Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahtsul Kutub
KELOMPOK : 21
KELAS : A
TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan nikamat iman, nikmat sehat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu dan tanpa ada suatu halangan apapun.
Dan tak lupa sholawat serta salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan baginda
agung Nabi Muhammad SAW yang selalu dinanti-nantikan syafa’atnya kelak di yaumil
qiyamah.
Tak lupa juga mengucap rasa syukur dan banyak-banyak terimakasih kepada
dosen pengampu pada mata kuliah “Bahtsul Kutub” yang telah memberikan tugas ini
sehingga saya dapat membuat dan menghasilkan makalah ini. Makalah ini dibuat
diharapkan supaya dapat menambah pengetahuan dan menambah wawasan saya sesuai
dengan bidang studi yang sedang saya tempuh sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Meskipun makalah ini telah disusun dengan secara maksimal, akan tetapi saya
sebagai penulis memahami bahwa sebagai manusia bisa menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih sangatlah jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.
Kelompok 19
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................................
C. Tujuan Rumusan Masalah ....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak orang yang mengaku dirinya beragama Islam, namun pemahamannya
tentang ke Esaan Alloh masih sangat kurang, bahkan sedikit sekali orang yang dapat
menjawab dengan benar apabila ditanya tentang keEsaan Allah. Di sisi lain
seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah yang
disembahnya, tidak mengetahui bagaimana sifat-sifat Allah, tidak mengetahui nama-
nama Allah, tidak mengetahui apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya.
Yang akibatnya, tidak mentauhidkan Allah dengan benar, bahkan
mensyirikkanNya dan keimanan terhadap Nya pun sangat kurang, sehingga
kepasrahan terhadap Alloh swt pun mengambang. Maka sangat penting dan urgen
bagi setiap muslim mempelajari tauhid yang benar, dan menyimak tentang ke Esaan
Alloh langsung dari Kalam Allah yang telah ditulis di dalam Al Quran contohnya
dalam surat Al-‘An’am, karena didalam surat al-An’am ini mengandung bukti-bukti
keesaan Alloh swt.
Bahkan dalam ilmu Tauhid ilmu yang paling pertama dan utama yang harus
diketahui terlebih dahulu oleh setiap muslim. Oleh karena itu, setiap muslim wajib
mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu
tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan
hak-hak-Nya atas hamba- Nya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Rumusan Masalah
BAB II
iv
PEMBAHASAN
A. Pemahaman Terhadap Konsep Hijab
Hijab dalam konteks ini bukanlah hijab yang dikenakan oleh manusia,
melainkan konsep yang menunjukkan ketidakmungkinan sesuatu untuk
menyembunyikan Allah. Meskipun manusia mungkin tidak dapat sepenuhnya
memahami keberadaan Allah, keimanan dalam Islam menegaskan bahwa Allah
tetap Maha Nyata dan tidak terhijab oleh apapun.1
Pernyataan ini menunjukkan pandangan Islam terhadap keberadaan Allah dan
keyakinan bahwa tidak ada yang dapat sepenuhnya menyembunyikan-Nya. Konsep
"hijab" di sini digunakan secara metaforis untuk menyatakan ketidakmungkinan
atau keadaan di mana Allah tidak dapat diakses atau disembunyikan oleh sesuatu
pun.
Dalam Islam, konsep ini mencerminkan keimanan akan keberadaan Allah yang
Maha Kuasa dan Maha Nyata, serta keyakinan bahwa manusia, meskipun
pemahamannya terbatas, tetap dapat berhubungan dengan-Nya melalui iman,
ibadah, dan ketaatan. Meskipun sifat dan hakikat Allah tidak dapat dipahami
sepenuhnya oleh manusia, keimanan Muslim menegaskan keterbukaan dan
kehadiran-Nya yang tidak terhijab oleh realitas materi atau apapun di alam semesta.
1
M. Minanur Rohman, Cinta Wujudiyah dalam Sufisme Ibnu Arabi (IRCISOD, t.t.).
v
oleh sesuatu karena Allah adalah Zat yang Maha Kuasa dan Maha Segalanya.
Pengenalan konsep zahir Allah mencerminkan aspek terkait kejadian dan fenomena
yang dapat dikenali secara langsung melalui kesadaran dan pemandangan. Bukti
kekuasaan Allah dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan dan alam
semesta, seperti pengendalian alam, kekuasaan dalam kehidupan manusia, dan
Surat Al-Quran.2
Kesadaran akan kebesaran Allah memberikan ketenangan dan penghiburan
dalam menghadapi kesulitan dan cobaan, serta membantu menghindari perbuatan
dan pemikiran yang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, memahami
dan menghargai konsep zahir Allah dapat meningkatkan pemahaman dan
kepercayaan pada Allah, serta menjelaskan bagaimana Allah menghiburkan dan
mengendalikan kejadian di alam semesta. Dalam Islam, misalnya, Allah dianggap
Maha Kuasa dan Maha Agung, dan konsep tentang Allah tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu. Allah dianggap sebagai Zat yang Transenden dan tidak dapat
dibandingkan denganmakhluk-Nya. Oleh karena itu, banyak ajaran Islam yang
mengajarkan bahwa Allah tidak dapat berhijab atau dibatasi oleh sesuatu apapun.
Konsep ini mencerminkan keyakinan akan keesaan dan keagungan Allah.
Di agama-agama lain, konsep tentang keagungan dan sifat-sifat Tuhan mungkin
berbeda. Sebagian besar agama mungkin memiliki gambaran yang lebih personal
atau konseptual tentang Tuhan, dan pandangan mereka terhadap pertanyaan
semacam ini mungkin berbeda sesuai dengan ajaran mereka.Penting untuk diingat
bahwa pemahaman tentang Allah dan sifat-sifat-Nya merupakan bagian dari aspek
kepercayaan agama masing-masing individu atau kelompok, dan pandangan ini
dapat bervariasi secara signifikan antara agama-agama atau aliran-aliran
kepercayaan yang berbeda.
Konsep bahwa Allah tidak dapat dihijab oleh sesuatu merupakan bagian dari
keyakinan dalam teologi Islam. Dalil-dalil untuk menunjukkan ketidakmungkinan
ini dapat ditemukan dalam Al-Qur'an, hadis, dan tradisi keilmuan Islam. Salah satu
dalil utama adalah konsep ketuhanan yang bersifat mutlak dan tanpa batas yang
2
Ghozi Ghozi, “Wahdat al-Wujûd ‘Abd al-Karîm al-Jîlî,” TEOSOFI: Jurnal Tasawuf dan
Pemikiran Islam 3, no. 1 (2013): 1–18.
vi
dinyatakan dalam Al-Qur'an. Berikut adalah beberapa ayat Al-Qur'an dan hadis
yang mendukung gagasan bahwa Allah tidak dapat dihijab oleh sesuatu:
a. Ayat Al-Qur`an :
Artinya : “Dan tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia.” (QS Al-Ikhlas : 4)4
َقاَل َقاَل َرُس وُل الَّلِه صلى اهلل عليه وسلم " ِإَّن ِلَّلِه َتَباَر َك َو َتَعاىَل،َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َة
Hadis ini menegaskan bahwa Allah tidak dapat dihijab oleh makhluk-Nya.
Hanya Allah sendiri yang memiliki kekuatan untuk menghijab diri-Nya dengan Nur
(cahaya), yang merupakan manifestasi dari keagungan-Nya.
3
Q.S Asy-Syura/ 42:11
4
Q.S Al-Ikhlas/ 112:4
5
Shahih Muslim
vii
C. Pengertian KeEsaan Allah
Allah Ta’ala itu Maha Esa. Tiada Tuhan selain Allah. Dia esa atau tunggal,
baik dalam dzat, sifat, dan af’alnya. Esa dalam dzat artinya dzat-Nya tidak tersusun
dari beberapa bagian yang terpotong-potong. Dan Allah SWT itu tidak memiliki
sekutu dalam memerintah serta menguasai kerajaan alam raya semesta ini. 6
Keesaan Allah adalah dasar bagi keimanan seorang mukmin. Meyakini keesaan
Allah selain menjadi identitas bagi diri pribadinya, sekaligus menjadi pembeda
antara mukmin dengan bukan mukmin. Kekuatan iman seseorang itu ditandai
dengan komitnya menanamkan dan memepertahankan keesaan Allah dalam
dirinya. Orang yang tidak mengakui keesaan Allah sudah pasti ia bukan orang
mukmin. Dengan demikian, seorang mukmin akan senantiasa mempertahankan
keesaan Allah dalam dirinya agar ia tidak terjatuh ke dalam lembah keyakinan yang
salah.7
Seorang mukmin sejati menjadikan Allah sebagai inti pengalaman
keagamaannya. Kalimat syahadah, berupa pengakuan penerimaan Islam
menegaskan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Allah menempati posisi sentral
dalam setiap kedudukan tindakan dan pemikiran setiap muslim. Allah mengisi
kesadaran muslim dalam waktu kapan pun dan di mana pun. Bagi kaum muslimin
Allah benar-benar merupakan dzat yang agung.8
Kata Esa dalam bahasa Arab disebut Ahad atau Ahadun. Pengertian Allah
maha Esa itu terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Allah Maha Esa dalam Dzat-Nya, artinya dzat-Nya tidak tersusun dari
beberapa bagian dan tak ada dzat makhluk yang serupa dengan dzat-Nya.
2. Allah Maha Esa dalam Sifatnya-Nya, artinya tak ada sifat-Nya yang rangkap
di dalam satu nama dan satu makna, dan tidak ada makhluk yang mempunyai
sifat yang serupa dengan sifat-sifat-Nya.
6
W-Islam.com., “Allah itu Maha Esa,” 2013, http://www.w-islam.com/2013/06/1141/allah-swt-
itu-maha-esa/.
7
afrizal m, “Pemahaman Keesaan Allah dalam Teologi Islam,” Jurnal Ushuluddin 20, no. 2 (2013):
115, https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/ushuludin/article/view/921/875.
8
Isma’il Raji al-Faruqi, Tauhid, diterjemahkan dari Tauhid: its Implications for Thought and Life
(Bandung: Pustaka, 1995), 1.
viii
3. Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya tak ada perbuatan bagi
makhluk. Allah-lah yang menciptakan seluruh perbuatan makhluk-Nya.9
al-Ghazali (2013) pula berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t. itu Esa, tidak ada
sekutu baginya, dia bersendirian dalam mencipta dan menjadikan sesuatu. Allah
tidak ada tandingan yang bekerjasama atau mempunyai kekuasaan yang sama atau
lebih daripadanya. Allah tidak ada lawan yang setanding dan mampu menentang
kehendak serta kekuasaanNya”.
Dengan itu, jelaslah kepada kita bahawa tidak ada sesuatu pun yang boleh
berkongsi dengan Allah s.w.t. dalam apa jua perkara pun. Malah, Dia adalah Tuhan
Yang Maha Esa dan tiada sesuatu pun yang setanding denganNya. Hal ini
diterangkan oleh Allah s.w.t. dalam surah al- Ikhlas, ayat 1-4 yang berbunyi:
)4( ) َو َلْم َيُك ْن َلُه ُكُفًو ا َأَح ٌد3( ) َلْم َيِلْد َو َلْم ُيوَلْد2( ) ُهَّللا الَّص َم ُد1( ُقْل ُهَو ُهَّللا َأَح ٌد
Artinya : “Katakanlah (wahai Muhammad): (Tuhanku) ialah Allah Yang Maha Esa;
Allah Yang menjadi tumpuan sekalian makhluk untuk memohon sebarang hajat;
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan; Dan tidak ada sesiapapun yang
serupa denganNya”
9
Antosu3, “Allah Maha Esa (Al-Wahdaaniyyah),” 2009,
https://atspoedj.wordpress.com/2009/08/28/allah-maha-esa-al-wahdaaniyyah/.
ix
Di samping itu, ia juga bermaksud Allah s.w.t. tidak mempunyai berbilang-
bilang sifat yang sama jenis. Sebagai contoh, Allah s.w.t. tidak mempunyai dua
sifat iradat (berkehendak) atau lebih, dua sifat ilmu atau lebih dan begitulah juga
sifat-sifatNya yang lain.
3. KeEsaan Allah s.w.t. pada perbuatanNya
KeEsaan Allah s.w.t. pada perbuatanNya bermaksud perbuatanNya tidak
sama dengan perbuatan makhluk. Ia juga bermakna Allah s.w.t. tidak
bekerjasama dengan mana-mana pihak dalam usaha menciptakan sesuatu.10
Ketiga-tiga kategori telah pun disebutkan oleh Ibn ‘Atoillah al-Sakandari dalam
kata hikmahnya yang berbunyi: “Sesungguhnya telah yakin dan pasti akan
kewujudan Allah Yang Maha Esa dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupainya
sama ada pada zat, sifat dan perbuatannya”11
x
walam yakun lahu kufuwan ahadun
Artinya: “dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".12
2. QS. Al-Baqarah ayat 163
١٦٣ ﴿ ﴾َو ِإَٰل ُهُك ْم ِإَٰل ٌه َو اِح ٌد ۖ اَل ِإَٰل َه ِإاَّل ُهَو الَّرْح َٰم ُن الَّر ِح يُم
wa-ilaahukum ilaahun waahidun laa ilaaha illaa huwa alrrahmaanu alrrahiimu
Artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” [2:163].13
3. QS. Al-Anbiyaa’ ayat 22
٢٢ ﴿ ﴾َلْو َك اَن ِفيِهَم ا آِلَهٌة ِإاَّل ُهَّللا َلَفَس َدَتاۚ َفُسْبَح اَن ِهَّللا َر ِّب اْلَع ْر ِش َع َّم ا َيِص ُفوَن
law kaana fiihimaa aalihatun illaa allaahu lafasadataa fasubhaana allaahi
rabbi al'arsyi 'ammaa yashifuuna
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah
keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ´Arsy
daripada apa yang mereka sifatkan.” [21:22].14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
12
Qs. Al Ikhlas Ayat 1-4, t.t.
13
QS. Al-Baqarah ayat 163, t.t.
14
QS. Al-Anbiyaa’ ayat 22, t.t.
15
QS. Az-Zumar ayat 4, t.t.
xi
DAFTAR PUSTAKA
xii
Ghozi, Ghozi. “Wahdat al-Wujûd ‘Abd al-Karîm al-Jîlî.” TEOSOFI: Jurnal Tasawuf
dan Pemikiran Islam 3, no. 1 (2013): 1–18.
m, afrizal. “Pemahaman Keesaan Allah dalam Teologi Islam.” Jurnal Ushuluddin 20,
no.2(2013).https://ejournal.uinsuska.ac.id/index.php/ushuludin/article/view/
921/875.
Mohamed, Syed Sultan Bee Bt. Packeer, Afifah bt. Abu Yazid, Syahrul Faizaz bt.
Abdullah, dan Mohd. Nizho bin Abdul Rahman. “DESKRIPSI KEESAAN
ALLAH S.W.T. MENURUT PERUMPAMAAN DALAM AL-QURAN.”
Journal of Islamic, Social, Economics and Development 3, no. 14 (2018).
Qs. Al Ikhlas Ayat 1-4, t.t.
QS. Al-Anbiyaa’ ayat 22, t.t.
QS. Al-Baqarah ayat 163, t.t.
QS. Az-Zumar ayat 4, t.t.
Rohman, M. Minanur. Cinta Wujudiyah dalam Sufisme Ibnu Arabi. IRCISOD, t.t.
W-Islam.com. “Allah itu Maha Esa,” 2013.http://www.wislam.com/2013/06/1141/allah-
swt-itu-maha-esa/.
xiii