Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Alzheimer ditemukan pertama kali pada tahun 1907 oleh
seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois
Alzheimer. Ia mengobservasi seorang wanita berumur 51 tahun, yang
mengalami gangguan intelektual dan memori serta tidak mengetahui
kembali ketempat tinggalnya, sedangkan wanita itu tidak mengalami
gangguan anggota gerak koordinasi dan reflek. Pada autopsy tampak
bagian otak mengalami atropi yang difus dan simetris, dan secara
mikroskopis tampak bagian kortikal otak mengalami neuritis plaque
dan degenerasi neurofibrillary.
Di Amerika, sekitar 4 juta orang menderita penyakit Alzheimer.
Angka prevalansi berhubungan erat dengan usia. Sekitar 10%
populasi diatas 65 tahun menderita penyakit ini. Bagi individu berusia
diatas 85 tahun, angka ini meningkat sampai 47,2%. Dengan
meningkatnya populasi lansia, maka penyakit alzheimer menjadi
penyakit yang semakin bertambah banyak. Insiden kasus alzheimer
meningkat pesat sehingga menjadi epidemi di Amerika dengan insiden
alzheimer sebanyak 187 : 100.000 per tahun dan penderita alzheimer
123 : 100.000 per tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi wanita lebih banyak tiga kali
dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia harapan hidup
wanita lebih lama dibandingkan laki-laki.
Penyakit Alzheimer atau demensia senil dari tipe Alzheimer
merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri. Penyakit ini merupakan salah satu
penyakit yang paling ditakutkan pada masa modern, karena penyakit
ini merupakan bencana besar yang terjadi pada pasien dan

1
keluarganya, dimana pengalaman pasien yang mengalaminya
merupakan akhir yang tak ada habisnya sampai kematian tiba.

B. Rumusan Masalah
1) Apa definisi alzheimer.
2) Bagaimana etiologi alzheimer.
3) Bagaimana manifestasi klinis dari alzheimer.
4) Bagaimana patofisiologi dari alzheimer.
5) Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari alzheimer.
6) Bagaimana pencegahan penyakit dari alzheimer.
7) Bagaimana penatalaksanaan medis dari alzheimer.

C. Tujuan
a. Tujuan umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk
mendukung kegiatan belajar mengajar program studi S1
keperawatan khususnya pada mata kuliah sistem persarafan
dengan Penyakit Alzheimer.
b. Tujuan khusus
Untuk mengetahui definisi alzheimer, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pemeriksaan diagnostik dari alzheimer,
penatalaksanaan medis dan asuhan keperawatan klien dengan
alzheimer.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Penyakit Alzheimer


Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan
gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori,

2
kognitif dan kemampuan untuk merawat diri (Suddart, & Brunner,
2002).
Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan
penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat
disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan
progresivitas penyakit dan meningkatkan kemandirian penderita. (Dr.
Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008 )

Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan


kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun
keatas (patofiologi : konsep klinis proses- proses penyakit, juga
merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai
sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit
ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada
orang tertentu pada usia 40 tahun.
Alzheimer merupakan penyakit degenerasi neuron kolinergik yang
merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang
orang berusia 65 tahun ke atas. Penyakit Alzheimer ditandai dengan
hilangnya ingatan dan fungsi kognitif secara progresif.

B. EtioLogi Penyakit Alzheimer


Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative
penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan
fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan
patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degerasi neuronal, kematian
daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi
kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya

3
defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami
degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium
intraseluler, kegagalan metabolism energy, adanya formasi radikal
bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik.

Penyebab degenerasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer


tidak diketahui. Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit
ini diketahui, tetapi ada tiga faktor utama mengenai penyebabnya,
yaitu:
1. Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer (meskipun belum terbukti)
adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini
mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit
dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai
oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada
penyakit alzheimer.
2. Proses autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar
antibodi-antibodi reaktif terhadap otak pada penderita penyakit
alzheimer. Ada dua tipe amigaloid (suatu kempleks protein dengan
ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-
keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas
rantai-rantai IgG dan lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakab
bahwa kompleks antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan
fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan didalam lisosom,
sehingga terbentuk deposit amigaliod ekstraseluler.

4
3. Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium
bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan
neurofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada
beberapa klien dengan penyakit alzheimer, tetapi beberapa
perubahan patologis yang meyerupai penyakit ini berbeda dengan
yang terlihat pada keracunan aluminium. Kebanyakan penyelidik
menyakini dengan alasan utama aluminium merupakan logam yang
terbanyak dalam kerak bumi dan sistem pencernaan manusia tidak
dapat mencernanya.

Predisposisi genetik juga ikut berperan dalam perkembangan


penyakit alzheimer. Diperkirakan 10-30% klien alzheimer mengalami
tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit alzheimer
familiar(FAD).

Dipihak lain, benzodiazepin dibuktikan mengganggu fungsi kognitif


selain memiliki efek anti-ansietas, mungkin melalui reseptor GABA
yang menghambat pelepas muatan neuron-neuron kolinergik di
nukleus basalis. Terdapat bukti-bukti awal bahwa obat yang
menghambat reseptor GABA memperbaiki ingatan.

C. Patofisiologi Penyakit Alzheimer


Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi
yang dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron
yang kusut (masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni
atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein
besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan
rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan
kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan

5
amiloid dalam pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik,
terdapat perubahan morfologik (structural) dan biokimia pada neuron
– neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang pada
akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan
atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris
yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar
terdiri dari protein “tau”.
Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat
pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan
merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron
AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir
masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing
terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan
interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya
diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid
(A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron
bukan dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor
amiloid (APP) yang pada keadaan normal melekat pada membrane
neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron.
APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya
A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang
bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel
glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat,
matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh.
Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron

6
terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP
juga berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.

D. Manifestasi Klinis Penyakit Alzheimer


Gejala Alzheimer Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association
(2003), dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
c. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun)
 Lebih sering binggung dan melupakan informasi yang baru
dipelajari.
 Diorintasi : tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan
baik.
 Bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin.
 Mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya
mudah tersinggung,mudah menuduh ada yang mengambil
barangnya bahkan menuduh pasangannya tidak setia
lagi/selingkuh.
d. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun)
 Kesulitan dalam mengerjakan aktifitas hidup sehari –hari seperti
makan dan mandi.
 Perubahan tingkah laku misalnya : sedih dan emosi.
 Mengalami gangguan tidur.
 Keluyuran.
 Kesulitan mengenali keluarga dan teman(pertama-tama yang
akan sulit untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang
ditemuinya, mulai dari nama, hingga tidak mengenali wajah
sama sekali. Kemudian bertahap kepada orang-orang yang
cukup jarang ditemui).
e. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun)
 Sulit / kehilangan kemampuan berbicara
 Kehilangan napsu makan, menurunya berat badan.
 Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh.
 Perubahan perilaku misalnya : Mudah curiga, depresi, apatis
atau mudah mengamuk

Gejala klinis dapat terlihat sebagai berikut :


a. Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek.
Pada orang tua normal, dia tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia
tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita Alzheimer, dia

7
bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu
adalah tetangganya.
b. Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa.
Seperti tidak tahu bagaimana cara membuka baju atau tidak tahu
urutan-urutan menyiapkan makanan.
c. Kesulitan berbahasa.
Umumnya pada usia lanjut didapat kesulitan untuk menemukan
kata yang tepat, tetapi penderita Alzheimer lupa akan kata-kata
yang sederhana atau menggantikan suatu kata dengan kata yang
tidak biasa.
d. Disorientasi waktu dan tempat
Kita terkadang lupa kemana kita akan pergi atau hari apa saat ini,
tetapi penderita Alzheimer dapat tersesat pada tempat yang sudah
familiar untuknya, lupa di mana dia saat ini, tidak tahu bagaimana
cara dia sampai di tempat ini, termasuk juga apakah saat ini malam
atau siang.
e. Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif
Misalnya tidak dapat memutuskan menggunakan baju hangat untuk
cuaca dingin atau sebaliknya.
f. Salah menempatkan barang
Seseorang secara temporer dapat salah menempatkan dompet
atau kunci. Penderita Alzheimer dapat meletakkan sesuatu pada
tempat yang tidak biasa, misal jam tangan pada kotak gula.
g. Perubahan tingkah laku.
Seseorang dapat menjadi sedih atau senang dari waktu ke waktu.
Penderita Alzheimer dapat berubah mood atau emosi secara tidak
biasa tanpa alasan yang dapat diterima.
h. Perubahan perilaku
Penderita Alzheimer akan terlihat berbeda dari biasanya, ia akan
menjadi mudah curiga, mudah tersinggung, depresi, apatis atau
mudah mengamuk, terutama saat problem memori menyebabkan
dia kesulitan melakukan sesuatu.
i. Kehilangan inisiatif
Duduk di depan TV berjam-jam, tidur lebih lama dari biasanya atau
tidak menunjukan minat pada hobi yang selama ini ditekuninya.

8
E. Pemeriksaan Penunjang Penyakit Alzheimer
1. Neuropatologi
Diagnosa definitive tidak dapat ditegakkan tanpa adanya
konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atropi yang
bilateral, simetris sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-
1250gr).Beverapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol
pada lobus temporoparietal, anterior frontal sedangkan korteks
oksipital, korteks motorik primer, system somatosensorik tetap utuh
(jerins 1937) kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit
Alzheimer terdiri dari :
a. Neurofibrillary tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbentuk dari filament-
filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen, hipokampus,
amigdala, substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti
batang otak. NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer,
juga ditemukan pada otak manula,down sindromeparkinson,
SSPE, sindroma ekstrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas
NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
b. Senile plague (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi
nerve ending yang berisi filament-filamen abnormal, serat amiloid
ekstraseluler, astrosit, microglia. Amloid prekusor protein yang
terdapat pada neokorteks, amygdale, hipokampus, korteks
somatosensorik, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada
korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual
dan auditorik. Senile plague ini juga terdapat pada jaringan
perifer. Perry (1987) mengatakan densitas senile plague
berhubungan dengan penurunan kolinergi. Kedua gambaran
histopatologi (NFT dan senile plague) merupakan gambaran
karakteristik untuk penderita penyakit Alzheimer.
c. Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron
pada penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada
neokorteks terutama didapatkan pada neuron pyramidal lobus

9
temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus,
amigdala, nucleus batang otak termasuk lokus seruleus, raphe
nucleus dan substanasia nigra. Kematian sel noradrenergic
terutama pada nucleus basalis dari meynert, dan sel
noradrenergic terutama pada lokus seruleus serta sel
serotogenik pada pertumbuhan saraf pada neuron kolinergik
yang berdegenerasi pada lesi eksperimen binatang dan ini
merupakan harapan dalam pengobatan penyakit Alzheimer.
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan
dapat menggeser nucleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan
secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP, perubahan ini
sering didapatkan pada korteks temporomedial, amygdale dan
insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal,
oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak.
e. Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak
terdapat pada anterhinal, gyrus cingulated, korteks insula, dan
amydala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipitalis. Lewy body kortikal ini sama dengan
immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy body batang otak pada
gambaran histopatologi penyakit Parkinson. Hansen et al
menyatakan lewy body merupakan variasi dari penyakit
Alzheimer.
2. Pemeriksaan neuropsikologis
Penyakit Alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada
atau tidak adanya gangguan fungis konginitif umum dan
mengetahui secara rinci pola deficit yang terjadi. Test psikologis ini
juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa
bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori,
kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa.

10
Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostic yang penting karena :
a. Adanya deficit konginitif yang berhubungan dengan demensia
awal yang dapat diketahui bila terjadi perubahan ringan yang
terjadi akibat penuaan yang normal.
b. Pemeriksaan neuropsikologi secara kompherensif
memungkinkan untuk membedakan kelainan kongnitif pada
global demensia dengan defisit selektif yang diakibatkan oleh
disfungsi fokal, faktor metabolic, dan gangguan psikiatrik.
c. Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang
diakibatkan oleh demensia karena berbagai penyebab.
(CERALD) menyajikan suatu prosedur penilaian neuropsikologis
denagn mempergunakan alat baterai yang bermanifestasi
gangguan fungsi kongnitif, dimana pemeriksaan terdiri dari :

a. Verbal fluency animal category.

b. Modifikasi boston naming test.

c. Mini mental state.

d. Word list recall.

e. Construction praxis.

f. Word list memory.

g. Word list recognition.

Test ini memakan waktu 30-40 menit dan <20-30 menit pada
control.
3. CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang berevolusi tinggi untuk
melihat kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada
penderita Alzheimer antemortem. Pemeriksaan ini berperan dalam
menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya
selain Alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi

11
kortikal menyeluruh dan pembesaran vertikel keduannya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini. Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia
lainnya seperti multiinfark, Parkinson, binswanger sehingga kita
sukar untuk membedakan denagn penyakit Alzheimer. Penipisan
substansia alba serebri dan pembesaran vertikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini
mental. Pada MRI ditemukan peningkatan intensitas pada daerah
kortikal dan periventrikuler (capping anterior home pada ventrikel
lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal.
Selain didapatkan kelainan dikortikal, gambaran atropi juga terlihat
pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus,
amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissure sylvii.
Seab et al, menyatakan MRI lebih sensitive untuk membedakan
demensia dari penyakit Alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan usuran (atropi) dari hipokampus.
4. EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang
suklinis. Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan
gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.
5. PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita Alzheimer, hasil PET ditemukan penurunan aliran
darah, metabolisme 02, dan glukosa didaerah serebral. Up take
I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat
berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi dan selalu dan sesuai
dengan hasil observasi penelitian neuropatologi.
6. SPECT (Single Photon Emission Computet Tomography)
Aktivitas I.123 terendah pada refio parieral penderita Alzheimer.
Kelainan ini berkorelasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan
defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak
digunakan secara rutin.
7. Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada
penderita Alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk

12
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti
pemeriksaan darah rutin, B12, Calcium, Posfort, BSE, fungsi renal
dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, screening antibody
yang dilakukan secara selektif.

F. Pencegahan Penyakit Alzheimer


Para ilmuwan berhasil mendeteksi beberapa faktor resiko
penyebab Alzheimer, yaitu: usia lebih dari 65 tahun, faktor keturunan,
lingkungan yang terkontaminasi dengan logam berat, rokok, pestisida,
gelombang elektromagnetic, riwayat trauma kepala yang berat dan
penggunaan terapi sulih hormon pada wanita. Dengan mengetahui
faktor resiko di atas dan hasil penelitian yang lain, dianjurkan
beberapa cara untuk mencegah penyakit Alzheimer, di antaranya yaitu
:
a. Bergaya hidup sehat, misalnya dengan rutin berolahraga, tidak
merokok maupun mengkonsumsi alkohol.
b. Mengkonsumsi sayur dan buah segar. Hal ini penting karena sayur
dan buah segar mengandung antioksidan yang berfungsi untuk
mengikat radikal bebas. Radikal bebas ini yang merusak sel-sel
tubuh.
c. Menjaga kebugaran mental (mental fitness). Istilah ini mungkin
masih jarang terdengar. Cara menjaga kebugaran mental adalah
dengan tetap aktif membaca dan memperkaya diri dengan berbagai
pengetahuan.

G. Penatalaksanaan Medis Penyakit Alzheimer


Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena
penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan
simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada
penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E
belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1. Inhibitor kolinesterase

13
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan
inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana
penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat
memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik
akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan
penderita Alzheimer.
2. Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer
didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent
enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian
thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan
peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3. Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat
memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan
binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak
menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.

4. Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat
disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin
(catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis
dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan
hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5. Haloperiodol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis
(delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol
1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila

14
penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic
anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).
6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam
mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini
menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2
gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan
bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas
kerusakan fungsi kognitif.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan
menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang
berusia 65 tahun keatas
 Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternative
penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam,
gangguan fungsi imunitas, infeksi flament, predisposisi heriditer.

15
 Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron.
 Gejala Alzheimer, dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: Gejala Ringan
(lama penyakit 1-3 tahun), Gejala sedang (lama penyakit 3-10
tahun), Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun).

B. Saran
Demikian makalah ini saya susun sebagaimana mestinya semoga
bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi tim penyusun dan semua
mahasiswa dan mahasiswi kesehatan pada umumnya. Saran kami,
lebih banyak membaca untuk meningkatkan pengetahuan.
Saya sebagai penyusun menyadari akan keterbatasan kemampuan
yang menyebabkan kekurangsempurnaan dalam makalah ini, baik
dari segi isi maupun materi, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk perbaikan-perbaikan selanjutnya agar makalah
selanjutnya dapat lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed T, Gilami AH,. Inhibitory effect of curcuminoids on


acetylcholinesterase activity and attenuation of scopolamine-
induced amnesia may explain medicinal use of turmeric in
Alzheimer’s disease. Pharmacol Biochem Behav 2009; 91:554-9
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price. A. Sylvia, Lorraine. M. Wilsion. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinisproses-Proses Penyakit Edisi 6 volume 2. EGC: Jakarta

16
Suwandi. 2011. Asuhan Keperawatan Alzheimer. http://suwandi-
asuhankeperawatanalzheimer.blogspot.co.id/. Diakses pada
tanggal 2 Oktober 2017
Tsuyoshi H, Kenjiro O, Masahito Y. Curcumin and Alzheimer’s Disease.
CNS Neuroscience & Therapeutics. 2010;16:285-97

17

Anda mungkin juga menyukai