Disusun Oleh:
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya saya
dapat menyelesaikan Kliping Sejarah yang berjudul “Candi Hindu-Budha”. Terimakasih kepada
Bapak Tulis, S.Pd. Sebagai guru pengajar sejarah dalam penyusunan kliping ini, dan juga teman
teman yang telah mendukung makalah ini.
Kliping ini menjelaskan tentang sejara candi hindu-budha, bahan-bahan dalam
pembuatan candi, serta makna-makna yang tergantung di setiap bentukdari candi yang ada di
Indonesia.
Jika ada kesalahan dalam prosesnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, Oleh
sebab itu kami mohon maaf bagi para audiens dan pembaca khususnya. Semoga kliping ini
memberikan banyak manfaat kepada para pembacanya. Selanjutnya, demi kesempurnaan
makalah ini sangat diharapkan segala masukan dan saran yang sifatnya membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 1
1.1.1 Sejarah....................................................................................................................... 1
1.2.1 Sejarah....................................................................................................................... 5
KESIMPULAN ............................................................................................................................... 8
ii
PEMBAHASAN
1.1.1 Sejarah
Candi Borobudur di bangun pada masa penganut ajaran Buddha Mahayana tepatnya sekitar
tahun 750-800 an Masehi. Candi Borobudur pun masuk dalam 7 keajaiban dunia, selain karena
menjadi yang terbesar, Candi Borobudur menjadi Candi Buddha yang tertua karena di bangun
jauh sebelum Candi Angkor Wat di Kamboja yang masih baru dibangun kira-kira pada
pertengahan abad ke-12 oleh Raja Suryavarman II.
Sejarah menyebutkan, pastinya, Candi Borobudur dibangun pada masa pemerintahan dinasti
Syailendra. Sedangkan untuk asal-usulnya, Candi Borobudur pun masih diliputi misteri dan
menyebabkan banyak pertanyaan mengenai siapa pendiri awalnya.
Lokasi Candi Borobudur sendiri terletak di kota Magelang, Jawa Tengah. Untuk alamat pasti dan
lengkapnya, Candi Borobudur berada di Jalan Badrawati, Borobudur, Kota Magelang, Jawa
Tengah. Lokasi Candi Borobudur sendiri berada di tengah-tengah dan sangat strategis.
Candi Borobudur berada sekitar 100 km dari kota Semarang, jarak 86 km dari Surakarta dan
berjarak 40 km dari DI. Yogyakarta.
Nama Candi Borobudur sendiri berasal dari kata bara dan budur. Dalam istilahnya, bara
memiliki arti kompleks biara dan kata budur yang mempnyai arti atas. Yang kemudian, jika
digabungkan menjadi kata barabudur dibaca borobudur yang berarti kompleks biara di atas
Dalam sejarah, diketahui bahwa masyarakat pada masa dinasti Syailendra adalah penganut
agama Buddha ber-madzhab atau beraliran Mahayana yang taat. Kendati demikian, pada temuan
1
yang didasarkan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa awalnya mereka mungkin beragama
Hindhu Siwa.
Batuan penyusun Candi Borobudur berjenis andesit dengan porositas yang tinggi, kadar porinya
sekitar 32%-46%, dan antara lubang pori satu dengan yang lain tidak berhubungan. Kuat
tekannya tergolong rendah jika dibandingkan dengan kuat tekan batuan sejenis. Dari hasil
penelitian Sampurno (1969), diperoleh kuat tekan minimum sebesar 111 kg/cm2 dan kuat tekan
maksimum sebesar 281 kg/cm2. Berat volume batuan antara 1,6-2 t/m3.
Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia manusia menggambarkan
perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi. Hal ini terlihat pada dinding kaki candi
yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang menggambarkan hukum sebab
akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia antara, menggambarkan perilaku
manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu
pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief
Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha.
Berikut uraian singkat dari relief tersebut:
2
1. Tingkat I
- dinding atas relief Lalitavistara : 120 panil.
Relief ini menggambarkan riwayat hidup Sang Buddha Gautama dimulai pada saat para dewa di
surga Tushita mengabulkan ermohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi
manusia bernama Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi menerima kehadiran
gajah putih dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan puteranya dan diberi nama
pangeran Sidharta. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat berjalan, dan pada tujuh langkah
pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu Maya meninggal, dan Sidharta
diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta kawin dengan Yasodhara yang disebut
dengan dewi Gopa. Dalam suatu perjalanan Sidharta mengalami empat perjumpaan yaitu
bertemu dengan pengemis tua yang buta, orang sakit, orang mati membuat Sidharta menjadi
gelisah, karena orang dapat menjadi tua, menderita, sakit dan mati. Akhirnya Sidharta bertemu
dengan seorang pendeta, wajah pendeta itu damai, umur tua, sakit, dan mati tidak menjadi
ancaman bagi seorang pendeta. Oleh karena menurut ramalan Sidharta akan menjadi pendeta,
maka ayahnya mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta. Setelah mengalami empat
perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di istana, akhirnya diam-diam meninggalkan
istana. Sidharta memutuskan enjadi pendeta dengan memotong rambutnya. Pakaian istana
ditinggalkan dan memakai pakaian budak yang sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-
orang miskin. Sebelum melakukan samadi Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana.
Sidharta senang ketika seorang tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari rumput
usang. Di bawah pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak, Sidharta menerima
pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota Benares.
3
langkan atas (kisah binatang) relief Jataka:128 panil
Relief ini mempunyai arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi sang Buddha
sebelum dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran Sidharta Gautama. Kisah ini
cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai binatang yang berbudi luhur dengan
pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya kisah kera dan banteng. Kera yang nakal suka
mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan menasehati banteng untuk melawan
kera, namun banteng menolak mengusir kera karena takut kera akan pergi dari hutan dan
mengganggu kedamaian binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud kepada banteng
karena sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan. Kisah jataka lainnya
adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk dimakan oleh para
pengungsi yang kelaparan.
2. Tingkat II
- dinding relief Gandawyuha : 128 panil
– langkan relief Jataka/Avadana : 100 panil Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang
Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada sudut barat laut,
yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan tertangkap, akhirnya memberikan
ajarannya.
3. Tingkat III
dinding relief Gandawyuha : 88 panil
Relief ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan datang,
merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.
- Pada tingkat Rupadhatu ini terdapat 432 arca Dyani Buddha diletakkan di dalam relung di
segala penjuru arah mata angin yaitu: Arca Dhyani Buddha Aksobya letak di sisi Timur dengan
sikap tangan Bhumisparsamudra, Arca Dhyani Buddha Ratnasambhawa letak sisi Selatan
dengan sikap tangan Waramudra, Arca Dhyani Buddha Amoghasidha letak di sisi Utara dengan
sikap tangan Abhayamudra, Arca Dhyani Buddha Wairocana di pagar
4
– Arca singa : 32 buahMenurut agama Buddha singa adalah kendaraan sang Buddha pada waktu
naik ke surga, simbol kekuatan pengusir pengaruh jahat untuk menjaga kesucian Candi
Borobudur.
Jumlah stupa 73 buah dengan rincian 1 buah stupa induk, 32 stupa pada teras melingkar I, 24
stupa pada teras melingkar II, dan 16 stupa pada teras melingkar III.
Bentuk stupa :
– Stupa induk berongga, tanpa lubang terawang
– Stupa pada teras melingkar berlubang terawang:Lubang belah ketupat pada stupa teras
melingkar I dan II Lubang segi empat pada stupa teras melingkar III
– Arti simbolis lubang terawang belah ketupat: Berkaitan dengan filosofi menuju ke tingkat
kesempurnaan – Arti simbolis lubang terawang segi empat: Berkaitan dengan filosofi lebih
sederhana atau sempurna daripada bentuk belah ketupat yang masih tergolong raya.
1.2.1 Sejarah
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu.
Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk
memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha
(Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang
berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').[6] Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat
pembangunan candi Siwagrha tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan
5
tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah
sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi Prambanan.
Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke arah timur, dan
dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai dapat membahayakan konstruksi
candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong
lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi.
Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi
pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa
sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan
anumerta dia.
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram
berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong, dan diperluas dengan membangun ratusan candi-
candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi
sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara penting kerajaan.
Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa ratusan pendeta brahmana dan
murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab
Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau
keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.
1. Batu putih (tuff), batu endapan piroklastik berwarna putih, digunakan di Candi
Pembakaran di kompleks Ratu Boko. Bahan batu putih ini juga ditemukan dijadikan
sebagai bahan isi candi, di mana bagian luarnya dilapis batu andesit
2. Bata merah, dicetak dari lempung tanah merah yang dikeringkan dan dibakar.
3. Stuko (stucco), yaitu bahan semacam beton dari tumbukan batu dan pasir. Bahan stuko
ditemukan di percandian Batu Jaya.
4. Bajralepa (vajralepa), yaitu bahan lepa pelapis dinding candi semacam plaster putih
kekuningan untuk memperhalus dan memperindah sekaligus untuk melindungi dinding
6
dari kerusakan. Bajralepa dibuat dari campuran pasir vulkanik dan kapur halus. Konon
campuran bahan lain juga digunakan seperti getah tumbuhan, putih telur, dan lain-lain.
Pada saat pemugaran, tepat di bawah arca Siwa di bawah ruang utama candi Siwa terdapat sumur
yang didasarnya terdapat pripih (kotak batu). Sumur ini sedalam 5,75 meter dan peti batu pripih
ini ditemukan di atas timbunan arang kayu, tanah, dan tulang belulang hewan korban. Di dalam
pripih ini terdapat benda-benda suci seperti lembaran emas dengan aksara bertuliskan Baruna
(dewa laut) dan Parwata (dewa gunung). Dalam peti batu ini terdapat lembaran tembaga
bercampur arang, abu, dan tanah, 20 keping uang kuno, beberapa butir permata, kaca, potongan
emas, dan lembaran perak, cangkang kerang, dan 12 lembaran emas (5 diantaranya berbentuk
kura-kura, ular naga (kobra), padma, altar, dan telur)
7
KESIMPULAN
1. Candi Borobudur dibangun pada masa penganut ajaran Buddha Mahayana tepatnya
sekitar tahun 750-800 an Masehi. Candi Borobudur pun masuk dalam 7 keajaiban dunia,
selain karena menjadi yang terbesar, Candi Borobudur menjadi Candi Buddha yang tertua
karena di bangun jauh sebelum Candi Angkor Wat di Kamboja yang masih baru
dibangun kira-kira pada pertengahan abad ke-12 oleh Raja Suryavarman II.
2. Inti tanah yang berfungsi sebagai tanah dasar atau tanah pondasi Candi Borobudur dibagi
menjadi 2, yaitu tanah urug dan tanah asli pembentuk bukit. Dan batuan penyusun Candi
Borobudur berjenis andesit dengan porositas yang tinggi, kadar porinya sekitar 32%-
46%, dan antara lubang pori satu dengan yang lain tidak berhubungan.
3. Dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil relief Karmawibhangga yang
menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili dunia
antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan keinginan
duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata. Pada tingkatan ini
dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan
Gandawyuha.
4. Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan
secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung
Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini
dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa
Sanskerta adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha)
5. Bahan-bahan Dalam Pembuatan adalah Batu andesit, batu merah, batu kapur, kayu, dan
stuko
6. Prambanan juga memiliki tingkatan zona candi, mulai dari yang kurang suci hingga ke
zona yang paling suci. Bagian tersbut yaitu : Bhurloka, Bwahloka dan Swahloka
8
DAFTAR PUSTAKA