Anda di halaman 1dari 43

TUGAS

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


“Konsep Manusia dan Kebutuhan Dasar Manusia,
Anamnesa, dan Pemeriksaan Fisik”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

ERMA SURYANI

KRISMAWATI

SYUKRAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DEHASEN
BENGKULU 2017

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii

Konsep Manusia dan Kebutuhan Dasar Manusia.............................................................................1

a. Hakekat Manusia..................................................................................................................1
b. Manusia sebagai suatu sistem...............................................................................................1
c. Manusia sebagai makhluk adaptif........................................................................................2
d. Manusia sebagai makhluk holistik.......................................................................................2
e. Kebutuhan dasar manusia menurut Maslow.........................................................................4

Anamnesa.........................................................................................................................................6

1. Pengertian.............................................................................................................................6
2. Tujuan...................................................................................................................................6
3. Metode anamnesa.................................................................................................................6

Pemeriksaan Fisik.............................................................................................................................7

1. Tujuan...................................................................................................................................7
2. Metode..................................................................................................................................7
3. Persiapan.............................................................................................................................10
4. Keadaan/penampilan umum pasien....................................................................................11
5. Pemeriksaan Kulit, Rambut, dan Kuku..............................................................................18
6. Pemeriksaan Kepala dan Leher..........................................................................................21
7. Pemeriksaan Thorax (Dada) dan Paru................................................................................26
8. Pemeriksaan Jantung..........................................................................................................29
9. Pemeriksaan Payudara dan Mamae....................................................................................31
10. Pemeriksaan Abdomen.......................................................................................................32
11. Pemeriksaan Genetalia dan Saluran Reproduksi................................................................35
12. Pemeriksaan Rektum..........................................................................................................36
13. Pemeriksaan Ekstremitas Atas dan Bawah.........................................................................37

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................40

2
KONSEP MANUSIA
A. Hakikat manusia

Hakikat manusia merupakan falsafah keperawatan yang merupakan pandangan dasar tentang
hakikat manusia dan eksensi keperawatan yang menjadikan kerangka dasar dalam praktek
keperawatan.
Hakikat manusia meliputi :
1. Biologis : Manusia tersusun atas sistem organ tubuh yang digunakan untuk mempertahankan
hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh kembang, hingga meninggal.
2. Psikologis : manusia mempunyai struktur kepribadian, tingkah laku sebagai manifestasi
kejiwaan, dan kemampuan berfikir serta kecerdasan.
3. Sosial : Manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
4. Spiritual : Menyangkut dengan keyakinan seseorang masing-masing.

Manusia secara konseptual adalah makhluk tertinggi yang diciptakan Tuhan, yang memiliki
kelebihan dibanding makhluk lain seperti : berperasaan, mampu beradaptasi, dan sebagai
kesatuan sistem.

B. Manusia sebagai suatu sistem

Sistem adalah suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bermacam-macam elemen yang
berhubungan dan saling mempengaruhi yang dipersiapkan dengan sadar untuk mencapai tujuan.
Manusia adalah satu dari sekian banyak makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan banyak kelebihan
dari makhluk yang lain. Sebagai makhluk yang utuh manusia terdiri dari bio psiko sosio dan
spiritual.
Manusia terdiri dari satu kesatuan yang merupakan karakteristik dan berakal, memiliki sifat-
sifat yang unik yang ditimbulkan oleh berbagai macam kebudayaan. Dikatakan unik karena
manusia memiliki berbagai macam perbedaan dengan setiap manusia lain, mempunyai cara yang
berbeda dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Manusia sebagai makhluk individu, dimana
manusia berbeda dengan manusia lain dalam salah satu atau beberapa segi meliputi bio-psiko-
sosio dan spiritual.

Manusia ditinjau sebagai sistem artinya manusia terdiri dari beberpa unsur/sistem yang
membentuk suatu totalitas yakni :

 Sistem adaftif
 Sistem personal
 Sistem interpersonal
 Sistem sosial

3
C. Manusia sebagai makhluk adaptif

Adaptasi adalah proses perubahan yang menyertai individu dalam berespon terhadap
perubahan lingkungan yang mempengaruhi integritas atau keutuhan. Lingkungan adalah
seluruh kondisi/keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan organisme atau
kelompok organisme. Model konsep adaptasi pertama kali dikemukakan oleh Suster Callista
Roy (1969). Konsep ini dikembangkan dari konsep individu dan proses adaptasi seperti
diuraikan di bawah ini.
Terdapat tingkatan dan respon fisiologi untuk memudahkan adaptasi ;
o Respon takut (mekanisme bertarung)
o Respon inflamasi
o Respon stress
o Respon sensori

Asumsi dasar model adaptasi Roy adalah :

 Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terus menerus
berinteraksi dengan lingkungan.
 Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan
biopsikososial.
 Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk
beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan
baik pasitif maupun negatif.
 Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, jika
seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan
untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif.
 Sehat dan sakit merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan
manusia.

D. Manusia sebagai makhluk holistik (bio-psiko-sosial-spiritual)

Manusia sebagai makhluk holistik mengandung pengertian; manusia makhluk yang terdiri
dari unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual, atau sering disebut juga sebagai makhluk
biopsikososialspiritual. Dimana keempat unsur ini tidak dapat terpisahkan, gangguan
terhadap salah satu aspek merupakan ancaman terhadap aspek atau unsur lain.

a. Manusia sebagai makhluk biologis


Manusia adalah makhluk hidup yang lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan. Sebagai makhluk biologi manusia memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
 Manusia merupakan susunan sel-sel yang hidup yang membentuk satu jaringan dan
jaringan akan bersatu membentuk organ dan sistem organ.

4
 Dalam pertumbuhan dan perkembangannya manusia dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor meliputi :
- Faktor lingkungan; meliputi ideologi, politik, ekonomi, budaya, agama.
- Faktor sosial; sosialisasi dengan orang lain.
- Faktor fisik; geografis, iklim/cuaca.
- Faktor fisiologis; sistem tubuh manusia
- Faktor psikodinamik ; kepribadian, konsep diri, cita-cita.
- Spiritual ; pandangan. Motivasi, nilai-nilai
 Tunduk terhadap hukum alam
 Memiliki kebutuhan
b. Manusia sebagai makhluk psikologis
Disebabkan karena setiap individu :
1. Memiliki struktur kepribadian yang terdiri dari Id (aspek bio), Ego (aspek
psikologi), dan Super ego (aspek sosial)
2. Dipengaruhi perasaan dan kata hati
3. Memiliki daya pikir dan kecerdasan
4. Memiliki kebutuhan psikologis agar pribadi dapat berkembang
5. Kebutuhan psikologis terdiri dari pengurangan ketegangan, kemesraan dan cinta,
kepuasan alturistik, kehormatan dan kepuasan ego.
6. Memiliki kepribadian yang unik

c. Manusia sebagai makhluk sosial

Manusia membutuhkan manusia lain didalam menjalani kehidupannya. Ciri-ciri


makhluk sosial adalah :

1. Sebagai makhluk yang tidak dapat lepas dari orang lain. Manusia memiliki cipta
(kemampuan untuk melakukan sesuatu), rasa (Perasaan), dan karsa (tujuan).
2. Manusia hidup dalam kelompoknya (keluarga, masyarakat), manusia suci bagi
manusia lain (Homosacra Res Homonim), dan engkau adalah aku (Tat Twan Asi).
3. Manusia selalu bersosialisasi, berhubungan, menyesuaikan diri, saling mencintai,
menghormati, dan saling menghargai manusia lain dari masa kanak-kanak sampai
dengan meninggal dunia.

d. Manusia sebagai makhluk spiritual

Disebabkan karena :

 Setiap individu memiliki keyakian sendiri tentang adanya Tuhan


 Setiap individu memiliki pandangan hidup, dan dorongan sejalan dengan keyakinan.

5
E. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Maslow

Kebutuhan dasar manusia ialah unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis dan psikologis untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan.

Menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki Kebutuhan menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar :

1. Kebutuhan Fisiologis
Umumnya kebutuhan biologis bersifat neostatis (usaha menjaga keseimbangan unsur-unsur
fisik) seperti : Makan, minum, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis
sangat kuat, dalam keadaan absolute ( kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain
ditinggalkan dan orang mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.
Contoh : Sandang/pakaian, pangan/makanan, papan/rumah, dan kebutuhan biologis seperti
buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.

2. Kebutuhan Keamanan (safety)


Sesudah kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan keamanan,
stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas kebebasan dari rasa takut dan cemas.
Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan mempertahankan
kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah mempertahankan hidup jangka pendek, sedang
keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang.
Contoh : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror,
dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Belonging & Love)
6
Antara lain memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga,
memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial, dan sebagainya.

4. Kebutuhan Harga Diri


Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa
percaya diri, dan kemerdekaan diri. Selain itu, setiap orang juga memerlukan pengakuan dari
orang lain.

5. Kebutuhan Aktualisasi Diri


Kebutuhan tertinggi dalam Hierarki Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada
orang lain/lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya dalam suatu kelompok besar
yang dapat disebut komunitas. Komponennya dapat terdiri dari komunitas tersebut, pengikut
dan atau jajaran yang terbentuk dibawahnya serta anggota komunitas.

7
ANAMNESA
1. Pengertian

Anamnesa/ anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga pasien


dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk memperoleh keterangan-
keterangan tentang keluhan dan penyakit yang diderita pasien.

2. Tujuan Anamnesa

Tujuan anamnesa adalah :

a. Mendapat data atau informasi tentang keluhan yang sedang dialami atau diderita oleh
pasien. Anamnesa yang tepat dapat membantu penegakan assesment dan diagnosa.
b. Membangun komunikasi yang baik antara seorang petugas medis dengan pasiennya.
Anamnesa yang tepat dapat membuka hubungan dan kerja sama yang baik yang
bermanfaat untuk pemeriksaan selanjutnya.

3. Metode Anamnesa

Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Auto-anamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena pasien


dianggap mampu tanya jawab.
2. Allo-anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau dilakukan
wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang mengetahui tentang pasien.
Allo-anamnesa dilakukan karena ;
 Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan pendapat
terhadap apa yang dirasakan)
 Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
 Pasien tidak dapat berkomunikasi
 Pasien dalam keadaan gangguan jiwa

8
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk mementukan adanya kelainan-


kelainan dari suatu sistem atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi), dan mendengarkan (auskultasi). (Raylene M Rospond,2009; Terj
D. Lyrawati,2009).

Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik dengan memakai
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk mendeteksi masalah kesehatan
klien. Untuk pemeriksaan fisik perawat menggunakan tekhnik inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi (Craven & Hirnle, 2000; Potter& Perry, 1997; Kozier et al.,1995).

Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari
riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien.
Misalnya, klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, maka perawat mengkaji apakah
gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.

1. TUJUAN PEMERIKSAAN FISIK

Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan :

a. Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien


b. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam riwayat
keperawatan
c. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
d. Untuk mebuat penilaian klinis tentang perubahan statut kesehatan klien dan
penatalaksanaannya.

2. METODE PEMERIKSAAN FISIK

Metode pemeriksaan fisik ada lima, yaitu :

1. Inspeksi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien
atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat kondisi klien dengan
menggunakan ‘sense of sign’ baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu).
Inspeksi adalah kegiatan aktif, proses ketika perawat harus mengetahui apa yang dilihatnya
dan dimana lokasinya. Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk,
posisi, ukuran, dan lainnya dari tubuh pasien.
9
Pemeriksaan menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara
seksama,persistem, dan tidak terburu buru sejak pertama bertemu dengan cara memperoleh
riwayat pasien dan terutama sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga
menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas,
dan lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau dari
pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan informasi yang
diterima oleh semua indera tersebut yang akan membantu dalam membuat keputusan
diagnosis atau terapi.

Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
 Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri
pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk
pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
 Bandingkan dengan tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas. Contoh :
mata kuning (ikterus), terdapat strauma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
 Catat hasilnya

2. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan pasien dengan menggunakan ‘sense of touch’ . palpasi
adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian
tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang
sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunkan
untuk mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk, konsistensi
dan ukuran.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jarigan/organ tubuh. Tekhnik palpasi dibagi menjadi dua :
a. Palpasi ringan
Caranya : ujung-ujung jari pada satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan
diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah perlahan lahan sampai ada
hasil.
b. Palpasi dalam (bimanual)
Caranya : untuk merasakan isi abdomen, dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk
merasakan bagian yang dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan
posisi rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada jari-jari pertama.

Cara pemeriksaan :

 Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri


 Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi yang nyaman
 Kuku jari-jari pemeriksaan harus pendek, tangan hangat dan kering
 Minta pasien untuk menarik nafas dalam agar meningkatkan relaksasi otot
 Lakukan palpasi dengan sentuhan perlahn-lahan dengan tekanan ringan
 Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
10
 Lakukan palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang
 Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah
 Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak
dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut ukurannya dan ada/tidaknya
getaran/trill, serta rasa nyeri raba/tekan.
 Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat

3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
getaran/gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh.
Perjalanan getaran/gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat
bunyi disebut dengan Resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi,
ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur dibawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin
banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/gas paling resonan.

Cara pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian yang akan diperiksa
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks
 Minta pasien untuk menarik nafas dalam agar meningkatkan relaksasi otot
 Kuku jari-jari pemeriksa harus pnedek, tangan hangat dan kering
 Lakukan perkusi secara seksama dan sistematis yaitu dengan :
- Metode langsung yaitu mengetokkan jari tangan langsung menggunakan 1 atau 2
ujung jari
- Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : jari tengah tangan kiri
diletakkan dengan lembut diatas permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tanagn
kanan, untuk mengetuk persendian, pukulan harus cepat dengan lengan tidak
bergerak dan pergelangan tangan rileks, berikan tenaga pukulan yang sama pada
setiap area tubuh
 Bandingkan atau perhatikan bunti yang dihasilkan oleh perkusi.
- Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan
kualitas seperti drum (lambung).
- Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama,
kualitas bergema (paru normal).
- Bunyi hipersonar mempunyai intensitas sangat keras, waktu lebih lama, kualitas
ledakan (empisema paru).
- Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu
agak lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-
hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
11
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :

a) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.


b) Durasi yaitu lama bunyi terdengar.
c) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/lemahnya suara
d) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

Suara tidak normal yang dapat di auskultasi pada nafas adalah :

 Rales : Suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernafasan
mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneuminia,
TBC.
 Ronchi : Nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi maupun saat
ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema
paru.
 Wheezing : Bunyi yang terdengar “ngiii...k”. Bisa kita jumpai pada fase inspirasi
maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
 Pleura Friction Rub : Bunyi yang terdengar “kering” seperti suara gosokan amplas pada
kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan pleura.

Cara pemeriksaan :

 Posisi pasien dapat tidur, duduk, atau berdiri tergantung bagian yang diperiksa dan
bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
 Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi yang nyaman
 Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang
dan telinga
 Pasanglah ujung stetoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah
 Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menemelkan pada telapak tangan
pemeriksa
 Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa
 Pergunakan bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekana ringan
yaitu pda bunyi jantung dan vaskuler, dan gunakan diagfragma untuk bunyi bernada
tinggi seperti bunyi usus dan paru.

3. PERSIAPAN DALAM PEMERIKSAAN FISIK

a. Alat
Meteran, timbangan BB, Penlight, Stetoskop, Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer,
Arloji/stopwatch, refleks Hammer, otoskop, Handscoon bersih (jika perlu), tissue, buku
catatan perawat. Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan diperiksa.
b. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan. Misalnya menutup
pintu/jendela atau skerem untuk menjaga privacy klien.
12
c. Klien (fisik dan fisiologis)
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien untuk rileks.

4. SISTEMATIKA UMUM PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan / penampilan umum
Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum akibat penyakit atau keadaan
yang dirasakan pasien. Dilihat secara langsung oleh pemeriksa dan dilakukan penilaian.
Yang dapat dilakukan saat kontak pertama, saat wawancra atau selama melakukan
pemeriksaan yang lain.
Hal-hal yang perlu dikaji dan dicatat :
1. Penampilan umum : tegak/baik, lemah, sakit akut/kronis
2. Tanda distress : merintih, berkeringat, gemetar
3. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus
4. Tinggi dan bentuk tubuh : tinnggi/pendek, berotot
5. Perkembangan seksual : rambut majah, suara, payudara
6. BB/TB pengukuran dan penampilan : kurus, gemuk, tinggi, pendek
7. Postur dan gaua berjalan : ataksia, pincang, paralysis
8. Cara berpakaian, berhias, dan kebersihan : rapi dan bersih
9. Bau badan dan nafas : alkohol, DM, uremia (keton)
10. Ekspresi wajah : tegang, rileks, takut, cemas
11. Bicara : lambat, serak, cepat

B. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital merupakan parameter tubuh yang terdiri dari tekanan darah, denyut nadi,
laju pernafasan, dan suhu tubuh. Disebut tanda vital karena penting untuk menilai fungsi
fisiologis organ vital tubuh.
1. Tekanan darah
Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tahanan
pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah, dan kelenturan dindng
arteri. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada interpretasi hasil yaitu :
- Lingkungan : Suasana bising, kurangnya privasi, suhu ruangan terlalu panas
- Peralatan : Kalibrasi, tipe manomenter dan stetoskop, ukuran cuff (manset)
- Pasien : Obat, status emosianal, irama jantung, merokok, kopi, obesitas,
olahraga
- Tekhnik pemeriksaan : Penempatan cuff, posisi lengan, kecepatan
pengembangan dan pengempisan cuff, pakaian terlalu tebal, kesalahan
membaca sphignomanometer.

Parameter yang diukur pada pemeriksaan tekanan darah yaitu tekanan maksimal pada
dinding arteri selama kontraksi ventrikel kiri, tekanan diastolik yaitu tekanan minimal
selama relaksasi, dan tekanan nadi yaitu selisih antara tekanan sistolik dan diastolik
(penting untuk menilai derajat syok).

13
Komponen suara jantung disebut suara korotkoff yang berasal dari suara vibrasi saat
manset dikempiskan. Suara korotkoff sendiri terbagi menjadi lima fase :

1) Fase I : Saat bunyi terdengar, dimana dua suara terdengar pada waktu
bersamaan, disebut sebagai tekanan sistolik
2) Fase II : Bunyi berdesir akibat aliran darah meningkat, intensitas lebih tinggi
dari fase I
3) Fase III : Bunyi ketukan konstan tapi suara berdesir hilang, lebih lemah dari
fae I
4) Fase IV : Ditandai bunyi yang tiba-tiba, meredup atau melemah dan meniup
5) Fase IV : Bunyi tidak terdengar sama sekali, disebut sebagai tekanan diastolik

Interpretasi hasil pengukuran tekanan darah berdasarkan Joint National Committee


VII adalah sebagai berikut :

Klasifikasi Tekanan sistolik Tekanan diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal <120 < 80
Pre hipertensi 120 – 139 80 – 89
Stadium I 140 – 159 90 – 99
Staduum II ≥ 160 ≥100

2. Denyut nadi

Denyut nadi adalah gelombang darah yang dapat dirasakan karena dipompa kedalam
arteri oleh kontraksi ventrikel kiri jantung. Denyut nadi diatur oelh sistem saraf
otonom.

Lokasi untuk merasakan denyut nadi adalah :

 Karotid : di bagian medial leher, dibawah angulus mandibularis, hindari


pemeriksaan dua sisi sekaligus pada waktu bersamaan
 Brakial : diatas siku dan medial dan tendon bisep
 Radial : dibagian distral dan ventral dari pergelangan tangan
 Femoral : disebelah inferomedial ligamentum inguinalis
 Popliteal : dibelakang lutut, sedikit ke lateral dari garis tengah
 Tibia posterior : dibelakang dan sedikit ke arah inferior dan maleolua
medialis
 Pedis dorsalis : lateral dari tendon m. Extensor hallucis longus

Hal-hal yang dinilai saat pemeriksaan denyut nadi adalah :

1) Kecepatan
a. Bradikardia : denyut jantung lambat (< 60x/menit), didapatkan pada
atlet yang sedang istirahat, tekanan intrakranial meningkat, peningkatan
14
tanus vagus, hipotiroidisme, hipotermia, dan efek samping beberapa
obat.
b. Takikardia : denyut jantung cepat (>100x/menit), biasa terjadi pada
pasien dengan demam, feokromositoma, heart failure, syok
hipovolemik, aritmia kordis, pecandu kopi dan perokok.
c. Normal : 60 – 100x/menit pada dewasa
2) Irama
a. Reguler
b. Regulary irreguler :dijumpai pola dalam iregularitasnya
c. Irregulary irreguler : tidak dijumpai pola dalam irregularitasnya,
terdapat pada fibrilasi atrium
3) Volume nadi
a. Volume nadi kecil : tahanan terlalu besar terhadap aliran darah, darah
yang dipompa jantung terlalu sedikit (pada efusi perikardi, stenosis
katup mitral, payah jantung, dehidrasi, syok hemoragik)
b. Volume nadi yang berkurang secara lokal : peningkatan tahanan
setempat
c. Volume nadi besar : volume darah yang dipompakan terlalu banyak,
tahanan terlalu rendah (pada bradikardia, anemia, hamil,
hipertiroidisme)
3. Pernafasan
Proses fisiologis yang berperan pada proses pernafasam adalah : ventilasi pulmoner,
respirasi eksternal dan internal. Laju pernafasan meningkat pada keadaan stress,
kelainan metabolik, penyakit jantung paru, dan pada peningkatan suhu tubuh.
Pernafasan yang normal bila kecepatannya 14 – 20 x/menit pada dewasa, dan sampai
44x/menit pada bayi.
Kecepatan dan irama pernafasan serta usaha bernafas perlu diperiksa untuk menilai
adanya kelainan :
1) Kecepatan
a. Takipnea : pernafasan cepat dan dangkal
b. Bradipnea : pernafasan lambat
c. Hiperpnea/hiperventilasi : pernafasan dalam dan cepat (kussmaul)
d. Hipoventilasi : bradipnea disertai pernafasan dangkal
2) Irama
a. Reguler
b. Pernafasan cheyne-stoke : periode apnea diselingi hiperpnea
c. Pernafasan Biot’s (ataksia) : periode apnea yang tiba-tiba diselingi
periode pernafasan konstan dan dalam
3) Usaha berbafas
Adalah kontraksi otot-otot tambahan saat bernafas misalnya otot
interkostalis. Bila ada kontraksi otot-otot tersebut menunjukkan adanya
penurunan daya kembang paru.
15
4. Suhu
Suhu tubuh mencerminkan keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran
panas. Pusat pengaturan suhu terdapat di hipotalamus yang menentukan suhu tertentu
dan bila suhu tubuh melebihi suhu yang ditentukan hipotalamus tersebut, maka
pengeluaran panas meningkat dan sebaiknya bila suhu tubuh lebih rendah. Suhu
tubuh dipengaruhi oleh irama sirkadian, usia, jenis kelamin, stress, suhu ligkungan,
hormon, dan olahraga.
Suhu normal berkisar antara 36,5 ⁰C - 37,5⁰C. Lokasi pengukuran suhu tubuh adalah
oral (dibawah lidah), aksila, dan rektal. Pada pemeriksaan suhu per rektal tingkat
kesalahan lebih kecil daripada oral atau aksila. Peninggian semua terjadi setelah 15
menit, saat beraktifitas, merokok, dan minum minuman hangat, sedangkan
pembacaaan semu rendah terjadi bila pasien bernafas melalui mulut dan minum
minuman dingin.

ALAT DAN BAHAN

1. Alat dan bahan untuk pemeriksaan tekanan darah


a. Stetoskop
b. Spighmomanometer : terdiri dari kantong yang dapat digembungkan dan terbungkus
dalam manset yang tidak dapat mengembang, pompa karet berbentuk bulat,
manometer tempat tekanan darah dibaca, dan lubang pengeluaran. Lebar manset harus
sesuai dengan ukuran lengan pasien karena dapat menyebabkan hasil pengukuran
tidak akurat. Ada dua ukuran yaitu dewasa dan anak-anak.
Ada 2 jenis manometer yaitu manometer grafitasi air raksa terdiri atas satu tabung
kaca yang dihubungkan dengan reserfoir yang berisi air raksa dan manometer aneroid
yang memiliki embusan logam dan menerima tekanan dari manset

2. Alat dan bahan untuk memeriksa denyut nadi


Jam tangan/stopwatch

3. Alat dan bahan untuk pemeriksaan pernafasan


a. Jam tangan/stopwatch
b. Stetoskop

4. Alat dan bahan untuk pemeriksaan suhu


a. termometer
c. Tissu
d. Air bersih
e. Air sabun
f. Vaseline

16
PROSEDUR TINDAKAN ATAU PELAKSANAAN

1. Pemeriksaan tekanan darah


a. Pasien istirahat 5 menit sebelum diukur
b. Memberitahu posisi pasien
c. Posisi lengan setinggi jantung
d. Menyingsingkan lengan baju keatas
e. Menentukan ukuran manset yang sesuai dengan diameter dengan pasien
f. Memasang manset kira-kira 1 inchi (2,5 cm) dari siku
g. Menanyakan hasil pemeriksaan tekanan darah pasien sebelumnya
h. Mengatur tensimeter agar siap pakai (untuk tensimeter air raksa) yaitu
menghubungkan pipa tensimeter dengan pipa manset, menutup skrup balon manset,
membuka kunci reserfoir.
i. Meraba arteri brachialis
j. Meletakkan diagfragma stetoskop diatas tempat denyut nadi tanpa menekan
k. Memompa sampai kira-kira 30 mmHg diatas hasil pemeriksaan sebelumnya
l. Kempiskan perlahan
m. Mencatat bunyi korot koff IV
n. Melonggarkan pompa segera setelah bunyi terakhir menghilang
o. Tunggu 1 – 2menit sebelum mengulangi pemeriksaan
p. Jika mencurigai adanya hipotensi ortostatik , lakukan pemeriksaan dalam keadaan
berdiri dan tidur lertentang
q. Melepas manset
r. Mengembalikan posisi pasien senyaman mungkin

2. Pemeriksaan denyut nadi


a. Mengatur posisi pasien nyaman dan rileks
b. Menekan kulit dekat arteri radialis dengan 3 jari dan meraba denyut nadi
c. Menekan arteri radialis dengan kuat, dengan jari-jari selam ± 60 detik, jika tidak
teraba denyutan, jari-jari digeser ke kanan dan kiri sampai ketemu
d. Langkah-langkah pemeriksaan ini juga dilakukan pada tempat pemeriksaan denyut
nadi lainnya

3. Pemeriksaan pernafasan
a. Menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien bila hanya khusus menilai
pernafasan
b. Membuka baju pasien bila perlu untuk mengamati gerakan inspirasi dan menilai
kesimetrisan gerakan (tirai harus ditutup dahulu)
c. Melektakkan tangan pada dada dan mengobservasi inspirasi dan ekspirasi serta
kesimetrisan gerakan
d. Menentukan irama

17
e. Menetukan pernafasan dalam 60 detik. Bila pernafasan teratur cukup 30 detik lalu
dikalikan dua
f. Mendengarkan bunyi pernafasan kemungkinan adanya bunyi abnormal
g. Tutup kembali baju pasien dan beritahu bahwa pemeriksaan sudah selesai

4. Pemeriksaaan suhu
a. Pengukuran di aksila :
- Memberitahu pasien
- Mencuci tangan
- Mengamati angka yang ditunjuk air raksa dengan benar
- Menurunkan air raksa bila perlu
- Mengatur posisi pasien
- Meletakkan thermometer di ketiak dengan posisi tepat
- Menunggu sekitar 5 menit
- Mengambil thermometer, mengelap dengan gerak berputar dari bagian yang
bersih
- Merapikan kembali baju pasien
- Membaca hasil pengukuran dengan segera
- Mencuci thermometer dengan laruta sabun dan membilas dengan bersih
- Keringkan thermometer
- Mengembalikan air raksa dan meletakkan kembali di tempat semula
- Cuci tangan
b. Pengukuran Oral :
- Memberitahu pasien
- Mencuci tangan
- Mengamati angka yang ditunjuk air raksa dengan benar
- Menurunkan air raksa bila perlu
- Memberitahu pasien agar membuka mulut dan mengangkat lidah sedikit
- Memasukkan thermometer pelan-pelan sampai bagian ujung tempat raksa
(merkuri chamber) masuk di bawah lidah
- Memberitahu pasien agar menutup mulut dan jangan menggigit
- Menunggu selam 5 menit
- Mengambil thermometer sambil memberitahu pasien untuk membuka mulut
- Mengelap thermometer
- Membaca hasil pengukuran
- Mencuci thermometer dengan air sabun
- Membilas dengan air bersih
- Menurunkan air raksa dan mengembalikan ke tempat semula
- Mencuci tangan
c. Pengukuran di rektal :
- Memberitahu pasein
- Mencuci tangan
18
- Mengamati angka yang ditunjuk air raksa dan menurunkan bila perlu
- Mengatur posisi pasien
- Melumasi ujung tempat raksa dengan vaseline sesuai kebutuhan
- Membuka bagian rektal pasien
- Meraba spinkter dengan ujung tempat raksa dengan hati-hati ke rektum
- Memasang thermometer selama 5 menit
- Mengambil thermometer dari anus
- Mengelap thermometer secara perlahan
- Membersihkan rektum dengan kertas tissu
- Menolong pasien kembali ke posisi semula
- Membaca hasil pengukuran
- Mencuci thermometer dengan larutan sabun, membilas dengan air bersih, dan
mengeringkannya
- Menurunkan air raksa dan mengembalikan ketempat semula
- Mencuci tangan

C. Pengukuran Tinggi badan dan Berat badan


1. Pengukuran tinggi badan
Untuk melihat pertumbuhan, dapat dilakukan dengan penimbangan berat badan atau
pengukuran tinggi badan. Mengukur tinggi atau panjang badan yang dinytakan dalam
sentimeter dengan menggunakan mikrotois.
Prosedur :
- Tinggi badan diukur dalam posisi berdiri tegak, tanpa alas kaki, kaki dirapatkan,
dan punggung bersandar pada dinding
- Letakkan benda padat dan lurus diatas kepala pasien secara horizontal
- Catat angka pada midiline (meteran) yang ditunjukkan oleh benda padat tersebut
dalam satuan sentimeter (cm)

2. Pengukuran berat badan


Mengukur berat/massa badan yang dinyatakan dalam kilogram dengan menggunakan
timbangan berat badan. Berat badan merupakan indikator sederhana yang digunakan di
lapangan maupun puskesmas untuk menentukan status gizi seseorang.
Prosedur :
- Pastikan jarum penunjuk pada timbangan menunjuk angka nol
- Minta pasien melepas alas kaki dan berdiri di atas timbangan
- Baca angka yang ditunjukkan jarum penunjuk pada timbangan
- Catat hasil pengukuran di buku catatan dalam satuan kilogram (kg)

19
5. PEMERIKSAAN KULIT, RAMBUT, DAN KUKU

I. KULIT

Kulit atau sistem integumen adalah sistem organ yang bisa dengan mudah dilakukan
pemeriksaan. Kulit memberikan perlindungan antara individu dengan lingkungan eksternal, yaitu
:

- Kulit akan bereaksi terhadap perubahan lingkungan eksternal.


- Kulit juga mencerminkan adanya perubahan yang terjadi dalam tubuh.
- Pemeriksaan yang seksama pada kulit akan mendapatkan informasi tentang status
kesehatan umum klien, pemeriksaan kulit juga akan memberikan informasi spesifik yang
dibutuhkan untuk mengidentifikasi penyakit sistemik atau masalah pada kulit.

Fungsi kulit :

- Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit


- Melindungi tubuh dari agen luar penyebab injuri dan infeksi yang masuk kedalam tubuh
- Menjaga regulasi temperatur dan tekanan darah
- Organ perasa dari sentuhan, tekanan, suhu, dan nyeri
- Memelihara integritas permukaan tubuh dengan penggantian sel berkelanjutan dan
meningkatkan regenerasi untuk penyembuhan luka
- Memelihara fungsi perlindungan kulit oleh ekrin dan kelenjar sebasae untuk melindungi
mikroorganisme dan jamur
- Membantu memproduksi vitamin D
- Memperlambat reaksi hipersensitivitas substansi asing
- Mengindikasi emosi melalui perubahan kulit

PEMERIKSAAN

a. Anamnesa
1. Riwayat kesehatan
2. Pemeriksaan fisik
Peralatan :
- Penggaris/meteran untuk mengukur luas luka
- Flashlight/lampu senter untuk menerangi luka
- Suryakanta/kaca pembesar untuk membantu dalam pemeriksaan luka
- Sarung tangan disposible untuk melindungi pemeriksa ketika melakukan
pemeriksaan luka

b. Inspeksi
1. Warna kulit
Normal : Nampak lembab, Kemerahan

20
Abnormal :
- Cyanosis : Warna kebiru=biruan, mungkin terlihat dibawah kuku, bibir, dan
mukosa mulut. Terjadi karena penurunan ikatan oksihemoglobin, dan atau
penurunan oksigenasi darah. Dapat disebabkan oleh penyakit paru, penyakit
jantung, abnormalitas hemoglobin, dan atau udara dingin.
- Jaundice : Warna kuning atau kehijauan. Terjadi ketika bilirubin jaringan
meningkat dan dapat pertama kali terlihat di sklera kemudian membran
mukosa dan kulit.
- Pallor (Pucat) : Penurunan warna kulit. Terjadi karena penurunan aliran
darah ke pembuluh darah superfisial atau penurunan jumlah hemoglobin
dalam darah. Pucat mungkin terjadi di muka, palpebra konjungtiva, mulut,
dan dibawah kuku.
- Erytema : Warna kemerahan di kulit. Mungkin terjadi secara general
maupun lokal. Erytema general disebabkan karena demam, erytema lokak
atau terbakar matahari.

2. Tekstur kulit
Normal : Tegang dan elastis ( dewasa ), lembek dan kurang elastis ( orang tua )
Abnormal : menurun  dehidrasi, nampak tegang  odema, peradangan
3. Kelainan / lesi kulit
Normal : Tidak terdapat
Abnormal : Terdapat lesi kulit, tentukan :
- Bentuk Lesi
 Lesi Primer : bulla, macula, papula, plaque, nodula, pigmentasi,
hypopigmentasi, pustula
 Lesi Sekunder : Tumor, crusta, fissura, erosi, vesikel, eskoriasi,
lichenifikasi, scar, ulceratif.
- Distribusi dan konfigurasinya.
General, Unilateral, Soliter, Bergerombol
c. Palpasi
1. Tekstur dan konsistensinya
Normal : halus dan elastis
Abnormal : kasar, elastisitas menurun, elastisitas meningkat ( tegang )
2. Suhu
Normal : hangat
Abnormal : dingin ( kekurangan oksigen/sirkulasi ), suhu meningkat ( infeksi )
3. Turgor kulit
Normal : baik

21
Abnormal : menurun / jelek  orang tua, dehidrasi
4. Adanya hyponestesia/anestesia
5. Adanya nyeri
Pemeriksaan Khusus
 Akral

Ispeksi dan palpasi jari-jari tangan, catat warna dan suhu .


Normal : tidak pucat, hangat

Abnormal : pucat, dingin  kekurangan oksigen

 CR ( capilari Refiil )

Tekan Ujung jari berarapa detik, kemudian lepas, catat perubahan warna
Normal : warna berubah merah lagi < 3 detik

Abnormal : > 3 detik  gangguan sirkulasi.

 Odema

Tekan beberapa saat kulit tungkai, perut, dahi amati adanya lekukan ( pitting )
Normal : tidak ada pitting

Abnormal : terdapat pitting ( non pitting pada beri-beri )

II. RAMBUT TUBUH


 Inspeksi dan palpasi : catat distribusi, kualitas, kuantitas
 Distribusi : normal : kulit kepala, muka bagian bawah, hidung, leher, aksila, dada
anterior, punggung, bahu, lengan, kaki.
 Kualitas :
Hirsutisme : peningkatan pertumbuhn rambut
Alopecia : rambur ronyok, botak
 Kuantitas :
- Tekstur : kasar, halus, lurus, keriting, sangat kusut, kuat, berkilauan,
mudah rintik
- Warna. Bervariasi mulai dari putih bercahaya sampai hitam. Perubahan
warna di pengaruhi oleh usia, nutrisi, penyakit, dll.

III. KUKU
 Inspeksi dan palpasi
 Bentuk. Anonyhia : tidak mempunyai kuku sama sekali
 Kelengkungan. Normal : datar atau sedikit lengkung. Clubbing
22
 Adhesi. Normal : kuat tidak mudah dicabut
 Permukaan kuku. Normal : lembut dan datar
 Warna. Normal : pink
 Ketebalan

Abnormal :

 Jari tabuh ( clumbing Finger )  penykait jantung kronik


 Puti tebal  jamuR

6. PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER

I. KEPALA

Cara Kerja :

1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri


2. Bila pakai kaca mata dilepas
3. Lakukan inspeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang kepala
4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.

MATA

A. Bola mata
Cara Kerja :

1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus, strabismus.


2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan nistagmus.
3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah untuk
mengetahui fungsi otot gerak mata.

B. Kelopak Mata
1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion, alismata rontok,
lesi, xantelasma.
2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak mata

C. Konjungtiva, sclera dan kornea


1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan
2. Tekan di bawah kelopak mata kebawah, amati konjungtiva dan catat adanya kelainan :
anemia / pucat ( normal : tidak anemis )
23
3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi / benjolan (
normal : putih )
4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam transparan
dan jernih )

D. Pemeriksaan pupil
1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial
3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun, bandingkan kanan
dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm

Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis

E. Pemeriksaan tekanan bola mata


Tanpa alat :

Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat adanya
ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.

Dengan alat :

Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )

F. Pemeriksaan tajam penglihatan


1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, beritahu pasien untuk menebak huruf yang
ditunjuk perawat.
3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu mata ( atau
dengan alat penutup ).
4. Kemudian minta pasien untuk menebak huruf mulai dari atas sampai bawah.
5. Tentukan tajam penglihatan pasien

G. Pemeriksaan lapang pandang


1. Perawat berdiri di depan pasien
2. Bagian yang tidak diperiksa ditutup
3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )
4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan
5. Jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari

TELINGA

a. Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani


1. Atur posisi pasien duduk

24
2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk, adanya lesi
atau bejolan.
3. Tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya : lesi,
cerumen, dan cairan yang keluar.
4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.catat adanya nyeri
telinga.
5. Masukkan spekulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang telinga dan
catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda radang.
6. Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan keutuhannya. (
normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar dan utuh )
7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.

b. Pemeriksaan fungsi pendengaran


Tujuan :

Menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli persepsi atau
konduksi.

Tehnik pemeriksaan :

1. Voice Test ( tes bisik )

Cara Kerja :

 Dengan suara bilangan


1. Perawat di belakang pasien dengan jarak 4-6 meter
2. Bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup
3. Bisikkan suatu bilangan ( tujuh enan )
4. Beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut
5. Bandingkan dengan telinga kiri dan kanan

 Dengan suara detik arloji


1. Pegang arloji disamping telinga pasien
2. Beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak
3. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar ( normal : masih terdengar
pada jarak 30 cm )
4. Lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan

2. Test garputala

 Rinne test
1. Perawat duduk di sebelah sisi pasien
2. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan dua jari tangan
3. Letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien agar
memberitahu bila tidak merasakan getaran.
25
4. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala pada lubang
telinga, dan anjurkan penderita agar memberitahu mendengar suara getaran atau
tidak. Normalnya : pasien masih mendengar saat ujung garputala didekatkan
pada lubang telinga.
 Weber test
1. getarkan garputala
2. Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien
3. Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras ( lateralisasi
kana/kiri). Normalnya getaran didengar sama antara kanan dan kiri.

 Scwabach Test
1. Getarkan garputala
2. Letakkan ujung jari garputala pada lubang telinga pasien
3. Kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan pemeriksa.

3. Test Audiometri

 Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan


a. Test Romberg
b. Test Fistula
c. Test Kalori

HIDUNG DAN SINUS

1. Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus


a. Pemeriksa duduk di hadapan pasien
b. Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjolan, tanda radang,
dan bentuk khusus hidung.
c. Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri
d. Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris ) catat : adanya
nyeri tekan

2. Inspeksi hidung bagian dalam


a. Pemeriksa duduk dihadapan pasien
b. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari
c. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung,
keadaan septum nasi.
d. Masukkan spekulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat : benjolan, tanda
radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.

3. Pemeriksaan potensi hidung


a. Duduklah dihadapan pasien
b. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk menghembuskan napas lewat
hidung.
c. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan, dan bandingkan
kanan dan kiri.

26
4. Pemeriksaan fungsi penciuman
a. Mata pasien dipejamkan
b. Salah satu lubang hidung ditekan
c. Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan minta pasien
untuk menebaknya
d. Lakukan pada ke dua sisi.

MULUT DAN TONSIL

1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa


2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing
3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa
4. Amati gigi, catat : kebersihan gigi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.
5. Minta pasien menjulurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.
6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruf “ A “, amati uvula,
catat : kesimetrisan dan tanda radang.
7. Amati tonsil tanpa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda radang tonsil.

LEHER

1. Kelenjar Tyroid
Inspeksi :

Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan

Palpasi :

Pasien duduk dan pemeriksa di belakang, jari tengah dan telunjuk ke dua tangan
ditempatkan pada ke dua istmus, raba disepanjang trachea mulai dari tulang krokoid dan
kesamping, catat : adanya benjolan ; konsistensi, bentuk, ukuran.

Auskultasi :

Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising ( normal : tidak terdapat )

2. Trakhea
Inspeksi :

Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian bawah trachea, raba
ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan, tanda oliver ( pada saat denyut
jantung, trachea tertarik ke bawah ),

Normalnya : simetris ditengah.

3. JVP ( tekanan vena jugularis )

27
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut vena jugularis,
beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi denyut vena. Normalnya : saat
duduk setinggi manubrium sternum.

Atau

Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol ( titik setinggi manubrium s. )
dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut vena, ukur tinggi denyut vena
dengan penggaris.

Normalnya : tidak lebih dari 4 cm.

4. Bising Arteri Karotis


Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke samping ), Letakkan sisi bell
stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya bising. Normalnya : tidak ada bising.

7.PEMERIKSAAN THORAX (DADA) DAN PARU

Tujuan Pemeriksaan :

1. Mengidentifikasi kelainan bentuk dada


2. Mengevaluasi fungsi paru

A. INSPEKSI
 Cara Kerja :
1. Posisi pasien dapat duduk dan atau berbaring
2. Dari arah atas tentukan kesimetrisan dada, Normalnya : simetris,
3. Dari arah samping dan belakang tentukan bentuk dada.
4. Dari arah depan, catat : gerakan napas dan tanda-tanda sesak napas
 Normalnya : Gerak napas simetris 16 – 24 X, abdominal / thorakoabdominal,
tidak ada penggunaan otot napas dan retraksi interkostae.
 Abnormal :
 Tarchipneu  napas cepat ( > 24 X ) , misal ; pada demam, gagal jantung
 Bradipneu  napas lambat ( < 16 X ), misal ;pada uremia, koma DM, stroke
 Cheyne Stokes  napas dalam, kemudian dangkal dan diserta apneu berulang-
ulang. Misal : pada Srtoke, penyakit jantung, ginjal.
 Biot  Dalam dan dangkal disertai apneu yang tidak teratur, misal : meningitis
 Kusmoul  Pernapasan lambat dan dalam, misal ; koma DM, Acidosis
metabolic
 Hyperpneu  napas dalam, dengan kecepatan normal
 Apneustik  ispirasi megap-megap, ekspirasi sangat pendek, misal pada lesi
pusat pernapasan.
 Dangkal  emfisema, tumor paru, pleura Efusi.
 Asimetris  pneumonie, TBC paru, efusi pericard/pleura, tumor paru.
5. Dari arah depan tentukan adanya pelebaran vena dada, normalnya : tidak ada.

28
B. PALPASI
Cara Kerja :

1. Atur posisi pasien duduk atau berbaring


2. Lakukan palpasi daerah thorax, catat ; adanya nyeri, adanya benjolan ( tentukan
konsistensi, besar, mobilitas … )
3. Dengan posisi berbaring / semi fowler, letakkan kedua tangan ke dada, sehingga ke
dua ibu jari berada diatas Procecus Xypoideus, pasien diminta nafas biasa, catat :
gerak nafas simetris atau tidak dan tentukan daya kembang paru
( normalnya 3-5 cm ).
Atau

Dengan posisi duduk merunduk, letakkan ke dua tangan pada punggung di bawah
scapula, tentukan : kesimetrisan gerak dada, dan daya kembang paru

4. Letakkan kedua tangan seperti pada no 2/3, dengan posisi tangan agak ke atas,
minta pasien untuk bersuara ( 77 ), tentukan getaran suara dan bedakan kanan dan
kiri.
Menurun : konsolidasi paru, pneumonie, TBC, tumor paru, ada masa paru

Meningkat : Pleura efusi, emfisema, paru fibrotik, covenrne paru.

C. PERKUSI
Cara Kerja :

1. Atur posisi pasien berbaring / setengah duduk


2. Gunakan tehnik perkusi, dan tentukan batas – batas paru
Batas paru normal :

 Atas : Fossa supraklavikularis kanan-kiri


 Bawah : iga 6 MCL, iga 8 MAL, iga 10 garis skapularis, paru kiri lebih tinggi
Abnormal :

 Meningkat  anak, fibrosis, konsolidasi, efusi, ascites


 Menurun  orang tua, emfisema, pneumothorax
3. Lakuka perkusi secara merata pada daerah paru, catat adanya perubahan suara perkusi
:
Normalnya : sonor/resonan ( dug )

Abnormal :

 Hyperresonan  menggendang ( dang ) : thorax berisi udara, kavitas


 Kurang resonan  “deg” : fibrosis, infiltrate, pleura menebal
 Redup  “bleg” : fibrosis berat, edema paru
 Pekak  seperti bunyi pada paha : tumor paru, fibrosis

29
D. AUSKULTASI
Cara kerja :

1. Atur posisi pasien duduk / berbaring


2. Dengan stetoskop, auskultasi paru secara sistematis pada trachea, bronkus dan paru,
catat : suara napas dan adanya suara tambahan.
Suara napas

Normal :

 Trachea brobkhial  suara di daerah trachea, seperti meniup besi, inpirasi lebih
keras dan pendek dari ekspirasi.
 Bronkhovesikuler  suara di daerah bronchus ( coste 3-4 di atas sternum ),
inpirasi spt vesikuler, ekspirasi seperti trac-bronkhial.
 Vesikuler  suara di daerah paru, nada rendah inspirasi dan ekspirasi tidak
terputus.

Abnormal :

 Suara trac-bronkhial terdengar di daerah bronchus dan paru ( missal ; pneumonie,


fibrosis )
 Suara bronkhovesikuler terdengar di daerah paru
 Suara vesikuler tidak terdengar. Missal : fibrosis, effuse pleura, emfisema

Suara tambahan

Normal : bersih, tidak ada suara tambahan

Abnormal :

 Ronkhi  suara tambahan pada bronchus akibat timbunan lendir atau secret pada
bronchus.
 Krepitasi / rales  berasal daru bronchus, alveoli, kavitas paru yang berisi cairan (
seperti gesekan rambut / meniup dalam air )
 Whezing  suara seperti bunyi peluid, karena penyempitan bronchus dan alveoli.

3. Kemudian, beritahu pasien untuk mengucapkan satu, dua, …, catat bunyi resonan Vokal :
 Bronkhofoni  meningkat, suara belum jelas ( misal : pnemonie lobaris, cavitas
paru )
 Pectoriloguy  meningkat sekali, suara jelas
 Egovoni  sengau dan mengeras ( pada efusi pleura + konsolidasi paru )
 Menurun / tidak terdengar  Efusi pleura, emfisema, pneumothorax

30
6. PEMERIKSAAN JANTUNG

A. INSPEKSI
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1. Bentuk perkordial
2. Denyut pada apeks kordis
3. Denyut nadi pada daerah lain
4. Denyut vena

Cara Kerja :
1. Buka pakaian dan atur posisi pasien terlentang, kepala ditinggikan 15-30
2. Pemeriksa berdiri sebelah kanan pasien setinggi bahu pasien
3. Motivasi pasien tenang dan bernapas biasa
4. Amati dan catat bentuk precordial jantung
Normal  datar dan simetris pada kedua sisi,
Abnormal  Cekung, Cembung ( bulging precordial )
5. Amati dan catat pulsasi apeks cordis
Normal  nampak pada ICS 5 MCL selebar 1-2 cm ( selebar ibu jari ).
Sulit dilihat payudara besar, dinding toraks yang tebal, emfisema, dan efusi perikard.
Abnormal --> bergeser kearah lateroinferior , lebar > 2 cm, nampak meningkat dan
bergetar ( Thrill ).
6. Amati dan catat pulsasi daerah aorta, pulmonal, trikuspidalis, dan ephygastrik
NormaL  Hanya pada daerah ictus
7. Amati dan catat pulsasi denyut vena jugularis
Normal tidak ada denyut vena pada prekordial. Denyut vena hanya dapat dilihat pada
vena jugularis interna dan eksterna.

B. AUSKULTASI
Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1. Irama dan frekwensi jantung
Normal : reguler ( ritmis ) dengan frekwensi 60 – 100 X/mnt
2. Intensitas bunyi jantung
Normal :
 Di daerah mitral dan trikuspidalis intensitas BJ1 akan lebih tinggi dari BJ 2
 Di daerah pulmonal dan aorta intensitas BJ1 akan lebih rendah dari BJ 2

31
3. Sifat bunyi jantung
Normal :
- bersifat tunggal.
- Terbelah/terpisah dikondisikan ( Normal Splitting )
 Splitting BJ 1 fisiologik
 Normal Splitting BJ1 yang terdengar saat “ Ekspirasi maksimal, kemudian napas
ditahan sebentar” .
 Splitting BJ 2 fisiologik
 normal Spliting BJ2, terdengar “ sesaat setelah inspirasi dalam “
Abnormal :
 Splitting BJ 1 patologik  ganngguan sistem konduksi ( misal RBBB )
 Splitting BJ 2 Patologik : karena melambatnya penutupan katub pulmonal pada
RBBB, ASD, PS.

4. Fase Systolik dan Dyastolik


Normal : Fase systolik normal lebih pendek dari fase dyastolik ( 2 : 3 )
Abnormal :
- Fase systolic memanjang / fase dyastolik memendek
- Tedengar bunyi “ fruction Rub”  gesekan perikard dg ephicard.
5. Adanya Bising ( Murmur ) jantung
 adalah bunyi jantung ( bergemuruh ) yang dibangkitkan oleh aliran turbulensi (
pusaran abnormal ) dari aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah.
Normal : tidak terdapat murmur
Abnormal : terdapat murmur  kelainan katub , shunt/pirau
6. Irama Gallop ( gallop ritme )
 Adalah irama dimana terdengar bunyi S3 atau S4 secara jelas pada fase Dyastolik,
yang disebabkan karena darah mengalir ke ventrikel yang lebih lebar dari normal,
sehingga terjadi pengisian yang cepat pada ventrikel
Normal : tidak terdapat gallop ritme
Abnormal :
 Gallop ventrikuler ( gallop S3 )
 Gallop atrium / gallop presystolik ( gallop S4 )
 Gallop dapat terjadi S3 dan S4 ( Horse gallop )
Cara Kerja :
1. Periksa stetoskop dan gosok sisi membran dengan tangan
2. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah pulmonal, kemudian ke daerah aorta,
simak Bunyi jantung terutama BJ2, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ1, splitting BJ2,
dan murmur Bj2.

32
3. Tempelkan stetoskop pada sisi membran pada daerah Tricus, kemudian ke daerah mitral,
simak Bunyi jantung terutama BJ1, catat : sifat, kwalitas di banding dg BJ2, splitting BJ1,
murmur Bj1, frekwensi DJ, irama gallop.
4. Bila ada murmur ulangi lagi keempat daerah, catat mana yang paling jelas.
5. Geser ke daerah ephigastrik, catat adanya bising aorta.

C. PALPASI
Cara Kerja :
1. Dengan menggunakan 3 jari tangan dan dengan tekanan ringan, palpasi daerah aorta,
pulmo dan trikuspidalis. catat : adanya pulsasi.
Normal  tidak ada pulsasi
2. Geser pada daerah mitral, catat : pulsasi, tentukan letak, lebar, adanya thrill, lift/heave.
Normal  terba di ICS V MCL selebar 1-2cm ( 1 jari )
Abnormal  ictus bergeser kearah latero-inferior, ada thriil / lift
3. Geser pada daerah ephigastrik, tentukan besar denyutan.
Normal : teraba, sulit diraba
Abnormal : mudah / meningkat

D. PERKUSI
Cara Kerja :
1. Lakukan perkusi mulai intercosta 2 kiri dari lateral ( Ant. axial line ) menuju medial,
catat perubahan perkusi redup
2. Geser jari ke ICS 3 kiri kemudian sampai ICS 6 , lakukan perkusi dan catat perubahan
suara perkusi redup.
3. Tentukan batas-batas jantung

7. PEMERIKSAAN PAYUDARA (MAMAE) DAN KETIAK

INSPEKSI

Cara Kerja :

1. Posisi pasien duduk, pakaian atas dibuka, kedua tangan rileks disisi tubuh.
2. Mulai inspeksi bentuk, ukuran dan kesimetrisan payudara
Normal : bulat agak simetris, kecil/sedang/besar

3. Inspeksi, dan catat adanya : benjolan, tanda radang dan lesi


4. Inspeksi areola mamae, catat : warna, datar/menonjol/masuk kedalam, tanda radang dan
lesi.
Normal : gelap, menonjol

5. Buka lengan pasien, amati ketiak, Catat : lesi, benjolan dan tanda radang.

33
PALPASI

Cara Kerja :

 Lakukan palpasi pada areola, catat : adanya keluaran, jumlah, warna, bau, konsistensi
dan nyeri.
 Palpasi daerah ketiak terutama daerah limfe nodi, catat : adanya benjolan, nyeri tekan.
 Lakukan palpasi payudara dengan 3 jari tangan memutar searah jarum jam kearah
areola. Catat : nyeri dan adanya benjolan
 Bila ada benjolan tentukan konsistensi, besar, mobilisasinya.

8. PEMERIKSAAN ABDOMEN

Abdomen dibagi menjadi 9 regio :

1, 3 = hypokondrium ka/ki
2 = ephigastrium
4, 6 = lumbal ka/ki
5 = umbilicus
7,9 = iliaka ka/ki
8 = hypogastrium
 Hati terdapat pada 1 dan 2
 Lambung di daerah 2
 Limfa di daerah 3
 Kandung empedu pada batas 6 dan 2
 Kandung kencing pada daerah 8
 Apendik pada 7 dan bawah 6,5.
 Bifurkasio aorta 2 cm bawah umbilicus
1 2 3
ke kiri

INSPEKSI
6 5 4
Cara Kerja :

1. Kandung kencing dalam keadaan kosong


2. Posisi 7berbaring,
8 bantal
9 dikepala dan lutut sedikit fleksi
3. Kedua lengan, disamping atau didada
4. Mintalah penderita untuk menunjukkan daerah sakit untuk dilakukan pemeriksaan
terakhir
5. Lakukan inspeksi, dan perhatikan Kedaan kulit dan permukaan perut
Normalnya : datar, tidak tegang, Strie livide/gravidarum, tidak ada lesi

34
Abnormal :

 Strie berwarna ungu  syndrome chusing


 Pelebaran vena abdomen  Chirrosis
 Dinding perut tebal  odema
 Berbintil atau ada lesi  neurofibroma
 Ada masa / benjolan abnormal  tumor
6. Perhatikan bentuk perut

Normal : simetris

Abnormal :

 Membesar dan melebar  ascites


 Membesar dan tegang  berisi udara ( ilius )
 Membesar dan tegang daerah suprapubik  retensi urine
 Membesar asimetris  tumor, pembesaran organ dalam perut
7. Perhatikan Gerakan dinding perut

Normal : mengempis saat ekspirasi dan menggembung saat inspirasi, gerakan peristaltic
pada orang kurus.

AbnormaL:

 Terjadi sebaliknya  kelumpuhan otot diafragma


 Tegang tidak bergerak  peritonitis
 Gerakan setempat  peristaltic pada illius
 Perhatikan denyutan pada didnding perut
 Normal : dapat terlihat pada ephigastrika pada orang kurus
8. Perhatikan umbilicus, catat adanya tanda radang dan hernia

AUSKULTASI

Cara Kerja :

1. Gunakan stetoskop sisi membrane dan hangatkan dulu


2. Lakukan auskultasi pada satu tempat saja ( kwadaran kanan bawah ), catat bising dan
peristaltic usus.
Normal : Bunyi “ Klikc Grugles “, 5-35X/mnt

Abnormal :

 Bising dan peristaltic menurun / hilang  illeus paralitik, post operasi


 Bising meningkat “ metalik sound “  illius obstruktif
 Peristaltik meningkat dan memanjang ( borboritmi ) diare, kelaparan
3. Dengan merubah posisi/menggerakkan abdomen, catat gerakan air ( tanda ascites ).

35
Normalnya : tidak ada

3. Letakkan stetoskop pada daerah ephigastrik, catat bising aorta,


Normal : tidak ada.

PERKUSI

Cara Kerja :

1. Lakukan perkusi dari kwadran kanan atas memutar searah jarum jam, catat adanya
perubahan suara perkusi :
Normalnya : tympani, redup bila ada organ dibawahnya ( misal hati )

Abnormal :

 Hypertympani  terdapat udara


 Pekak  terdapat Cairan
2. Lakukan perkusi di daerah hepar untuk menentukan batas dan tanda pembesaran hepar.
Cara :

 Lakukan perkusi pada MCL kanan bawah umbilicus ke atas sampai terdengar bunyi
redup, untuk menentukan batas bawah hepar.
 Lakukan perkusi daerah paru ke bawah, untuk menentukan batas atas
 Lakukan perkusi di sekitar daerah 1 dan 2 untuk menentukan batas-batas hepar yang
lain.

PALPASI

Cara Kerja :

1. Beritahu pasien untuk bernafas dengan mulut, lutut sedikit fleksi.


2. Lakukan palpasi perlahan dengan tekanan ringan, pada seluruh daerah perut
3. Tentukan ketegangan, adanya nyeri tekan, dan adanya masa superficial atau masa feces
yang mengeras.
4. Lanjutkan dengan pemeriksaan organ

 Hati

a. Letakkan tangan kiri menyangga belakang penderita pada coste 11 dan 12


b. Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di daerah tempat redup hepar bawah / di
bawah kostae.
c. Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran hepar, tentukan besar,
konsistensi dan bentuk permukaan.
d. Minta pasien nafas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien
melepas nafas, rasakan adanya massa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk
permukaannya.
36
Normal : tidak teraba / teraba kenyal, ujung tajam.
Abnormal :

 Teraba nyata ( membesar ), lunak dan ujung tumpul  hepatomegali


 Teraba nyata ( membesar ), keras tidak merata, ujung ireguler  hepatoma

 Lien

a. Letakkan tangan kiri menyangga punggung kanan penderita pada coste 11 dan 12
b. Tempatkan ujung jari kanan ( atas - obliq ) di bawah kostae kanan.
c. Mulailah dengan tekanan ringan untuk menentukan pembesaran limfa
d. Minta pasien nafas dalam, tekan segera dengan jari kanan secara perlahan, saat pasien
melepas napas, rasakan adanya masa hepar, pembesaran, konsistensi dan bentuk
permukaannya.
Normal : Sulit di raba, teraba bila ada pembesaran.

9. PEMERIKSAAN GENETALIA DAN SALURAN REPRODUKSI

PERSIAPAN

1. Siapkan alat (bantal, sarung tangan steril, kaca jika diperlukan, spekulum, lubrikan,
perlak/alas)
2. Persiapan klien :
- Jelaskan tujuan tindakan, tujuannya : mendeteksi adanya kelainan
- Inform concent : diberitahukan letak pemeriksaan, minta persetujuan dan kerjasama
klien
3. Persiapan linngkungan
- Pasang sekerem
- Atur pencahayaan
- Menghadiri keluarga/pasangan
- Jika sadari silakukan untuk diri sendiri, lakukan di depan cermin

Pelaksanaan

1. Pengkajian
- Klien perempuan : riwayat menstruasi dan karakteristiknya (keluhan, durasi,
menarche), keluhan berhubungan dengan reproduksi (keluaran dari vagina, nyeri)
- Klien laki-laki : riwayat seksual dan habits (penggunaan kondom, pasangan
seksual)), keluhan kemerahan,lesi atau keluaran dari alat genital, pasangan ganti-
ganti atau tidak.
2. Dekatkan alat-alat
3. Cuci tangan
4. Gunakan sarung tangan bersih

37
5. Pemeriksaan organ genetalia perempuan
- Atur posisi dorsal recumbent, atau lithotomic
- Pasang perlak/alas
- Inspeksi
Mon veneris (yang ada rambutnya), labia mayora (bibir paling luar untuk melihat
luka, bengkak, kemerahan, simetris), labia minora, klitoris (sebesar biji kacang,
bentuk normal atau tidak, kalau besar menandakan maskulin, edema atau tidak),
pembesaran kelenjar bartolin (antara labia manora dan minora, fungsinya untuk
mengeluarkan sekret), uretra (kemerahan, keluaran, dan karakteristiknya),lubang
vagina (bau, keluaran).
Jika belum menikah, lakukan colok dubur atau Rectal toucher. Anjurkan pasien
tarik nafas dalam.
6. Pemeriksaan organ genetalia laki-laki
- Inspeksi organ genetalia eksternal :
 Penis : Bentuk, lokasi lubang uretra, keadaan kulit, keluaran
 Skratum : bentuk,besar, bengkak, edema
- Palpasi area skrotum : jumlah testis, adanya massa
7. Bereskan alat
8. Kembalikan posisi klien
9. Lepas sarung tangan : cuci tangan
10. Catat semua tindakan dan hasilnya.

10. PEMERIKSAAN REKTUM DAN ANUS

1. Persiapan alat
- Sarung tangan sekali pakai
- Zat pelumas
- Penerangan untuk pemeriksaan
2. Inspeksi dan palpasi
a. Atur posisi klien
 Wanita : berbaring miring atau posisi sims. Jika bersamaan dengan
pemeriksaan genetalia, berbaring dengan posisi lithotomic
 Laki-laki : posisi sims, atau berdiri dan bungkuk ke depan dengan pinggang
fleksi dan tubuh bagian atas bersandar pada meja periksa
b. Kenakan sarung tangan sekali pakai
c. Inspeksi jaringan perianal dan palpasi kulit sekitarnya
d. dengan tangan tidak dominan, renggangkan bokong, lalu inspeksi area anal untuk
mengetahui karakteristik kulit, lesi, hemoroid eksternal, ulkus, infalamasi, kemerahan,
eksoriasi

38
e. Minta pasien untuk mengejan (perhatikan adanya hemoroid internal atau fisura).
Gunakan pedoman jarum jam, contoh pukul 12.00 untuk menjelaskan lokasi kelainan
yang ditemukan
f. Oleskan zat pelumas pada jari telunjuk
g. Lakukan palpasi pada dinding rektum dan rasakan ada tidaknya nodula, massa, serta
nyeri tekan
h. Pada pria, palpasi dinding anterior untuk mengetahui glandula prostat. Normalnya
teraba dengan diameter ±4 cm dan tidak terasa nyeri tekan
i. Pada wanita, palpasi serviks uterus melalui dinding rectal anterior. Normalnya teraba
licin, melingkar, tegas, dan dapat direnggangkan
j. Setelah selesai, tarik jari pemeriksa dari rectum dan anus, amati keadaan feses pada
sarung tangan
k. Catat hasil pemeriksaan

11. PEMERIKSAAN EKSTREMITAS ATAS DAN BAWAH

A. EKSTREMITAS ATAS
1. Inspeksi bagaimana kekuatan tangan dan pergerakan otot
2. Palpasi apakah ada nyeri tekan, massa/benjolan
3. Motorik; untuk mengamati besar dan bentuk otot, lakukan pemeriksaan tonus kekuatan
otot,dan tes keseimbangan
4. Refleks; memulai reflek fisiologis seperti biceps dan triceps
5. Sensorik ; ajak klien dapatmembedakan nyeri, sentuhan, temperature, rasa, gerak, dan
tekanan

B. EKSTREMITAS BAWAH
1. Inspeksi ; bagaimana pergerakan kaki dan kekuatan otot
2. Palpasi ; apakah ada nyeri tekan, massa/benjolan
3. Motorik ; untuk mengamati besar dan bentuk otot, lakukan pemeriksaan tonus
kekuatan otot dan tes keseimbangan
4. Refleks ; memulai refleks fisiologis seperti biceps dan triceps
5. Sensorik ; apakah klien dapat membedakan nyeri, sentuhan, temperature, rasa, gerak,
dan tekanan

OTOT

Hal – hal yang perlu diperhatikan :

 Bentuk, ukuran dan kesimetrisan otot


 Adanya atropi, kontraksi dan tremor, tonus dan spasme otot

39
 Kekuatan otot

UJi Kekuatan Otot

Cara kerja :

 Tentukan otot/ektrimitas yang akan di uji


 Beritahu pasien untuk mengikuti perintah, dan pegang otot dan lakukan penilaian.
Penilaian :

0 ( Plegia ) : Tidak ada kontraksi otot1 ( parese ) : Ada kontraksi, tidak timbul gerakan
2 ( parese ) : Timbul gerakan tidak mampu melawan gravitasi
3 ( parese ) : Mampu melawan gravitasi
4 ( good ) : mampu menahan dengan tahanan ringan
5 ( Normal ): mampu menahan dengan tahanan maksimal

PEMERIKSAAN REFLEK FISIOLOGIS


( Muscle Stretch )

Penilaian :
0 = negative
+1 = lemah ( normal )
+2 = normal
+3 = meninggi, belum patologik
+4 = hyperaktif, sering disertai klonus

1. Reflek pada Lengan


 Reflek Bisep
- Pasien duduk santai.
- Lengan lemas, sedikit fleksi dan pronasi.
- Siku penderita diletakkan pada tangan pemeriksa
- Ibu jari pemeriksa diletakkan pada tendon bisep, kemudian pukul ibu jari dengan
perkusi hammer.
- Amati gerakan lengan pasien
Hasil :
Kontraksi otot bisep, fleksi dan sedikit supinasi lengan bawah

 Reflek Trisep
- Pasien duduk santai.
- Lengan lemas, sedikit fleksi dan pronasi.
- Lengan penderita diletakkan pada tangan pemeriksa
- Pukul tendo pada fosa olekrani
Hasil :
Trisep akan kontraksi menyentak yang dirasakan oleh tangan pemeriksa

 Reflek Brachioradialis

40
- Posisi penderita duduk santai
- Lengan relaks, pegang lengan pasien dan letakkan tangan pasien diatas tangan
pemeriksa dalam posisi fleksi dan pronasi.
- Pukul tendo Brachioradialis
Hasil :
Gerakan menyentak pada tangan

2. Reflek pada tungkai


 Reflek patella ( kuadrisep )
- Posisi pasien duduk, dengan kedua kaki menjuntai
- Tentukan daerah tendo kanan dan kiri
- Tangan kiri memegang bagian distal ( paha pasien ), yang satu melakukan perkusi
pada tendo patella
Hasil :
Ada kontraksi otot kuadisrep, gerakan menyentak akstensi kaki

 Reflek Achilles
- Pasien dapat duduk menjuntai, atau berlutut dengan kaki menjulur di luar meja
- Tendo Achilles diregangkan, dengan menekkan ujung tapak tangan
- Lakukan perkusi pada tendon, rasakan gerakan.

Hasil :
Gerakan menyentak kaki

PEMERIKSAAN REFLEKS PATOLOGIS

1. Reflek Babinski
 Posisi penderita terlentang
 Gores dengan benda lancip tapi tumpul pada telapak kaki : dari bawah lateral, keatas
menuju ibu jari kaki.
 Amati gerakan jari-jari kaki

Hasil :
Normal : gerakan dorsofleksi ibu jari, jari yang lain meregang
Abnormal : terjadi gerakan mencekeram jari-jari kaki

41
DAFTAR PUSTAKA

Adams. 1990. Diagnosis fisik. 17 th ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Bates B. 1995. Buku Saku Pemeriksan Fisik Dan Riwayat Kesehatan. 2nd ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 1995.

Hidayat, A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

http://image.slidesharecdn.com/konsepmanusia-120912125502-phpapp01/95/konsep-manusia-1-
728.jpg?cb=1348102535

http://razka18.blogspot.it/2013/11/konsep-manusia_19.html

http://yulihermawan92.blogspot.co.id/2011/06/pemeriksaan-kilit-rambut-dan-kuku.html?m=1

http://yulihermawan92.blogspot.co.id/2011/pemeriksaan-kepala-dan-leher.html?m=7

Roy, S. 1991. The Roy Adaptation Model: The definitive Statement,California: Appleton & Large.

42
43

Anda mungkin juga menyukai