Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Landasan Psikologi Belajar dan Perkembangan Siswa dalam Kurikulum

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembanga Kurikulum
Dosen Pengampu: Dr. Mukhtar Hadi,M.Si

Disusun oleh:

Kelompok 5 (Kelas A)

1. Silvi Anggraini (2201010110)

2. Tri Ulfatu Mukaromah (2201010118)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

Tahun Akademik 2023/2024

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dengan ini penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Pengembangan Kurikulum.

Adapun makalah ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan


tentunya dengan bantuan dari banyak pihak, sehingga dapat memperlancar proses
pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, penulis juga ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam pembuatan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas


kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima
kasih.

METRO, 28 Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Landasan Psikologi Belajar Siswa Dalam Kurikulum

1. Teori Psikologi Kognitif

2. Teori Behaviorisme

3. Teori Psikologi Gestalt

4. Teori Psikologi Konstruktivistik

B. Perkembangan Siswa dalam Kurikulum

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan zaman sekarang merupakan pendidikan yang
senantiasa mengalami perekembangan di berbagi sisinya. Pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada zaman
milenial ini memaksa para pakar pendidikan untuk kembali menyesuaikan
model pendidikan yang sedang diterapkan. Setiap tahunnya, berbagai
penemuan yang dihasilkan dari proses berpikir yang kritis memberikan
dampak bagi arus pendidikan secara global.
Arus globalisasi yang dipandang sebagai bercampurnya budaya
orang barat dan timur, dan juga cepatnya laju informasi dari seluruh
penjuru dunia, menjadikan pendidikan lebih bersifat terbuka. Di beberapa
negara berkembang, ada yang menerapkan berbagai model dan sistem
pendidikan yang juga mengafilisasi model-model pendidikan dari luar
negeri. Oleh karena itu, perkembangan pendidikan telah menjadi
keniscayaan apabila tidak menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Di dalam dunia pendidikan, kita sering mendengar istilah
kurikulum. Menurut Harold B. Alberty, kurikulum adalah all the activities
that are provided for the students by the school. Semua kegiatan dan
pengalaman pembelajaran yang dipersiapkan untuk ditempuh oleh peserta
didik selama di bangku sekolah. Tentunya dengan adanya kurikulum,
peserta didik mampu belajar sesuai dengan tujuam yang akan dicapai.
Kurikulum lebih bersifat sebagai kemasan dan pedoman dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Sebagai contoh kurikulum yang terdapat di Indonesia, corak
penelitian yang diinginkan saat ini merupakan pendidikan yang berisi
mengenai karkter. Hal tersebut ditandai dengan adanya diberlakukannya
kurikulum sebagai manifestasi dan role model dari tujuan pendidikan

4
yang akan dicapai. Adanya revisi-revisi dan perkembangan dari
kurikulum-kurikulum yang diberlakukan pasti sudah disesuiakan dengan
kedaan pada masyarakat di Indonesia dan juga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tidak sebatas merubah kurikulum, tetapi
perlu juga diperhatikan landasan-landasan pengembangan kurikulum. Hal
ini bertujuan supaya dapat untuk mengawal proses dari pengembangan
kurikulum supaya sesuai dengan cita-cita bangsa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Landasan Psikologi Belajar Siswa dalam Kurikulum?
2. Bagaimana perkembangan siswa dalam pengembangan kurikulum?

C. Tujuan Masalah
1. Dapat memahami landasan psikologi belajar siswa dalam kurikulum.
2. Dapat mengetahui perkembangan siswa dalam pengembangan
kurikulum.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan Psikologi Belajar Siswa dalam Kurikulum

Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu


belajar. Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori
belajar. Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan
psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap individu anak
yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka pertumbuhan dan
perkembangan menuju kedewasaannya. Pemahaman yang luas dan
komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan kontribusi
yang sangat berharga bagi para pengembang kurikulum baik di tingkat
makro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang
diharapkan.

Psikologi belajar adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang


bagaimana peserta didik mampu untuk melakukan kegiatan belajar. Secara
umum belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku karena adanya
interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku ini dapat
berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai-nilai. Perubahan
tingkah laku karena insting dan pengaruh zat-zat kimia tidak termasuk
kegiatan belajar.1 Beberapa teori yang digunakan untuk melakukan
pengembangan kurikulum melalui landasan Psikologi Belajar peserta didik
yaitu:

1. Teori psikologi kognitif (kognitivisme)

Teori psikologi kognitif dikenal dengan cognitive gestalt field.


Teori belajar ini adalah teori insight (wawasan). Aliran ini bersumber

1
Zainal Arifin, Konsep Dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya2,
2013), hal.56.

6
dari psikologi gestalt field. Menurut mereka belajar adalah proses
mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah
pemahaman lama. Gestalt field melihat belajar merupakan perbuatan
yang bertujuan eksplorasi, imajinatif, dan kreatif.2

Para ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada


perubahan dalam aspek kognisi (Pemahaman terhadap pengetahuan)
percaya bahwa belajar adalah sesuatu kegiatan mental internal yang
tidak dapatbdiamati secara langsung. Menurut teori ini cara belajar
orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak, dimana cara belajar
orang dewasa.

Piaget mengungkapkan dalam bukunya Nasution bahwa ada empat


tahap pokok dalam perkembangan kognitif-intelektual, yaitu3:

a. Tahap Senso-Motoris (sejak lahir -2 tahun), Tahap ini adalah


tahap untuk bayi ketika memulai mengenal lingkungan dengan
alat indranya (sensoris: pendengaran, penglihatan, penciuman,
pengecapan, dan peradaban), dan juga melalui kemampuan
motoris (berjalan, bergerak, dan merangkak).

b. Tahap pra-Operasional (2-7 tahun lebih), Pada tahap ini bayi


(anak) lebih cenderung menangkap pengaruh dari lambing
(warna, bentuk, gambar, dan lain-lain). Selain itu, bayi akan mulai
mengenal orang lain dan mengenal dunianya.

c. Tahap Operasional Konkret (7 tahun lebih -11 tahun), Pada


tahap ini (perkembangan logika) seorang anak mulai
menggunakan logika saat melakukan pemecahan masalah,
sehingga masalah yang sederhana akan terpecahkan secara
sistematis.

2
Ruhimat, Toto dkk, Kurikulum Dan Pembelajarannya (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2017).

3
Nasution, Kurikulum Dan Pengajaran (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal.30-31.

7
d. Tahap Operasional Format (kurang lebih 11 tahun ke atas), Pada
tahap ini, seorang anak telah mampu berfikir abstrak, mampu
memecahkan masalah yang lebih besar serta mulai membentuk
hipotesis dan menguji sesuatu dengan eksperimen dalam proses
belajar dan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Teori Behaviorisme
Teori ini dinamakan dengan teori S – R Conditioning yang terdiri
atas tiga teori, diantaranya:
a. Teori S – R Bond, berasal dari psikologi koneksionisme atau teori
asosiasi. menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses kegiatan
untuk membentuk sebuah hubungan stimulus-respons. Berdasarkan
teori ini ada tiga hukum belajar, yaitu law of readiness (kesiapan),
law of exercise (latihan) or repetition (pengulangan), and law effect
(efek/akibat).
b. Teori conditioning atau stimulus-response with conditioning.
Hubungan antara stimulus dengan respon perlu dibantu dengan
suatu kondisi tertentu. Contohnya ketika peserta didik masuk kelas,
istirahat dan pulang sekolah perlu adanya tanda bel sebagai
stimulus.
c. Teori reinforcement, dalam teori ini kondisi diberikan pada
respons, misalnya memberikan reward berupa nilai tinggi, pujian
atau bahkan hadiah.4

Peran pendidikan adalah menganalisis bahan pelajaran,


membaginya dalam bagian-bagian kecil, menyajikan satu per satu
kepada siswa sambil memberi balikan (reinforcement) berupa pujian
bila benar dan kadang hukuman bila salah. Proses belajar siswa
berdasarkan: reinforment (balikan) positif berupa pujian angka baik,

4
Zainal Arifin, Konsep Dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013), hal.57-58.

8
hukuman, celaan, atau tidak diberi penghargaan dengan memberi
angka jelek atau kecaman, memberikan contoh melalui demonstrasi
untuk ditirukan siswa, latihan dan ulangan untuk memantapkan S-R.

3. Teori Psikologi Gestalt


Kata Gestalt mempunyai arti pettern atau configuration. Awalnya,
teori persepsi dikembangkan untuk pembelajaran, khususnya untuk
pemecahan masalah. Gambaran umumnya adalah bahwa bentuk itu
menggambarkan perhatian pada pembawaan lahir dan bathin pada
pembawaan lahir, dan mempelajari pengaturan proses yang kita miliki,
ketimbang kondisi-kondisi respons yang bersifat eksternal.
Teori Gestalt sangat mementingkan anak didik dalam proses
belajar mengajar. Individu merupakan sentral dalam proses belajar dan
proses belajar bukan sekedar akumulasi ilmu pengetahuan, yaitu
menambahkan suatu segmen pengetahuan kepada pengetahuan yang
telah ada.
Psikologi gestalts, aliran ini bertitik tolak dari suatu keseluruhan.
Keseluruhan bukan jumlah dari bagian-bagian, melainkan suatu
kesatuan yang bermakna. Prinsip-prinsip belajar belajar menurut teori
ini yaitu:
a. Belajar dimulai dari suatu keseluruhan menuju ke bagian-bagian.
b. Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian.
c. Bagian-bagian dilihat dalam hubungan keseluruhan, individu
merupakan bagian-bagian dari keseluruhan.
d. Belajar memerlukan insighnt atau pemahaman.
e. Belajar memerlukan reorganisasi pengalaman terus menerus.

4. Teori Psikologi Konstruktivistik


Menurut teori belajar konstruktivistik, belajar merupakan suatu
proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir,

9
menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang
dipelajari.5
Adapun beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran kontruktivisme
yaitu :
a. Mencari tahu dan menghargai titik pandangan/pendapat siswa.
b. Pembelajaran dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa.
c. Memunculkan masalah yang relevan dengan siswa.
d. Menyusun pembelajaran yang menantang dugaan siswa.
e. Menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-
hari.
Pada teori ini lebih berfokus kepada pengembangan pola pikir
siswa, dan membuat siswa agar lebih kritis dan aktif.

B. Perkembangan siswa dalam perkembangan kurikulum


Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak
masa konsepsi, yaitu masa pertemuan sel telur denan spermatosoid sampai
dengan masa dewasa. Informasi tentang perkembangan inndividu
diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional,
psikonalitik, sosiologik dan studi kasus. Individu apakah itu seorang anak
atauapun orang dewasa, merupakan kesatuan jasmani-rohani yang tidak
dapat dipisahkan-pisahkan dan menujukkan karakteristik-karakteristik
tertentu yang khas. Individu manusia adalah sesuatu yang sangat kompleks
tetapi unik, yakni memiliki banyak aspek seperti aspek jasmani,
intelektual, sosial, ekonomi, moral dan sebagainya. Tetapi keseluruhannya
membentuk satu kesatuan.
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan
yang berbeda satu sama lainnya, seperti peryataan dirinya dalam bentuk
tangissan dan gerakan-gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa
sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam

5
Hidayat Sholeh, Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013),
hal.38.

10
psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan
dengan perkembangan individu pada tiap-tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat
berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak
merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di sammping
persamaanya.6 Implikasi terhadap pengembanan kurikulum menurut Rudi
Susilana, yaitu :
a. Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat,
minat dan kebutuhannya.
b. Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti)
yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran
pilihan yang sesuai dengan minat anak.
c. Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan
juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang
berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan
studi ke jenjang pendidikan selanjutnya.
d. Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai
atau sikap dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi
yang utuh lahir dan batin.

Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap


pelaksanaan pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu
berpusat pada perubahan tingkah laku peserta didik.
b. Bahan atau materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan,
minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
c. Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf
perkembangan anak.

6
Lilis Yuliawati, “Inovasi Kurikulum” Vol.5, no. 1 (February 2008).

11
d. Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat
anak.
e. Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijadikan
secara terus-menerus.

Salah satu hal yang penting untuk dijadikan dalam proses


pengembangan kurikulum adalah perkembangan peserta didik. Pentingnya
pemahaman terhadap peserta didik setidaknya didasarkan pada dua alesan.
Pertama, setiap anak didik memiliki tahapan dan perkembangan tertentu.
Kedua, anak didik yang sedang berkembang merupakan periode yang
sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesaan hidup mereka.
Ketiga, pemahaman akan perkembangan amak akan memudahkan dalam
melaksanakan tugas-tugas pendidikan.7
Perkembangan diartikan sebagai serangkaian proses dan perubahan
progresif yang terjadi sebagai akibat kematangan dan pengalaman.
Perkembangan tidak bisa disamakan dengan pertumbuhan. Perkembangan
cenderung kepada hal-hal yang bersifat kepribadian seperti sikap,
kematangan berpikir dan sebagainya. Sedangkan pertumbuhan terkait pada
fisik manusia.
Setiap individu dalam hidupnya melalui fase-fase perkembangan.
Mengenal penentuan fase-fase perkembangan tersebut para ahli
mempunyai pendapat yang berlainan. Elizabeth B.Hurlock mengemukakan
tahapan perkembangan individu yang meliputi; fase pertama, fase parental
yaitu sebelum lahir (masa konsepsi sampai 9 bulan); kedua, infacy (orok,
yaitu lahir sampai 10-14 hari); ketiga, childhood (kanak-kanak, yaitu 2
tahun sampai remaja) dan keempat, adolescence (puberty, yaitu 11-13
tahun sampai usia 21 tahun).
Rousseau mengenukakan tahapan perkembangan sebagai berikut:
pertama, usia o,o-2,0 tahun adalah usia pengasuhan; kedua, usia 2,0-12,0

7
Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2013).

12
tahun adalah masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera; ketiga,
usia 12,0-15,0 tahun adalah periode pendidikan watak dan pendidikan
agama.
Dalam hubungannya dengan proses belajar-mengajar (pendidikan)
menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaliknya
bersifat efektof, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi
bersifat luas untuk mempunyai hubungan yang erat. Atas dasar itu
perkembangan individu sejak lahir sampai masa kematangan dapat
digambarkan melewati fase-fase berikut:
a. Masa Usia Prasekolah
Masa usia prasekolah dapat dirinci menjadi dua masa, yaitu masa
vital dan masa estetik. Pada masa vital, individu menggunakan
fungsi-fungsi biologis untuk merespon berbagai hal yang terdapat di
lingkungannya. Freud menanamkan tahun pertama dalam kehidupan
individu sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandnag sebagai
sumber kenikmatan dan ketidaknikamatan. Anak memasukkan apa
saja yang dijumpai ke dalam mulutnya, tidaklah karena mulut
merupakan sumber kenikmatan utama, tetapi karena wkatu itu mulut
merupakan alat untuk melakukkan eksplorasi dan belajar. Pada masa
ini perkembamgan fisik berlangsung sangat pesat dibandingkan
dengan aspek-aspek perkembangan lainnya.
Pada tahun kedua anak telah belahar berjalan, dengan mulai
berjalan anak akan mulai belajar menguasai ruang dari ruang yang
paling dikenalnya menuju ruang yang lebih jauh. Pada tahun kedua
juga, umunya terjadi pembiasaan terhadap keberhasilan (kesehatan).
Melalui latihan kebersihan, anak belajar mengendalikan dorongan-
dorongan yang datang dari dalam dirinya misalnya buang air kecil
atau buang air besar.
Masa estetik merupakan masa berkembangnya rasa keindahan dan
masa peka bagi anak untuk memperoleh rangsangan (stimulasi)
melalui seluruh iderany (penglihatan, penciuman, pendengaran,

13
pengecap dan peraba). Para ahli pendidikan anak usia dini menyebut
masa ini adalah “the golden age” atau masa emas, karena masa ini
adalah saat yang tepat bagi anak untuk mengembangkan aspek-aspek
perkembangannya secara menyeluruh.

b. Masa Usia Sekolah Dasar


Fase ini disebut juga priode intelektual, karena pada usia ini anak
mulai menunjukkan perhatian yang besar terhadap dunia ilmu
pengetahuan tentang alam dan sekitarnya. Pada usia 6-7 tahun
biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk mengikuti kegiatan
belajar di sekolah dasar. Pada masa ini anak-anak lebih mudah
diarahkan, diberi tugas yang harus diselesaikan, dan cenderung mudah
untuk belajar berbagai kebiasaan seperti makan, tidur, bangun dan
belajar pada waktu dan tempatnya dibandingkan denggan masa
prasekolah.

c. Masa Usia Sekolah Mengengah


Masa usia sekolah mengengah bertepatan dnegan masa remaja.
Masa remaja merupakan masa yang banyak menraik perhatian kaeena
sifat-sifat khasnya dan perananya yang menentukkan dalam kehidupan
individu dalam masyarakat orang dewasa.8

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Landasan psikologis sebagai bagian dari landasan pokok dalam
pengembangan kurikulum mempunyai tempat strategis dalam
8
Priyanto, “Jurnal El-Hamra (Kependidikan Dan Kemasyarakatan)” 2, no. 1 (February 2017):
hal.21-22.

14
pembelajarannya. Pengembangan kurikulum harus dilandaasi oleh asumsi-
asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentangg apa dan
bagaimana perkembangan peserta didik serta bagaimana peserta didik
belajar. Dalam pengembangan kurikulum aspek psikologi patut
dipertimbangkan, pada proses pelaksanaan kurikulum faktor psikologi dari
pembelajaran perlu diperhatikan yaitu pada aspek psikologi perkembangan
dan psikologi belajar.
Psikologi belajar merupakan bagian dari psikologi, yang mengkaji
bagimana seseorang melakukkan kegiatan belajar, cara dia menerima suatu
rangsang/informasi sehingga terjadi suatu proses belajar. Terdapat tiga
bagian dari psikologi belajar antara lain teori displin daya/disiplin mental
(faculty theory), teori behaviorisme dan organismc/cognitive gestalt field.
Psikologi perkembangan memandang aspek kesiapan peserta didik dalam
proses pelaksanaan kurikulum, beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pengembangan kurikulum perlu memandang dan memperhatikan
faktor psikologi perkembangan dan tiap-tiap peserta didik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat Sholeh. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2013.
Lilis Yuliawati. “Inovasi Kurikulum” Vol.5, no. 1 (February 2008).
Nasution. Kurikulum Dan Pengajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Priyanto. “Jurnal El-Hamra (Kependidikan Dan Kemasyarakatan)” 2, no. 1
(February 2017).
Ruhimat, Toto dkk. Kurikulum Dan Pembelajarannya. Depok: PT RajaGrafindo
Persada, 2017.
Wina Sanjaya. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2013.
Zainal Arifin. Konsep Dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya2, 2013.
———. Konsep Dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai