Disusun Oleh:
PASCASARJANA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologi, neurosains adalah ilmu neural (neural science)
yang mempelajari sistem saraf, terutama mempelajari neuron atau sel saraf
dengan pendekatan multidisipliner.1 Secara terminologi, neurosains
merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi saintifik terhadap
sistem saraf. Atas dasar ini, neurosains juga disebut sebagai ilmu yang
mempelajari otak dan seluruh fungsi-fungsi saraf belakang.2
Tujuan utama dari ilmu ini adalah mempelajari dasar-dasar
biologis dari setiap perilaku. Artinya, tugas utama dari neurosains adalah
menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi
didalam otaknya. Penelitian mutakhir di bidang neurosains menemukan
sejumlah bukti hubungan tidak terpisahkan antara otak dan perilaku
(karakter) manusia.3
1
Taufiq Pasiak, Tuhan dalam Otak Manusia, Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan
Neurosains, dalam Suyadi, Teori Pembelajaran, 7.
2
Wikipedia, Neurosains, http://id.wikipedia.org/wiki/Neurosains, dalam Suyadi, Teori
Pembelajaran, 7.
3
Taufiq Pasiak, Pendidikan Karakter Sebagai Pendidikan Otak, dalam Suyadi, Teori Pembelajaran.
8.
4
Johnson, M. H., & Haan, M. d. (2015). Developmental Cognitive Neuroscience: An Introduction.
UK: Blackwell.
kecerdasan manusia, baik potensi jasmani, ruhani maupun akal. Di antara
strategi pembelajaran tersebut dikenal dengan istilah brain based learning.5
5
Wathon, A. (2016). Neurosains Dalam Pendidikan. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan
dan Teknologi, 1(2), 284-294.
6
Fitri, R. (2017). Metakognitif pada Proses Belajar Anak dalam Kajian Neurosains. Jurnal
Pendidikan (Teori dan Praktik), 2(1), 56-64.
BAB II
PEMBAHASAN
Kata desain berasal dari bahasa Inggris yaitu design, dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan kerangka, bentuk, rancangan,
motif, pola, model, menata, memasukkan dan konstruksi. Dalam bahasa
Arab, desain diartikan dengan tashnim yaitu teknik mengatur sesuatu
(pembelajaran) dengan cara yang sesuai dengan ketentuan kurikulum yang
menjadi dasar pembelajaran.7 Pengertian desain menurut para ahli
diantaranya;
Gagne, Brigss, & Wager mereka mengembangkan konsep desain
pembelajaran dengan menyatakan bahwa desain pembelajaran membantu
proses belajar seseorang, dimana proses tersebut memiliki tahapan segera
dan jangka panjang. Menurut mereka proses belajar terjadi karena adanya
kondisi-kondisi belajar : internal dan eksternal. Kondisi internal :
kemampuan dan kesiapan diri pebelajar. Sedangkan kondisi eksternal :
pengatura lingkungan yang didesain. Penyiapan kondisi eksternal inilah
yang menurut mereka sebagai desain pembelajaran yang disusun secara
sistematis, dan menerapkan konsep pendekatan sistem agar berhasil
meningkatkan mutu kerja seseorang. Dan mereka percaya bahwa proses
belajar yang terjadi secara internal dapat ditumbuhkan jika faktor eksternal
dapat didesain dengan efektif.
Dick dan Carey mendefinisikan desain pembelajaran adalah
mencakup seluruh proses yang dilaksanakan pada pendekatan sistem yang
terdiri dari analisis, desain, pengembangan, implementasi dan evaluasi.
8
Desain pembelajaran juga sebagai proses yang rumit tapi kreatif, aktif dan
berulang-ulang. Definisi ini bermakna sistem, pelatihan yaitu oendidikan
7
Hanafi, Abdul Halim, Amrina. 2013. Desain Pembelajaran Bahasa Arab . Jakarta: Diadit Media
Press
8
Mudhofir, Ali, Rusydiyah, Evi Fatimatur. 2016. Desain Pembelajaran Inovatif Dari Teori Ke
Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
di organisasi, seta proses yang teruji dan dapat dikaji ulang penerapannya.
Pengertian mengenai desain diatas memberikan makna bahwa desain
merupakan suatu kegiatan yang menuntut profesionalisme dan
kompetensi, sebab tidak mungkin sesorang dapat mendesain pembelajaran
dengan baik dan benar jika tidak memiliki pendidikan dan pengalaman
yang sesuai. Dengan begitu, mendesain membutuhkan ilmu, pengalaman,
dan pengamatan yang cukup terhadap gejala dan karakteristik masalah.
B. PENGEMBANGAN KURIKULUM
9
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Depag, 2006), 7.
dan teori baru; atau 4). Menciptakan pemikiran dan teori yang belum ada
sebelumnya.10
10
Muhaimin. 2011. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
11
Clayton R. Wright & Judith T. Johnson (Ed), Curriculum Theory Design and Assessment (The
Commonwealth of Learning, 2000), 12.
Adapun tujuan kurikulum dirangkum oleh Rusydi Ahmad
Thu‟aimah dibagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Yang dimaksud dengan tujuan umum dalam kurikulum adalah
tujuan yang berorientasi pada pembekalan pembelajar akan pengetahuan
dan wawasan. Adapun tujuan khusus lebih kepada pembekalan terhadap
pembelajar akan langkah-langkah dalam merealisasikan dan mewujudkan
atau mengimplementasikan pengetahuan yang telah didapatkannya.12
12
Rusydi Ahmad Thu‟aimah, Manahij Tadrisi al-Lugah al-„Arabiyyah (Kairo: Dar al-Fikri al-
„Arabiy, 1998), 50.
13
Clayton R. Wright & Judith T. Johnson, Curriculum Theory, 13.
Sudjana mengungkapkan mengenai perubahan dan pengembangan
kurikulum. Menurutnya perubahan dan perkembangan struktural
kurikulum pada umumnya menyangkut elemen-elemen kurikulum seperti
berikut14 :
14
Nana Sudjana. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah Kejuruan (Bandung: PT
Sinar Baru, 1989), 37.
15
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2010), 43.
terpisah-pisah (subject matter curriculum), apakah lebih Secara
umum ada empat tahap dalam pengembangan kurikulum
pendidikan, mengutamakan kegiatan dan pengalaman anak
(activity curriculum) atau diadakan pendekatan interdisipliner
(correlated curriculum) atau dilihat proporsinya masing-masing
jenis ; mana yang termasuk pendidikan umum, pendidikan
keahlian, pendidikan akademik dan lain-lain.
3. Perubahan strategi kurikulum. Perubahan ini menyangkut
pelaksanaan kurikulum itu sendiri yang meliputi perubahan teori
belajar mengajar, perubahan sistem administrasi, bimbingan dan
penyuluhan, perubahan sistem penilaian hasil belajar.
4. Perubahan sarana kurikulum. Perubahan ini menyangkut
ketenagaan baik dari segi kualitas dan kuantititas, juga sarana
material berupa perlengkapan sekolah seperti laboraturium,
perpustakaan, alat peraga dan lain-lain.
5. Perubahan dalam sistem evaluasi kurikulum. Perubahan ini
menyangkut metode/cara yang paling tepat untuk
mengukur/menilai sejauh mana kurikulum berjalan efektif dan
efesien, relevan dan produktivitas terhadap program pembelajaran
sebagai suatu sistem dari kurikulum.
1. Prinsip relevansi
2. Prinsip Fleksibilitas
3. Prinsip Kontinuitas
4. Efektifitas
5. Efisiensi
7. Integrasi
17
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2008), 47-48.
E. NEUROSAINS
18
Johnson, M. H., & Haan, M. d. (2015). Developmental Cognitive Neuroscience: An Introduction.
UK: Blackwell.
19
Wathon, A. (2016). Neurosains Dalam Pendidikan. Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan
dan Teknologi, 1(2), 284-294.
yang mengalami discalculia dan dislexia dan apa saja stimulus yang dapat
diberikan untuk menyembuhkan masalah tersebut.20
20
Fitri, R. (2017). Metakognitif pada Proses Belajar Anak dalam Kajian Neurosains. Jurnal
Pendidikan (Teori dan Praktik), 2(1), 56-64.
penglihatan, kemampuan linguistik, gerakan, perasaan, musik,
matematika, logika, dan lain sebagainya. Jendela peluang yang
memberikan batasan pada kelenturan otak, akan dapat dioptimalkan
dengan proses belajar yang menumbuhkan, melestarikan, dan
mengembangkan sel-sel otak. Otak akan menghasilkan cabang-cabang
dendrit yang baru ketika siswa mempelajari sesuatu yang baru,
menghadapi tantangan, dan atau membuat kebiasaan-kebiasaan baru.21
21
Rakhmat, J. 2005. Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC.
22
Ibid.
23
Jensen, E. & Dabney, M. 2010. Learning Smarter: The New Science of Teaching. San Diego,
Calif Brain Store.
didik lainnya. Pencapaian hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor internal yang meliputi segala sesuatu yang ada dalam diri
siswa, seperti faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.
Sedangkan faktor eksternal yaitu kondisi di luar diri siswa, yang meliputi
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Salah satu faktor
eksternal yang ada di sekolah tersebut adalah faktor model pembelajaran.
Proses pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan tercipta dari
penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa,
yaitu sesuai dengan bagaimana otak siswa bekerja secara optimal.
24
Kasali, R. 2014. Self Driving: Menadi Driver atau Passenger? (Jakarta: Mizan), 231-232.
25
Rakhmat, J. 2005. Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC
Pendidikan dipengaruhi oleh pikiran sadar dan bawah sadar.
Pikiran sadar mencakup tentang: mengidentifikasi informasi yang masuk,
membandingkan, menganalisi, dan memutuskan, sedangkan pikiran bawah
sadar mengatur tentang kebiasaan, emosi, memori jangka panjang,
kepribadian, intuisi, kreativitas, persepsi, serta belief dan value. Dengan
demikian maka pendidikan karakter perlu memberikan penekanan pada
level pikiran bawah sadar, subconcious mind, agar hasil bisa maksimal.26
26
Gunawan, H. 2008. Pendidikan Karakter. (Bandung: Alfabeta), 178-179.
27
Khasanah, N. 2013. Membangun Karakter Anak melalui Permainan Anak Tradisional. Jurnal
Pendidikan, Tahun III, Nomor 1, Februari 2013.
28
Margono ,B S. Integrasi Neurosains Dalam Kurikulum Ntuk Memperkuat Pendidikan Karakter
Siswa Sekolah Dasar, nomor 1, april 2018.
menulis, mulut untuk berdiskusi, dan demikian anggota badan
lainnya.29
29
Ibid.
BAB III
KKESIMPULAN
Perubahan perilaku dan sikap harus didasari oleh perubahan cara berpikir
terlebih dahulu, karena otak manusia selalu berkembang, dan dapat berubah
menjadi lebih baik atau lebih buruk. Pendidikan karakter harus menyentuh pikiran
bawah sadar yang mengatur tentang kebiasaan, emosi, memori jangka panjang,
kepribadian, intuisi, kreativitas, persepsi, serta belief dan value. Kreasi dan
inovasi guru dalam mengaplikasikan pendidikan karakter akan menjadikan proses
belajar di sekolah menjadi menarik dan bermakna sehingga pencapaian hasil
belajar bisa seimbang antara ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Lingkungan
fisik sekolah yang berpengaruh dalam pembentukan karakter siswa meliputi:
tatanan sarana dan prasarana sekolah, dan lingkungan sosial seperti teman, guru
dan tenaga kependidikan.
DAFTAR PUSTAKA