Anda di halaman 1dari 126

GETARAN

DAN
KEBISINGAN KAPAL

PROGRAM STUDI TEKNIK SISTEM PERKAPALAN


JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014

1
Daftar Isi

2
BAB I

Deskripsi Umum Mata Kuliah

1.1 PENDAHULUAN

Mata kuliah getaran dan Kebisingan kapal adalah salah satu matakuliah kompetensi
utama pada program teknik sistem perkapalan, matakuliah ini merupakan mata kuliah inti
program studi teknik sistem perkapalan, Ketersedian bahan ajar selama proses
perkuliahan adalah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efektifitas proses
pembelajaran. Dengan demikian sehingga mahasiswa dapat mempersiapkan diri sebelum
perkuliahan dilangsungkan, dan selanjutnya mahasiswa dapat lebih mendalami materi
yang telah diberikan.
Pada Kurikulum 2007 (TA 2007 – 2012) mata kuliah Getaran kapal dan kebisingan
dikenal dengan nama mata kuliah Getaran Sistem Permesinan (kode Mk 422D332) yang
disajikan pada semerter awal, Jumlah mahasiswa terdaftar (TA 2009–2010 ) berjumlah
24 orang berdasarkan jumlah tersebut 8% dengan nilai A dan 42% nilai E. Selanjutnya
pada kurikulum 2012 mata kuliah Getaran Sistem Permesinan berubah nama menjadi
matakuliah Getaran dan kebisingan kapal (kode Mk 336D332) dan penyajian matakuliah
bergeser pada semester akhir. Jumlah mahasiswa terdaftar (TA 2013-2014) peminat
matakuliah getaran dan kebisingan berjumlah berjumlah 63 orang dengan jumlah tersebut
6% dengan nilai A dan 33% nilai E. Meskipun jumlah peminat bertambah namun tingkat
kelulusan menurun.
Rendahnya minat dan daya serap mahasiswa selama ini dalam menggikuti perkulihaan
mata kuliah Getaran dan Kebisingan Kapal masih diyakini karena kurangnya referensi /
bahan ajar yang tersedia, hal tersebut terlihat rendahnya keaktifan dan wawasan
mahasiswa pada saat diskusi di ruang kelas, pada saat mengerjakan tugas dan kesiapan
mahasiswa menghadapi evalusi akhir mata kuliah.
Deskripsi singkat buku ajar yang diusulkan sesuai dengan Garis-Garis Rencana
Pembelajaran MK Getran dan kebisingan Kapal Program studi Teknik Sistem Perkapalan
berisikan antara lain: Sumber-sumber getaran di kapal, Sistem keseimbangan gaya,
Getatarn paksa dan resonansi, Sistem getaran dengan derajat banyak, Mekanika getaran,
Getaran torsional pada sistem propulsi, Getaran motor, propeller dan gelombang,

3
Kebisingan dan effeknya, Dapak getaran dan kebisingan terhadap konstruksi,
intrumentasi dan manusia, Kreteria getaran dan kebisingan.

Ketua tim penulis telah mengikuti pelatihan Penulisan dan Editor Buku program
kerjasama PPS UNHAS dan Pusat Pelatihan dan Pemberdayaan masyarakat Brilian
Internasional Tahun 2011 dan pelatihan metode pembelajaran berbasis SCL Program
Kerjasama PPS UNHAS dan Pusat pengembangan pendidikan Universitas Gadjah Mada
Tahun 2008 serta pernah mengikuti Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah Internasional
kerjasama LPM Univ. Kristen Petra Surabaya dan DP2M Dikti Jakarta. Selanjutnya
Anggota penulis pernah mengikuti pelatihan AA Tahun 1998 dan pelatihan metode
pembelajaran TOT-SCL Tahun 2007. Sehingga hal ini merupakan ilmu yang sangat
bermanfaat untuk penyusunan bahan ajar yang lebih baik.

1.2 Profil Lulusan

Lulusan program Studi Teknik Sistem Perkapalan dapat mengmbangkan karier dengan
kapasitas mampu mengamalkan nilai moral dan etika yang sesuai norma agama dan
masyarakat dalam melakukan perancangan sistem permesinan kapal yang mencakup
konstruksi, instalasi perpipaan, kelistrikan dan instrumentasi di kapal. Lulusan juga
mempunyai kemampuan untuk melakukan penilaian secara teknis terhadap hasil
pekerjaan konstruksi dan memiliki keahlian dalam perawatan sistem permesinan kapal.

Kompetensi Lulusan
a. Kompetensi Utama:
Mampu merancang sistem penggerak dan permesinan serta sistem kendali kapal
U1
secara efektif dan efisien.
Mampu dan terampil merancang sistem instalasi perpipaan dan instrumentasi di
U2
kapal dan bangunan kelautan lainnya yang ramah lingkungan.
Mampu merancang sistem pemeliharaan dan perawatan permesinan kapal dan
U3
sistem perlengkapan kapal serta bangunan kelautan lainnya

4
b. Kompetensi Pendukung
Mampu merancang kapal dan bangunan kelautan lainnya yang ergonomis dan
P1
andal.
Mampu merancang sistem permesinan, kelistrikan dan perpipaan dalam
P2
pekerjaan teknik yang relevan
Menjunjung tinggi norma, tata-nilai, moral, agama, etika dan tanggung jawab
P3 profesional dalam bidang pekerjaan teknik sistem perkapalan dan bangunan
kelautan.
Mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang lain baik dalam lingkungan
P4
pekerjaan maupun dengan masyarakat

c. Kompetensi Lainnya
Mampu dan terampil menangani aplikasi statistik dalam pemecahan masalah
L1
analisis data dari suatu penelitian

L2 Mampu menangani rekayasa nilai suatu fungsi hasil produk/jasa dan


meningkatkannya semaksimal mungkin atas dasar efektifitas fungsi

5
GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN

Nama Mata Kuliah : Getaran dan Kebisingan Kapal


Kode Mata Kuliah : 336D3302
Semester Penyajian : VI (Enam)
Program Studi : Teknik Sistem Perkapalan

Kompetensi Sasaran :

Kompetensi Utama : - mampu merancang system pengggerak dan


permesinan serta kkendali kapal secara efektif dan
efisien (U1)
Kompetensi Pendukung : - Mampu merancang kapal dan bangunan kelautan
lainnya yang ergonomis dan andal (P1)
- Mampu merancang system permesinan, kelistrikan
dan perpipaan dalam pekerjaan teknik yang relevan
(P2)

Kompetensi Lainnya :-

Sasaran Belajar : mahasiswa mampu mempresentasikan sumber getar


dan kebisingan di kapal termasuk mekanismenya dan
penentuan parameternya, dampak getaran dan
kebisingan pada kapal, dan kriteria getaran dan
kebisingan yang tertoleransi di kapal sesuai dengan
peraturan dari klasifikasi kapal dan ISO.

6
Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP)

Pertemuan ke Sasaran Materi Pembelajaran/ Strategi/Metode Indikator Penilaian Bobot


Pembelajaran Topik Kajian Pembelajaran Penilaian
I memahami proses pembelajaran dan Kesepakatan Pembelajaran Ceramah dan Penugasan Pengetahuan sumber
kesepakatan terhadap norma Pendahuluan getaran dan pengaruh 5%
pembelajaran.  Jenis getaran getaran pada kapal
Menjelaskan sumber-sumber getaran  Sumber getaran di kapal
di kapal dan pengaruhnya terhadap  Pengaruh getaran
sistem di kapal.  Gerak Harmonik
II, III Menyusun sistem keseimbangan Getaran bebas Ceramah dan Penugasan Pemahaman system
gaya, persamaan keseimbangan dan  Redaman gaya dan momen 5%
penyelesaiannya pada system getaran  Getaran Transient pada system gertar
bebas dan getaran teredam.  Penggolongan getaran

IV, V, Menyusun persamaan getaran paksa, Getaran Paksa dan Resonansi Ceramah dan Penugasan Pemahaman getaran 10 %
menentukan fenomena resonansi dan - Persamaan keseimbangan kritis dan perhitungan
getaran kritis pada getaran terpaksa getaran paksa amplitudo getaran
- Amplitudo getaran paksa

VI, VII Menyusun persamaan system getaran Sistem getaran dengan derajat Ceramah dan penugasan 10%
dengan derajat kebebasan banyak dan kebebasan banyak
menyelesaikannya
VIII, Mampu menerapkan teori getaran Mekanika Getaran Perhitungan
pada aplikasi umum dan Presentasi Tugas parameter getaran 10%
mempresentasikannya dari system gaya
IX Memahami getaran torsional pada Getaran torsional, bentuk umum, Tingkat Pemahaman dan Perhitungan 20%
sistem propulsi kapal. frekuensi, dan amplitudonya nilai Laporan parameter getaran
dari system momen
X, XI,XII Menjelaskan sumber-sumber getaran Getaran Motor, Propeler, dan Ceramah dan Penugasan Penjelasan gataran
di kapal dan mekanismenya Gelombang motor, propeller dan
10 %
gelombang sebagai
sumber getaran

7
XIII Menjelaskan Sumber dan mekanisme Kebisingan: Sumber dan Efeknya Ceramah dan Penugasan Penjelasan sumber
Kebisingan di kapal bising dan 5%
perhitungannya
XIV Menjelaskan dampak kebisingan Dampak Getaran dan kebisingan Pada Ceramah dan Penugasan Penjelasan dampak
Konstruksi, Instrumentasi, dan bising pada orang 5%
Manusia di kapal
XV, XVI Mempresentasikan kriteria getaran Kriteria getaran dan kebisingan Presentasi Tugas Penjelasan tg criteria
dan kebisingan pada kapal getaran dan 20%
kebisingan

Nama dan Kode dosen (Pengampu Mata Kuliah)


1. A. Haris Muhammad, ST., MT., PhD (00 04046902)
2. Dr. Ir. GandingSitepu, Dipl-Ing (00 250460 01)

Referensi Utama
1. ABS. 2006. Guidance Note on Ship Vibration. American Bureau of Shipping. New York.
2. Assmussen, Iwer, et all. 2001. Ship Vibration. Germanischer Lloyd. Hamburg.
3. Harrington, Roy L. 2001. Marine Engineering. SNAME. Ney Jersey
4. Hutahaean, Ramses. 2012. Getaran Mekanik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
5. Lloyd’s Register. 2006. Ship Vibration and Noise, Guidance Notes. Lloyd;s Register. London.
6. Tungga B.K.. 2011. Dasar-dasar Getaran Mekanis. Penerbit Andi. Yogyakarta
7. Vorus, William, 2010. Vibration. Principles of Naval Architecture. SNAME. New Jersey.

8
BAB 2

SISTEM GETARAN

2.1 Pendahuluan
Pada bab ini fokus pembahasan adalah sistem getaran sederhana, satu derajat kebebasan
dan dalam pembahasan ini titik berat tujuan adalah mahasiswa mengenal sistem gaya
yang bekerja dalam sistem getar , menyusun persamaan keseimbangan gaya atau momen,
menyelesaikan persamaan keseimbangan itu. Selanjutnya dari penyelesaian persaman
keseimbangan dapat diperoleh frekuensi, periode dan amplitudo getaran. Ketiga besaran
itu adalah parameter utama intensitas getaran.
Sasaran pemebelajaran : setelah menyelesaikan bahan ini mahasiswa mampu menyusun
sistem keseimbangan gaya, persamaan keseimbangan dan penyelesaiannya pada system
getaran bebas dan getaran teredam

2.2 Komponen Sistem Getaran


Komponen dalam suatu sistem getaran diilustrasikan dalam Gambar 2.1, terdiri dari
massa, pegas, peredam, dan gaya eksitasi. Ketiga komponen yang pertama adalah
sistem secara fisik. Sebagai contoh, dapat dikatakan bahwa sistem getaran terdiri dari
suatu massa, suatu pegas, dan suatu peredam seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Energi dapat disimpan di dalam massa dan pegas dan diserap oleh peredam dalam
wujud panas. Energi masuk ke dalam sistem melalui penerapan gaya eksitasi yang
dikenakan pada massa yang ada pada sistem itu.

Gambar 2.1 Komponen Sistem Getaran

9
Massa diasumsikan sebagai benda tegar, besamya energi kinetik bergantung pada massa
dan kecepatan benda tegar tersebut. Dari hukum Newton diketahui bahwa hasil perkalian
massa dan percepatannya adalah reaksi gaya yang bekerja pada massa, dan arah
percepatannya adalah searah dengan arab gaya yang bekerja.

(1.1)
Dan persamaan 1.1 dapat diketahui bahwa gaya Fm adalah berbanding lurus dengan
percepatan x .
Kerja adalah gaya dikalikan jarak pindahan, dengan pindahan tersebut searah dengan
arah gaya, Kerja ditransformasikan ke energi kinetik massa. Jika energi kinetik bertambah
maka nilai kerja positif, dan jika energi kinetik berkurang maka kerja adalah negatif.
Pegas mempunyai sifat elastis, d a l a m p e n ye r d a h a a n i n i massa pegas diabaikan.
Gaya yang bekerja pada pegas akan menyebabkan perubahan panjang pegas tersebut. Jika
pegas bertambah panjang maka gaya yang bekerja adalah gaya tarik, sedangkan jika
pegas bertambah pendek maka gaya yang bekerja adalah gaya tekan. Untuk pegas linier
berlaku hukum Hooke, y a i t u perubahan panjang sebanding dengan gaya yang beketja.
Pada Gambar 1.2 ditunjukkan suatu pegas yang mengalami pertambahan panjang x2 – x1
setelah diberi gaya tarikan Fs. Untuk pegas linier berlaku persamaan berikut:

Fs adalah gaya yang bekerja pada pegas dan k adalah konstanta pegas dengan satuan
N/ m .

Gambar 2.2 Gaya Pegas

10
Kerja yang dihasilkan ditransformasikan dalam bentuk energi potensial, energi potensial
tersebut disimpan pada pegas; sedangkan konstanta pegas kadalah gaya per unit
deformasi (perubahan panjang).
Peredam c tidak memiliki massa ataupun elastisitas. Gaya redaman akan muncul jika
ada kecepatan relatif antara kedua ujung peredam. Kerja atau energi yang masuk akan
dikonversikan dalam bentuk panas. Untuk peredam viskus, gaya redam sebanding
dengan keceparan relatif'kedua ujung peredam seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Hubungan antara gaya yang bekerja pada peredam dengan kecepatan relatif kedua
ujung peredam ditunjukkan pada persamaan:

Fd adalah gaya yang bekerja pada peredam dan c adalah konstanta peredam dalam
satuan k g / s a t a u N.s/m
Energi memasuki sistem jika diberikan gaya eksitasi (gaya pacu. Gaya eksitasi dapat
diberikan melalui massa atau gerak eksitasi pada m a s s a . Gaya eksitasi tersebut
merupakan fungsi terhadap waktu, atau gaya kejut. Di dalam permesinan gaya eksitasi
umumnya akibat adanya ketidakseimbangan pada komponen berputar seperti yang terjadi
pada poros atau turbin. Gaya yang dapat menyebabkan sistem bergetar dinamakan gaya
eksitasi atau gaya pacu getar.

Gambar 2.3 Komponen peredam

Suatu sistem dinamakan bergerak periodik jika sistem tersebut bergerak berulang-ulang
dengan gerakan yang sama untuk interval waktu yang sama seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.4. Pada G ambar 2.4 ditunjukkan bahwa waktu minimum yang dibutuhkan
untuk mengulang gerakan yang sama dinamakan peri ode d i s i n g k a t T. Dengan kata
lain, peri ode T adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu gerakan dalam
11
satu siklus.

Gambar 2.4 Deskripsi Periode Getaran

Suatu sistem dinamik dapat diatur sedemikian dengan kondisi awal, yaitu suatu gangguan
yang diberikan pada waktu t = 0. Jika tidak ada lagi gangguan atau gaya eksitasi setelah
waktu t = 0 maka gerak osilasi sistem tersebut akan rnengalami getaran bebas. Kondisi
awal tersebut merupakan energi input. Jika pada kondisi awal pegas terdeformasi, maka
input energi berupa energi potensial. Jika massa m diberikan kecepatan awal maka
input energi berupa energi kinetik.
Jika sistem tidak mengalami redaman maka tidak ada energi yang diserap oleh sistem.
Kondisi awal pada sistem akan menyebabkan sistem berosilasi dan untuk sistem getaran
bebas tidak teredam. Sistem tersebut akan berosilasi dengan amplitudo yang sama tanpa
ada pengurangan amplitudo. Dengan kata lain, sistem tersebut akan berosilasi dengan
gerakan yang sama tanpa terpengaruh pada bertarnbahnya waktu. Tetapi untuk sistem
yang men gal ami redaman, sistem tersebut pada awalnya akan berosilasi dan mengalami
pengurangan amplitudo hingga sistem tersebut berhenti berosilasi pada saat tercapai
kondisi kesetimbangan statik.
Gerakan harmonik sederhana adalah bentuk yang paling sederhana gerak periodik.
Pembahasan lebih lanjut menunjukkan bahwa gerak harmonik adalah juga dasar untuk
analisis yang lebih rumit yang menggunakan transformasi Fourier, dan analisis keadaan
tunak dapat disederhanakan dengan vektor-vektor untuk mewakili gerak harmonik.
Selanjutnya didiskusikan gerakan harmonik sederhana dan manipulasi vektor dalam
beberapa detil.

12
Suatu gerak harmonik sederhana adalah suatu gerak bolak-balik yang dapat diwakili oleh
fungsi lingkaran, sinus atau cosinus. Perhatikan Gambar 2.5, titik P bergerak pada
sumbu horizontal. Jika jarak OP adalah:

dengan t = waktu,  =konstanta dan X = konstanta, maka gerak P terhadap titik 0 adalah
gerak sinusoidal atau harmonik sederhana.

Gambar 2.5 Gerak Lingkar dan Kurva Sinusoidal

Karena fungsi lingkaran akan berulang setiap 2 radian, maka satu siklus akan tercapai
jika t = 2 , sehingga periode dapat diformulasi:

dan selanjutnya frekuensi (f) yaitu jumlah siklus per detik dapat
diformulasi:

Siklus/s sama dengan Herz atau disingkat Hz


Dalam hal ini adalah frekuensi lingkaran atau frekuensi anguler dalam satuan
radian/s.
13
Jika x(t) menunjukkan perpindahan suatu m assa dalam sistem getaran, maka kecepatan
dan percepatan dapat diperoleh dengan. mendiferensiasikan x(t) terhadap waktu, yaitu:
- Perpindahan x 

- Kecepatan gerak massa 

- Percepatan gerak massa 

Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa kecepatan dan pereepatan gerak harmonik
sederhana juga berupa gerak hannonik dengan frekuensi yang sama, Sudut fase kecepatan
mendahului 900 dibandingkan dengan perpindahan, dan percepatan mendahului 1800
dibandingkan dengan perpindahan.
Penjumlahan dua fungsi harmonik yang mempunyai frekuensi yang sama tetapi beda
fase juga rnenghasilkan fungsi harrnonik dengan frekuensi yang sama. Sebagai contoh,
penjumlahan fungsi harmonik x1 = X1 sin t dan x2 = X2 sin (t + ) adalah:

dengan

Penjumlahan dua fungsi harmonik yang berbeda frekueasi adalah tidak harrnonik.
Sebagai contoh, penjumlahan x1 dan x2 sebagai berikut:

14
Bentuk gerakan hasil penjumlahan kedua fungsi harmonik tersebut ditunjukkan pada
Gambar 2.6. Pada saat amplitudo mencapai nilai maksirnum, dinamakan hentakan.
Frekuensi hentakan fb diperoleh dari amplitudo maksimum kedua fungsi harmonik
tersebut, yaitu:

Gambar 2.6 Penjumlahan dua fungsi harmonik

Contoh 2.1
Suatu fungsi harmonik dinyatakan dalam bentuk persamaan
x(t) = X cos (50t + mm ,
jika kondisi awal x(0) = 6 mm dan kecepatan awal dx/dt = 100 mm/s, carilah:
(a) Konstanta X dan 
(b) Ekspresikan x(t) dalam bentuk persamaan x(t) = A cos t + B sin t

Solusi
Dari kondisi awal x(0) = 6.0 mm diperoleh:

15
dari kondisi awal x (0)  400mm diperoleh:

Selanjutnya dengan prinsip trigonometri,

Sehingga

dan

Selanjutnya dapat diuraikan menjadi

2.2 Gerakan Harmonik dalam Bentuk Vektor


Suatu gerak harmonik dapat juga disajikan dalam bentuk vektor X yang berputar dengan
kecepatan sudut tetap, dengan besar magnitudo vektor yang konstan = Xo. Pada Gambar
2.7 dan 2.8 ditunjukkan perpindahan titik P dari titik 0 sepanjang sumbu x adalah OP
= x(t) = Xo cos t. Dalam hal ini x(t) merupakan proyeksi vektor berputar X terhadap
sumbu x. Dengan cara yang serupa, proyeksi vektor berputar X terhadap sumbu y
adalah OQ = y (t) = Xo sin t .

16
Gambar 2.7 Vektor Gerak Putar

Gambar 2.8 Gerak Harmonik

Jika sumbu x adalah sumbu ril dan sumbu y adalah sumbu imajiner, maka vektor X
dapat disajikan dalam bentuk persamaan:
x = Xo cos t + jXo sin t
Xo adalah panjang veksor, dan j =  1 merupakan unit imajiner. Persamaan d i a t a s
dapat dinyatakan dalam bentuk:

dengan Re menotasikan komponen ril dan Im menotasikan komponen imajiner.


Diferensiasi fungsi harmonik juga berbentuk vektor sehingga diferensiasi vektor X
menghaasilkan:

Dari persamaan di atas diketahui bahwa setiap diferensiasi adalah sama dengan
17
mengalikan vektor dengan j Karena perkalian vektor dengan j adalah ekuivalen
dengan penambahan fase 90°, maka setiap diferensiasi akan menghasilkar vektor yang
bertambah 90°,
Jika perpindahan harmonik x(t) = Xo cos t maka hubungan antara perpindahan (x) dan
kecepatan (dx/dt) dan percepatannya (d2x)/dt2 dapat digambarkan seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.9. Secara matematis persamaannya dapat ditulis sbb,:

Fungsi harmonik dapat dijumlahkan secara grafis dengan penjumlahan vektor. Vektor
|X1| dan | X2|, masing-masing adalah gerak harmonik |X1| cos t dan | X2| cos (t + ).
Resultan vektor X adalah:

Sedangkan sudut fase adalah:

Karena X1 dan X2 sama-sama berputar dengan kecepatan sudut yang sama  rnaka akan
terdapat sudut fase yang besarnya tetap. Untuk memudahkan at au menyederhanakan
masalah, biasanya diasumsikan  t = 0 sebagai referensi untuk rnengukur sudut fase
Jika vektor X, dituliskan maka bentuknya adalah:

18
Fungsi harmonik dapat dijumlahkan secara aljabar, yaitu dengan penjumlahan vektor.
Misalkan akan dijumlahkan |X1| cos t dan | X2| cos (t + ), maka hasil penjumlahan
kedua vektor tersebut adalah:

dengan:

Karena fungsi harmonik yang diberikan adalah sepanjang surnbu ril, hasil
penjumlahannya rnenjadi:

2.3 Gerak Periodik dan Deret Fourier


Fourier mempublikasikan karya tulis pada tahun 1807 di Akademi I1rnu Pengetahuan di
Paris. Karya tulis tersebut adalah deskripsi matematika untuk masalah konduksi panas.
Berdasarkan ide tersebut, bentuk fungsi periodik sembarang dengan periode T dapat
dinyatakan dalam bentuk deret sebagai ,berikut:

dengan koefisien ao, an dan bn, untuk fungsi periodik F(t) diperoleh dari:

19
Dapat dicatat bahwa koefisien pertama ao merapakan dua k a l i rata-rata fungsi f(t) pada
s a t u periode.
Ekspansi deret Fourier, suatu gelombang periodik akan menghasilkan sejumfah bentuk
gelombang sinus/cosinus atau eksponen kompleks, yang jika dijumlahkan akan
menghasilkan bentuk gelombang yang semakin mendekati bentuk gelombang periodik
yang sesungguhnya. Sebagai contoh, akan d i uraikan suatu gelombang segiempat dalam
bentuk deret Fourier. Akan diperlihatkan berbagai jumlah ekspansi yang dihasilkan
jika digunakan ekspansi deret Fourier itu.

Contoh 2.2

Suatu gelombang segiempat dapat dianggap sebagai kumpulan gelombang yang


berbentuk sinusoidal:

Persamaan tersebut dapat digambarkan seperti Gambar 2.9

20
Gambar 2.9 Kurva x(t)

Karena periode T = 1 detik maka:

Koefisien,Fourier dicari dengan cara·sebagai berikut:

21
Dengan cara yang sama didapatkan:
a2 = a3 = a4 = a5 = O
Koefisien untuk deret sinus:

Dengan cara yang sama diperoleh:

22
Maka masing-masing bentuk gelornbang pada deret Fourier:

Sekarang akan d i gambarkan gelombang x(t) dengan menggunakan 3, 4 dan 5 suku dari
persamaan, seperti ditampilkan pada Gambar 2.10, 2.11, dan 2.12.

Gambar 2.10 Bentuk Gelombang Segiempat dalam Bentuk Deret Fourier dengn 3 Suku

23
Gambar 2.11 Bentuk Gelombang Segiempat dalam Bentuk Deret Fourier dengn 4 Suku

Gambar 2.12 Bentuk Gelombang Segiempat dalam Bentuk Deret Fourier dengn 5 Suku

Contoh 2.3
24
Suatu gelombang segitiga dapat dianggap sebagai kumpulan gelombang yang berbentuk
sinusoidal, seperti Gambar 2.13:

Gambar 2.13 Gelombang Segitiga

Karena periode T = 2 detik maka:

Koefisien Fourier dicari dengan cara sebagai berikut:

Dengan cara yang sama didapatkan:

a2 = a3 = a4 = a5 = 0

25
Koefisien untuk deret sinus:

Maka dengan rnenggunakan deret Fourier diperoleh:

2.4 Soal-soal untuk Dikerjakan

1. Jika suatu perpindahan harmonik dinyatakan dalam x(t)=20 sin (40 t – /3 )mm,
dengan t dalam satuan sekon atau detik dan sudut fase dalam satuan radian, carilah:
a. Frekuensi dan periode gerak.
b. Perpindahan, kecepatan, dan percepatan maksimum.

2. Perpindahan, kecepatan, dan percepatan pada t = 0 dan pada t = 1.4 s. Ulangi soal
No.1 untuk x(t) = 120 sin (20 t –  / 2) mm
3. Suatu fungsi harmonik dinyatakan dalam bentuk persamaan x{t)= X cos ( 150 t + )
mm . Jika kondisi awal x{ 0) = 20.0 mm dan dx/dt untuk t = 0 adalah 600 mm/s, carilah:
a) Konstanta X dan 
b) Ekspresikan x(t) dalam bentuk persamaan: x(t) = A cos wt + B sin wt

26
4. Carilah jumlah aljabar dari gerak harmonik X1 dan X2.
x = x1 + x2 = 6 sin (wt – 2 /3) + 8 sin ( wt + /3)
= X sin( wt + ')

5. Suatu fungsi periodik dinyatakan dalam bentuk persamaan


x = x1 + x2 = 6 sin 2  t + 8 sin 6  t
Gambarkan kurva x f(t) dalam rentang 0 < t < 3s

6. Carilah periode dari fungsi


a) x = 6 sin 4t + 8 sin 6t
b) x = 6 sin2 4t

7. Ekspresikan bilangan kompleks berikut dalam bentuk:

Daftar Pustaka

1. ABS. 2006. Guidance Note on Ship Vibration. American Bureau of Shipping.


New York.
2. Assmussen, Iwer, et all. 2001. Ship Vibration. Germanischer Lloyd. Hamburg.
3. Harrington, Roy L. 2001. Marine Engineering. SNAME. Ney Jersey
4. Hutahaean, Ramses. 2012. Getaran Mekanik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
5. Lloyd’s Register. 2006. Ship Vibration and Noise, Guidance Notes. Lloyd;s
Register. London.
6. Tungga B.K.. 2011. Dasar-dasar Getaran Mekanis. Penerbit Andi. Yogyakarta
7. Vorus, William, 2010. Vibration. Principles of Naval Architecture. SNAME.
New Jersey.

27
BAB 3

SISTEM SATU DERAJAT KEBEBASAN

3.1 Pendahuluan
Pada pembahasan bab ini orientasina kearah penerapan teori getaran sederhana ke
berbagai bentuk susunan sistem getar. Sistem pegas-mass-peredam tersusun pada
berbagai variasi dan dari setiap variasi itu disusun persamaan keseimbangan gaya atau
momen. Dari penyelesaian persamaan itu diperoleh frekuensi, periode dan amplitudo
getaran.
Sasaran pembelajaran pada bab ibi adalah: setelah menyelesaikan bahasan ini mahasiswa
mampu menerapkan teori getaran pada aplikasi umum dan mempresentasikannya.

3.2 Bentuk Getaran


Dalam memelajari getaran, pembahasan dimulai dengan getaran paling sederhana yaitu
kita terlebih dahulu harus mengetahui sistem satu derajat kebebasan yang merupakan
dasar untuk memelajari masalah getaran secara lebih rnendalam. Berbagai contoh sistem
satu derajat kebebasan disajikan dalam bentuk satu titik masa, ada pegas atau gaya
pengembali, seperti bebrapa contoh diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Contoh Sistem getaran Satu Drajat Kebebasan

28
Analisis getaran dapat dilakukan dengan bantuan matematika, yaitu lewat hukum gerak
Newton, 'persamaan energi,.metode respons frekuensi, dan metode superposisi.

3.3 Getaran Bebas


Getaran bebas adalah sistem yang bergetar bukan karena ada gaya eksitasi atau gaya yang
memacu getar (gaya penggetar), tetapi karena kondisi awal, yaitu berupa simpangan awal
x(0) atau kecepatan x (0) . Getaran bebas dapat digolongkan menjadi dua yaitu: getaran
bebas tak teredam dan getaran bebas teredam. Dalam kenyataannya, getaran bebas tidak
ada yang tidak teredam, hanya dalam pembahasan teoritis, kasus ini dipandang sebagai
hal ideal.

3.2.1 Persamaan Gerak Getar dengan .Metode Energi

Persamaan gerak suatu sistem konservatif dapat diperoleh dari pertimbangan energi.
Perhatikan sistem pada Gambar 3 .2 yang akan diatur untuk mengalami suatu gerakan.
Total energi sistem tersebut adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial. Energi
kinetik T dikarenakan oleh kecepatan massa, dan energi potensial dikarenakan energi
regangan pegas U pada saat mengalami deformasi. Untuk sistem yang konservatif,
energi mekanik akan tetap konstan dan turunan terhadap waktu harus bemilai nol.
T + U = energi total = konstan

Gambar 3.2 gerak Massa dan Kekealan Energi

Untuk menurunkan persamaan gerak b e r d a s a r k a n sistem pada Gambar 3.2, kita

29
asumsikan perpindahan massa x(t) diukur dan posisi kesetimbangannya dengan
mengabaikan massa pegas. Oleh sebab itu energi kinetik sistem adalah;

Energi potensial yang terkait dengan persamaan kekekalan energi pegas di atas adalah
regangan pegas yang diakibatkan oleh perpindahan massa. Maka energi potensial neto
sistem terhadap keseimbangan statik adalah:

Dengan substitusi persamaan diperoleh:

Karena kecepatan x (t ) tidak berharga nol maka diperoleh persamaan gerak:

dengan

Persamaan gerak tersebut berbentu persamaan diferensial orde dua homogen, dengan
solusi:

dengan A1 dan A2 adalah konstanta sembarang yang diperoleh dengan mengasses


kondisi awal, yaitu simpangan x(0) dan kecepatan awal x (0) ..

Persamaan solusi itu dapat disederhanakan menjadi:

dengan

30
Dari persamaan di atas terlihat jelas bahwa ketika sistem sudah bergetar maka sistem
tersebut akan bergetar harmonik, dan amplitudo A tidak berkurang dengan berjalannya
waktu. Sistem tetap bergetar berdasarkan hukum kekekalan energi, yang mana energi
tersebut tidak berkurang tetapi tersimpan pada komponen massa dan pegas. Perubahan
energi antara komponen tersebut adalah frekuensi alami {frekuensi pribadi) atau juga yang
menyebutnya sebagai frekuensi natural sistem.

2.2.2 Kekakuan Ekuivalen

Beberapa bentuk susunan pegas tertentu dapat dijadikan pegas dengan kekakuan
ekuivalen. Berikut ini beberapa konfigurasinya,

Pegas seri.

dalam sistem ini pegas terpasang secara


seri sehingga gaya pegas dapat dihitung:

Pegas paralel

dalam hal ini pegas terpasang seara paralel,


sehingga gaya pegas dapat dihitung:

31
Pegas paralel yang dihubungkan dengan satu batang yang diabaikan massanya, lihat
Gambar 3.3:

Gambar 3.3 Pegas Paralel


Penurunan pegas dengan konfigurasi ini diturunkan sebagai berikut ini. Dengan
menggunakan persamaan kesetimbangan statik, diperoleh gaya gaya yang bekerja pada
masing-masing pegas:

Sedangkan defleksi pegas 1 dan pegas 2 adalah sebagai berikut:

Dengan menggunakan relasi geometri diperoleh hubungan sebagai berikut:

32
Dengan mensubstitusikan x1 dan x2 pada persarnaan tersebut diperoleh:

karena keq = F/x maka kekakuan ekuivalen diperoleh:

Contoh 3.1

Pada Gambar 2.3 ditunjukkan sistem getaran yang terdiri dari sebuah pegas silinder
dengan massa m. Dengan menggunakan rnetode energi, turunkan persamaan gerak
sistem tersebut dan juga frekuensi pribadi sistem tersebut.

Gambar 2.3
Solusi:
Pertama-tama tentukan dahulu energi kinetik sistem tersebut. Silinder tersebut bergerak

33
rotasi dan bergerak translasi sehingga energi kinetik sistem adalah:

dan
maka energi kinetik total adalah:

Energi potensial pegas adalah:

Kemudian dengan mensubstitusikan T dan U ke persamaan, maka akan diperoleh:

maka frekuensi pribadi sistem adalah:

34
Contoh 3.2

Pada Gambar 3.4 ditunjukkan sistem getaran yang terdiri dari 2 pegas, silinder dengan
massa m dan massa m, yang bergerak translasi. Dengan menggunakan metode energi,
turunkanlah persamaan gerak sistem tersebut dan juga frekuensi pribadinya jika diketahui
k1 = k, dan k2 = 2 k, dan m1= m, dan m2 = 2 m

Gambar 3.4

Solusi
Pertama-tama kita tentukan dahulu energi kinetik sistem tersebut, karena silinder itu
bergerak rotasi dan translasi, maka energi kinetik sistemnya adalah:

Dengan demikian energi kinetik total adalah:

35
Energi potensial pegas adalah:

Kemudian dengan mensubstitusikan T dan U ke persamaan, diperoleh

maka frekuensi pribadi sistem adalah:

Contob 3.3
Pada Gambar 3.5 ditunjukkan sebuah silinder dengan massa m dengan jari- jari R1,
menggelinding tanpa slip pada permukaan lengkung dengan jari-jari R. Dengan
menggunakan metode energi, turunkanlah persamaan gerak sistem sekaligus dengan
frekuensi pribadinya,

36
Gambar 3.5

Solusi
Pertama-tama ditentukan dahulu energi kinetik sistem tersebut. Silinder tersebut bergerak
rotasi dan translasi, Jika kita misalkan kecepatan sudut silinder relatif terhadap titik.P
adalah  , dan kecepatan sudut silinder relatif terhadap O adalah  , maka diperoleh
hubungan:

37
Energi kinetik silinder:

maka eneri kinetik total adalah:

Energi potensial silinder adalah:

Kemudian dengan mensubstitusikan T dan U ke persamaan itu maka diperoleh:

Karena sudut sangat kecil artinya jauh lebih kecil dari pada sau radian, maka sin  = 
38
Dengan demikian frekuensipribadi sistem adalah:

3.2.3 Persamaan Gerak dan Hukum Newton

Hukum Newton untuk gerak dapat digunakan untuk memeroleh persamaan gerak satu
derajat kebebasan. Model yang umum untuk sistem satu derajat kebebasan ditunjukkan
pada Gambar 3.6. Gambar tersebut menunjukkan sistem getaran bebas tidak teredam.
Dari diagram benda bebas massa m dapat diketahui gaya-gaya yang bekerja pada massa
tersebut merupakan gaya pegas (k x) dan gaya inersia massa mx .

Gambar 3.6 Gerak Massa-Pegas dan Hukum Newton


39
Dengan prinsip diagram benda bebas itu diperoleh persamaan kesetimbangan:

Gaya yang bekerja adalah gaya pegas kx. Oleh sebab itu persamaan keseimbangan
gaya menjadi:

atau

dengan:

Persamaan getaran bebas merupakan persamaan diferensial orde 2. Dari solusi


persamaan getaran itu diperoleh:

dengan A1, dan A2 adalah konstanta yang diperoleh dan kondisi awal x(0) dan x (0) .
Solusi persamaan diferensial itu dapat dinyatakan dalam bentuk:

dengan
Dalam hal ini A adalah amplitudo gerak dan

adalah sudut fase.


Persamaan persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa jika sistem tersebut sudah
bergerak sehingga akan bergetar dengan gerak harrnonik sederhana, dan amplitudo
tidak berkurang dengan bertambahnya waktu t.

40
Frekuensi getaran sistem dapat dinyatakan dalam satuan Hz (herzt).

Sedangkan periode osilasi adalah:

Getaran Bebas Teredam


Getaran bebas teredam adalah sistem yang berosilasi akibat diberi kondisi awal berupa
sirnpangan awal x(0) atau kecepatan awal x (0) , dengan osilasi tersebut akan mengecil
amplitudonya. Perhatikan diagram bebas benda bebas sistem yang mengalami getaran
bebas teredam yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Diagram Benda Bebas Massa-Pegas-Peredam dan Gerakan m


Dari persamaan keseimbangan diperoleh:

Solusi persamaan itu adalah:

A dan s adalah konstanta, penurunan persamaan terhadap waktu t ( d x / d t ) diperoleh:

41
-Dari substitusi ke persamaan hingga diperoleh:

Persamaan di atas dinamakan persamaan karakteristik, dengan akar-akar persamaan


dihitung dengan rumus:

Solusi umu persamaan diferensial itu adalah:

'
dengan mana A1 dan A2 adalah konstanta yang diperoleh dari kondisi awal. Sekarang
kita akan menyusun kembali persamaan keseimbangan gaya dalam bentuk lain dengan
mendefinisikan:

dan atau
di mana n adalah frekuensi alami (frekuensi pribadi) sistem dan  adalah faktor
redaman. Karena m, c dan k adalah bilangan positif maka  juga merupakan bilangan
positif. Dengan menggunakan definisi n dan  maka persamaan keseimbangan menjadi:

Persamaan karakteristi menjadi menjadi:

akar akarnya menjadi:

42
Dari persamaan kita dapat mengetahui secara jelas bahwa perilaku sistem ditentukan
oleh akar-akar persamaan karakteristik di atas. Akar-akar persamaan tersebut
tergantung dari nilai parameter  seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Akar akar persaman Karakteristik untuk berbagai nilai 

Kasus 1:  < 1
Akar-akar berbentuk bilangan kompleks:

dengan

sehigga diperoleh solusi homogen:

Dengan mendefinisikan frekuensi pribadi teredam:

dengan menggunakan formula Euler:

43
Selanjutnya solusi persamaan keseimbangan dapat dituliskan dalam bentuk:

atau

Karena x(t) adalah be saran ril, maka koefisien (A1 + A2) dan j(A1 + A2) juga harus ril.
Maka A1 dan A2 merupakan pasangan konjugasi kompleks maka persamaan yang
terakhir di atas dapat ditulis menjadi:

atau

dengan

dimana d adalah frekuensi getaran sistem teredam. Konstanta B dan  diperoleh dari
kondisi awal, perpindahan x(0) dan kecepatan x (0) pada saat t = 0

Persamaan itu dapat disederhanakan menggunakan variabel kondisi awal perpindahan


x(0) dan kecepatan x (0) yaitu sebagai berikut:

B1 =xo
Dengan cara yang sama diperoleh:

44
Dengan mensubstitusikan B1 dan B2, pada persam aan di a t as , sehingga
persamaan menjadi:

Biasanya dapat diperoleh harga  dari eksperimen, yaitu berdasarkan pengurangan


logaritmik .. Pengurangan logaritmik adalah perbandingan dua respons maksimum:

atau

Untuk nilai  yang kecil, secara umum untuk kasus praktis, persamaan menjadi:

45
Gambar 3.9

Untuk nilai  yang kecil, pengukuran lebih sulit dilakukan karena dua amplitudo yang
berurutan memiliki beda yang sangat kecil. Oleh sebab itu untuk redaman  yang kecil,
pengukuran rasio redaman dilakukan dengan membandingkan amplitudo terbesar dengan
amplitudo beberapa periode berikutnya.. Misalkan u n t u k q p e r i o d e , m a k a :

maka

Kasus2:  = 1
Kasus ini jarang terjadi pada sistem mekanik. Kasus ini adalah redaman kritis. Akar
persamaan karakteristiknya berupa akar kembar, yaitu:

Sehingga respons sistem ini adalah:

46
B3 dan B4 diperoleh dari kondisi awal, perpindahan x(0) dan kecepatan x (0) :

Kasus 3:  >1
Kasus ini juga jarang terjadi pada sistem mekanik dan tidak ada osilasi. Bentuk solusi
untuk sistem ini adalah:

Pada Gambar 3.10 ditunjukkan bentuk respons untuk ketiga kasus redaman  < 1;
dan.

Gambar 3.10

3.2.4 Redaman Kritis'


Koefisien redaman kritis c, adalah suatu angka redaman pada sistem yang dapat
menyebabkan redaman kritis, yaitu  = 1. Dari persamaan di atas, jika  diperoleh:

Sedangkan faktor redaman dapat didefinisikan sebagai:

47
(2.43)

Contoh 2.4
Soal sama dengan Contoh 3.1, tapi kali ini dengan menggunakan Hukum Newton.

Solusi
Pertama, gambarkan dahulu diagram benda bebas silinder, di mana gaya-gaya yang
bekerja gaya pegas (k R , pertambahan panjang pegas adalah R , dan gaya inersia
mR , di mana percepatan translasi titik 0 adalah , R , , dan momen lembam Jo R

Dari diagram bebas dan dengan menjumlahkan momen yang bekerja pada titik Q, diperoleh:

48
Diperoleh persamaan gerak:

atau

maka frekuensi pribadi sistem adalah:

Contoh 2.5
Efek medan sentrifugal
Sebuah baling-baling helikopter dan rotor terlihat pada Gambar 3.12. Dengan
menggunakan asumsi:' untuk penyederhanaan, turonian persamaaa gerak baling-baling
tersebut.

Gambar3.12

Solusi
Kita asumsikan baling-baling mempunyai massa yang seragam (tersebar merata) dan

49
terhubung"pada engsel O. Kecepatan sudut rotor adalah konstan sebesar  dan efek
gravitasi diabaikan. Tiap elemen dq mengalami gaya sentrifugal  R .dq, dengan 
adalah massa baling-baling per satuan panjang. Dengan demikian momen terhadap titik
O yang diakibatkan gaya sentrifugal pada elemen dq adalah:

di mana R1=R + q cos 


Kemudian dengan mengintegrasikan dM 0 diperoleh momen:

di mana sin  ~  , cos  ~ 1 dan.m =  L. Sedangkan momen inersia'massa baling-


baling terhadap O adalah Jo = m L2 /3.

Dengan menjumlahkan momen terhadap titik O diperoleh:

50
Contoh 3.6
Pada Gambar 3.12 ditunjukkan suatu sistem yang bergetar. Jika massa batang diabaikan
dan massa m terletak pada ujung batang, turunkanlah persamaan gerak dan frekuensi
pribadi sistem.

Gambar 3.13

Solusi
Kita gambarkan dahulu gaya-gaya yang bekerja pada diagram benda bebas. Kita
asumsikan massa m bergerak ke kiri, maka pegas akan bertambah panjang sebesar  =
= 0.5 L sin . Karena sudut  keciI, maka sin  =  dan pegas akan bertambah panjang
 = = 0.5 L . Gaya yang bekerja pada pegas = 0.5 k L .

Fo (LSLe
51
Dari diagram bebas dan dengan menjumlahkan momen yang bekerja pada titik O , maka
diperoleh:

Karena sin  =  dan cos  ~ 1 ,maka diperoleh persamaan gerak:

Kekakuan dan massa ekuivalen:

rnaka frekuensi pribadi sistem adalah:

Contoh 2.7
Pada Gambar 3.13 ditunjukkan suatu sistem yang bergetar. Jika massa batang diabaikan
dan massa m terletak pada ujung batang, turunkanlah persamaan gerak dan frekuensi
pribadi sistem.

52
Gambar 3.13

Solusi
Kita gambarkan dahulu diagram benda bebasnya.

Dari diagram bebas dan dengan menjumlahkan momen yang bekerja pada titik O,
dengan rnengabaikan (m g)(L cos  yang merupakan kondisi gaya pada keseimbangan
statik, diperoleh:

Karena sin  =  dan cos  ~  dan dengan mengabaikan komponen statik m g L,
maka diperoleh persamaan gerak:

Kekakuan dan massa ekuivalen:

maka frekuensi pribadi sistem adalah:

53
Contoh 3.8
Pada Gambar 3.15 ditunjukkan suatu sistem yang bergetar. Jika massa batang
diabaikan dan massa m terletak pada ujung batang, turunkanlah persamaan gerak dan
frekuensi pribadi sistem.

Gambar 3.15

Solusi
Kita gambarkan dahulu gaya-gaya yang bekerja pada diagram benda bebas.

Kita asumsikan massa m bergerak ke kanan, maka pegas akan bertambah panjang sebesar
 = 0.5 L sin . Karena sudut  kecil, maka sin , dan pegas akan bertambah
panjang  = 0.5 L . , dan gaya bekerja pada pegas 0.5 k L = 0.5 L .

Dari diagram bebas dan dengan menjumlahkan momen yang bekerja pada titik O akan
54
diperoleh:

Karena sin dan cos  maka diperoleh persamaan gerak:

Kekakuan dan massa ekuivalen:

maka frekuensi pribadi sistem adalah:

Soal Perlatihan
1. Sebuah balok AB dengan letak pusat massa (CG) dan massa m, ditumpu oleh
dua buah pegas dan tumpuan di O , jika k1 = 2k, dan k2 = k, turunkanlah
persamaan gerak sistem dan frekuensi pribadi sistem jika

Gamber 2.16

55
2. Sebuah balok AB dengan letak pusat massa (CG) dan massa m ditumpu oleh dua
buah pegas dan tumpuan di o. Jika k, =2k, dan k2 = k, turunkanlah
persamaan gerak sistem dan frekuensi pribadi sistem jika

Daftar Pustaka
1. ABS. 2006. Guidance Note on Ship Vibration. American Bureau of Shipping.
New York.
2. Assmussen, Iwer, et all. 2001. Ship Vibration. Germanischer Lloyd. Hamburg.
3. Hutahaean, Ramses. 2012. Getaran Mekanik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
4. Lloyd’s Register. 2006. Ship Vibration and Noise, Guidance Notes. Lloyd;s
Register. London.
5. Tungga B.K.. 2011. Dasar-dasar Getaran Mekanis. Penerbit Andi. Yogyakarta
.

56
BAB 4
GETARAN PAKSA

4.1 Pendahuluan
Secara umum materi pembelajran yang dibahas dalam bab ini adalah getaran paksa dan
resonansi, persamaan keseimbangan getaran paksa, amplitudo getaran paksa.
Sasaran belajar: setelah menyelesaiakn bahan pembelajaran ini mahasiswa mampu
menyusun persamaan getaran paksa, menentukan fenomena resonansi dan getaran kritis
pada getaran terpaksa

4.2 Sistem getaran Paksa


Getaran paksa adalah sistem yang bergetar karena ada gaya luar yang terus menerus
bekerja pada sistem tersebut. Secara umum sistem satu derajat kebebasan yang
mengalami gaya luar dimodelkan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.21

Gambar 4.1 Sistem getaran Paksa

Dari diagram bebas sistem seperti terlihat pada Gambar 3.21 diperoleh persamaan
keseimbangan gaya

57
Dengan F(t) adalah gaya luar yang merupakan fungsi t. Gaya F(t) dapat berupa gaya
harmonik sederhana, eriodik, atau acak.

4.3 Eksitasi Harmonik


Untuk gaya luar harmonik, kita misalkan:

F(t) = F sin  t
di mana F adalah amplitudo gaya dan  adalah frekuensi gaya F dalam rad/s yang
juga merupakan frekuensi sistem angular. Persamaan keseimbangan menjadi:

Solusi khusus atau solusi dalam keadaan stedi adalah:

di mana X adalah amplitudo getaran dalam keadaan stedi. Dengan demikian


diperoleh:

Substitusi persaman di atas ke dalam persaman keseimbangan gaya sehingga


diperoleh:

atau

Persamaan itu dapat diuraikan menjadi:

Dari persamaan di atas untuk sembarang waktu t, diperoleh:


58
Dari persamaan yang pertama di atas diperoleh:

Kemudian kita substitusikan persamaan di atas ke persamaan sebelumnya,


sehingga diperoleh:

di mana F, X dan (k – m w2)2 + c2 w2 adalah besaran positif

Sekarang kita perhatikan kedua persamaan di atas. Dari kedua persamaan tersebut
dapat ditunjukkan bahwa:
untuk

maka

Untuk

maka
59
Karena 0 <  <  maka sudut fase dapat diperoleh dari persamaan di atas:

Dengan menggunakan persamaan identitas:

dan dan persamaan persamaan di atas diperoleh:

atau dengan mensubstitusikan:

dan

maka persamaan menjadi:

dan persamaan sudut fase menjadi:

di mana R adalah faktor pembesaran (magnificatioll factor):


Gambar 4.2 menunjukkan besar amplitudo dalam fungsi frekuensi

60
Gumbar 4.2 Kurva Fungsi Respons Frekuensi (FRF)

SolusiUmum
Solusi umum untuk sistem getaran paksa sederhana seperti pada Gambar 4.1 adalah
penjumlahan solusi homogen dan solusi khusus atau solusi partikul er. S olusi
homogen diperoleh dari persamaan diferensial dngan sisi kanan sama dnegan nol,.
sedangkan solusi khusus diperoleh dari persamaan diferensial inhomogen dengan sisi
kanan atau faktor pengganggu adalah gaya eksitasi:

atau

solusi homogen saja adalah:

61
dan solusi khusus saja:

4.4 Metode Respons Frekuensi

Metode respons frekuensi merupakan suatu analisis g e t a r a n harmonik. Sebuah gaya


eksitasi sinusoidal dikenakan pada sistem dan respons keadaan stedi dapat diuji pada
daerah frekuensi tertentu. Untuk sistem linier, gaya eksitasi maupun respons sistem
akan berbentuk sinusoidal dengan frekuensi yang sama, dan dapat dibuktikan dengan
teori persamaan diferensial. Metode tersebut secara umum digunakan untuk
pengukuran getaran sehingga kita dapat dengan mudah memperoleh spektrum Fourier
dengan bantuan instrumentasi alat getar dan komputer. Teknik pemodulasian dapat
dijadikan prosedur umum untuk memperoleh data respons frekuensi yang merupakan
karakteristik sistem.

4.5 Metode Impedansi


Metode impedansi mekanik adalah suatu analisis harmonik. Metode tersebut
menunjukkan bahwa fungsi sinusoidal suatu persamaan gerak yang dapat dianggap
sebagai vektor yang berputar seperti yang telah dibahas sebelumnya. Pertama-tama kita
akan menyajikan gaya pada sistem sebagai vektor dan kita akan menurunkan
impedansi mekanik sistem berikut komponen-komponennya.
Persamaan gerak sistem satu derajat kebebasan pada Gambar 2.21 dan respons
sistem dalam keadaan stedi adalah:

Dengan menggunakan bentuk vektor untuk gerak harmonik, persamaan di atas


dapat dituliskan dalam bentuk:

62
dengan vektor gaya adalah F = F ejwt dan vektor perpindahan adalah X = X ej(wt-), di mana
F dan X adalah magnitude atau fasor dari F dan X. Sedangkan kecepatan dan
percepatan massa m adalah jcX dan -2X.
Gaya pegas berlawanan dengan perpindahan massa, maka gaya pegas adalah -kX.
Serupa dengan hal tersebut maka gaya dan gaya inersia, masing-masing adalah - jcX
dan -2 m X . Masing-masing gaya tersebut digambarkan pada Gambar 4,3. Dengan
menggunakan vektor-vektor tersebut maka persamaan di atas menjadi:

Persamaan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk poligon gaya seperti ditunjukkan
pada Gamhar 4 . 3 b Dari persamaan di atas diperoleh:

di mana

dengan r = /n

di mana

atau

63
di mana R adalah faktor pembesaran seperti yang' te1ah didefinisikan pada persamaan
terdahulu.

Gambar 4.3 Vektor gaya eksitasi. pegas, redaman dan inersia.

4.6 Fungsi Transfer


Fungsi transfer adalah suatu model matematik yang mendefinisikan hubungan input dan
output pada suatu sistem fisik. Jika sistem menerima input tunggal dan output tunggal,
maka sistem tersebut dapat dimodelkan menjadi diagram blok, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.4. Respons sistem x(t) disebabkan sebuah eksitasi F(t), yang dalam hal ini
x(t) adalah output dan .F(t)adalah input sistem.

Gambar 4.4

Secara umum hubungan input dan output adalah:

64
Sebagai contoh kita perhatikan sistem pada Gambar 4 . 1 pada awal Bab ini,
persamaan gerak sistem:

Dengan menggunakan metode impedansi, diperoleh:

Di mana G(j) merupakan fungsi transfer sinusoidal yang merupakan fungsi


terhadap frekuensi .

4.7 Resonansi, Redaman dan Lebar Pita Kurva


Dari kurva fungsi respons frekuensi (FRF) yang ditunjukkan p a d a Gambar 4.5 terlihat
bahwa puncak resonansi merupakan fungsi dari redaman. Dapat ditunjukkan bahwa
puncak kurva resonansi terjadi pada:

Jika  < 0,1 , maka puncak kurva terjadi pada r ≈ 1 sehingga dari persamaan:

diperoleh faktor pembesaran:

65
Gambar 4.5 Kurva FRF berikut Lebar Pita Kurva

Redaman pada sistem dapat diketahui dari ketajaman puncak kurva FRF di dekat titik
resonansinya dan dapat diukur dengan ukuran lebar pita kurva FRF di dekat daerah
resonansi. Pada Gambar 4.5 ditunjukkan lebar pita kurva FRF (bandwidth), di mana
rasio frekuensi adalah r = w/wn; sedangkan r1 dan r2 adalah letak titik ½ daya, yaitu
½
di mana faktor pembesaran R di rl dan r2 adalah R = Rmax / (2 ) . Kemudian kita
substitusikan persamaan tersebut pada persamaan sudut beda fase dan dengan
memasukkan Rmax = 1/(2) diperoleh:

Dengan mengasumsikan  < 0,1 , diperoleh:

Maka lebar pita kurva resonansi:

66
4.8 Massa Tak Seimbang
Suatu turbin motor listrik merupakan mesin dengan komponen berputar. Massa tak
s e imbang dapat terjadi pada suatu rotor jika pusat massanya tidak terletak pada sumbu
putar atau eksentrik. Ketidak-seimbangan me adalah suatu massa ekuivalen dengan
eksentrisitas e.
Pada Gambar 4.6 ditunjukkan suatu model mesin berputar dengan massa total M dengan
ketidakseimbangan me. Massa eksentrik m berputar dengan kecepatan sudut w dan
perpindahan vertikalnya adalah (x + e sin wt). Mesin tersebut dibatasi geraknya hanya
dalam arah vertikal dan memiliki satu derajat kebebasan,

Gambar 4.6 Model ketidakseimbangan pada mesin berputar


Perpindahan massa ( M-m) adalah x(t). Oleh sebab itu persamaan gerak sistemnya
menjadi:

Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka diperoleh:

Atau dengan
67
maka :

Dari persamaan amplitudo respons harmonik adalah:

atau

dalam bentuk non-dimensional, dengan:

dan diperoleh:

Kurva persamaan di atas digambarkan d a n h a s i l n y a s e p e r t i pada Gambar


4.7. Untuk kecepatan rendah r << 1 gaya m e 2 adalah kecil dan amplitudo getaran
mendekati nol, pada saat resonansi r = 1, maka faktor pembesaran adalah R = 1/(2)
dan amplitude getaran:

.
Maka amplitudo getaran pada saat resonansi dibatasi hanya oleh adanya redaman dalam
sistem. Massa (M-m) adalah 90o berbeda fase terhadap massa tak imbang m. Sebagai
contoh, ketika massa (M-m) bergerak ke atas dan berada pada posisi keseimbangan
statiknya,massa tepat berada di atas pusat rotasinya.
Untuk kasus pada kecepatan tinggi r >> 1, massa (M-m) mempunyai amplitudo X =
m e / M . Dengan kata lain, amplitudo berharga konstan secara independen dan bukan
bergantung pad frekuensi eksitasi atau redaman pada sistem. Dan beda fasenya sebesar
180°, yaitu jika massa (M-m) berada pada puncak posisi, maka massa m tepat berada di
68
bawah pusat rotasi.

Gambar 4 7

4. 9 Kecepatan Kritis Poros


Banyak kasus dalam aplikasi mekanik adalah masalah getaran yang ditimbulkan oleh
sistem poros dengan piringan yang tak imbang. Pada Gambar 4.8 ditunjukkan suatu
piringan yang terletak di tengah poros. Kecepatan kritis tetjadi pada saat kecepatan
rotasi poros sama dengan frekuensi pribadi poros dalam arah lateral. Jika poros
mempunyai distribusi massa dan elastisitas di sepanjang poros tersebut maka sistem ini
mempunyai derajat kebebasan lebih dari satu. Untuk kasus ini kita asumsikan massa
poros diabaikan dan kekakuanarah lateral k.

69
Gambar 4.8

Pandangan atas posisi umum pmngan berputar dengan massa m ditunjukkan pada
Gambar 4.9, terlihat G adalah lokasi pusat massa piringan. G adalah pusat geometri dan
0 pusat rotasi. Dengan mengasumsikan gaya redaman, seperti gesekan udara, arahnya
berlawanan pusaran poros, yang sebanding dengan kecepatan linier titik P dan kita
mengabaikan kekakuan bantalan dibandingkandengan kekakuan poros.

Gambar 4.9

Dengan menguraikan gaya-gaya dalam arah x dan y, diperoleh:


70
Dengan menggunakan metode impedansi, persamaan di atas menjadi:

Sudut fase /2 pada persamaan kedua menunjukkan bahwa perpindahan x dan y adalah
berbeda 90°. Hal ini membuktikan bahwa amplitudo X dan Y adalah sama besar.
Karena kedua harmonik x(t) dan y(t) besamya sama, dengan frekuensi yang sama dan
berbeda fase 90°, maka penjumlahan kedua respons tersebut akan berupa lingkaran
sehingga gerakan P berbentuk lingkaran dengan jari-jari u terhadap pusat rotasi O ,
sehingga diperoleh:

atau

Kemudian dengan mensubstitusikan

lalu dilakukan penyederhanaan, persamaan menjadi:

71
4. 10 Pengaruh Kekakuan Bantalan dan Tumpuan
Pada Gambar 4.10 ditunjukkan suatu susunan puli yang ditumpu oleh suatu bantalan
dan bracket, di mana dalam hal ini kekakuan dalam arah vertikal lebih kecil dibanding
kekakuan arah lateral, kxx > kyy. Elastisitas bantalan akan menyebabkan sistem lebih
fleksibel dan keeepatan kritis akan lebih kecil,

Gambar 4.10

Kita dapat menyederhanakan model sistem yang diperlihatkan pada Gambar 4.11,
menjadi suatu susunan puli yang ditumpu oleh pegas yang diletakkan pada suatu
rangka tegar. Kekakuan ekuivalen kxx dan kyy adalah kekakuan ekuivalen susunan
poros, bantalan dan bracket. Posisi umum piringan ditunjukkan pada Gambar 4.11
di mana P adalah pusat geometrik dan G adalah pusat massa. O adalah pusat rotasi
sistem terhadap posisi keseimbangan statik.

Gambar 4.11
72
Kita asumsikan sistem tersebut tidak teredam sehingga persamaan geraknya menjadi:

Karena kxx ≠ k yy , maka persamaan di atas mengindikasikan bahwa sistem merniliki


dua frekuensi pribadi sehingga terdapat dua kecepatan kritis, Kita definisikan:

dan

maka dari persamaan diperoleh rasio amplitudo:

Kedua gerak harmonik x(t) dan y(t) mempunyai frekuensi yang sama dan beda fase
90°. Karena amplitudonya tidak sama maka penjumlahan kedua gerak tersebut berupa
elips terhadap titik O. Dengan rnengabaikan redaman maka sudut fase adalah 00 untuk
kecepatan di bawah kecepatan kritis, dan 1800 untuk kecepatan di .atas kecepatan kritis.

Kita akan memeriksa kondisi kecepatan di bawah dan di atas kecepatan kritis:
1. Kasus  < nx dan  < ny,
Piringan dan titik P berotasi dalam arah yang sama seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.12. Pada gambar sisi yang lebih berat pada marking dan pasak
ditunjukkan sebagai identifikasi,

2. Kasus nx >  ny


Piringan dan titik P berotasi dalam arah yang berlawanan dengan kecepatan
yang sama seperti ditunjukkan pada Gambar 4.12b.

3. Kasus  < nx, dan  > ny ,


73
Piringan dan titik P berotasi dalam arah yang sama dengan kecepatan yang sama
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.12c:

Gambar 4.12

4.11 Getaran Mesin Torak


Suatu mesin bolak-balik atau torak dimodelkan pada gambar di bawah ini di mana
gaya-gaya yang beketja adalah gaya pada torak:

dan gaya pada engkol:

74
Gambar 4.13

Jika gaya pada engkol telah diseimbangkan maka gaya ekuivalen pada sistem adalah
hanya gaya inersia torak, yaitu:

maka persamaan gerak .sistem:

sedangkan respons dalam keadaan stedi dapat ditentukan .dengan mensuperposisikan


respons akibat komponen gaya primer (mB e w2 sin wt) dan gaya sekunder:

Jika xp(x) adalah respons akibat gaya primer maka:

di mana

75
dan

dan jika xs(t) adalah respons akibat gaya sekunder maka:

di mana

dan

Contoh 4.1
Jika suatu mesin torak dengan massa ekuivalen torak mB = 2kg, dan massa total
mesin adalah 30 kg, kekakuan k = 180 kN/m, dan redaman c = 300 Ns/m, jari-jari
engkol adalah e = 0,07 m, dan panjang conecting rod L = 0.28 m.
(a) Hitunglah respons sistem dalam fungsi frekuensi !
(b) Jika putaran mesin torak 1000 rpm, gambarkanlah respons sistem dalam domain
waktu.
(c) Ulangi soal b untuk putaran mesin torak 1800 rpm

76
Solusi
Amplitudo respons primer:

Amplitudo respons sekunder:

di mana

dan

maka respons sistem:

Secara grafis, solusinya dapat dilihat pada Gambar berikut:

77
Untuk putaran motor 1800 rpm, grafiknya sbb.:

78
4.12 Isolasi Getaran dan Transmisibilitas
Suatu mesin seringkali ditumpu oleh pegas dan peredam seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.14, dengan tujuan untuk mengurangi transmisi gaya antara pondasi dan
mesin. Jika suatu gaya harmonik diberikan pada massa m dan defleksi pada pondasi
diabaikan, maka persamaan gerak sistem adalah:

dan gaya yang ditransmisikan adalah penjumlahan gaya pegas kx dati gaya redaman
cx , maka:
Gaya yang di transmisikan = kx + cx

Gambar 4.14

Jika gaya eksitasi adalah harmonik maka besar dan sudut fase gaya eksitasi Feq dan
gaya lannya diilustrasikan pada Gambar 4.15. Sudut fase  sudut fase gaya yang
ditransmisikan. Dengan menggunakan persamaan di atas, maka gaya yang
ditransmisikan adalah:

79
Gambar 4.15

Rasio amplitudo antara gaya yang ditransmisikan dan gaya penggetar Feq dinamakan
transmisibilitas TR. Dari persamaan di atas diperoleh:

di mana

Persamaan perhitungan gaya yang ditransmisikan tersebut di atas dapat digambarkan


seperti pada Gambar 4.16. Perhatikan kurva pada r  2 , ditunjukkan bahwa gaya yang
ditransmisikan lebih besar dari gaya penggetar pada daerah rasio frekuensi di bawah
r  2 , dan gaya yang ditransmisikan lebih kecil dari gaya penggetar untuk r  2 .
Untuk kecepatan rnesin yang konstan, amplitudo gaya Fcq juga akan konstan: Maka
gaya yang ditransmisikan sebanding dengan TR sehingga akan lebih baik jika kita
mengoperasikan mesin dengan kecepatan konstan pada w  2.wn .

80
Gambar 4.16

Untuk mesin kecepatan bervariabel, gaya penggetar Feq adalah akibat tidak imbang
me, yaitu mew2, di mana w adalah frekuensi operasi. Mari kita definisikan suatu

 m e n . Kemudian kita substitusikan Feq ke persamaan di atas,


2
gaya konstan, F n

lalu bagikan kedua sisi persamaan dengan Fn, dan lakukan penyederhanaan, sehinga
diperoleh:

Maka untuk kasus ini gaya yang, ditransmisikan dapat saja tetap besar meskipun dengan
transmisibilitas yang rendah. Persamaan di atas dapat digambarkan sehingga
terbentuk seperti Gambar 4.17.

81
Gambar 4.17

Pengurangan transrnisi gaya pada gedung sangat diperlukan. Sebagai contoh,


peralatan mekanikal untuk gedung tinggi kadang ditempatkan pada atap atas ruang
paling atas. Reduksi gaya yang ditransmisikan adalah:
Reduksi Gaya =

di mana Feq' dan FT, adalah amplitude gaya eksitasi ruin gaya yang ditransmisikan.
Dapat kita simpulkan dari Gambar 4.17 bahwa frekuensi pribadi yang rendah dan
redaman yang rendah lebih diinginkan untuk isolasi getaran. Dengan mengasumsikan
z = 0 dan r > 1 maka TR = 1/(r2 – 1), sementara reduksi gaya menjadi:

Karena :

82
d a n defleksi statik

maka persamaan di atas menjadi:

jika digambaarkan dalam sebuah kurva akaan


menghasilkan seperti Gambar 4.18

Gambar 4.18

Sistem Suspensi Kendaraan


Sebuah kendaraan adalah sistem kompleks dengan multiderajat kebebasan. Sebagai
pendekatan awal, Gambar 2.41 dapat dianggap sebagai model kendaraan yang
bergerak pada permukaanjalan yang bergelombang.

83
Gambar 2.41

Kita akan rnelakukan asumsi:


, , 1. Kendaraan tersebut dibatasi' sehingga merupakan sistem dengan satu derajat
kebebasan dalam arah vertikal.
2. Kekakuan roda dianggap tak hingga sehingga ketidakrataan jalan langsung
ditransmisikan ke sistem suspensi.
3. Roda bergerak mengikuti permukaan jalan yang dianggap sinusoidal.

Jika kondisi jalan merupakan fungsi sinusoidal L m/siklus, dan kecepatan kendaraan
adalah v km/j; maka frekuensi eksitasi adalah:

atau

Sedangkan jika amplitudo kekasaran jalan adalah Y, maka eksitasi pada sistem
kendaraan adalah serupa dengan sistem pondasi yang bergerak mengeksitasi sistem,
sehingga kita dapat menerapkan persamaan untuk memperoleh respons sistem.

Contoh 4.16:
Jika suatu trailer dengan massa dalam keadaan beban penuh 1200 kg dan beban kosong
300 kg. Konstanta pegas 500 kN/m. Faktor redaman  = 0.4 pada beban penuh..
Kecepatan trailer adalah 72 km/j, Sedangkan kondisi jalan adalah sinusoldal dengan 4
m/siklus. Hitunglah rasio amplitude dalam keadaan penuh dan dalam keadaan kosong.
84
Solusi
Frekuensi eksitasi adalah:

Koefisien redaman

karena c dan k mempunyai nilai tetap, maka z merupakan fungsi massa m. Maka faktor
redaman dalam keadaan penuh adalah:

4.13 Respons Terhadap Eksitasi Periodik


4.13.1 Deret Fourier

Sebelumnya telah kita pelajari respons sistem satu derajat kebebasan terhadap eksitasi
harmonik. Eksitasi harmonik dengan frekuensi w juga periodik, yang gelonbangnya
berulang-ulang dengan interval waktu T'=Zp/w, di maka T adalah periode eksitasi.
Bentuk lain <Iarieksitasiperiodik be1um tentu berbentuk harmonik, seperti
diilustrasikan pada Gambar 2.42~

85
Fungsi f(t) tersebut adalahperiodik tetapi bukan harmonik,

Gambar 2.42

Seperti telah dijelaskan bahwa bentuk fungsi periodik sembarang dengan periode T
dapat dinyatakan dalam bentuk deret sebagai berikut:

di mana

di mana koefisien ao, an dan bn, untuk fungsi periodik F(t) diperoleh dari:

Jika gaya periodik F(t) dikenakan pada suatu sistem satu derajat kebebasan, maka
dengan menganggap bahwa gaya periodik tersebut adalah beberapa input gaya dengan
sejumlah n gaya harmonik yang diuraikan dengan menggunakan deret Fourier, maka
persamaan gerak sistem menjadi:

86
Respons stedi akibat tiap-tiap komponen gaya eksitasi dapat dihitung dengan prinsip
superposisi:

Contoh 2.17
Pada Gambar 2.43 ditunjukkan suatu cam menggerakkan suatu sistem massa-pegas.
Jika maksimum xl(t)=20 mm, dan kecepatan sudut cam 90 rpm sedangkan massa m
=25 kg, dan k.=k= 6 kN/m, dan koefisien redaman c =

0.2 kN.s/m, hitung dan gambarkan respons xk(t)_dalam keadaan stedi ( solusi khusus )
dengan menggunakan 100 koefisien Fourier.

Gambar 2.43

Solusi
Kita uraikan dahulu eksitasi'dengan menggunakan deret Fourier:
87
maka periode T = 2/3 detik maka:

Koefisien Fourier dieari sebagai berikut:

Dengan cara yang sama didapatkan:


a2 = a3 = a4 = a5 = 0
Koefisien untuk deret sinus:

88
Maka dengan menggunakan deret Fourier diperoleh:

Sekarang kita akan turunkan persamaan gerak dari diagram benda bebas diperoleh:

Respons akibat eksitasi konstan adalah:

Respons dari eksitasi frekuensi harmonik n adalah:

atau

89
dimana

maka respons sistem adalah:

dari data yang diberikan:'

dan

Sedangkan solusi umum diperoleh dengan rnenarnbahkan solusi homogen

90
4.13.2 Respons Terhadap Impuls
Respons sistem terhadap sebuah unit impuls dengan kondisi awal nol dinamakan
respons impuls. Suatu sinyal segi empat dengan durasi waktu To dan tinggi-L'L 1/To,
ditunjukkan pada Gambar 2.44a.·Luas pulsa atau sinyal ini adalah 1 unit. Untuk
memperoleh satu unit impuls, mari kita definisikan suatu pulsa dengan lebar To
mendekati nol .dengan luas pulsa tetap satu unit ..
Dalam bentuk limit, kita dapat mendefinisikan satu unit' impuls (t) yang' didefinisikan
dalam hubungan:

Impuls tersebut terjadi pada t = 0 seperti ditunjukkan pada Gambar 2.44. Jika satu unit
impuls terjadi pada waktu t = , maka dapat didefinisikan dalam hubungan:

Perlu dicatat bahwa (t - ) adalah satu unit' impuls yang ditranslasikan sepanjang
sumbu waktu dengan sebesar 

Gambar2.44

91
Secara matematis sebuah unit impuls h~rus memiliki lebar 'nol, satu unit luas dan
tinggi.yang tak.hingga. Maka terlihat bahwa suatu unit impuls tak dapat
direalisasikan ,dalam penerapan. Pada pengujian pulsa pada sistem nyata, suatu
eksitasi dapat dianggap sebagai suatu impuls jika 'durasinya sangat pendek
dibanding peri ode natural sistem ( = 1/fn).

Dari persamaan di atas, persamaan gerak sistem dengan eksitasi:

adalah:

Dengan asumsi sistem dalam keadaah diam sebelum diberi unit impuls (t), yaitu
kondisi awal:

Karena (t), diberikan pada waktu t = 0, maka (t), sudah berakhir pada waktu t
> '0. Dengan demikian maka: Pada sistem tidak'ada gaya luar yang bekerja pada t>
0,

Energi ipnut akibat (t), menjadi kondisi awal pada t = 0.

Untuk mendapatkan kondisi awal pada t = 0, kita integrasikan persamaan itu dua kali
untuk selang waktu 0- < t < 0+ sehingga

Dari persamaan di atas, integrasi pertama (t) menghasilkan konstanta dan integrasi
kedua untuk selang 0-< t <0+ adalah nol. Maka sisi kanan persamaan tersebut adalah
nol. Jika x(t) tidak menjadi tak hingga, maka integrasinya untuk area interval
infinitesimal juga nol, sehingga diperoleh:

Jika x ( 0-) = 0 seperti ditunjukkan persamaan di atas, maka x ( 0+) = 0 .


Sekarang integrasi satu kali persamaan di atas untuk interval 0-< t < 0+,
menghasilkan:
92
Dari persamaarr , sisi kanan persamaan ini adalah berupa unit. Suku ketiga sisi kiri
persamaan adalah nol jika x(t) tidak menjadi tak'hingga, Suku kedua adalah nol
seperti dijelaskan di atas. Dengan demikian:

Daftar Pustaka

1. ABS. 2006. Guidance Note on Ship Vibration. American Bureau of Shipping.


New York.
2. Assmussen, Iwer, et all. 2001. Ship Vibration. Germanischer Lloyd. Hamburg.
3. Hutahaean, Ramses. 2012. Getaran Mekanik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
4. Tungga B.K.. 2011. Dasar-dasar Getaran Mekanis. Penerbit Andi. Yogyakarta

93
BAB V
GETARAN PADA SISTEM PROPULSI KAPAL

5.1 Pendahuluan

5.2 Definisi Sistem Propulsi


Sistem propulsi kapal adalah suatu sistem yang digunakan untuk menggerakan kapal pada
suatu kecepatan yang direncanakan, secara umum sistem propulsi terdiri dari tiga
komponen pokok yaitu: i) motor penggerak (main engine), ii) sistem transmisi (gear box)
dan iii) alat penggerak kapal (propeller), ketiga komponen pokok tersebut dihubungkan
dengan poros maka sistem propulsi kapal juga dikenal dengan nama sistem poros, detail
komponen sistem tersebut sebagaimana Gambar 5.1.

propeller gear box main engine

Gambar 5.1 Komponen utama sistem propulsi kapal

Fungsi utama sistem poros pada sistem penggerak kapal adalah sebagai sistem transmisi
daya dan putaran yang bersumber dari mesin utama menuju ke propeller untuk
menggerakan kapal pada suatu kecepatan tertentu (Kiyokatsu, 1997). selain fungsi utama
diatas, hal penting yang diperhatikan adalah berkaitan dengan dimensi dan bahan poros
yang berefek pada kekuatan dan getaran sistem (Harrington, 1992).

94
5.3 Modus Getar pada Sistem Propulsi
Getaran yang ditimbulkan oleh sistem poros terhadap kapal secara keseluruhan adalah
disebabkan oleh gaya hidrodinamika propeller dan combation gas mesin utama kapal.
Terdapat tiga modus getar pada sistem propulsi yaitu: i) getaran torsional, getran lateral
dan getaran longitudinal, jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 9.2 yaitu:

Gambar 5. 2, Modus getar pada sistem poros

5.4 Dampak Getaran


Getaran yang dihasilkan sistem poros pada resonansi getar lateral yang cukup tinggi
(diatas dB) akan sangat berdampak terhadap tingkat kenyamanan penumpang dan ABK,
kerusakan struktur serta rusaknya komponen sistem poros. Kerusakan tersebut
diantaranya: terjadinya penambahan stress poros pada daerah di dekat propeller,
kerusakan pada stern bearing over heating (keausan), pembesaran gaya reaksi propeller

Selanjutnya untuk suatu rancangan sistem poros pada proses analisis beberapa output
perhitungan diataranya lateral natural frekwensi sistem poros. Hal ini berhubungan
dengan kecepatan poros yang tidak seimbang sehingga berefek pada kecepatan kritis pada
kecepatan kapal. Analisa tersebut menurut Richard (1979) dapat dianalisis dengan
“metode Brackets”

95
5.5 Ketentuan Pengaturan Sistem
Lokasi Mesin Utama
Perletakan mesin utama dan propeller adalah informasi penting dalam perencanaan sistem
poros. Hal tersebut berkaitan dengan material dan dimensi panjang poros yang
dipergunakan. Perletakan tersebut umumnya telah ditetapkan pada tahap awal
penedsainan kapal. Peletakan mesin umumnya didasarkan pada: 1) Jenis propeller yang
digunakan , 2) Detail komponen mesin utama dan, 3) Pertimbangan-pertimbangan dalam
pengaturan ruang permesinan, dalam hal ini menyangkut peralatan tambahan yang
digunakan. Disamping berdampak terhadap getaran, panjang poros pula berefek pada
efisiensi propeller melalalui efisiensi poros yang dihasilkan (  s ), untuk sistem propulsi
mengunakan mesin 4 langkah dengan transmisi gear box parameter efisiensi
mekanik/shaft diperkirakan 97% [Man B&W, 1997]

Lokasi Propeller
Peletakan propeller pada buritan kapal umumnya didasarkan sejumlah parameter
diantaranya adalah: diameter propeller, clearance propeller (jarak antara ujung propeller
dan base line kapal serta jarak antara propeller dgn lambung pada radius putaran
propeller). Untuk single screw propeller disarankan peletakannya dengan clearance 6-12
in sebagaimana pada gambar.2

Gambar 5.3 . Clearance propeller single screw

96
5.6 Pembebanan Sistem Poros
Ketentuan desain

Untuk suatu kekuatan yang dikehendaki dengan tingkat getaran yang rendah, dimensi
poros adalah salah satu parameter penting. Umumnya dimensi poros diprediksi
berdasarkan pada sejumlah yang diterima. Dalam banyak kasus diameter poros sangat
berdampak pada getaran lateral dan torsional, namun pada getaran longitudinal sangat
kurang berpengaruh, hal ini dikarenakan penguatan dan berat poros mengalami
perpanjangan yang profesional.

Propeller-induced loads

Bending stress yang umum terjadi pada sistem poros (propeller dan poros) adalah sebagai
akibat perubahan kecepatan aliran air yang masuk ke propeller ditambah dengan berat
propeller itu sendiri. Apabila propeller bekerja dengan kecepatan tetap pada radian
tertentu, hal tersebut akan mempunyai sebuah aliran stedy serta gaya yang tetap. Kondisi
ini akan berubah apabila perubahan kecepatan axial rata-rata, variasi radian kecepatan
aliran masuk tergantung pada arus ikut yang dialami kapal.

Arus ikut (wake) adalah perbedaan antara kecepatan kapal dengan kecepatan aliran air
yang menuju ke baling-baling. Membagi perbedaan ini antara kecepatan kapal dan
kecepatan aliran, hal tersebut akan menghasilkan dua harga koefisien arus ikut. Koefisien
yang pertama disebut fraksi arus ikut Taylor (Taylor wake fraksion) dan koefisien yang
kedua disebut fraksi arus ikut Froude (Froude wake fraksion). Taylor mengenalkan suatu
bentuk fraksi arus ikut (wake) dengan mengeksperesikan kecepatan arus ikut sebagai
fraksi dari kecepatan kapal.

V S  Va
w (1)
VS

dan fraksi arus ikut Froude:

97
VS  V A
w (2)
VA

atau berdasarkan hasil statistik Holtrop (1984) untuk kapal single screw dapat
mengunakan persamaan (3):

w.=((0.17774*(B^2)/(L-(L*Cp))^2)-(0.577076*B/L)+(0.404422*Cp)+(7.65122/Dv^2))

Arus ikut kapal umumnya disebabkan oleh prinsip-prinsip sbb: 1) Fractional drag dari
badan kapal. 2) Streamline flow yang lewat badan kapal 3) Kapal membentuk suatu pola
gelombang di permukaan air dimana partikel-partikel air dan puncak gelombang
mempunyai kecepatan maju yang disebabkan oleh gerakan orbitalnya. Disamping itu arus
ikut (wake) bertambah sesuai dengan penurunan diameter propeler. Arus ikut akan turun
sesuai dengan bertambahnya jarak (clearance) antara badan kapal dan baling-baling
[Harvald, 1983].

5.7 Perencanaan Sistem Poros


Perencanaan Propeller
Sehubungan dengan perhitungan getaran, khususnya getaran yang terjadi pada propeller
umumnya sangat dipengaruhi luas / tebal permukaan, berat dan momen inersia propeller.

 Komponen Baling-Baling

Sketsa baling-baling diberikan dalam Gambar 4

98
Gambar 4 Sketsa baling-baling

Propeller blade atau daun baling-baling ditempelkan pada hub, dan hub dipasang pada
sebuah ujung poros baling-baling. Baling-baling berputar pada garis tengah poros. Arah
rotasi (maju normal) bila dilihat dari belakang berputar kekanan searah jarum jam.

Blade edge atau pinggir daun baling-baling, dalam hal ini dikenal dalam dua bagian,
pinggir blade bagian depan disebut leading edge (nose) dan edge bagian belakang disebut
trailing edge (tail). Sedangkan pertemuan kedua pinggir blade (leading edge dan traling
edge) disebut blade tip. Pada titik blade tip diameter (D) atau radius (R=D/2) baling-
baling diukur.

Blade surface atau permukaan blade dalam hal ini dikenal pula dalam dua bagian,
permukaan blade bagian belakang (back) didefinisikan sebagai permukaan blade berada
dimana arah poros itu datang sedangkan permukaan yang lainnya disebut permukaan
blade bagian depan (face), ketika kapal bergerak maju, masuknya aliran air melalui
belakang baling-baling. Karena proses maju tersebut hal ini mempercepat bagian
belakang propeller memiliki tekanan rata-rata rendah dan permukaan blade bagian depan
memiliki tekanan rata-rata tinggi (perbedaan antar tekanan ini menghasilkan gaya
dorong), permukaan blade bagian depan juga disebut permukaan tekanan dan belakang
disebut permukaan hisap)

99
Propeller hub umumnya berputar simetris karena jangan sampai mengganggu aliran air
bekerja. Blade baling-baling ditempelkan ke hub pada daerah fillet atau akar blade.
Selanjutnya sebuah topi dipasang pada ujung hub.

 Berat Propeller

Perhitungan berat Propeller termasuk hub dapat diprediksi dengan persamaan:

W  KD 3 (MWR)( BTF ) (13)

dimana K adalah material density factor, D= propeller diameter , MWR = mean width
ratio dan, BTF=blade thickness fraction
Developed area per blade
MWR 
D(blade radius  hub radius )

Developed area per blade


BTF 
D(blade radius  hub radius)

Developed area propeller dapat diprediksi dengan formula Keller’s[Kuiper, 1992]:

(1,3  0,3Z )T
EAR  k (12)
( po  pv) D 2

dimana po adalah tekanan statik pada shaft propeller;


po  gh  atmospheric pressure
sedangkan harga k adalah 0,2 untuk kapal dengan distribusi wake yang kecil/halus, untuk,
tinggi tekanan statik pada shaft propeller (h) dengan tekanan atsmosfir ( 10 5 N / m 2 ) dan
vapor pressure v tergantung pada suhu tekanan pengujian.

 Momen inersia propeller

Momen inersia propeller dapat diprediksi dengan persamaan:

100
w.r 2
Ip  (14)
2g
Dimana berat propeller, w (ton) ; Jari-jari propeller , r (m); dan Percepatan gravitasi, g
(m/sec2 )

5.7 Perencanaan Poros

Demikian pula dalam perencanaan poros sejumlah parameter yang perlu dipertimbangkan
adalah berat poros dan momen inersia poros, hal tersebut telah mempertimbangkan
material yang gunakan, khususnya terhadap sifat fatigue characteristic

 Berat poros

Persamaan berat poros per unit panjang (  ) sbb:

 = 0.002035( g )(d2) (14)

Dimana: g = 0.28355 lb/in3(Density berat baja)


d = Diameter poros (in)

 Momen Inersia poros

Persamaan Momen Inersia poros ( I) sbb:

I= 0,049 d 4 (15)

Dimana: d = Diameter poros (in)


Diameter poros dapat direncanakan menurut BKI 1996 berdasarkan pers :

101
1
 3
 
 Pw 
ds  f .k  4 
.Cew (mm) (15)
 
    di
 Cw.n1   da   
  
dimana:
Pw = Daya Poros
f = factor untuk type instalasi propulsi =100
k =factor untuk type poros= 1,4 untuk poros pelumasan minyak
Cew =factor untuk mesin tampa “ice class” =1,0
n =Putaran poros propeller
 di 
nilai untuk, 1-   =1
 da 
560
Cw= dimana Rm =Kekuatan Tarik material (400-800 N/mm2)
Rm  160
apabila diambil Rm =600 N/mm2

5.8 Gataran Lateral Sistem Poros

Getaran lateral adalah salah satu modus getar yang berpengaruh pada sistem poros
disamping getaran logitudinal dan torsional, sebagaimana di ilustrasikan pada gambar 2.
Getaran lateral dibangkitkan oleh karena adanya eksitasi propeller yang sedang berputar,
besarnya natural frekwensi getaran lateral,  (rad / s) yang terjadi tergantung pada N-
Blade propeller dan rpm propeller  = (rad / s) sehinggga dapat digambarkan pada
persamaan :

   N (16)

Menurut Richard 1979 pada sistem poros koefisien gaya ditimbulkan propeller dari ada
empat koeficient yaitu:
 Defleksi propeller dalam sebuah unit force,  11

 Defleksi angular propeller dalam radian pada sebuah unit force,  12

102
 Defleksi propeller dalam sebuah unit moment,  21

 Defleksi angular propeller dalam radian pada sebuah unit moment  22

Keempat koefisien tersebut diperoleh dari double imegration persamaan bending moment
shaft debagaimana Tabel 1. Dari sebuah pendukung sederhana (siply suppoted) dan
sebuah ujung yang di jepit (forward end clamped. (gambar 4)

Gambar 5. 4, Model Analisis Sistem Propulsi

Ukuran b diambil dari center grafity propeller ke titik after bearing dan ukuran l
diambil dari titik center forward bearing sampai after bearing, Sedangkkan ukuran
diameter d shaft diambil dari nominal tail shaft diameter antara journal (kenaikan dari
diameter di journal disk sangat aman ditiadakan dan harus lonjong pada sisi tail shaft
propeller hub.

Tabel 1 Persamaan Bending Momen poros


Simple Support Fixed Forward End
 11 b3 b 2l b3 b 2l
 
3EI 3EI 3EI 4 EI
 12 =  21 b2 bl b2 bl
 
(by maxwell’s) 2 EI 3EI 2 EI 4 EI

 22 b l b l
 
EI 3EI EI 4 EI

103
Laterar Natural Frekwensi Propeller

Perhitungan laterar natural frekwensi pada sebuah propeller pada putaran poros (massa
poros diabaikan ) dapat didasarkan pada Formula Jasper’s

B  B2  4A
12  (17)
2 11mA

dimana:
 2
A  1   ( D)(1.0  E ) dan
 N
 2
B  1   ( D)  1.0
 N

untuk persamaaan A dan B digunakan tanda minus untuk forward whirl dan tand plus
untuk reverse whirl. Dan selanjutnya koefisien D, E dan mCoreccted sbb diperoleh :

I d  22
D ,
m 11

 12 2
E dan
 11 22
1
mcorected  m  b
3

Lateral Natural Frekwensi Dari Poros

selanjutnya persamaan untuk mendapatkan lateral natural frekwensi dari poros itu sendiri:

K EI
 22  (18)
l 4

dimana:

104
K= 97,4 (untuk simply supported shaft)
K= 237.2 (untuk shaft with clamped forward end)
 = massa poros per unit panjang

Kombinasi Natural Frekwensi

Menurut persamaan Dunkerley , kombinasi natural frekwensi dari dua partial sistem
frekwensi sbb:

I I I
  (19)
 2
 2
1  22

selanjutnya menurutnya sebagai pengembangan perhitungan kombinasi, harga yang perlu


digambarkan pada sistem poros sbb:
1 untuk harga  12 diihitung berdasarkan :
- simple support, forward whirl
- simple support, reverse whirl
- fixed forward end, forward whirl
- fixed forward end, reverse whirl
2 untuk harga  22 diihitung berdasarkan :
- simple support
- fixed forward end, (forward and reverse whirl)
3 untuk persamaan Dunkerley dalam mengunakannya berdasarkan empat kasus diatas
4 dalam menentukan natural frekwensi dari semua system :
- simple support, forward whirl
- simple support, reverse whirl
- fixed forward end, forward whirl
- fixed forward end, reverse whirl

Kecepatan Kritis Putaran Propeller


Kecepatan kritis adalah suatu range putaran propeller yang memiliki getaran yang cukup
tingggi. Persamaan dalam menentukan kecepatan kritis putaran propeller:
105
Getaran per menit
Kecepatan kritis putaran propeller  (20)
N
Dimana : Getaran per menit  9,55

106
5.9 STUDI KASUS

Dibawah ini contoh sebuah analisis perhitungan getaran dan kecepatan kritis kapal ikan
tradisional (Gambar 5.6) selanjutnya alat pengerak (propeller) yang dihubungkan
langsung dengan poros pada mesin utama (gambar 2).

Gambar 5.6: Rencana Umum Kapal Sampel

Gambar 5.7: Model Sistem Poros Kapal Sampel


Data
 Ukuran Utama Kapal
LOA : 12,90 m
LBP : 9,46 m
107
Lwl : 11,26 m
B Deck : 2.75 m
H : 1,00 m
T : 0,75 m
V : 7 Knot
Displ : 9,5 Ton
Cb : 0.411

 Data Sistem
o Data Propeller
Diameter : 0.43
RPM : 2200
P/D : 0.5
Efisiensi Open Water : 0.31
EAR : 0.37
o Data Poros
Panjang Poros : 3000 mm
Diameter Poros : 30 mm
o Data Mesin
Model : TS 230 R
Jumlah Silinder : 1 (Satu)
Tipe : Mesin Horisontal 4 Tak
Diameter x Panjang Silinder (mm) : 112x115
Volume Langkah (Lt) : 1.132
Daya kontinyu (PK/PPM) : 18.2/2200
Daya sesaat ( 1 jam ) (PK/PPM) : 23 /2200
Pemakaian Bahan Bakar spesific : 174 gr/DK. Jam
Sistem Pembakaran : Langsung
Sistem Pendingin : Radiator
Sistem start : Tangan /Engkol
Kapasitas Tangki Minyak BB :20.3 lt
Kapasitas Tangki Minyak lumas :20.3 lt
Kapasitas Pendingin air :5.9 lt
Berat Kosong :202 kg

108
5.8 Pemodelan sistem

Gambar 5.8 : Definisi Pemodelan Sistem

Perencanaan Propeller

Hal yang penting sehubungan dengan perancangan propeller antara lain: Propeller
diameter, Propeller Rpm, Number of blades, Propeller pitch, Blade skew, Develoved area,
Propeller blade thickness, Propeller thickness, Propeller hub, Propeller weight dan untuk
perancangan sistem poros ini diorientasikan pada tipe Wagerningen B-series dengan
diameter dan jumlah daun propeler berdasarkan data propeler kapal ikan tradisional ( D=
0.43 m dan Z = 2 Daun) dan EAR atau blade area rasio diprediksi dengan persamaan
12 diperoleh EAR = 37% (lampiran 2) dihitung dengan kondisi tinggi tekanan statik shaft
propeller (h= 0.55 m), tekanan atsmosfir ( 10 5 N / m 2 ) dan vapor pressure

v  2300 N / m 2 pada suhu tekanan 170. selanjutnya diperoleh P/D 0.5 (Lampiran 2),
sebagai adopsi propeler yang akan digunakan dalam perancangan ini mengunakan
propeler dengan sfesifikasi sbb: 1) Type FPP Wagerningen B3-35 (series), 2) Ae/Ao =
35, P/D=0.5. Selanjutnya perhitungan berat Propeller termasuk hub dapat diprediksi
dengan persamaan 13: diperleh berat propeller 0.3658 lb dengan harga Material density
factor (K)=0.25, mean width ratio (MWR)=0.7, blade thickness fraction (BTF) = 0.0406
(tabel) dan momen inersia propeller dapa diprediksi berdasarkan persamaan 14 diperoleh
5.74 lb m s2/in (Lampiran 3)

109
Perencanaan Poros

Diameter poros propeller(ds) (mm)dapat dintukan dengan mengunakan persamaan 15


diperoleh diameter poros 25 mm (Lampiran 2) berdasarkan data Daya Poros (pw), factor
untuk type instalasi propulsi (f)=100, factor untuk type poros (k)= 1,22 (untuk poros
pelumasan minyak),factor untuk mesin tampa “ice class”(Ces) =1,0 ,Putaran poros
propeller (n)=2200, kekuatan Tarik material (Rm) diambil 600 N/mm2 .selanjutnya berat
poros persatuan panjang diprediksi berdasarkan persamaa 16 diperoleh 0.0008 lb s2/in
(Lampiran 3) dan momen inersia berdasarkan persamaan 17 diperoleh 0.095 in4
(Lampiran 3)

Analisis Getaran Lateral Sistem Poros

Dengan diasumpsikan model sistem berputar gambar 2-3 sehingga diketahui besarnya
harga natural frekwensi getaran lateral  , baik yang terjadi akibat putaran propeller
sendiri 1 , maupun beban yang disebabkan poros  2 .
Analisis sistem untuk menentukan geteral lateral kombinasi natural frekwensi dari dua
partial sistem frekwensi tersebut didasarkan pada empat kasus (Dunkerley ) yaitu:

 simple support, forward whirl


 simple support, reverse whirl
 fixed forward end, forward whirl
 fixed forward end, reverse whirl

Sehingga berdasarkan dari model system pada gambar 5 dan data system pada table 2
diperoleh masing-masing harga 1 diprediksi berdasarkan persamaan17 (menurut

jasper’s),  2 didasarkan pada persamaan 18 , dan  didasarkan pada persamaan 19


(menurut Dunkerley) dan harga tersebut seperti pada Table 3.
Tabel 2: Data system poros kapal sampel

b = 15.748 in (Definisi pada gambar 5)


l = 102.36 in (Definisi pada gambar 5)
d = 1.18 in (Untuk tail shaft)
110
I = 0.095 Jika 0,049 d 4
g = 0.28355 lb/in3 (Densitas berat baja)
 = 0.00080 Jika 0.002035( g )(d2)
E = 29x106 lb-in-s2 (Modulus young’s untuk baja)
Id = 0.5329 lb-in-s2 (Penambahan 25 % entrained water)
M = 5.745 lb-s2 (Penambahan 25 % entrained water)

Tabel 3: Data Hasil Perhitungan Getaran (lampiran 3)


Kondisi 12  22 
(rad/sec) (rad/sec) (rad/sec)
 simple support, forward whirl 49.252 3047.72 48.469
 simple support, reverse whirl 49.221 3047.72 48.442
 fixed forward end, forward whirl 62.87 7422.176 62.346
 fixed forward end, reverse whirl 62.83 7422.176 62.310

Selanjutnya kecepatan kritis putaran propeller dapat diprediksi berdasarkan persamaan


19 untuk forward whirl= 23.58 rpm dan reverse whirl= 20.81 rpm (Lampiran 3

111
BAB VI
KEBISINGAN KAPAL

6.1 Pendahuluan
Dalam bab ibi yang dibahas adalah bunyi dan kebisingan, khususnya kebisingan yang
terjadi di kapal, dampak negatif kebisingan pada kesehatan, dan uapaya pencegahan
resiko kesehaatan personal akibat bising. Hal penting yang dibahas dalam bab ini adaaah
kriteria kebisingan atau regulasi internasional tentang pembatasan tingkat bising di kapal.

Sasaran pembelajaran pada bab ini adalah bahwa setealh menyelesaikan bahan
pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan sumber dan mekanisme kebisingan di
kapal, menjelaskan dampak kebisingan dan mempresentasikan kriteria getaran dan
kebisingan pada kapal.

6.2 Bising dan Bunyi


Kebisingan di kapal mulai menjadi masalah sejak diperkenalkannya mesin uap sebagai
penggerak kapal, kemudian digunakan motor diesel yang hingga saat ini masih
mendominasi penggerak kapal niaga. Pada awalnya kebisingan dianggap sebagai resiko
kerja di kapal, sehingga para pekerja menjadi korban. Kebisingan pada level tertentu
sangat merusak kesehatan, khususnya daya dengar.

Kemajuan teknologi membuat kapal menjadi semakin canggih, mulai dari sistem
propulsi, sistem kendali manuver, sampai sistem perlengkapan kapal untuk menunjang
operasional kapal semakin dimekanisasi dan diotomatisasi. Akibatnya, kapal semakin
bising karena sekain banyak sumber bising di kapal. Pada awalnya kebisingan tidak
dipandang sebagai sesuatu yang serius.

Seiring dengan kemajuan jaman, maka perhatian manusia pada kesehatan dan kenyamana
semakin tinggi, termasuk kemudian pembentukan lembaga atau badan nasional maupun
internasional yang bertujuan melindungi para pekerja dari resiko kerja, keselamatan dan
kenyamanan dalam menjalankan pekerjaan, termasuk kondisi kerja di kapal. IMO
(International Maritime Organization) adalah badan PBB yang khusus menangani
masalah kemaritiman internasional mengeluarkan regulasi berupa Kode Internasional
tentang Tingkat Bising di Kapal (IMO Code on Noise Levels on Board Ships) yang

112
pertama tahun 1981. Revisi terakhir Kode itu disetujui pada tahun 2012 dan diberlakukan
efektif mulai 1 Juli 2014. Dalam Kode itu dinyatakan dengan tegas bahwa bising dapat
mengganggu kesehatan dan menimbulkan gangguan keselamatan kapal.

6.3 Sumber dan Dampak Kebisingan di Kapal


Kapal sebagai sarana transportasi telah berkembang sejalan dengan perkembangan
ekonomi, perdagangan dan teknologi. Saat ini kapal umumnya digerakkan dengan motor
diesel, dan saat ini ada kecenderungan penggunaan motor berbahan bakar gas atau motor
dengan bahan bakar ganda (dual fuel engine). Motor penggerak kapal, baik motor torak
seperti diesel, maupun motor rotary seperti turbin, senantiasa menjadi sumber bising di
kapal. Banyaknya komponen dari motor dan sistem penunjangnya yang bergerak
berpecepatan dan banyak di antara massa yang ebrgeak tersebut terjadi pada keepatan
tinggi sehing menimbulkan kebisingan.

Selain motor penggerak di kamar mesin kapal juga terdapat motor bantu (penggerak
generator sebagai sumber daya listrik di kapal. Motor bantu menjadi sumber bising
berikutnya setelah motor induk. Itulah sebabnya personal yang bertugas di ruang mesin
harus seantiasa menggunakan pelindung telinga, karena level bising yang terjadi tidak
dapat direduksi menjadi aman tanpa proteksi telinga. Sumber bising lainnya di kamar
mesin adalah, sistem roda gigi, kompresor, pompa, dll.

Propeler alat pendorong mekanis pada kapal modern yang paling dominan digunakan
kapal niaga karena lebih praktis, efisien dan mudah dioperasikan dibandingkan dengan
jet air, atau alat propulsor lainnya. Propeler juga merupakan sumber bising yang cukup
besar. Propler meengeluarkan denging yang dapat mengganggu kesehatan, propeler
menjadi sumber bising karena dari aspek hidrodinamika, aliran air yang masuk ke
propeler atau ‘wake” tidak homogen, tekanan statis air rendah karena kecepatan relatif
muka propeler (hukum Bernaulli), dan kecepatan air akibat impuls kerja propeler.

Di ruang akomodasi awak kapal, di ruang akomodasi penumpang, dan juga di ruang kerja
awak kapal di geladak navigasi, termasuk di ruang kemudi, kebisingan tidak dapat
dihindarkan. Sumber getaran di temapt ini berasal dari saluran udara ventilasi, blower,
dan gemericik benda benda yang terpicu oleh adanya getaran kapal.

113
Bising sering diabaikan sebagai sumber gangguan kesehatan, padahal terdapat sejumlah
masalah kesehatan seperti gangguan tidur, dampak kardiovaskuler, mengurangi kinerja,
dan tentu saja gangguan pendengaran, dsb. Di Eropa dan negara maju lainnya, bising
sudah merupakan atau dipandang sebagai masalah lingkungan sebagaimana telah
ditetapkan oleh WHO Regional Eropa, dan komplain masyarakat terhadap bising sudah
cukup banyak. Menurut WHO, untuk ruang tidur batas kebisingan adalah 30 dB, diruang
kelas pembelajaran 35 dB.

6.4 Suara dan Bising

Suara adalah bentuk energi yang ditransmisikan melalui variasi tekananyang dapat
dideteksi oleh telinga manusia. Suara dapat juga merambat melalui media lain seperti air,
batang baja dll. Suara mempunyai parameter frekuensi dan amplitudo sebagai indikator
intensitas suara. Telinga manusia dapat mendeteksi bunyi atau suara dalam range
frekuensi atau tingkat tekanan tertentu, yaitu 0 dB sampaid engan 120 dB.

Bunyi mempunyai dua parameter intensitas yaitu frekuensi dan volume (kekerasan
bunyi). Jika bunyi merambat pada media udara, maka di udara terjadi variasi tekanan
secara periodik, jumlah variasi tekanan perdetik disebut frekuensi bunyi dengan satuan
Hz (Herz) yang maknanya jmlah siklus per detik. Makin tinggi frekuensi bunyi makin
tinggi pula dengingnya. Sebagai contoh, pluit yang ditiup mempunyai frekuensi lebih
tinggi dari pada bunyi gendang. Volume atau kekerasan bunyi adalah besarnya variasi
tekanan. Besarnya varias tekanan didefinisikan dengan satuan Pascal (Pa) yaitu 1 N/m2.
Telinga manusia dapat mendeteksi bunyi dnegan besar variasi tekanan 20 mikro Pascal
dan tertinggi 2000 Pascal. Menyatakan kekerasan buyi dengan satuan Pscal kurang
praktis karena rentang angka yang beitu besar, yaitu 20 sampai dnegan 2.000.000.000
mikro Pascal (2.000 Pascal = 2.000.000.000 mikro Pascal. Respons tubuh manusia
terhadap kekerasan bunyi atau bising bergantung pada frekuensi bunyi itu. Telinga
manusia mempounyai puncak respons sekitar 2.500 sampai 3.000 Hz.

Bunyi atau bising dapat merambat mellui berbagai media, merambat dari sumbernya
kesekeliling. Tingkat bising atau tingkat kekerasan bunyi akan berkurang seiring dengan

114
jauhnya ia merambat dari sumber. Karena udara bersifat meredam bunyi maka jarak
sumber sumber bunyi dengan tempat bunyi diterima, memegang peranan penting.
Pengurangan level bunyi akibat jarak ini disebut atenuasi. Atenuasi bergantung pada tipe
sumber bunyi. Sumber bunyi secara umum digolongkan menjadi dua tipe. Pertama
sumber bunyi tipe titik, dalam hal ini bunyi diasumsikan senantiasa keluar dari satu titik.
Kedua, sumber bunyi tipe garis, dalam hal ini bunyidapat diasumsikan keluar dari
sederetan titik yang membentuk garis.
Untuk penyederhanaan dan memudahkan pemahaman tentang kekerasan bunyi, maka
kekerasan bunyi atau kebisingan dinyatakan dalam skala logaritme berbasis 10. Untuk
menghindari satuan Pascal yang seringkali berkaitan dengan penyebutan angka dalam
orde pangkat 6 atau 7, maka digunakan sekala desibel disingkat dB. Untuk ditetapkan
kuat tekanan atau energi gelombang suara 20 mikro Pascal (Pa) sebagai 0 dB sebagai
acuan skala. Gambar 6.1 Menunjukkan hubungan antara kuat tekanan bunyi dengan skala
desibel untuk beberapa area atau ruang yang bersifat tipikal.

Gambar 6.1 Kesetaraan Tekanan Bunyi dengan Desibel

115
6.5 Kriteria Kebisingan di Kapal
Seperti yang telah disebutkan di atas, kebisingan di kapal tidak dapat dihindarkan karena
banyaknya sumber bising yang merupakan bagaian tak terpisahkan dengan sistem operasi
kapal. Oleh karena itu yang dapat dilakukan adalam membuat kriteria atau batas bising
di kapal yang tertoleransi.

Kriteria atas batas ambang bising yang dapat ditoleransi di kapal, di sepakati pada sidang
majelis IMO (waktu itu bernama IMCO) pada 19 November 1981. Berikut ini diuraikan
singkat kriteria bising yang diatur dalam Kode Internasional tentang Tingkat Bising di
Kapal.

6.5.1 Pendahuluan
Kode Tingkat Bising dalam Kapal yang telah dikembangkan diharapkan menjadi
pedoman umum bagi masing masing pemerintahan dalam pengaturan bising pada kapal.
Kode ini dimaksudkan sebagai pemicu dan promosi pengaturan bising pada timngkat
nasional yang dikaitkan dengan kerangka kesepakatan internasional.

Kode ini menjadi acuan pemerintah bersangkutan untuk membatasi tingkat maksimum
bising batas paparan bising, khsuus di kapal. Rekomendasi tentang prosesur dan program
yang termaktub dalam Kode ini lebih dimasudkan agar ada keseraramn internasional, dan
bukan merupakan aturan yang sefcara ketat harus dipatuhi.

Kode ini dikembangkan dari pertimbangan data dan informasi dari kapal penumpang dan
kapal barang konvensional, dan oleh akrena itu tentu dapat terjadi perbedaan perbedaan
norma, criteria bagi kapal tiper terntu bergantung pada rancangan, misi dan kondisi
operasi kapal.

6.5.2 Ruang Lingkup


Kode Batas Tingkat Bising Di Kapal menjadi bahan dasar standar pencegahan potensi
terjadinya bising yang dapat membahayakan dalam kapal, dan menjadi bahan standar
lingkungan kerja dan kehidupan pelaut yang dapat diterima.
Rekomendasi dibuat untuk melindungi pelaut dari resiko kehilangan daya dengar karena
paparan bising, menentukan batas bising yang tidak berpotensi membahayakan. Selain

116
itu dibuat juga rekomendasi dalam Kode ini untuk pengukuran tingkat bising dan paparan
bising, serta batas tingkat bising yang diijinkan bagi semua ruang yang biasanya diakses
oleh awak kapal.

6.5.3 Tujuan diadakannya Kode


1. Melindungi pelaut dari resiko kerusakan organ pendengaran akibat kondisi kerja
yang tidak layak dari level bising
2. Penguuran level bising dan paparan bising
3. Batas maksimal bising yang dapat diterima di semua ruang yang biasanya menjadi
tempat keberqaaan awak kapal.

Maksud diadakannya Kode:

Kode dibuat dengan maksud menetapkan tingkat bising dan mengurangi paparan
bising agar:
1. kondisi kerja awak kapal tetap dapat melakukan komunikasi lisan, mendengar
alarm, dan dapat berpikir jernih di ruang kontrol (kendali), ruang navigasi, ruang
radio, ruang mesin yang di orangi.
2. melindungi para pelaut dari kehilangan daya dengar karena paapran bising
berlebihhan.
3. para awak kapal dapat beristirahat, rekreasi atau kegiatan lainnya di atas kapal.

Penerapan Kode

1. Kode berlaku bagi kapal baru bertonase GT 1.600 atau lebih


2. ketentuan yang berkaitan dnegan potensi level bahaya bising yang ada dalam
Kode ini diberlakukan juga pada kapal yang ada sekarang (eksisting) sejauh hal
itu memungkinkan dan dipandang perlu oleh pemerintah bersangkutan.
3. Ketentuan dalam Kode ini dapat diterapkan pada kapal baru bertonase kurang
dari GT 1.600 sejauh hal iitu memungkinkan dan dipandang perlu leh
pemerintah bersangkutan.
4. Kode ini tidak berlaku bagi kapal: yang mengambang secara dinamis (non-
displacement ships); kapal ikan; bargas pemasangan ipa laut; bargas kran; unit

117
pengeboran lepas pantai yang mobil (MODU); yacht; kapal perang; kapal yang
dengan propulsor non-mekanik.
5. Bagi kapal yang beroperasi jarak pendek, atau pelayyaran singkat, ketentuan
Kode dapat diberlakukan hanya pada kondisi kapal dipelabuhan saja, saat awak
kapal istirahat, rekreasi dsb.
6. Kode ini berlaku bagi kapal, baik dalam keadaan berlayar maupun sedang
berlabuh dengan awak kapal harus berada di kapal.
7. Kode ini pada prinsipnya bukanlah ditujukan untuk diberlakukan pada rua ng
akomodasi penumpang, kecuali ruang itu juga merupakan ruang kerja yang
diatur dalam Kode ini.

6.5.4 Beberapa pengertian yang tercantum dalam Kode ini perlu dijelaskan

1. Ruang akomodasi: kabin, kantor, klinik atau rumah sakit, ruang makan, ruang
rekreasi (lounge, ruang merokok, bioskop, perpustakaan, ruang hobi, ruang
permainan) dan area rekreasi terbuka bagi awak kapal.

2. Mesin bantu: semua permesinan selain motor induk untuk propulsi, yang bekerja
bila kapal beroperasi dalam keadaan normal, misalnya motor diesel bantu
(generator), generator turbo, motor hidrolik dan pompa, kompressor, kipas
ventilasi, dll.

3. Level Bising Tertimbang (Nilai): Nilai hasil pemngukuran level suara dengan
respons frekuensi ditetapkan secara statistik yang digambarkan dalams sebuah
kurva (IEC publication 651).

4. Ruang yang terus menerus ditempati orang: ruang yang senantiasa harus
ditempati awak kapal atau sebagaian besar waktu harus ditempati awak kapal
untuk operasi kapal normal.

5. Bargas Kran/Derek: kapal atau pontoon yang dipasang secara permanen kran
(Derek), dan kapal ini memang dimaksudkan untuk melakukan operasi
pengangkatan.

6. Stasiun kerja: ruang-ruang yang menajdi tempat peralatan navigasi utama, radio
dan sumber listrik darurat, juga tempat peralatan pengendalian sentral pencegahan

118
api, ruang daour, pantry, dan bengkel (yang etrpisah dengan ruang mesin), dan
ruang semacam itu lainnya.

7. Wahana terambang dinamis: wahana yang dapat dioperasikan di atau di atas air
yang mempunyai karakteristik berbeda dengan kapal konvensional yang
terapung berdasarkan prinsip kesimbangan gaya beratd an gaya apung statis
(atau kapal displasmen).Wahana yang tergoong dalam wahana terambang
dinamis ini adalah:

a. Gaya berat atau bagaian gaya berat secara signifikan diimbangi oleh
gaya yang bukan gaya hidrostatik.

b. Wahana dapat beroperasi dengan kecepatan sedemikian rupa dengan


bilangan Fr atau V/√(g.L) > 0,9, dengan V = kecepatan maksimum, L =
pajang garis air, dan g = percepatan gravitasi.

8. Pelindung telinga: alat yang dipakai untuk mengurangi efek bising bagi
pemakainya.

9. Level suara efektif Lef(X)(H):

10. Level suara terus menerus ekuivalen Leq(H): level teoritis (hipotetis) yang
diberikan dalam selang waktu (H) menyebabkan energy yang setara dengan nilai
A yang ditetapkan secara statistic yang diperoleh sebagai suara actual dalam
periode itu. Periode H merepresentasikan periode waktu dalam satuan jam.

1 T (pa (t))2
Leq = 10 log10 . T ∫0 dt
p20

T = waktu pengukuran

Pa(t) = tekanan suara sesaat bernilai A (yang ditetapkan secara


statistic)

Po = 20 . 10-6 pascal (level patokan)

11. Kapal ikan: Kapal yang digunakan secara komersial untuk menangkap ikan, paus,
atau sumberdaya hayati laut.

119
12. Bising fluktuatif: Level bising bervariasi naik dan turun. Dalam konteks kode
ini rata-rata fluktuasi melampaui bising mantap yang didefinisikan pada butir 31
dan tidak termasuk bising impuls yang didefiniskan pada butir 14.

13. Kehilangan pendengaran: kehilangan daya dengar yang diukur dengan patokan
batas ambang auditori yang ditentukan dalam standar ISO 389 (1975) termasuk
revisinya. Kehilangan daya dengar berkoresponden dengan selisih ambang
auditori orang yang diukur dengan ambang auditori standar. Standar ISO 389
(1975 menentukan rata-rata kehilangan daya dengan 25 dB yang dihiutng pada
frekuensi 500, 1.000, dan 2.000 Hz.

14. Bising impuls: suara bising yang terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu detik
atau satu seri kejadian bising berulang kurang dari 15 kali dalam satu detik.

15. Pengukur level suara integratif: satu sound level meter (pengukur suara) yang
disetel untuk mengukur level nilai tengah kuadrat dikali tekanan suara rata-rata
tertimbang.

16. Nomor tingkat bising ISO (no NR): nomor yang diperoleh dengan memplot
spectrum pita oktaf pada kurva NR yang ditetapkan oleh standar ISO R 1996-
1967 dan pemilihan kurva tingkat bising tertinggi yang tangensial terhadap
sepktrum tersebut.

17. Ruang permesinan: semua ruang yang di dalamnya terdapat mesin propulsi, ketel
uap, motor bakar, generator, mesin listrik besar, stasiun pengisian bahan bakar,
mesin pendingin, mesin stabilisator,dan mesin ventilasi dan ac.

18. Unit pengeboran lepas pantai bergerak: kapal yang digunakan dalam operasi
eksplorasi dan eksploatasi sumberdaya mineral di dasar laut, seperti hidrokarbon
cair atau gas, dan sulphur.

19. Sayap geladak navigasi: geladak navigasi kapal yang diperpanjang terus sampai
ke sisi kapal.

20. Bising: dalam konteks kode ini, adalah suara yang dapat menimbulkan gangguan
pendengaran, atau dapat meenggnggu kesehatan atau membahayakan.

21. Kehilangan daya dengan akibat bising: kehilangan atau berkurangnya


pendengaran akibat kerusakan se saraf dalam cochlea, karena efek dari suara.
120
22. Level bising: lihat pengertian nilai level tekanan suara yang ditetapkan, pada butir
3.

23. Putaran poros normal: putaran poros yang yang dispesikasikan sesuai kontrak atau
hasil percobaan layar.

24. Paparan okasional: paparana bisisn yang terjadi sekali seminggu atau kurang dari
itu.

25. Penumpang: Semua orang yang di atas kapal selain kapten, awak kapal dan orang-
orang yang berada di atas kapal karena tugas tertentu yang terkait dengan operasi
dan bisnis kapal.

26. Bargas peletakan pipa (bawah laut): kapal yang secara spesifik dibangun untuk
dan digunakan untuk melakukan aktivitas yang terkait dengan peletakan dan
pemasangan pipa di bawah laut.

27. Kodisi pelabuhan: kondisi saat semua permesinan yang semata-mata untuk
propulsi kapal diberhentikan.

28. Level Bising berpotensi bahaya: level bising yang jika orang terpapar bising pada
level itu atau yang lebih tinggi tanpa pelindung bising terancam kehilangan daya
dengar akibat bising itu.

29. Suara: energy yang dipindahkanooleh gelombang tekanan pada udara atau bahan
lainnya dan sesuatu yang menyebabkan aanya rangsangan sensasi pada organ
pendengaran.

30. Level tekanan suara: ukuran level suara L , yang ditetapkan dalam skala
(𝑝)
logaritme sebagai berikut 𝐿 = 20 𝑙𝑜𝑔10 . (𝑝 ) . 𝑑𝐵
0

p = nilai rms tekanan suara yang diukur antara 20 Hz dan 20 kHz.

p0 = 20.10-6 pascal (level patokan)

31. Bising mantap: bising dengan suara yang fluktuasinya tidak lebihd ari 5 dB yang
diukur dengan sound level meter selama satu menit.

32. Pelayaran singkat: pelayaran yang relative singkat sehingga awak kapal tiidak
perlu tidur selama pelayaran atau tidak perlu istirahat panjang dalam pelayaran
(tidak shift jaga).
121
6.5.6 Batas Paparan Bising
Batas tingkat bising yang ditoleransi dikapal ditetapkan berdasarkan kuat atau tingkat
bising, lamanya seseorang terpapar, dan perlengkapan pelindung telinga yang digunakan
orang. Penetapan batas tingkat bising ditentukan berdasarkan sebuah diagram yang dibuat
oleh IMO, seperti dapat di lihat pada Gambar 6.2.

Gambar 6.2 Zona diijinkan Paparan Bising Harian dan Okasional

122
6.5.7 Batas Level Bising Terpapar pada Awak Kapal
1. Papar maksimal tanpa proteksi (Zona E).
Untuk papar yang kurang dari delapan jam, awak kapal tanpa proteksi telinga tidak
dapat terpapar oleh level bising melebihi 85 dB(A). Jika awak kapal harus bertahan
pada kondisi bising level tinggi, level bising tidak boleh lebih dari Leq(24) dari 80
dB(A). Sepertiga dari waktu sehari (8 jam) seorng awaak kapal tidak boleh terpapar
bising melebihi 75 dB(A).
2. Papar maksimal dengan proteksi (Zona A)
Tidak boleh ada awak kapal yang terpapar bising melebihi 120 dB(A) atau Leq(24)
melebihi 105 dB(A), walapun yang bersangkutan memakai proteksi telinga.
3. Papar harian (Zona D)
Jika seorang awak kaopal bekerja rutin (tiap hari terpapar) dalam satu ruang dengan
level bising dalam zona D, harus memakai protektor telinga dan harus disusun
rencana pengamanan pendengaran.
4. Papar okasional (Zona B)
Pada zona B hanya diijinkan jika terpapar secara okasional dan awak kapal harus
memakai penutup kuping dan penyumbat lubang telinga kecuali paparan bising
berlangsung kurang dari sepulah menit dalam hal ini awak kapal cukup memakai
penutup kuping atau penyumbat lubang telinga.
5. Papar okasional (Zona C)
Dalam zona C hanya paparan yang bersifat okasional saja yang diijinkan dan awak
kapal harus memakai penutup kuping atau penumbat lubang telinga.
6. Batas Level Bising Kontinyu (Setara 24 jam), sebagai alternative untuk memenuhi
ketentuan batas level bising berdasarkan Gambar di atas, awak kapal tanpa
proteksi telinga tidak diperkanakan terpapar bising kontinyu (setara 24 jam)
dengan level 80 dB(A). Setia individu awak kapal yang terpaapr bising sehingga
ahrus mengunakan proteksi telinga, tidak boleh terpapar seperti itusecara terus
menerus selama empat jam atau tidak boleh lebih dari delapan jam secara total
dalam sehari. Dalam kasus seprti itu, bila pemerintah (pembuat regulasi)
menetukan bahwa paparan bersifat putus-putus, tidak boleh ada awak kapal yang
terpapar tanpa proteksi telinga terhadap level suara efektif ekuivalen dengan kasus
5dB tingkat pertukaran Lef(5) setara dengan 77 dB(A)
7. Program perawatan pendengaran. Programn perawatan pendengaran maksudnya
adalah upaya mempertahankan pendengaran awak kapal. Bagi awak kapal yang
terpapar bising pada level yang ditentukan pada Zona D, harus dibuat untuk melatih
awak kapal tentang bahaya bising dan penggunaan pelindung telinga, dan untuk
memantau kepekaan pendengaran mereka. Beberapa program perawatan
pendengaran adalah:
a. Pengujian audiometric secara periodic dikelola oleh orang yang terlatih dan
berkualifikasi sesuai;
123
b. Petunjuk tentang resiko dan bahaya bagi personal yang terpapar bising level tinggi
dan dalam waktu lama dan petunjuk penggunan pelindung telinga yang baik;
c. Menjaga dan mengmanakan dokumen catatan pemeriksaan audiometric;
d. Analisis secara periodik catatan rekaman audiometric dan kepekaan pendengaran
tiap individu mengalami kurangan daya dengar.

Batas bising yang ditetapkan untuk masing masing tempat atau ruang dikapal adalah sbb.:
1. Ruang Kerja
a. ruang mesin yang terus menerus dijaga orang 90 dB(A)
b. ruang mesin yang tidak terus menerus dijaga orang 110 dB(A)
c. Ruang kendali mesin (Engine control room) 75 dB(A)
d. Bengkel 85 dB(A)
e. Ruang lainnya (tidak khusus) 90 dB(A)
2. Ruang Navigasi
a. Ruang kemudi dan ruang peta 65 dB(A)
b. Ruang dengar (sinyal) 70 dB(A)
c. Ruang radar 65 dB(A)
3. Ruang Akomodasi
a. Ruang kabin dan ruang perawatan (hospital) 60 dB(A)
b. Ruang mmakan 65 dB(A)
c. Ruang rekreasi/ hobby 65 dB(A)
d. Ruang rekreasi terbuka 75 dB(A)
e. Ruang kantor 65 dB(A)
4 Ruang Pelayanan
a. Dapur 75 dB(A)
b. Ruang penyajian dan pantri 75 dB(A)

Regulasi ini juga mengharuskan tiap kapal untuk membuat laporan survey kebisingan.
Dalam laporan haru stercantum hasil pengukuran tingkat bising tiap ruangan, dan dalam
laporan harus tercantum jelas tempat atau titik pengukuran yang ditandai pada gambar
Rencana Umum kapal yang dilampirkan pada Laporan Survey kebisingan. Format
laporannya telah ditetapkan dalam regulasi.Dalam Laporan juga harus dicantumkan no

124
IMO kapal, nama kapal, gt, ukuran utama, data motor dan permesinan, nama galangan
pembangun, dan pemilik kapal, tanggal dan waktu pengukuran, deskripsi pelayaran dan
kondisi cuaca selama pengukuran, nama dan lamat pihak yang melakukan pengukuran,
dan rincian kalibrasi instrumen pengukuran.

Regulasi ini mewajibkan pemilik kapal untuk memastikan bahwa semua peralatan atau
bahan yang dipakai untuk mengurangi atau mengendalikan bising digunakan dan dirawat
agar persyaratan bising yang ditetapkan terpenuhi.

Pemilik kapal juga harus menjamin bahwa jika tingkat bising di satu ruang melampaui 85
dB(A):

- Ruang itu akan diberi catatan dan papan peringatan


- Nakhoda dan perwira kapal harus sadar akan pengendalian orang masuk ke
ruang tersebut dan penggunaan pelindung telinga bagi siapa saja yang
memasuki ruang itu;
- Alat pelindung telinga yang cocok, tersedia dalam jumlah yang cukup;
- Dibuatkan bahan cetakan untuk nakhoda dan perwira kapal yang berisi
petunjuk bagi pelaut yang mau masuk ke ruang itu.

Regulasi Kode Internasional tentang Tingkat Bising di Kapal, mewajibkan awak kapal
bertanggung jawab untuk menjamin:

- Tindakan untuk pengendalian bising dilaksanakan dengan baik;


- Peralatan pengendalian bising segara dilaporkan;
- Senantiasa menggunakan pelindung telinga jika memasuki ruang terdapat
peringatan penggunaan pelindung bising dan tidak melepaskan pelindung
walau sebentar;
- Pelindung telinga tidak dirusak dan tidak disalahgunakan, dan tersimpan
ditempat yang sesuai.

125
Penutup

Soal Perlatihan

Sebagai indikator penguasaan materi kuliah ini, anda coba menjawab pertanyaan
berikut:

1. Mengapa masalah tingkat bising di kapal perlu diatur dalam regulasi


internasional?
2. Apa saja tangggung jawab pemilik kapal dalam menjamin ambang kebisingan
tidak terlampaui di kapal?
3. Apa saja tanggung jawab awak kapal dalam menjamin level kebisingan di
kapal?
4. Jelaskan prinsip pembatasan level bising yang diberlakukan dam Kode
Internasional tentang Tingkat Bising di Kapal!

Daftar Pustaka

International Maritime Organization, 2012. Adotion of The Code of Noise Level on


Board Ship. Resolution MSC 337 (91). London.
Kitabashi, Kunihiko, 2011. Code on Noise Level on Board Ships, Key Issues on
Revision of the Code. Asian Shipbuilding Experts’ Forum for International
Maritime Technical Initiative. Busan

126

Anda mungkin juga menyukai