Wa0042
Wa0042
A. Gastritis Erosive
I. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat
bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa lambung
yang tidak meluas sampai epitel (Lindseth, G., 2006)
Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan
respon mukosa terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan),
kafein, alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih
sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung (Lindseth, G.,
2006).
a. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H. Pylori pada lambung
sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka yang berumur lebih dari 60 tahun
mempunyai tingkatkolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori merupakan basil gram-negatif,
spiral dengan flagel multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang
jaringan, menghuni dalam gel lendir yang melapisiepitel (McGuigan,J., 2000).
H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion dan CO2 sehingga milieu
akan menjadi basa dan kuma terlindungi terhadap faktor merusak dari asam lambung.
Disamping itu, kuman ini membentuk platelet ectiving faktor yang merupakan pro inflamatory
sitokin. Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses
transport ion (Tarigan, P. 2001).
OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan mengubar
permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang mengakibatkan
kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan perubahan kualitatif
mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi mukus oleh pepsin. Mukosa
menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak
mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa antrum lebih rentan terhadap
difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin terjadi di antrum (Lindseth, G.,
2006). Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak mengeluarkan asam
lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa
lambung (Tarigan, P. 2001).
c. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi akibat stress
psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat bermacam-macam seperti
syok hipotensif setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar hebat (ulkus Curling),
atau trauma serebral (ulkus Cushing).Gastritis erosive akibat stress memiliki lesi yang dangkal,
ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami perdarahan lambat menyebabkan
melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat superficial. Ulkus stress dibagi menjadi 2.
Ulkus cushing karena cedera otak ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh
rangsang vagus dan ulkus curling an sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung. Sebagian
besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung adalah factor etiologi utama yang
menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan terbentuk ulserasi (Lindseth, G., 2006).
Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindrom/
kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh
ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi menjadi empat yaitu:
dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas, dyspepsia akibat refluks da
dyspepsia tidak spesifik. Pada dyspepsia gangguan motilitas, keluhan yang paling menonjol
adalah perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai
sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang menonjol berupa nyeri ulu hati dan
rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis. Pasien tukak memberikan ciri
seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit gastritis erosive timbul setelah
makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang lebih enak setelah makan. Walaupun demikian,
rasa nyeri saja tidak cukup menegakkan gastritis erosive, selain itu dapat terjadi juga perdarahan
atau perforasi (Tarigan, P. 2007).
IV. Diagnosis
V. Terapi
Terapi pada gastritis erosif terdiri dari terapi non-medikamentosa, medikamentosa dan operasi.
Tujuan dari terapi adalah menghilangkan keluhan, menyembuhkan atau memperbaiki erosi,
mencegah kekambuhan dan mencegah
komplikasi.
a. Non-medikamentosa
1. Istirahat
Stres dan kecemasan memegang peran dalam peningkata asam lambung. Sebaiknya pasien
hidup tenang dan memerima stres dengan wajar.
2. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu tidak lebih baik dari
makanan biasa, karena makanan ha lus dapat merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai,
makanan merangsang, makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.
b. Medikamentosa
1. Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghilangkan rasa sakit. Dosis 3x1 tablet.3.
Koloid BismuthMekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal
bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin. Dosis
2x2 sehari. Efek samping tinja kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
4. Sukralfat
Mekanisme kerja kemungkinan melalui pelepasan kutup alumunium hidroksida yang berkaitan
dengan kutub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang
melindungi dari asam dan pepsin. Efek lain membantu sintesis prostglandin dan menambah
sekresi bikarbonat dan mukus , meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa.
5. Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi mukus,
bikarbonat dan menambah aliran darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa.
Biasanya digunakan sebagai penangkal ulkus gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.
Struktur homolg dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek histamin pada sel
parietal untuk tidak memproduksi asam lambung. Dosis: Simetidin (2x400 mg), Ranitidin 300
mg/hari, Nizatidin 1x300 mg, Famotidin (1x40 mg), Roksatidin (2x75 mg).
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+-ATP ase yang akan memecah K+H+-ATP menjadi
energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan kenaikan gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambun, menyebabkan
pengurangan rasa sakit, mengurangi faktor agresif pepsin dengan PH>4.
Omeprazol 2x20 mg
c. Tindakan operasi