Tugas Teori Akuntansi Tentang Exit Price
Tugas Teori Akuntansi Tentang Exit Price
TENTANG
EXIT PRICE ACCOUNTING
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015
EXIT PRICE ACCOUNTING
Pendekatan lain yang digunakan untuk menentukan current value adalah dengan exit value
atau selling price. Pendekatan ini mensyaratkan penilaian dari masing-masing aktiva dari
sudut pandang pelepasan (disposal), dimana tiap aktiva harus dinilai berdasarkan selling
price yang wajar jika perusahaan memilih untuk melepasnya. Dalam menentukan exit price
setara kas, diasumsikan bahwa aktiva tersebut akan dijual dengan cara biasa bukan karena
tekanan likuidasi.
Aset di neraca disajikan kembali sebesar nilai keluar (harga jual) sehingga mereka
mewakili 'nilai pasar wajar' kepada perusahaan dalam likuidasi, yaitu tidak dalam
situasi 'fire-sale'.
Laporan laba rugi merupakan laba (rugi) usaha serta keuntungan disesuaikan dengan
inflasi dari aset induk. Oleh karena itu, laba diukur dengan konsep 'komprehensif'
yang mengukur perubahan nyata total nilai semua elemen yang diakui dari ekuitas,
dan mewakili akuntansi surplus bersih .Akuntansi surplus bersih adalah ketika laporan
laba rugi menghubungkan keseimbangan neraca penutupan, dan tidak ada
penyesuaian yang dibuat langsung ke cadangan
Para Pendukung
1. MacNeal
Pendekatan sejarah
1) Era Pertama (abad 12-17)
Menurut MacNeal akuntansi pada era ini adalah memberi informasi
kepada owner-manager mengenai jumlah biaya pronyek sehingga
MacNeal berkesimpulan bahwa akuntansi pada saai ini berbasis pada
harga historis.
2) Era Kedua (abad 18-19)
Pada abad ini kondisi bisnis berubah, kebutuhan akan barang-barang
konsumsi semakin tinggi dan juga menuntut kepuasan yang semakin
tinggi pula terhadap penggunaan barang-barang konsumsi. Untuk
memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat diperlukan
alat-alat yang mampu bereproduksi secara besa-berasaran maka:
- Terjadi revolusi industri
- Perusahaan butuh dana pinjaman
- Kreditur butuh laporan keuangan
- Akuntan independen menampilkan dengan harga historis (dengan
going concern concept)
3) Era Ketiga (akhir abad ke 19)
Pada era ini perusahaan menjadi tumbuh besar dan mejadi korporasi
yaitu induk perusahaan (sebagai pemegang saham) dengan banyak
anak perusahaan dengan kekhususan jenis produksi. Owner-manager
telah terpisah,onwer tetap sebagai owner (pemegang saham) dan
menunjuk/mengangkat manajer untuk menjalankan operasi
perusahaan. dalam kondisi ini laporan keuangan sebagai
pertanggungjawaban manajer kepada pemegang saham menjadi sangat
penting sehingga diperlukan standar akuntansi keuangan sebagi tolak
ukur kewajaran laporan keuangan yang disajikan kepda pemegang
saham.
MacNeal berpendapat bahwa laporan keuangan yang berbasis pada
biaya historis tidak mampu memberikan informasi sesuai dengan
kebutuhan pemegang saham, sehingga para akuntan ditutntut untuk
menyesuaiakan dengan kebutuhan pemegang saham akan inforrmasi,
yauitu informasi mengenai kekayaan bersih dan perubahannya dalam
periode tertentu. Secara ideal, solusinya adalah para akuntan
melaporakan seluruh laba atau rugi karena aktivitas perusahaan dan
melaporkan nilai aset secara selektif sesuai dengan harga pasar dalam
kondisi persaingan.
MacNeal menyarankan sebagai berikut:
a. Aset-aset yang mudah dipasarkan dinilai dengan harga pasar
b. Aset-aset reproduksi (mesin-mesin) dan tidak mudah dipasarkan dinilai
dengan nilai ganti (replacement cost)
c. Aset-aset yang tidak untuk reproduksi dan tidak mudah dipasarkan
(seperti alat kantor) dinilai dengan historis.
Laba atau rugi diakui baik yang telah terialisasi maupun yang belum
direalisasi.
2. Chambler
Chambler mengusulkan penggunaan Exit Price dengan judul ‘’Continuously
Contemporary Accounting (CoCoA)’’. Dia berpendapat bahwa perusahaan
adalah organisasi yang selalu harus menyesuaikan diri dengan kondisi terkini,
kerena tugas perusahaan adalah melakukan aktivitas pembelian dan penjualan.
Manajer harus berperilaku menyesuaikan diri secara terus-menerus dengan
kondisi lingkungan ekonomi agar perusahaan tetap bertahan hidup dan
mengalami peningkatan aktivitas, sehingga mampu meningkatkan kekayaan
pemegang saham. Agar supaya kemapuan perusahaan nampak realistis, maka
aset-aset perusahaan ditampilkan dengan exit price. Kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba ditunjukkan oleh nilai sekarang untuk kas bersih
yang dihasilkan mesin-mesin produksi dimasa yang akan datang.
3. Raymond, Sterling (1970)
Raymond Chamber dan Robert Sterling berpendapat bahwa exit value
memiliki pertalian keputusan. Karenanya selama periode akuntansi,
manajemen memutuskan untuk mempertahankan, menjual, atau menggantikan
aktivanya. Manajemen menyatakan bahwa exit value menyediakan informasi
yang lebih baik bagi pengguna untuk mengevaluasi likuiditas dan kemampuan
perusahaan untuk membiasakan mengubah rangsangan ekonomi. Karena
manajemen memiliki pilihan untuk menjual aktiva, maka exit price
memberikan titk tengah taksiran risiko.
Sterling (1970) percaya bahwa tidak ada satu metode pun yang tepat untuk
menentukan laba, sebab masing-masing punya kelebihan dan kekurangan.
Sterling berfikir untuk menemukan metode terbaik apa yang dapat digunakan
untuk mengukur laba. Menurut Sterling kandungan informasi akuntansi yang
ada di dalam laporan keuangan tetap harus memiliki kualitas reliabel dan
relevan. Kualitas informasi yang relevan sangat dibutuhkan ketika keadaan
pasar produk dalam kondisi bersaing. Dalam hal ini Sterling berpendapat
bahwa pemakai laporan keuangan yang berbeda memiliki masalah yang
berbeda, sehingga calon keputusan pun berbeda. Kesimpulannya adalah
metode penilaian apa yang akan digunakan, tergantung dari calon keputusan
para pemakai laporan keuangan
Alasan Lainnya
1. Additivy
Chamber menyatakan bahwa penyajian laporan keuangan yang disesuaikan
menjadi exit price mendukung CoCoA. Posisi keuangan pada suatu saat
menunjukkan hubungan antara aset dan sumbernya (kewajiban). Kewajiban
disajikan dengan setara uang tunai sekarang sebagai tandingannya set juga
disajikan juga dengan setara dengan uang tunai beli sekarang (current cash
Equivalent). Current cash equivalent menurut Chambler adalah exit price.
2. Alokasi.
Menurut Thomas (1974:112-114) laporan keuangan penuh dengan alokasi, tetapi
laporan laba rugi bukan perubahan karena alokasi tetapi perubahan aset dan
kewajiban menjadi harga jual dalam satu periode tertentu. Laba bersih
menunjukkan jumlah perubahan daya beli aset. Laba bersih menunjukkan jumlah
perubahan (tidak termasuk tambahan investasi dan pengurangan investasi oleh
pemegang saham). Perubahan-perubahan ini menurut Thomas tidak harus dari
hasil operasi, tetapi juga selisih harga historis dengan xit price.
3. Realitas
Exit price adalah kenyataan. Pernyataan-pernyataan tidak perlu dibuat karena
setiap nilai menunjukkan kondisi yang nyata. Didalam akuntansi konvensional
penyusuna aktiva tetap merupakan alokasi biaya harga beli aktova tetap yang
dialokasikan secara periodik dan dibebankan pada pendapatan. Perlakuan ini tidak
sesuai dengan kenyataan, sebab pada kenyataannya nilai aktiva tetap justru naik.
Bila mengalami penurunan, maka seharusnya yang menjadi beban biaya adalah
selisih antara historis dengan harga barunya (exit price).
4. Objektif
Sering orang mengatakan bahwa harga pasar (exit price) tidak objektif.
Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa exit price justru lebih objektif. Parker
(1975) melakukan penelitian mengenai kualitas daya banding informasi akuntansi
dan kualitas informasi akuntansi yang objektif antara penggunaan harga historis
(nilai buku) dengan exit price.
3. Additivity
Chambers telah mengajukan pendapat secara komprehensif mengenai Exit Price
Accounting dalam continuously contemporary accounting (CoCoA) dan
dikembangkan menjadi Current Cash Equivalents (CCE).Chambers melihat bahwa
perusahaan sebagai suatu entitas yang adaptif terlibat dalam pembelian dan penjualan
barang dan jasa.Dalam bisnisnya, sebuah perusahaan harus dapat ikut serta dalam
transaksi pasar dan hal ini diungkap dalam Laporan Keuangan.Pada Lingkungan
pasar, monetary asset dan liabilities dapat ditentukan dengan harga pasar, contohnya
harga beli atau current cost tidak menampakkan kemampuan masuk kedalam pasar
dengan cash untuk tujuan adaptasi. Sedangkan harga jual atau Current Cash
Equivalent mmenunjukkan harga realisasi pada dasar likuidasi
4. Alokasi
Thomas mengeluhkan kenyataan bahwa sistem akuntansi biaya (historis dan arus)
sangat bergantung pada alokasi exit price adalah bahwa laporan keuangan bebas
alokasi. Laporan laba-rugi tidak dapat melaporkan perubahan dalam jumlah yang
dialokasikan, tapi melaporkan arus masuk aktiva dan perubahan nilai-nilai keluar dari
aset perusahaan dan kewajiban dalam suatu periode tertentu. Laba menampilkan
jumlah perubahan daya beli riil dari aktiva bersih, tidak termasuk investasi tambahan
oleh dan distribusi kepada pemilik.
5. Kenyataan
Exit price melibatkan referensi untuk contoh-contoh yang nyata karena, berpendapat
bahwa mengacu pada saat ini, harga pasar sebenarnya. Penyusutan tidak didefinisikan
dengan cara konvensional, namun dalam arti ekonomi penurunan harga pasar.
Penyusutan tidak mungkin terjadi dalam beberapa tahun jika harga naik atau tetap
konstan. Jika tidak ada nilai realisasi dapat dikaitkan dengan item, maka item tersebut
akan memiliki saldo nol. Selain itu, dipertukarkan adalah bagian dari definisi suatu
aset sehingga goodwill tidak dapat dijual secara terpisah, tidak termasuk dari
pertimbangan. Dengan dua kendala - dipertukarkan dan adanya harga jual - semua
item pada laporan keuangan dapat dikuatkan dengan bukti nyata-dunia.
6. Obyektifitas
Hal ini sering dikatakan bahwa harga pasar saat ini tidak objektif. Namun, beberapa
studi penelitian menunjukkan bahwa harga pasar relatif lebih objektif daripada
kebanyakan orang percaya. Parker melakukan studi penelitian tentang perbandingan
relatif dan objektivitas untuk exit price dan jumlah biaya historis tercatat. Objektivitas
didefinisikan sebagai konsensus di antara penilai. Komparatif didefinisikan sebagai
sebuah konsensus dalam pengukuran. Menggunakan 148 perusahaan bisnis, Parker
menunjukkan bahwa untuk mengukur objektivitas dan komparatif, exit price
mengungkapkan dispersi kurang dari jumlah tercatat. Penyebab utama dari kurangnya
objektivitas nilai tercatat adalah dispersi estimasi akuntansi di masa manfaat dan nilai
sisa. McKeown juga menerapkan model ruang untuk sebuah perusahaan berukuran
sedang jalan kontraksi, dan menyimpulkan dengan analisa statistik bahwa metode
yang digunakan untuk menentukan exit price adalah objektivitas lebih (diverifikasi)
daripada metode berdasarkan Financial Accounting Standard. Dalam studi lain,
McKoewn dibandingkan empat model yang diusulkan dengan metode GAAP untuk
objektivitas mereka (verifiability) dan menyimpulkan bahwa model CCE adalah yang
paling objektivitas.
7. Ukuran Resiko
Exit price dan perubahan exit price juga bisa menjadi indikasi risiko keuangan
pembelian aset. Misalnya, jika sebuah perusahaan pembelian aset dengan nilai keluar
yang berbeda secara signifikan dari harga entri, maka aset tersebut adalah proposisi
berisiko. Informasi keuangan menunjukkan bahwa pembelian aset tersebut harus
merupakan proposisi jangka panjang dimana nilai ekonomi yang ditemukan oleh nilai
pakai, Sebaliknya, jika exit price meningkat secara dratis, biaya peluang meningkat
kembali dan harus dioperasikan dengan lebih efisien.
Untuk memungkinkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi posisi risiko
dan kinerja dalam mengelola risiko keuangan yang signifikan dengan rancangan
standar akan membutuhkan:
a. deskripsi dari setiap risiko keuangan yang signifikan dan tujuan perusahaan
serta kebijakan
b. informasi tentang dampak risiko tersebut terhadap laporan posisi keuangan
(neraca) dan laporan kinerja keuangan.
Informasi mengenai metode dan asumsi utama yang digunakan untuk memperkirakan
nilai wajar instrumen keuangan
Kelemahan exit value, seperti halnya entry prices, penentuan exit value juga
mengakibatkan masalah pengukuran, yakni :
Masalah dasar penentuan harga jual untuk aktiva, seperti properti, tanah, dan
peralatan, dimana tidak terdapat pasar.
Gagasan bahwa exit price harus didasarkan pada harga yang timbul dari penjualan
pada kondisi bisnis normal, bukan atas paksaan likuidasi, sulit diterapkan pada aktiva
tetap.
Exit price atau selling price tidak konsisten dengan physical capital maintenance
concepts. Exit price adalah jenis dari opportunity cost, yang mengukur pengorbanan
dari menahan aktiva daripada biaya yang diperkirakan untuk
menggantinya. Sementara itu, pemeliharaan modal fisik didasarkan pada konsep
keberlangsungan, bukan likuidasi.