Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN

DISCARGE PLANNING
PRAKTIK PROFESI MANAJEMEN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
DI RUANG ISOLASI A RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh:
Kelompok 1

1. Putri Regina F.S.Kep


2. Erlita Nur Afidah S.Kep.
3. Elvia Rafidah Laili S.Kep.
4. Yesi Dwi Agustin S.Kep.
5. Chidy Aprilia Kartika S.Kep.
6. Yola Regita Sari S.Kep.
7. Sisky Nurpratiwi S.Kep.
8. Dea Ayu Pratiwi S.Kep.
9. Lia Yusmawati S.Kep.
10. Sintia Indrwati S.Kep.
11. Evi Aprilia Kartika S.Kep.
12. Alvin Muzayan S.Kep.
13. Lidya Latifatul U. S.Kep.

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORANROLE PLAY MANAJEMEN KEPERAWATAN
RONDE KEPERAWATAN DI UNIT RAWAT ISOLASI A
RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA
Disetujui pada :
Hari : Senin
Tanggal : 14 Desember 2020

Mengetahui

Penanggung Jawab Pembimbing Akademik

Yola Regita Sari., S.Kep Linda Ishariani., S.Kep.Ns., M.Kep


NIM. 202006046 NIDN : 0722-0179-01

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Discharge planning merupakan salah satu elemen penting dalam pelayanan
keperawatan. Discharge planning adalah proses mempersiapkan pasien yang dirawat
di rumah sakit agar mampu mandiri merawat diri pasca rawatan (Carpenito, 2009 ;
Kozier, 2004). Sedangkan menurut Nursalam & Efendi (2008) discharge planning
merupakan proses mulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan sampai pasien
merasa siap kembali ke lingkungannya. Dengan demikian discharge planning
merupakan tindakan yang bertujuan untuk dapat memandirikan pasien setelah
pemulangan.
Menurut Discharge Planning Association (2008) tujuan dari discharge
planning adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien untuk dapat
mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang. Discharge planning
juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan
yang berkualitas (Nursalam, 2011). Namun, saat ini masih ditemukan berbagai
masalah terkait pelaksanaan discharge planning.
Permasalahan discharge planning tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di
dunia. Data dunia melaporkan bahwa sebanyak (23%) perawat di Australia tidak
melaksanakan discharge planning, di Inggris bagian barat daya juga menunjukkan
bahwa (34%) perawat tidak melaksanakan discharge planning (Graham et al., 2013 ;
Morris et al., 2012). Sedangkan di Indonesia, sebanyak (61%) perawat di Yogyakarta
tidak melaksanakan discharge planning. Selain itu, penelitian yang dilakukan di
Bandung menunjukkan bahwa sebanyak (54%) perawat tidak melaksanakan discharge
planning (Zuhra, 2016 ; Okatiranti, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Betty
(2016) di RSAM Bukittinggi menunjukkan sebanyak (38%) responden mengatakan
pelaksanaan discharge planning kurang baik. Dari beberapa hasil penelitian diatas
membuktikan bahwa pelaksanaan discharge planning belum terlaksana dengan
optimal.
Pelaksanaan discharge planning merupakan bagian dari tugas perawat.
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang secara langsung terlibat dalam
pelaksanaan discharge planning yang juga menentukan keberhasilan proses discharge
planning tersebut (Tomura et al., 2011). Menurut Owyoung (2010), peran perawat

3
dalam pelaksanaan discharge planning yaitu mengidentifikasi kebutuhan pasien secara
spesifik, serta mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi pasien secara
optimal dan mengevaluasi kesinambungan asuhan keperawatan. Pelaksanaan
discharge planning yang baik akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas
kesehatan pasien.
Discharge planning diperlukan untuk memberikan motivasi dalam mencapai
kesembuhan pasien (Moran et al., 2005). Discharge planning sangat diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien dirumah sakit, sehingga perlu
dipersiapkan oleh perawat dan dilakukan sedini mungkin. Discharge planning yang
diberikan secara dini akan memberikan dampak terhadap pemendekan lamanya
perawatan pasien di rumah sakit, dapat memberikan dampak pada penurunan
anggaran biaya rumah sakit, dapat menurunkan angka kekambuhan setelah mereka
pulang dari rumah sakit, dan dapat memungkinkan intervensi rencana pulang
dilakukan dengan tepat waktu (Swanburg, 2000). Hasil penelitian di Inggris yang
dilakukan oleh Shepperd et al. (2010), menyatakan bahwa pasien yang diberikan
intervensi discharge planning terjadi peningkatan pengetahuan dibandingkan dengan
pasien yang menerima pemulangan secara rutin. Oleh karena itu diperlukan
pelaksanaan discharge planning yang benar.
Pelaksanaan discharge planning yang diberikan secara tidak benar dapat
mengakibatkan kerugian bagi pasien. Menurut Kozier (2004) discharge planning yang
berjalan belum optimal dapat mengakibatkan kegagalan dalam program perencanaan
perawatan pasien di rumah yang akan berpengaruh terhadap tingkat ketergantungan
pasien, dan tingkat keparahan pasien saat di rumah. Hal ini didukung oleh data dari
Family Care Giver Alliance (2010) yang menunjukkan bahwa akibat dari pelaksanaan
discharge planning yang tidak benar, sebanyak (40%) pasien mengalami lebih dari 65
kesalahan pengobatan setelah meninggalkan rumah sakit, dan (18%) pasien yang
dipulangkan dari rumah sakit dirawat kembali di rumah sakit dalam waktu 30 hari.
Hal ini menunjukkan dampak besar dari pelaksanaan discharge planning yang tidak
baik.
Discharge planning merupakan bagian dari pelayanan kepada pasien serta
keluarga. Proses pelaksanaan discharge planning dimulai sejak tahap pengkajian dan
dikatakan efektif jika mencakup pengkajian yang berkelanjutan untuk mendapatkan
informasi yang komprehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah – ubah,
pernyataan diagnosa keperawatan, perencanaan untuk memastikan kebutuhan pasien
sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi pelayanan kesehatan,
penatalaksanaan dari perencanaan, sampai dengan adanya evaluasi dari kondisi pasien
selama mendapatkan perawatan di rumah sakit (Kozier, 2010).
Perawat perlu mengetahui apa yang akan disampaikan dan cara yang baik
dalam melaksanakan discharge planning. Teknik pendekatan yang digunakan dalam
discharge planning difokuskan pada 6 area penting yang dikenal dengan istilah
“METHOD” (Medications, Environment, Treatment, Health Teaching, Outpatient
Referal, Diet). Tujuan dari komponen ini agar pasien dan keluarga mengetahui
tentang obat yang diberikan, lingkungan yang baik untuk pasien, terapi dan latihan
yang perlu untuk kesehatan pasien, informasi waktu kontrol ulang dan pelayanan di
komunitas serta diet (Timby, 2009).
Menurut Potter & Perry (2005) discharge planning yang berhasil merupakan
suatu proses yang terfokus dan terkoodinasi serta memberikan kepastian bahwa pasien
mempunyai suatu rencana untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah
meninggalkan rumah sakit. Keberhasilan pelaksanaan discharge planning tidak hanya
dipengaruhi oleh satu faktor. Menurut Poglitsch et al. (2011) menyatakan terdapat tiga
faktor yang berkontribusi, yaitu 1) Peran dan dukungan tenaga kesehatan lain, pasien,
keluarga 2) komunikasi antara perawat dan pasien 3) waktu yang dimiliki oleh
perawat untuk melaksanakan discharge planning. Sedangkan Reshidi et al. (2016)
menyatakan bahwa hanya terdapat satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
discharge planning yaitu:
1) masalah komunikasi antara perawat dan pasien. Sementara Gibson (1987)
dalam Ilyas (2002) menyatakan bahwa pelaksanaan discharge planning dipengaruhi
oleh faktor kinerja perawat. Ada dua komponen faktor kinerja perawat yaitu 1)
karakteristik perawat menyangkut usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
perkawinan, lama kerja,
2) faktor psikologis meliputi sikap perawat dan motivasi perawat.
Menurut Poglitsch et al. (2011) faktor peran dan dukungan tenaga kesehatan
lain, pasien, keluarga dalam pelaksanaan discharge planning sangat penting dalam
perencanaan pulang yang efektif. Keberhasilan standarisasi proses discharge planning
merupakan kerjasama tim multidisiplin dan pasien serta pemberi pelayanan (wali,
keluarga) yang penting juga harus aktif terlibat dan dikonsultasikan dalam
pelaksanaan discharge planning bagi pasien. Faktor komunikasi antara perawat dan
pasien dalam pelaksanaan discharge planning termasuk pemberian informasi tentang
kebutuhan kesehatan berkelanjutan setelah pasien pulang, dan untuk mencapai tujuan
tersebut perawat harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan pasien dan
memperhatikan kendala apa yang timbul dalam komunikasi tersebut. Faktor waktu
yang dimiliki perawat untuk melaksanakan discharge planning sangat penting dimiliki
perawat karena memberikan kesempatan untuk melakukan pengkajian klien,
pengembangan dan pelaksanaan discharge planning.
Menurut Reshidi et al. (2016) komunikasi antara perawat dan pasien dalam
pelaksanaan discharge planning sangat penting diperhatikan oleh perawat. Perawat
harus mampu memilih komunikasi yang dapat dan mudah dimengerti oleh klien
tentang penjelasan mengenai kondisi kesehatan klien.
Menurut Gibson (1987) dalam Ilyas (2002) pelaksanaan discharge planning
dipengaruhi oleh faktor kinerja perawat. Faktor kinerja perawat dibagi menjadi faktor
individu dan faktor psikologis. Faktor individu perawat meliputi umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, status perkawinan dan lama kerja. Faktor psikologis meliputi
sikap perawat dan motivasi perawat. Sikap perawat dalam pelaksanaan discharge
planning merupakan reaksi atau respon perawat tentang pelaksanaan discharge
planning bagi pasien. Motivasi perawat dalam pelaksanaan discharge planning
berfokus pada faktor atau kebutuhan dalam diri seseorang yang dapat menimbulkan
semangat, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku. Berdasarkan
konsep diatas dapat diidentifikasi 6 faktor yang mempengaruhi pelaksanaan discharge
planning yaitu :
1) Karakteristik Perawat (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status
perkawinan, lama kerja)
2) sikap perawat dalam melaksanakan discharge planning
3) motivasi perawat dalam melaksanakan discharge planning
4) peran dan dukungan tenaga kesehatan lain, pasien, keluarga
5) Komunikasi antara perawat dan pasien
6) waktu yang dimiliki perawat untuk melaksanakan discharge planning.
Hasil penelitian tentang karakteristik perawat menunjukkan bahwa sebanyak (62,9%)
perawat melaksanakan discharge planning pada rentang usia ≤ 35 tahun (dewasa
awal), sebanyak (40%) perawat wanita melaksanakan discharge planning, sebanyak
(40%) perawat dengan pendidikan S1 melaksanakan discharge planning, sebanyak
(67%) perawat dengan status tidak menikah melaksanakan discharge planning, dan
perawat dengan masa kerja ≤ 5 tahun melaksanakan discharge planning (Okatiranti,
2015).
Penelitian lain yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
discharge planning yaitu penelitian yang dilakukan oleh Rofi’i (2011) yang
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi
dengan pelaksanaan discharge planning. Penelitian yang dilakukan oleh Tahalele
(2016) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan discharge planning
menjelaskan bahwa faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan discharge planning
yaitu sikap perawat dan komunikasi perawat.
Di Indonesia semua pelayanan keperawatan rumah sakit, telah merancang
berbagai bentuk format discharge planning. Akan tetapi, discharge planning
kebanyakan dipakai hanya dalam bentuk pendokumentasian resume pasien pulang
(Susmadi & Nurhayati, 2011). Hal ini sesuai dengan penelitian Febrianti (2012) yang
menyatakan bahwa ada rumah sakit yang sudah memiliki standar operasional
discharge planning pasien, namun masih ada juga rumah sakit yang hanya
menggunakan dan membuat discharge planning dalam catatan ringkas pasien pulang.
Perencanaan pulang (discharge planning) akan menghasilkan sebuah hubungan yang
terintegrasi yaitu antara keperawatan yang diterima pada waktu di rumah sakit dengan
keperawatan yang diberikan setelah pasien pulang. Keperawatan di rumah sakit akan
bermakna jika dilanjutkan dengan ners dirumah. Namun sampai dengan saat ini,
perencaan pulang bagi pasien yang dirawat di rumah sakit belum optimal dilaksanakan,
dimana peran keperawatan terbatas pada kegiatan rutinitas saja yaitu hanya berupa
informasi kontrol ulang. Pasien yang memerlukan keperawatan kesehatan dirumah,
konseling kesehatan atau penyuluhan, dan pelayanan komunitas tetapi tidak dibantu
dalam upaya memperoleh pelayanan sebelum pemulangan sering kembali ke ruang
kedaruratan dengan masalah minor, seringkali diterima kembali dalam waktu 24jam
sampai 48jam, dan kemudian pulang kembali.
Discharge planning keperawatan merupakan komponen yang terkait dengan rentang
keners. Rentang keperawatan sering pula disebut dengan keperawatan berkelanjutan
yang artinya keperawatan yang dibutuhkan oleh pasien dimanapun pasien berada.
Kegagalan untuk memberikan dan mendokumentasikan perencanaan pulang akan
beresiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik. Dalam
perencaan pulang diperlukan komunikasi yang baik terarah, sehingga aoa yang
disampaikan dapat mengerti dan berguna untuk keperawatan dirumah.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah manajemen discharge planning?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan manajemen discharge planning
1.3.2 Tujuan Khusus
1 Mengidentifikasi Pengertian Discharge Planning
2 Mengidentifikasi Tujuan Discharge Planning
3 Mengidentifikasi Struktur
4 Mengidentifikasi Prinsip
5 Mengidentifikasi Proses
6 Mengidentifikasi Pengetahuan
7 Mengidentifikasi Keuntungan discharge planning
8 Mengidentifikasi Justifikasi metode discharge planning
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Discharge Planning


Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan aktivitas
aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian asuhan keperawatan yang kontinu dan
terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga pelayanan kesehatan.
Discharge planning didefenisikan sebagai proses mempersiapkan pasien untuk
meninggalkan satu unit pelayanan kepada unit yang lain di dalam atau di luar suatu agen
pelayanan kesehatan umum.
2.2 Tujuan Discharge Planning
Tujuan dilakukannya discharge planning adalah:
a. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di
transfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui.
b. Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan
untuk mempertemukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan.
c. Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas
pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien.
d. Mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan keluarga dengan
menyediakan serta memandirikan aktivitas perawatan diri.
2.3 Pemberi Layanan Discharge Planning
Proses discharge planning harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan
multidisiplin, mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam memberi
layanan kesehatan kepada pasien. Seseorang yang merencanakan pemulangan atau
koordinator asuhan berkelanjutan (continuing care coordinator) adalah staf rumah sakit
yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan
fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan dan memotivasi staf rumah sakit
untuk merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning. Seorang discharge
planners bertugas membuat rencana, mengkoordinasikan, memonitor dan memberikan
tindakan dan proses kelanjutan perawatan.
Discharge planning ini menempatkan perawat pada posisi yang penting dalam proses
perawatan pasien dan dalam tim discharge planner rumah sakit, karena pengetahuan dan
kemampuan perawat dalam proses keperawatan sangat berpengaruh dalam memberikan
kontinuitas perawatan melalui proses discharge planning.
2.4 Penerima Discharge Planning
Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit memerlukan discharge planning atau
rencana pemulangan. Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi
tentang semua rencana pemulangan. Discharge planning atau rencana pemulangan tidak
hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan
kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama
2.5 Jenis Discharge Planning
Discharge planning dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Pulang sementara atau cuti (conditioning discharge). Keadaaan pulang ini dilakukan
apabila kondisi klien baik dan tidak terdapat komplikasi. Klien untuk sementara
dirawat di rumah namun harus ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau Puskesmas
terdekat.
b. Pulang mutlak atau selamanya (absolute discharge). Cara ini merupakan akhir dari
hubungan klien dengan rumah sakit. Namun apabila klien perlu dirawat kembali, maka
prosedur perawatan dapat dilakukan kembali.
c. Pulang paksa (judicial discharge). Kondisi ini klien diperbolehkan pulang walaupun
kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk pulang, tetapi klien harus dipantau
dengan melakukan kerjasama dengan perawat puskesmas terdekat/
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Discharge Planning
Faktor yang berasal dari perawat yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian
pendidikan kesehatan adalah sikap, emosi, pengetahuan dan pengalaman masa lalu, yakni:
a. Sikap yang baik yang dimiliki perawat akan mempengaruhi penyampaian informasi
kepada pasien, sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat dimengerti pasien.
b. Pengendalian emosi yang dimiliki perawat merupakan faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan pendidikan kesehatan. Pengendalian emosi yang baik akan mengarahkan
perawat untuk lebih bersikap sabar, hati-hati dan telaten. Dengan demikian informasi
yang disampaikan lebih mudah diterima pasien.
c. Pengetahuan adalah kunci keberhasilan dalam pendidikan kesehatan. Perawat harus
memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan pendidikan kesehatan.
Pengetahuan yang baik juga akan mengarahkan perawat pada kegiatan pembelajaran
pasien. Pasien akan semakin banyak menerima informasi dan informasi tersebut sesuai
dengan kebutuhan pasien.
d. Pengalaman masa lalu perawat berpengaruh terhadap gaya perawat dalam memberikan
informasi sehingga informasi yang diberikan akan lebih terarah sesuai dengan
kebutuhan pasien. Perawat juga lebih dapat membaca situasi pasien berdasarkan
pengalaman yang mereka miliki.
Sedangkan faktor yang berasal dari pasien yang mempengaruhi keberhasilan dalam
pemberian pendidikan kesehatan:
a. Motivasi adalah faktor batin yang menimbulkan, mendasari dan mengarahkan pasien
untuk belajar. Bila motivasi pasien tinggi, maka pasien akan giat untuk mendapatkan
informasi tentang kondisinya serta tindakan yang perlu dilakukan untuk melanjutkan
pengobatan dan meningkatkan kesehatannya.
b. Sikap positif pasien terhadap diagnosa penyakit dan perawatan akan memudahkan
pasien untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan kesehatan.
c. Emosi yang stabil memudahkan pasien menerima informasi, sedangkan perasaan
cemas akan mengurangi kemampuan untuk menerima informasi.
d. Kesehatan fisik pasien yang kurang baik akan menyebabkan penerimaan informasi
terganggu.
e. Tahap perkembangan berhubungan dengan usia. Semakin dewasa usia kemampuan
menerima informasi semakin baik dan didukung pula pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya.
f. Kemampuan dalam belajar yang baik akan memudahkan pasien untuk menerima dan
memproses informasi yang diberikan ketika dilakukan pendidikan kesehatan.
Kemampuan belajar seringkali berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang umumnya kemampuan belajarnya juga
semakin tinggi.
2.7 Prinsip Discharge Planning
1. Pasien merupakan fokus dalam perencanaan pulang. Nilai keinginan dan kebutuhan
dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
2. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan masalah yang
mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan masalah yang
mungkin timbul di rumah dapat segera diantisipasi.
3. Perencanaa pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang merupakan
pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama.
4. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang ada. Tindakan
atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan
dari tenaga yang tersedia atau fasilitas yang tersedia di masyarakat.
5. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan. Setiap pasien
masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus dilakukan.
2.8 Komponen/Unsusr Discharge Planning
1. Identifikasi dan kaji apa yang kebutuhan pasien yang harus dibantu pada discharge
planning
2. Kolaborasikan bersama pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya untuk
memfasilitasi dilakukannya discharge planning
3. Mengajarkan kepada pasien dan keluarga tentang strategi pencegahan agar tidak
terjadi kekambuhan atau komplikasi
4. Rekomendasikan beberapa pelayanan rawat jalan atau rehabilitasi pada pasien dengan
penyakit kronis
5. Komunikasi dan koordinasikan dengan tim kesehatan lainnya tentang langkah atau
rencana dari discharge planning yang akan dilakukan
2.9 Pelakasanaan Discharge Planning dan Proses Keperawatan
Proses discharge planning memiliki kesaman dengan proses keperawatan. Kesamaan
tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian pada saat pasien mulai di rawat sampai dengan
adanya evaluasi serta dokumentasi dari kondisi pasien selama mendapatkan perawatan di
rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning secara lebih lengkap dapat di urut sebagai
berikut:
a. Sejak waktu penerimaan pasien, lakkukan pengkajian tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan untuk pasien pulang, dengan menggunakan riwayat keperawatan, rencana
perawatan dan pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif yang dilakukan secara
terus menerus.
b. Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang berhubungan
dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan akibat dari gangguan kesehatan
yang dialami, dan komplikasi yang mungkiin terjadi.
c. Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah yang dapat
mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran kamar, lebar jalan, langkah, fasilitas kamar
mandi). (Perawat yang melakukan perawatan di rumah hadir pada saat rujukan
dilakukan, untuk membantu pengkajian).
d. Berkolaborasi dngan dokter dan disiplin ilmu yang lain dalam mengkaji perlunya
rujukan untuk mendapat perawatan di rumah atau di tempat pelayanan yang lainnya.
e. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang berhubungan dengan
masalah kesehatan tersebut.
f. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan klien setelah
pulang.
g. Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi rencana
keperawatan. Evaluasi kemajuan secara terus menerus. Tentukan tujuan pulang yang
relevan, yaitu sebagai berikut:
1) Pasien akan memahami masalah kesehatan dan implikasinya.
2) Pasien akan mampu memenuhi kebutuhan individualnya.
3) Lingkungan rumah akan menjadi aman
4) Tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah
2.10Persiapan Sebelum Hari Kepulangan Pasien
a. Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah sehingga kebutuhan
pasien dapat terpenuhi.
b. Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di masyarakat kepada
pasien dan keluarga.
c. Lakukan pendidikan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin setelah pasien di
rawat di rumah sakit (contoh: tanda dan gejala, komplikasi, informasi tentang obat-
obatan yang diberikan, penggunaan perawatan medis dalam perawatan lanjutan, diet,
latihan, hal-hal yang harus dihindari sehubungan dengan penyakit atau oprasi yang
dijalani). Pasien mungkin dapat diberikan pamflet atau buku
2.11Pada Hari Kepulangan Pasien
Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai isu berkaitan
dengan perawatan di rumah (sesuai pilihan).
a. Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan pengobatan, atau
alat-alat khusus yang diperlukan pesan harus ditulis sedini mungkin).
b. Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur transportasi untuk pulang ke
rumah.
c. Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan seluruh barang-
barang pribadinya untuk dibawa pulang. Berikan privasi jika diperlukan.
d. Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien yang masih tertinggal.
Carilah salinan daftar barang-barang berharga milik kpasien yang telah ditandatangani
dan minta satpam atau administrator yang tepat untuk mengembalikan barang-barang
berharga tersebut kepada pasien. Hitung semua barang-barang berharga yang ada.
e. Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan dokter. Periksa kembali
instruksi sebelumnya.
f. Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah pasien masih perlu
membayar sisa tagian biaya. Atur pasien atau keluarga untuk pergi ke kantor tersebut.
g. Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-barang pasien.
h. berikan kursi roda untuk pasien yang tidak bisa berjalan sendiri. Pasien yang
meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulans akan dipindahkan dengan kereta
dorong ambulans.
i. Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan mengunakan mekanika
tubuh dan teknik pemindahan yang benar. Iringi pasien masuk ke dalam lembaga
dimana sumber transaportasi merupakan hal yang diperhatikan.
j. Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat transportasi lain. Bantu
keluarga memindahkan barang-barang pribadi pasien ke dalam kendaraan tersebut.
k. Kembali ke unit dan beritahukan departemen penerimaan dan departemen lain yang
berwenang mengenai waktu kepulangan pasien.
l. Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang. Pada beberapa institusi pasien
akan menerima salinan dari format tersebut.
m. Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien pulang.
2.12Keberhasilan Discharge Planning
Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien telah dipersiapkan untuk
pulang, pasien telah mendapatkan penjelasan-penjelasan yang diperlukan, serta instruksi-
instruksi yang harus dilakukan, serta apabila pasien diantarkan pulang sampai ke mobil
atau alat transportasi lainnya. Kesuksesan tindakan discharge planning menjamin pasien
mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah
meninggalkan rumah sakit.
Discharge planning yang berhasil adalah suatu proses yang terpusat terkoordinasi dan
terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa pasien mempunyai suatu
rencana untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah meninggalkan rumah
sakit. Discharge planning membantu proses transisi pasien dari satu lingkungan ke
lingkungan yang lain. Proses tersebut dapat dilihat keberhasilannya dengan beberapa
indicator.
Indikator hasil yang diperoleh harus ditujukan untuk keberhasilan discharge
planning pasien, yaitu:
a. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi, obatobatan dan
tindakan pengobatan untuk kepulangan, antisipasi keperawatan tingkat lanjut, dan
respon ynag diambil pada kondisi kedaruratan.
b. Pendidikan khusus diberikan kepada pasien dan keluarga untk memastikan perawatan
yang tepat setelah klien pulang.
c. Sistem pendukung di masyarakat dikoordinasikan agar memungkinkan pasien untuk
kembali ke rumahnya dan untuk membantu klien dan keluarga membuat koping
terhadap perubahan dalam status kesehatan pasien.
d. Melakukan relokasi pasien dan koordinasi sistem pendukung atau memindahkan
pasien ke tempat pelayanan kesehatan lain.
BAB III
ROLE PLAY DISCHARGE PLANNING

ROLE PLAY DISCHARGE PLANNING I


A. Pelaksanaan Kegiatan :
Topik : Discharge planning perawatan klien dengan diagnosa medis TB PARU
Alergi
Hari/tanggal : 30 Nomber 2020
Waktu : 13.00
Tempat : Ruang Isolasi A

Pelaksana : Karu, Katim, PA/PP


Sasaran : Klien dan keluarga klien (Nursalam, 2011)
B. Pengorganisasian
Penanggung Jawab : Yola Regita S.Kep
Kepala Ruangan : Erlita Nur Afidah., S.Kep
Perawat Pelaksana / PP : Lidya Latifatul., S.Kep

Perawat associet/PA : Evi Aprilia ., S.Kep

Pasien : Elvia Rafidah., S.Kep

Supervisor : Linda Ishariani., M.Kep

C. Instrumen
a. Status klien
b. Format discharge planning (terlampir)
c. Leaflet (terlampir)
d. Obat-obatan, hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang
D. Mekanisme Kegiatan
Tahap Kegiatan Waktu Tempat Pelaksana
Persiapan 1) Karu mengucapkan salam kemudian 10 Ruang KARU
menanyakan bagaimana persiapan Ketua Tim
Menit KARU
untuk pelaksanaan discharge planning
2) Ketua Tim sudah siap dengan status klien dan
format discharge planning
KATIM
3) Menyebutkan masalah-masalah klien
4) Menyebutkan hal-hal yang perlu diajarkan KATIM
pada klien dan keluarga.
KATIM
5) Karu memeriksa kelengkapan discharge
planning
Pelaksanaan 1) Karu membuka acara discharge planning 20 Bed KARU,
2) Ketua Tim dibantu PA menyampaikan
Menit Pasien KATIM,
pendidikan kesehatan, dan menjelaskan
tentang: PA
a. Memotivasi pasien untuk mematuhui terapi
obat yang sudah diberikan Oleh Dokter.
b. Menindaklajuti keluhan yang dirasakan dan
riwayat sebelumnya terjadi
c. Menjelaskan tanda-tanda gejala Dermatitis
Alergi : kulit kering disertai kemerahan
,pembengkakan ,gatal, muncul
pembentukan lepuh atau gelembung kecil
d. Factor- factor yang meliputi Dermatitis
Alergi : (eksogen) bahan kimia seperti
deterjen ,asam,basa,oli,semen (fisik), sinar
dan suhu (mikroorganisme) bakteri, jamur.
e. Faktor lain Seperti : Alergi, Faktor genetic,
Faktor stress dan iritasi
f. Pencegahan apa saja yang dapat diberikan
seperti : menghindari paparan terhadap
sumber allergen yang berpengaruh pada
kulit, teratur dalam melakukan perawatan
luka, selalu menjaga kebersihan kulit dan
keluarga tentang materi yang telah
disampaikan
3) Ketua Tim mengucapkan terima kasih
4) Pendokumentasian
5) Timbal balik antara Karu, Ketua Tim, PA
dengan keluarga klien
Penutup Karu memberikan pujian dan masukan atau saran 2 menit Ruang KARU
kepada Ketua Tim dan PA
KARU
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Discharge Planning adalah suatu proses dimana mulainya pasien mendapatkan
pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses
penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa
siap untuk kembali ke lingkungannya. Discharge Planning menunjukkan beberapa proses
formal yang melibatkan team atau memiliki tanggung jawab untuk mengatur perpindahan
sekelompok orang kekelompok lainnya.
Perawat adalah salah satu anggota team Discharge Planner, dan sebagai discharge
planner perawat mengkaji setiap pasien dengan mengumpulkan dan menggunakan data yang
berhubungan untuk mengidentifikasi masalah actual dan potensial, menentukan tujuan
dengan atau bersama pasien dan keluarga, memberikan tindakan khusus untuk mengajarkan
dan mengkaji secara individu dalam mempertahankan atau memulihkan kembali kondisi
pasien secara optimal dan mengevaluasi kesinambungan Asuhan Keperawatan.
3.2 Saran
Dengan diselesaikannya tugas ini, penyusun mengetahui bahwa masih banyak
kekurangan dalam menyusun tugas mata kuliah manajemen keperawatan yang berjudul
“Discharge Planning”. Untuk itu, penyusun berharap mendapatkan kritik dan saran
yang membangun agar dalam penyusunan tugas yang akan datang bisa lebih baik dari
yang saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

A Potter & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik Volume 1. Alih bahasa: Yasmin Asih et al. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktek
Keperawatan Profesional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
KASUS DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA PEKERJA KEBUN
ANGGREK

Ny. Y, Masuk rumah sakit tanggal 30 november pada waktu masuk UGD kemudian dipindahkaan
diruang Isolasi Anggrek Dr Soetomo Surabaya.. Pada saat itu diagnosa medis TBC PARU keadaan
lemas, sesak nafas disertai batuk, dengan tekanan darah 120/100 mmHg Nadi 85x/mnt S : 36,5oC RR:
26x/mnt SPO²:98%, Kesadaran : Composmentis, Keadaaan Umum : lemah, GCS: E4-V5-M6 .
pemeriksaan fisik didapatkan hasil sesak nafas (+), batuk (+), irama nafas ireguler, suara nafas ronkhi
(+),conjungtiva anemis, terdapat cyanosis. mengalami penurunan nafsu makan karena sesak,
frekuensi 3x/hr, porsi makan habis ½ porsi , mukosa kering, tidak ada kesulitan menelan. Hasil
laboratorium SGOT 72U/L, SGPT 32 U/L, Albumin 2,42 g/dl, ureum 26 mg/dl, kreatin 0,373mg/L,
Golongan darah B, WBC 0.8K/Ul. Pasien nampak lemah, sesak nafas, terpasang infus dan batuk.
DIALOG SKENARIO ROLE PLAY DISCHARGE PLANNING

Kepala Ruangan : Erlita Nur Afidah., S.Kep


Perawat Pelaksana / PP : Lidya Latifatul., S.Kep

Perawat associet/PA : Evi Aprilia Kartika S.Kep

Pasien : Elvia Rafidah S.Kep

Pada tanggal 8 Desember 2020 datang seorang pasien bernama Ny. Y di Ruang Isolasi A
RSUD dr. Soetomo Surabaya, dengan diagnosa TBC
Sebelum dinas sore dimulai, PP merencanakan dan mendelegasikan tindakan keperawatan
kepada PA untuk dinas siang.
Setelah 6 hari dirawat pasien X diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik.
Untuk itu Karu beserta TIM di Ruang Isolasi akan melakukan tindakan Discharge Planning.

SESI 1
Di kantor kepala ruang, perawat primer mengetuk pintu ruangan.
PP : “Selamat siang ners erlita ”
Karu : “Selamat siang, apakah ada problem/masalah ?”
PP : “Tidak Bu. Saya hanya memberitahukan Ny Y di Isolasi Anggrek nomer 2 dengan diagnose medis TBC paru
keluarga dan pasien belum memahami tentang penyakitnya dan akan dilakukan discharge planning.”
Karu : “Apakah ada masalah yang belum terselesaikan?”
PP : “Tidak, Bu. Menginformasikan dan memberi edukasi kepada keluarga pasien tentang perawatan yang dilakukan
dirumah sakit.”
Karu : “Apakah anda sudah menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk kegiatan discharge planning?”
PP : “sudah Bu. Saya sudah mempersiapkan semuanya, seperti lembar discharge planning, leaflet, dan resume
keperawatan?”
Karu : “biar saya periksa dulu.”
PP : “Ini bu, silahkan dicek ”
Karu : (memeriksa data) “Saya pikir semuanya sudah lengkap. Kemudian edukasi kesehatan apa yang akan di berikan
pada pasien dan keluarga?”
PP : “Saya akan memberikan beberapa informasi dan edukasi terkait penyakit klien sesuai dengan leaflet, terapi yang
akan diberikan, diet khusus, aktivitas dan istirahat selama dirumah sakit dan dirumah, obat yang diminum selama
dirumah sakit ”
Karu : “ mari sekarang kita ke pasiennya.”

SESI 2
Di bangsal pasien, Karu, PP, PA menuju Ny Y
Karu :”selamat pagi Ny Y, bagaimana kabar ibu hari ini?”
Pasien :”selamat pagi bu. Alhamdulillah semakin baik”
Karu :”alhamdulilah, Hari ini kami minta waktunya sebentar ya bu untuk menjelaskan tentang penyakit TBC PARU ,
perawatan, diet dan pola aktivitas”
Pasien :”iya Bu, boleh silahkan ”
Karu :”oh ya buk untuk yang menjelaskan nanti saya serahkan ke perawat Lidya dan perawat Evi. Monngo silahkan”.
PP& PA: “Baik Bu”
PP: Selamat pagi ibuk bagaimana perasaannya sudah baikan ya karna mau pulang?
Pasien : iya mbak sudah berasa lebih baikan dari yg kemarin”
PP : buk ini kita jelaskan ya karna ibuknya belum begitu paham sama sakitnya ibuk jadi akan di jelaskan oleh teman saya
PA :”baik buk disini saya akan menyampaikan beberapa hal, yaitu yang pertama : TBC paru itu adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman tersebut masuk kedalam tubuh
manusia melalui udara pernafasan kedalam paru. Kemudian kuman tersebut menyebar kesistem pembuluh darah
dan saluran nafas. Jadi ibu harus mematuhi beberapa hal :
 Ibu harus Minum obat secara teratur
 Ibu harus mematuhi diit yaitu hindari konsumsi daging, ikan telur, ayam, hindari mengkonsumsi sayuran mentah,
mencuci buah dengan air bersih.
 Minum obat secara teratur yaitu isoniasid (INH), Rifampisin (RIF), Streptomisin (SM), Etambutol (EMB) dan
Pirazinamid (PZA).
PA :”bagaimana ada yang ditanyakan buk ?”
Pasien :”tidak ada sus”
PP :”coba bapak ulangi lagi”
Pasien : (mengulangi penjelasan yg diberikan)
PA & PP (meningalkan ruangan)
SESI 3
PP dan PA bertemu dengan Karu di Nurse Station
PP : “Permisi, acara discharge planning sudah selesai. Pasien dan keluarga sudah mengerti dengan penjelasan yang
saya berikan.”
Karu : “bagaimana, apa berjalan lancar?”
PP : “Semua berjalan lancar, dan ini laporannya.”
PP : “Semuanya sudah saya jelaskan pak”
Karu : “trimakasih untuk kerjasamanya hari ini, saya lihat cukup bagus untuk kegiatan nya dan selamat bekerja untuk
hari ini tetap semangat.
1. Lembar Discharge Planning

No. Reg : Nama Alamat : Ruang


: rawat :
Jenis kelamin :
Tanggal MRS : Tanggal KRS :
Diagnosa MRS : Diagnosa KRS :
Diagnosa Keperawatan:

Aturan Diet:

Obat-obat yang masih diminum, dosis, warna, dan efek samping:

Aktivitas dan istirahat:

Tanggal/tempat kontrol:

Yang dibawa pulang (hasil lab, foto, ECG)

Dipulangkan dari RS dengan keadaan: Sembuh


Meneruskan dengan obat jalan Pindah ke
RS lain
Pulang paksa Lari

Meninggal

Kota,.............20___

Pasien/keluarga, Perawat,

( ) ( )
Mengetahui, Kepala
Ruang,

( )

Anda mungkin juga menyukai