipan yang jauh dari
rumah sakit membuat partisipan mengemukan jika susah untuk mengakses transportasi
yang digunakan untuk pergi periksa ulang. Letak yang jauh tersebut juga berdampak
terhadap mahalnya biaya transportasi yang harus dikeluarkan untuk pergi periksa ulang
karena partisipan dan klien harus berganti kendaraan umum beberapa kali.
Pelaku rawat mengungkapkan keterbatasan dalam memperoleh informasi akibat tidak
diberikannya informasi tentang kondisi klien oleh tenaga kesehatan mulai saat klien
masuk ke rumah sakit dari instalasi gawat darurat. Sulit bertemu dokter juga merupakan
kendala terkait pemberian informasi dari rumah sakit.
(3) Dukungan lingkungan tempat tinggal terhadap perencanaan pemulangan klien
diberikan dalam bentuk: tetangga memberi saran pada pelaku rawat agar klien dirawat di
rumah sakit jiwa, tetangga menghibur pelaku rawat, tetangga mendoakan klien, tetangga
tidak menghina kondisi klien yang mengalami gangguan jiwa serta tetangga
mengharapkan klien agar segera pulih.
(4) Harapan terkait alternatif tempat periksa ulang didasarkan harapan pelaku rawat agar
bisa membawa klien periksa ulang ke fasilitas kesehatan selain rumah sakit jiwa yang
lebih mudah dijangkau dari rumah diantaranya adalah bisa periksa ulang ke praktek
dokter yang dekat dengan rumah dan periksa ulang ke puskesmas serta tersedianya obat
di puskesmas. Partisipan juga mengharapkan agar pihak rumah sakit memantau ke rumah
dan informasi dari dokter terkait kondisi klien dan rencana tindak lanjut yang akan
dilakukan pada klien setelah nanti klien sudah berada di rumah.
(5) Partisipan mengemukakan informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan di rumah
sakit dalam perencanaan pulang anggota keluarganya meliputi tindakan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan saat di IGD, pemberian informasi oleh perawat saat di ruang akut
dan pemberian informasi saat di ruang sub akut. Semua partisipan mengatakan saat
mengantarkan anggota keluarganya untuk dirawat dan masuk melalui igd maupun
poliklinik, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan di area tersebut tidak
memberikan informasi apapun tentang penyakit yang diderita klien. Pada saat
mengantarkan anggota keluarganya untuk dirawat dan masuk melalui igd maupun
poliklinik, hal-hal yang dilakukan oleh tenaga kesehatan meliputi: memeriksa kondisi
klien saat klien datang, menanyakan kondisi saat di rumah yang membuat klien dibawa
ke rumah sakit dan meminta persetujuan pelaku rawat sebagai penanggung jawab jika
klien harus dirawat.

Anda mungkin juga menyukai