Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK TEORI AKUNTANSI

AKUNTANSI KONVENSIONAL

Oleh :
Geraldo Kurniawan

041113118

Endah Suryaning

041211331265

Deifa Arshanti

041211332011

Dea Kelfinta Azhar

041211332035

Harun Al-Rasyid

041211332101

Achmad Nur Faridho

041211332128

Anggi Fauzi A

041211333119

Nadia Ayu Wijayanti

041211333129

Citra Laksmi C

041211333142

Dyas Putri Hapsari

041211333173

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2015
AKUNTANSI KONVENSIONAL

Akuntansi konvensional secara rasional adalah penggunaan harga historis untuk


menilai aset aset nonmoneter, seperti aset tetap. Penggunaan harga historis didukung oleh
Paton and Littleton.
A. KONSEP DASAR
1. Tujuan Akuntansi
Akuntansi berperan penting terutama ketika adanya pemisahan antaa investor
dengan manajer (pelaksana operasional perusahaan) pada perusahaan besar. Investor
adalah pemilik modal untuk dioperasikan oleh manajer sehingga investor tidak
terlibat dalam operasi perusahaan. Oleh karena itu, laporan akuntansi dibutuhkan
bagi investor untuk mendapatkan informasi akuntansi perusahaan. Laporan akuntansi
juga dibutuhkan bagi kreditur yang juga pemasok dana bagi perusahaan dan pihak
pihak di luar perusahaan, seperti pemerintah, organisasi buruh, dan pemegang
kepentingan lainnya.
Paton & Littleton menjelaskan bahwa teori akuntansi harus menjelaskan
konsep revenue dan expense dalam kaitannya dengan perubahan aktiva perusahaan,
bukan sebagai peningkatan atau penurunan dalam ekuitas pemilik atau pemegang
saham. Investor dan kreditur secara hukum adalah pemilik perusahaan, tapi aset dan
income

diciptakan sepenuhnya oleh perusahaan. Dari sudut pandang akuntansi,

kekayaan bersih bukan ukuran relevan untuk mengukur keberhasilan investasi


sehingga pemilik dan kreditur lebih ingin untuk mengetahui hasil investasi bukan
besarnya kekayaan bersih (net worth).
2. Income
Keberadaan akuntansi terutama adalah sebagai alat menghitung pendapatan,
beban, dan income, yaitu beban sebagai perilaku upaya, pendapatan sebagai perilaku
hasil, dan income merupakan selisih antara pendapatan yang diterima dan beban
Yang berperilaku adalah manajer, bukan pemilik atau kreditur, sehingga efektivitas
operasi perusahaan yang diukur dari pendapatan, beban, dan income lebih penting
daripada melaporkan jumlah kekayaan bersih. Maka laporan laba rugi untuk periode
tertentu merupakan hal yang utama daripada laporan kekayaan bersih pada tanggal
tertentu. Di samping mencerminkan kinerja manajer, laporan laba rugi juga
menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan income.
3. Cost Attach
Penganut paham ekonomis berargumen bahwa pengukuran suatu biaya dalam
akuntansi tidak selalu tepat, terutama dalam menetukan biaya produksi untuk
perusahaan manufaktur. Akuntan konvensional meyakini bahwa penggunaan
2

historical cost dan pengalokasian nilai dapat diterima meski biaya penggantiannya
naik. Sebagai balasan atas argumen paham ekonomis tersebut, disusunlah cost attach
theory.
Menurut Jones (1964), menyatakan bahwa terdapat 2 jenis biaya:
Displacement cost (opportunity cost) adalah biaya yang sudah
dikorbankan untuk memproduksi barang tersebut.
Contoh:
Pak Anang seorang pengrajin mainan kayu sedang memenuhi pesanan dari dua
pelanggan. Pelanggan pertama memesan mobil kayu, pelanggan kedua memesan
boneka kayu. Karena keterbatasan modal maka Pak Anang harus mengatur
produksinya. Ada beberapa kombinasi produksi yang bisa dipilih Pak Anang.
Kombinasi
A
B
C
D

Jumlah mobil kayu


0
50
90
115

Jumlah boneka kayu


200
160
100
50

Untuk memuaskan pelanggan pertama (pemesan mobil kayu), awalnya Pak


Anang memilih kombinasi D. Akan tetapi, pilihan D bisa merugikan pelanggan
kedua (pemesan boneka kayu) karena hanya sedikit pesanannya yang bisa
dipenuhi. Oleh karena itu, Pak Anang berubah memilih kombinasi C sehingga
diharapkan bisa memuaskan kedua pelanggan. Perubahan pilihan dari D ke C
menunjukkan bahwa Pak Anang harus mengorbankan 25 mobil kayu (115 - 90)
untuk mendapatkan tambahan 50 boneka kayu. Karena harga satu mobil kayu Rp
20.000,- berarti besar biaya peluang untuk mendapatkan 50 boneka kayu adalah
25 x Rp 20.000,- = Rp 500.000,-.
Embodied cost (absorption cost) adalah biaya yang berkaitan dengan
faktor produksi

dan yang harus dilakukan untuk menyediakan input.

Dengan kata lain, biaya ini adalah biaya yang melekat pada sesuatu. Total
biaya yang melekat ini tidak merepresentasikan nilai dari sebuah produk,
tapi total usaha yang dilakukan untuk memproduksinya. Pengorbanan bukan
hanya bentuk bahan baku tapi juga gabungan dari harga historis bahan baku,
tenaga kerja, dan overhead.
Contoh:
Harga jual per unit
Rp.500.000

Biaya produksi :
Biaya variabel per unit
Bahan langsung
Rp.110.000
Tenaga kerja langsung Rp. 60.000
Overhead pabrik
Rp. 150.000
Unit yang terjual 100 unit
Biaya produksi =Bahan langsung + Tenaga kerja langsung + Overhead pabrik
= Rp. 110.000 + Rp. 60.000 + Rp. 150.000
= Rp. 320.000
Jadi, pengorbanan untuk memproduksi barang terebut adalah harga historis yaitu
Rp 320.000.
4. Aliran Biaya
Para akuntan mencatat aliran biaya, sebab biayalah yang nantinya akan
diketemukan dengan pendapatannya. Apabila perusahaan membeli barang atau jasa,
akuntan akan mengikuti gerakan biayanya. Biaya yang terjadi secara layak akan
diketemukan dengan pendapatannya. Bila barang dan jasa dijual, maka biaya atau
harga beli yang bersangkutan akan diketemukan dengan harga jual barang dan jasa
tersebut. Pendapatan dan harga belinya dilaporkan di dalam laporan laba rugi,
sedangkan barang dan jasa yang tersisa dilaporkan di dalam neraca.
B. PENGGUNAAN HARGA HISTORIS
Harga historis digunakan sebagai konsep dasar dalam standar akuntansi keuangan
untuk penyusunan laporan keuangan eksternal, dengan alasan sebagai berikut:
1) Harga historis relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi. Seorang manajer yang
akan mengambil keputusan masa yang akan datang, dia menggunakan data masa lalu
dan juga menggunakan kinerja masa lalu yang diukur dengan data historis.
2) Harga historis berdasarkan transaksi nyata, bukan transaksi kemungkinan. Transaksi
akuntansi mencatat akuntansi nyata, dan didukung bukti yang nyata, dan akhirnya
mendukung angka-angka di dalam laporan keuangan.
3) Sepanjang sejarah laporan keuangan dengan harga historis telah digunakan. Mautz
(1973: 23) menyatakan bahwa bila keputusan manajemen dan keputusan investasi
tidak menggunakan harga historis, maka sejak diputuskan, akuntansi harus
mengalami perubahan.
4) Pengertian umum mengenai laba merupakan kelebihan harga jual di atas harga
historisnya. Istilah laba telah menjadi pemahaman bahwa laba merupakan ukuran
keberhasilan manajemen. Mautz mengatakan bahwa bahan baku, diproses menjadi
bahan produksi, barang, dan jasa dibeli tidak alin untuk dijual diatas harga belinya
(harga historis).
4

5) Akuntan harus menjaga integritas data mereka terhadap modifikasi internal. Dengan
menggunakan harga historis, akan sulit dilakukan manipulasi terhadap nilai aset,
sedangkan apabila menggunakan nilai kini atau exit price, manajemen dapat dengan
mudah melakukan manipulasi. Hal itu dikarenakan harga kini atau exit price
mengandung banyak asumsi.
6) Seberapa bergunanyakah informasi keuntungan berdasarkan biaya saat ini atau exit
price? Apabila bila perusahaan menggunakan harga kini atau exit price, maka aset
perusahaan dapat mengalami kenaikan tanpa adanya upaya. Dan kenaikan tersebut
dapat disebut dengan income. Padahal income tersebut masih belum tentu dapat
direalisasikan.
7) Perubahan harga pasar dapat diungkapkan sebagai data tambahan. Perubahan aset
yang disebabkan perbedaan harga dapat dijelaskan pada catatan atas laporan
keuangan, sehingga perusahaan tidak perlu merubah metode penilaian aset dengan
menggunakan harga kini atau exit price.
8) Tidak ada bukti yang cukup untuk membenarkan penolakan terhadap akuntansi biaya
historis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa harga kini lebih baik dari
harga historis (Breaver dan Landmans: 1983). Sehingga banyak perusahaan yang
masih menggunakan harga historis dalam akuntansi mereka.
I. Evidence on Usefulness of Accounting Data
a)First Direction, yaitu fokus pada laporan keuangan dan menjelaskan kelengkapan
informasi yang diungkapkan.
Pendekatan yang digunakan untuk memahami first direction yaitu :
Mengevaluasi langkah langkah yang dilakukan untuk menganalisis laporan
keuangan dengan cara melakukan interview dengan pihak yang berkaitan.
Memastikan persepsi dan pendapat tentang kepentingan suatu kelompok tertentu.
Salah satunya dengan analisis keuangan yang menjelaskan mengenai makna dari
angka yang disajikan dalam laporan keuangan.
Memastikan bahwa jumlah informasi yang dilaporkan, memang dianggap penting.
Pengungkapan kelengkapan informasi yang cukup menunjukkan bahwa :
1) Laporan keuangan GAAP bermanfaat untuk pengambilan keputusan
2) Laporan Keuangan tidak rumit
3) Terdapat perbedaan pengungkapan pelaporan diantara perusahaanperusahaan. Dimana perusahaan yang besar pada umumnya lebih profitable,
diaudit oleh KAP besar, dan mengungkapkan lebih banyak informasi.
b)Second Direction

Pendekatan kedua adalah untuk mempelajari perilaku subyek yang membuat


keputusan tertentu dalam situasi laboratorium. Karakter dari second direction
seperti berikut:
Investor dan analis mempertimbangkan faktor-faktor non laporan keuangan,
seperti kondisi ekonomi secara umum, menjadi lebih penting dalam membuat
keputusan investasi
Tidak jelasnya manfaat penggunaan laporan keuangan untuk peramalan atau

pengambilan keputusan yang lebih baik.


c) Third Direction
Penelitian yang berhubungan dengan pertanyaan tentang kegunaan data
akuntansi adalah untuk mengetahui korelasi antara harga saham dan data
akuntansi, khususnya laba. Laba akuntansi menyampaikan informasi tentang nilai
sekuritas.
II. Evidence on Predictive Value
Informasi akuntansi sangat berguna bagi penggunanya jika informasi tersebut
bisa memberikan gambaran (prediksi) tentang keadaan (karakteristik) perusahaan di
masa depan sehingga dapat digunakan untuk mengambil keputusan tentang kejadian
yang akan datang.. Informasi keuangan memiliki nilai prediktif jika dapat digunakan
sebagai masukan untuk proses yang digunakan oleh pengguna untuk memprediksi
hasil di masa depan dari peristiwa masa lalu atau saat ini untuk membentuk
harapan/prediksi mereka sendiri. Karakteristik predictive value dari suatu informasi
akuntansi dibedakan menjadi kategori sebagai berikut:
a) Laba masa lalu digunakan untuk memprediksi laba masa depan
Penelitian dalam kategori ini adalah penelitian empiris yang dilakukan untuk
membangun model untuk menjelaskan trend laba perusahaan. Jika hal ini bisa
dilakukan, maka dapat berfungsi sebagai dasar untuk memprediksi. Ball dan
Watts melalui dua pengujian statistik yang dilakukan yaitu runs test dan serial
correlation menguji 4 definisi penghasilan:

Laba bersih setelah pajak penghasilan


Laba bersih per saham
Laba bersih dibagi dengan total asset
Net sales
Kesimpulan mereka adalah bahwa income dapat digambarkan secara statistik

sebagai random walk (perubahan laba mengikuti model acak). Dengan kata lain,
dengan mengetahui sifat laba sebagai data seri waktu (time series), maka
perubahan laba itu bersifat acak dan ada korelasi yang serial, ini menunjukkan
6

bahwa laba memiliki potensi sebagai alat prediktor. Artinya seri waktu laba
periode yang terdahulu memiliki kecenderungan mengalami perubahan
terhadap laba di masa mendatang. Dalam studi lainnya , Watts dan Leftwich
mengambil sampel 32 perusahaan dari industri kereta api, minyak bumi, dan
logam dan menemukan bahwa random walk masih memberi penjelasan yang
baik secara umum.
Contoh :
Misalkan suatu perusahaan manufaktur, pada tahun 2012 memiliki laba
sebesar Rp 2.000.000.000.000, tahun 2013 Rp 3.250.000.000.000, tahun 2014
Rp 4.100.000.000.000. perusahaan ingin dapat menggunakan laba masa lalunya
untuk memprediksi laba di masa mendatangnya (apakah naik atau menurun)
yang juga dibarengi dengan analisis yang tepat berdasarkan pengamatan atas
kondisi pasar terkini atau yang akan datang. Sehingga pada tahun 2015
diharapkan laba dapat mencapai lebih dari Rp 4.100.000.000.000 (dari laba satu
tahun sebelumnya) atau mengalami peningkatan. Menggunakan laba satu tahun
sebelumnya merupakan estimasi terbaik dikarenakan perbedaan waktu yang
pendek dimungkinkan faktor-faktor kondisi pasar yang mempengaruhi kinerja
perusahaan dalam memperoleh laba tidak berbeda terlalu jauh. Laba bukan salah
satu alat prediktor mutlak. Laba di masa mendatang juga dapat mengalami
penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, hal terpenting
adalah analisis yang dibuat perusahaan mengenai kondisi pasar haruslah tepat,
sehingga laba yang dicapai perusahaan sesuai dengan kinerja yang dilakukan
perusahaan.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (dalam jutaan rupiah)
Laba bersih setelah pajak penghasilan :

Net sales:

2009 Rp 2.856.781

2009 Rp 37.397.319

2010 Rp 3.934.808

2010 Rp 38.403.360

2011 Rp 4.891.673

2011 Rp 45.332.256

2012 Rp 4.779.446

2012 Rp 50.059.427

2013 Rp 3.416.635

2013 Rp 57.731.998

2014 Rp 5.146.323

2014 Rp 63.594.452

Alasan penurunan laba bersih antara lain karena pelemahan nilai tukar rupiah
terhadap dolar, sehingga terjadi selisih kurs, naiknya gaji karyawan, kenaikan
harga bahan baku serta penurunan harga jual rata-rata pada grup agribisnis.
Sedangkan kenaikan sales karena penjualan konsolidasi itu juga mencakup
penjualan dari perusahaan mie asal China (China Minzhong Food Corporation
Limited) yang diakuisisi beberapa waktu lalu (2013).
(sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com).
b) Data kuartal digunakan untuk memprediksi pendapatan tahunan (annual
income)
Brown dan Niederhoffer menggunakan 519 perusahaan di Compustat file
sebagai sampel mereka, yang memiliki data tahunan untuk 1961-1965 dan data
kuartalan untuk 1962-1965. Mereka mencapai kesimpulan bahwa:
1. Laporan sementara berguna dalam memprediksi pendapatan tahunan
2. Karena kemampuan prediktif meningkat dengan setiap laporan sementara,
pasar akan mening-katkan antisipasi ketika tanggal pengumuman laporan
tahunan sudah dekat.
Coates menghasilkan kesimpulan yang sama. Sampelnya meliputi 27
perusahaan 1945-1966. Ia menemukan bahwa laporan triwulanan yang berurutan
memungkinkan untuk meramalkan laporan tahunan mendatang. Bahkan
pendapatan triwulan pertama adalah jelas berguna dalam memprediksi
pendapatan tahunan.
Foster berusaha untuk menggambarkan sifat dan trend laba triwulan, penjualan
dan beban. Pada dasarnya, ini adalah model autoregressive sederhana. Dalam
model autoregressive, perubahan-perubahan dalam pendapatan berkorelasi
positif. Itu berarti jika pendapatan meningkat dalam satu periode ada
kemungkinan besar bahwa pendapatan pada periode berikutnya akan meningkat
juga. Foster menyatakan bahwa laba triwulan memiliki komponen musiman.
Berdasarkan studi oleh Bathke, Lorek dan Willinger menyimpulkan bahwa
kemampuan prediksi laba triwulan dipengaruhi oleh ukuran perusahaan.
Menggunakan nilai pasar dari saham biasa pada tanggal 31 Desember 1979
sebagai dasar untuk menentukan apakah sebuah perusahaan itu besar (median
US $ 1.281.000.000), menengah (median US $ 307 juta) atau kecil (median US $
62 juta), dan menggunakan sampel dari 109 perusahaan di New York Stock
Exchange, mereka menemukan bahwa perusahaan besar dan menengah
8

menghasilakn prakiraan lebih akurat daripada yang dihasilkan oleh perusahaanperusahaan kecil.
Contoh :
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Foster, misalkan suatu
perusahaan manufaktur tekstil untuk seragam sekolah. Akuntan perusahaan ini
dapat menggunakan laba atau pendapatan yang dihasilkan dari laporan
triwulanan serta melakukan pengamatan atas kondisi pasar baik berdasarkan
pengalam historis maupun trend atau selera masyarakat sehingga akuntan dapat
memprediksi berapa annual income yang akan diperoleh perusahaan. Katakanlah
untuk laporan triwulanan periode januari-maret pada tahun berjalan laba yang
dihasilkan Rp 200.000.000,00 lalu akuntan melakukan pengamatan atas hasil
dari laporan triwulan periode april-juni tahun sebelumnya ternyata terdapat
peningkatan

laba

sebesar

Rp350.000.000,00

sehingga

akuntan

dapat

memprediksi laba untuk triwulan april-juni tahun berjalan juga akan mengalami
peningkatan lebih dari periode januari-maret, begitu pula cara yang sama
diterapkan untuk periode juli-september dan oktober-desember. Sehingga pada
triwulan pertama, akuntan sudah dapat memprediksi annual income yang akan
diperoleh perusahaan selama tahun berjalan.
Tentunya prediksi atas annual income berdasarkan laporan triwulanan akan
lebih akurat bila diterapkan oleh perusahaan-perusahaan besar mengingat
perusahaan-perusahaan ini memiliki pengalaman yang lebih banyak sehingga
dapat melakukan analisa yang lebih baik.
c) Data segmen digunakan untuk memprediksi pendapatan entitas (entity
income)
Studi pertama oleh William R. Kinney. Kinney menguji laporan segmen yang
dihasilkan oleh beberapa perusahaan yang secara sukarela melaporkan laporan
segmen penjualan dan data pendapatan untuk masing-masing segmen (sub
entity). Dari hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa laporan segmen dapat
memprediksi

pendapatan

tahunan

lebih

baik

daripada

laporan

gabungan/konsolidasi kinerja perusahaan secara umum.


Penelitian kedua oleh Daniel W. Collins, yang mengembangkan penelitian
Kinney. Dalam penelitian Collins disimpulkan bahwa laporan penjualan segmen
disertai proyeksi penjualan untuk masing-masing segmen dapat digunakan untuk
melakukan prediksi total penjualan entitas daripada menggunakan data kinerja
gabungan.
Contoh :
9

Misalkan perusahaan A memiliki banyak sekali lini penjualan dan terbagi


dalam beberapa segmen untuk masing-masing lini penjualan. Dalam pembuatan
laporan kinerja gabungan untuk semua segmen, dilakukan operating-profit test
untuk menentukan segmen yang layak untuk dilaporkan (reportable segment).
Untuk memprediksi pendapatan tahunan entitas tahun berjalan, akuntan
menggunakan data penjualan masing-masing segmen dan melakukan analisa
untuk masing-masing segmen karena setelah dipertimbangkan ternyata ada
kecenderungan perubahan profit yang siginifikan untuk beberapa segmen pada
periode-periode tertentu, sehingga segmen yang sebelumnya tidak termasuk
dalam reportable segment untuk tahun sebelumnya ternyata masuk dalam
kategori reportable segment dikarenakan faktor-faktor tertentu. Oleh karena itu,
jika akuntan menggunakan laporan kinerja gabungan periode sebelumnya untuk
memprediksi pendapatan tahunan tahun berjalan akan tidak lagi relevan
dikarenakan terdapat perubahan komposisi reportable segment dalam laporan
kinerja gabungan yang akan dibuat untuk tahun berjalan.
d) Memprediksi kesulitan keuangan (Financial Distress)
Kegagalan didefinisikan sebagai kebangkrutan, kegagalan pembayaran
obligasi, tidak bisa membayar dividen saham preferen, dan rekening bank
mengalami kerugian.
Status kegagalan perusahaan dapat diprediksi berdasarkan rasio keuangan.
Rasio aset tidak lancar adalah prediktor yang lebih baik untuk kegagalan
daripada rasio aset lancar karena mereka mewakili aspek permanen perusahaan.
Faktor dasar yang signifikan dalam memengaruhi probabilitas kegagalan
adalah ukuran perusahaan, struktur keuangan, kinerja, dan likuiditas saat ini.
C. OBJEKTIVITAS HARGA HISTORIS
Tidak ada jumlah yang lebih objektif selain jumlah pembayaran yang benar-benar
dibayarkan atau diterima dalam transaksi mendapatkan asset maupun menjual asset.
Jumlah pembayaran merupakan ukuran yang wajar dalam mengukur harga asset, dengan
syarat transaksi terjadi antara dua pihak yang independen. Contohnya, membeli peralatan
sebesar Rp 100 juta, maka mengukur harga historisnya sebesar pengeluaran yang kita
keluarkan untuk mendapatkan peralatan tersebut sebesar Rp 100 juta. Dalam transaksi
antara dua pihak yang tidak independen, harga pasar mungkin dapat dipertimbangkan
sebagai harga historis asset bersangkutan. Sebagai contoh membeli sebuah mobil untuk
kepentingan perusahaan sebesar Rp 240 juta, lalu setahun kemudian mengukur harga
historisnya dengan menggunakan harga pasar ternyata bernilai Rp 180 juta.

10

Harga historis persediaan adalah jumlah uang tunai yang dibayarkan untuk
memperoleh persediaan tersebut atau jumlah yang dikorbankan. Ini berarti terdiri dari
jumlah yang dikorbankan secara langsung maupun tidak langsung sehingga persediaan
sampai dilokasi pembeli, dengan catatan biaya tidak langsung tadi merupakan biaya
normal dalam rangka memperoleh persediaan. The Committee on Accounting Prosedure
mengeluarkan bulletin yang mengatakan bahwa harga historis persediaan tidak termasuk
fasilitas yang menganggur, pemborosan dalam penanganan, biaya angkut yang dobel, dan
lain biaya yang tidak normal.
D. KRITIK TERHADAP AKUNTANSI KONVENSIONAL
1) Tujuan Akuntansi dan Informasi untuk Pengambilan Keputusan
Dalam akuntansi konvensional, tujuan pemberian informasi

untuk

pengambilan keputusan ekonomi ditafsirkan sebagai penyusunan informasi.


Pengambilan keputusan ekonomi perlu penafsiran yang tajam. Dalam sejarahnya,
akuntansi berperan untuk membantu para pemakai laporan, padahal pemakai laporan
lebih memerlukan informasi untuk masa depan, bukan masa lalu. Jadi para investor
bukan hanya tertarik pada nilai investasi awal, tetapi lebih tertarik pada berapa nilai
kenaikan atau penurunan investasinya sampai sekarang.
Edward and Bell (1961:17) mengatakan bahwa pengambilan keputusan
ekonomi adalah berdasarkan pergerakan harga secara individual dan hubungan
diantaranya. Data masa lalu sekedar perbandingan. Akuntansi harus mampu
menghubungkan keduanya, yaitu antara perubahan harga sekarang dan harga masa
lalu, meskipun mengandung kebenaran, tetap saja tidak mampu mendeteksi kondisi
pasar. Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan, sehingga termasuk
melakukan perencanaan operasi perusahaan masa yang akan datang dan adanya
perubahan harga.
2) Dasar Harga Historis
Akuntansi konvensional menterjemahkan tujuan pelaporan keuangan untuk
pengambilan keputusan ekonomi secara sempit, yaitu hanya mementingkan masalah
pertanggung jawaban manajemen kepada pemilik sumber dana. Walaupun tujuan ini
penting tetapi penyajian informasi keuangan sebenarnya untuk memenuhi kebutuhan
pemakai laporan keuangan, yang tidak hanya memerlukan informasi biasa historis,
namun juga mencakup informasi kenaikan dan penurunan nilai asset karena adanya
perubahan harga, aliran kas, dan informasi lain yang relevan.
Biaya historis memang banyak membantu, namun tidak cukup memuaskan
dalam penilaian untuk pengambilan keputusan ekonomi. Ketika asset dibeli, biaya
histories memang tepat, sebab menunjukan harga kini, tetapi dengan berlalunya
11

waktu, biaya histories hampir pasti tidak akan relevan lagi. Dalam kondisi terjadi
kenaikan harga, laba perusahaan akan terlalu tinggi, karena penyusutan asset yang
terlalu kecil. Masalah ini menjadi berbahaya, karena dividen dibagikan berdasarkan
laba akuntansi, begitu juga pajak.
Contoh:
Bahan baku A 15 unit @Rp500.000 digunakan seluruhnya untuk memproduksi
3 unit barang Z pada bulan februari. Pada bulan maret produk Z dijual dengan harga
@Rp2.000.000. dan terjadi kenaikan harga bahan baku A menjadi @750.000.Dengan
metode biaya historis, harga bahan baku yang diakui adalah Rp500.000 bukan harga
pasar Rp750.000
Berikut kekurangan biaya historis:
a. Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal
tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai
uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan
terjadinya biaya tersebut,
b. Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah
apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di
samping itu juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan
pasiva dalam valuta asing yang dikuasai persahaan se-hingga mengalami
kesulitan dalam perhitungan selisih kurs yang tepat,
c. Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan
mengakibatkan laba di-hitung terlalu besar,
d. Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang
didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila
diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung,
e. Perusahaan tidak akan memperahankan real-capital-nya dan ada kecenderungan
terjadinya kanibal-isme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak
perseroan dan pembangian laba yang lebih besar daripada semestinya,
f. Menyalahi mathematical principle karena berbagai himpunan yang tidak sama
dijumlahkan menjadi satu, dan
g. Di samping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen
perusahaan apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas
dasar asumsi adanya stable monetary unit.
3) Matching
Dalam akuntansi konvensional menekankan kepada apakah biaya harus
dikurangkan pada pendapatan dalam periode berjalan atau ditanggunghkan untuk
masa mendatang berdasarkan konsep matching. Namun dalam praktiknya konsep
matching sulit dilakukan, karena tidak ada cara yang konsisten untuk mencari
12

hubungan antara pendapatan dan beban dan lebih di dasarkan pada masalah rasional
dan kelayakan. Menurut Thomas, apabila konsep matching digunakan harus ada
bukti empiris yang mendukung untuk menetapkan hubungan yang tetap.
Konsekuensi dari penerapan conventional matching principle adalah membuat
laporan neraca pada bisa jadi kurang tepat, karena adanya penundaan pengakuan aset
atau kewajiban. Padahal neraca merupakan dasar utama untuk melihat posisi
keuangan perusahaan.
Contoh: dalam pembebanan penggunan aset tetap dalam operasional
perusahaan, maka untuk membebankan menggunakan metode alokasi secara
sistematis sepajang umur manfaat ekonomi aset, namun dalam penetapan estimasi
dan alokasi akan mengandung unsur subjektivitas dan tidak ada yang dapat menjamin
ketepatan umur aset dan nilai residu yang telah ditetapkan. Sehingga nilai yang
dihasilkan pada neraca bisa jadi juga kurang tepat.
4) Conceived Nations of Investor Needs
Akuntansi konvensional, dengan berfokus pada penentuan laba bersih,
menyebabkan baik distorsi maupun penyembunyian pengungkapan penting
perusahaan, tegas Whitman dan Shubik. Mereka berpendapat bahwa tujuan akuntansi
konvensional merupakan pemahaman yang buruk untuk alasan-alasan berikut:
a. Akuntan memiliki pandangan yang sederhana mengenai para investor dan apa
kebutuhan mereka.
b. Akuntan menerima pandangan fundamentalis yang kuno tentang bagaimana
perusahaan dan saham mereka seharusnya dianalisis.
Perlu dicatat bahwa ada perbedaan antara analisis pasar saham dan analisis
perusahaan. Untuk yang pertama, analisis terutama terdiri dari mencoba untuk
memastikan apa yang investor lain pikirkan. Pengikut dari perspektif ini benar-benar
memperhatikan bukan tentang fakta perusahaan tetapi tentang psikologi pasar.
Mereka tertarik pada apa yang disebut oleh Keynes "Pendapat rata-rata dari
pendapat rata-rata". Menurut Whitman dan Shubik, alasan-alasan untuk penekanan
pada psikologi investor ini, bukan pada realitas perusahaan:
1. Investor biasanya memiliki sedikit pengetahuan tentang sebuah perusahaan,
manajemen, kebijakan dan tujuan, peluang dan masalah.
2. Investor sebagai pemegang saham mengambil peran pasif karena mereka tidak
dalam posisi untuk mengubah cara penggunaan sumber daya perusahaan.
3. Investor berurusan dengan sekuritas yang mudah diperdagangkan, dan karena itu
dapat dengan mudah bergerak masuk dan keluar dari situasi.

13

4. Investor mengembangkan pandangan jangka pendek karena ekonomi investasi


pasar saham diarahkan untuk mencapai tujuan itu. Psikologi memiliki efek lebih
besar pada harga pasar dalam jangka pendek.
Untuk alasan-alasan sebelumnya, banyak investor tidak memiliki kepentingan
atau keyakinan dalam menganalisis sebuah perusahaan untuk underlying values.
Sebaliknya, mereka telah merangkul analisis pasar dengan konsentrasi pada
psikologi pasar dan efeknya dalam jangka pendek pada harga saham. Prinsip
akuntansi konvensional diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan dari jenis
investor yang tidak benar-benar peduli tentang apa yang terjadi dalam bisnis.
Akuntansi konvensional menganggap secara pasti bahwa prosedur dasar
analisis perusahaan, yang menekankan laba dan dividen, adalah pendekatan yang
tepat untuk semua perusahaan. Namun pendekatan ini terbatas karena beberapa
alasan. Banyak perusahaan memperjuangkan perlindungan pajak, dan berusaha
untuk menciptakan kekayaan dengan cara lain selain laba bersih, yang kena pajak.
Nilai-nilai ini tidak ditampilkan dalam laporan laba rugi kecuali aset yang dijual.
Meskipun analisis perusahaan fundamental berselisih dengan analisis pasar,
keduanya dihubungkan bersama-sama karena pengikut yang sebelumnya mendorong
pengikut yang terakhir/belakangan dikarenakan penekanannya pada laba dan
dividen. Pemegang saham yang percaya pada analisis pasar ingin perusahaan untuk
melaporkan laba sebesar mungkin, bahkan jika dalam hasil ini terdapat income tax
penalty, dan mereka ingin perusahaan untuk mempertahankan atau meningkatkan
dividen, bahkan jika perusahaan dapat memiliki penggunaan produktivitas yang
lebih besar untuk uang tunai, karena efek jangka pendek yang menguntungkan pada
harga saham.
Analisis fundamental sesuai terutama untuk utilitas publik yang besar dan
stabil yang menikmati sedikit atau tidak ada perlindungan pajak, dan di mana
pemegang saham cenderung menjadi tidak spekulatif dan sadar pada laba-dividen.
Posisi keuangan sangat penting dalam mengevaluasi bisnis apapun, tetapi analisis
fundamental kurang memperhatikan hal itu. Selain itu, tidak selalu benar bahwa laba
bersih dan dividen memiliki nilai-nilai positif dan bahwa kerugian dan kurangnya
dividen memiliki nilai negatif. Beberapa faktor bisa menjadi positif ataupun negatif,
tergantung pada posisi perusahaan dan tujuan investor.
14

Whitman dan Shubik berpendapat bahwa akuntansi harus menyediakan


informasi bagi investor yang cerdas dan canggih yang tertarik pada apa yang
sebenarnya terjadi dalam bisnis. Para investor ini tertarik pada underlying values.
Karena praktik akuntansi konvensional menekankan pada tingkat saat
pengembalian daripada profit jangka panjang, hal ini mendorong terjadinya
kecurangan pada pelaporan keuangan. Ada insentif untuk menghasilkan laporan
keuangan yang berisi data menyesatkan, seperti overstated revenues and assets atau
understated expenses and liabilities.
E. KESIMPULAN
Paton berpendapat bahwa akuntansi konvensional tetap memberikan suatu landasan
teori yang sangat mendasar. Harga historis merupakan gabungan dari berbagai sumber
daya yang sangat logis.
Pada dasarnya penggunaan akuntansi konvensional berbasis pada :
1. Pertanggung jawaban manajer kepada pemilik
2. Diawali dengan pengakuan pendapatan, diikuti dengan mempertemukan dengan
biaya.
3. Penggunaan penilaian dengan historis
4. Yang dicatat adalah aliran biaya, yaitu alokasi biaya dan bahwa harga historis
merupakan gabungan dari berbagai unsur yang membentuk harga historis.
Kritik terhadap akuntansi konvensional, pertama, pengambilan keputusan aekonomi
banyak penafsiran. Orang menginginkan akuntansi mampu melakukan prediksi terhadap
aliran kas masa yang akan datang, perlu informasi masa kini yang relevan. Kedua,
pernyataan bahwa harga hostoris merupakan gabungan dari harga barang dan jasa adalah
impian, karena banyaknya alokasi biaya tidak langsung yang sangat subjektif. Ketiga,
membuat suatu keputusan ekonomi berdasarkan peristiwa (biaya) yang telah twrjadi
merupakan kebijakan yang tidak mungkin, karena biaya terjadi sepanjang waktu berjalan,
sedangkan penjualan secara tiba-tiba muncul. Paling tidak sulit untuk di prediksi.

Sumber
Kam, Vernon. 1990. Accounting Theory.. Edisi 2. New York: John Wiley and Sons.
Soetedjo, Soegeng. 2009. Pembahasan Pokok Pokok Pikiran Teori Akuntansi Vernon Kam.
Surabaya: Airlangga University Press.

15

Anda mungkin juga menyukai