Akibat dari pemikirannya, Syekh Abdul Hamid Abulung berakhir hidupnya di tangan para algojo Kesultanan Banjar. Ia dihukum
mati oleh keputusan Sultan Tahmidillah, atas pertimbangan Syekh Muhammad Arsyad, yang waktu itu menjabat sebagai mufti besar.
Ia dimakamkan di Kampung AbulungSungai Batang Martapura.
Karya
Syekh Abdul Hamid Abulung dinilai kering karya. Karena hingga saat ini hanya ada
beberapa fragmen yang menyiratkan pandangan Syekh Abdul Hamid mengenai
Tasawuf yang bisa dilacak, dan itu pun sangat terbatas. Di Kalimantan Selatan
Masjid Jami Syekh Abdul Hamid
sendiri sekarang ada sebuah karya yang disinyalir kepunyaan Syekh Abdul Hamid.
Abulung al-Banjari
Naskah itu berisi tentang pandangan tasawuf wujudiyyah mulhid, berupa
pembahasan mengenai “Asal Kejadian Nur Muhammad”. Namun tidak diketahui
nama ulama Banjar yang menulis karya tersebut.
Keramat
Saat hukuman mati dilaksanakan ia dimasukan kedalam kerangkeng besi, lalu kerangkeng itu ditenggelamkan ke dalam sungai, akan
tetapi pada saat itulah muncul karamah dia, meski ditenggelamkan ke dasar sungai, namun ketika tiba waktu sholat, secara ajaib
kerangkeng itu naik keatas sungai dan terlihatlah Syeikh Abdul Hamid Abulung atau Datu Abulung sedang melaksanakan sholat.
Setelah sholatnya selesai, kerangkeng itupun tenggelam lagi, hal itu terjadi berulang-ulang. Hal itu populer dalam cerita rakyat
Banjar.
Referensi
1. ^ Haul Syekh Abdul Hamid Abulung(http://humas.banjarkab.go.id/haul-syekh-abdul-hamid-abulung/)-
humas.banjarkab.go.id, diakses 1 April 2014.