Anda di halaman 1dari 16

Analisis Usaha Tani dan Pemasaran Buah Naga di

Kabupaten Lombok Tengah


January 20, 2011 by ichageneh

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena
itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke-21, masih akan tetap berbasis pertanian secara
luas. Namun, sejalan dengan tahapan-tahapan perkembangan ekonomi maka kegiatan jasa-
jasa dan bisnis yang berbasis pertanian juga akan semakin meningkat, yaitu kegiatan
agribisnis akan menjadi salah satu kegiatan unggulan (a leading sector) pembangunan
ekonomi nasional dalam berbagai aspek yang luas (Saragih, 2001).

Kegiatan ekonomi yang berbasis pada tanaman pangan dan hortikultura merupakan kegiatan
yang sangat penting (strategis) di Indonesia. Disamping melibatkan tenaga kerja terbesar
dalam kegiatan produksi, produknya juga merupakan bahan pangan pokok dalam konsumsi
pangan di Indonesia. Dilihat dari sisi bisnis, kegiatan ekonomi yang berbasis tanaman pangan
dan hortikultura merupakan kegiatan bisnis terbesar dan tersebar luas di Indonesia. Perannya
sebagai penghasil bahan pangan dan pokok, menyebabkan setiap orang dari 200 juta
penduduk Indonesia terlibat setiap hari dalam kegiatan ekonomi tanaman pangan dan
hortikultura (Saragih, 2001)

Pengembangan komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan dapat dirancang sebagai


salah satu sumber pertumbuhan baru dalam perekonomian nasional. Perkembangan agribisnis
buah-buahan akan memberi nilai tambah bagi produsen (petani) dan industri pengguna serta
dapat memperbaiki keseimbangan gizi bagi konsumen. Potensi pengembangan tanaman
buah-buahan di Indonesia didukung oleh banyak faktor (Rukmana, 2003).

Indonesia memiliki kondisi agroekologi yang dapat menghasilkan hampir semua jenis buah,
termasuk jenis buah yang berasal dari daerah subtropis. Lahan pertanian di Indonesia yang
dapat digunakan untuk mengembangkan tanaman buah-buahan sekitar 33,3 juta hektar, antara
lain lahan kering (tegalan) seluas 16,59 juta kektar dan lahan pekarangan seluas 4,9 juta
hektar. Meskipun hampir semua jenis buah-buahan dapat dihasilkan di Indonesia, namun
produktivitas hasil buah-buahan nasional masih rendah rata-rata 7,5 ton/ha. Peningkatan
produksi buah-buahan nasional masih sangat dimungkinkan, dengan penggunaan bibit
(varietas unggul) dan penerapan teknologi modern. Di negara-negara maju, penggunaan
varietas unggul dan penerapan teknologi modern dapat menghasilkan produksi buah-buahan
sebesar 10 ton/ha (Rukmana, 2003).

Komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan memiliki prospek dalam sektor pertanian.


Pengembangan buah-buahan berpola agribisnis dan agroindustri sangat cerah karena
permintaan terhadap komoditas tersebut cenderung naik, baik di pasar dalam maupun luar
negeri. Potensi sumber daya alam di dalam negeri masih memeberikan peluang untuk
meningkatkan produksi aneka jenis buah-buahan (Ariyantoro, 2006).
Tanaman buah naga (dragon fruit) yang awalnya dikenal sebagai tanaman hias ini sudah
cukup lama dikenal masyarakat Taiwan, Vietnam, maupun Thailand. Terlebih saat diketahui
bahwa buahnya dapat dikonsumsi, semakin banyak yang mengenalnya. Bagi masyarakat di
negara tersebut, usaha budidaya tanaman buah naga terus dilakukan karena sangat
menguntungkan (Kristanto, 2008).

Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya berangsur-angsur
meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin membanjirnya buah naga di
supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Buah naga (Inggris: pitaya)
adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari marga Hylocereus dan Selenicereus. Buah ini
berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan namun sekarang juga
dibudidayakan di negara-negara Asia seperti Taiwan, Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Buah
ini juga dapat ditemui di Okinawa, Israel, Australia Utara dan Tiongkok selatan (Anonim,
2008).

Selain sebagai buah segar, buah naga pun dapat digunakan sebagai bahan pewarna dan olahan
es krim. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan buah naga ini dikembangkan menjadi
buah yang memasyarakat. Pada pertengahan tahun 2000, di beberapa swalayan Jakarta
pernah dibanjiri buah naga yang diimpor dari Thailand. Saat itu, promosi dilakukan besar-
besaran. Kehadirannya pun mengejutkan karena buah ini dipromosikan sebagai buah yang
rasanya lebih manis dari semangka walaupun agak asam. Trend buah naga bukan saja hanya
dimiliki masyarakat Jakarta, tetapi lambat laun merambah hingga ke daerah-daerah lain di
Indonesia. Di beberapa kota besar Indonesia sudah terlihat kecendrungan peningkatan
permintaan akan buah naga seperti Surabaya, Denpasar, dan Semarang (Kristanto, 2008).

Buah naga sekarang mulai tersedia di toko buah dan pasar swalayan dan sejumlah
perkebunan melirik komoditas ini karena budidayanya mudah dan prospek ke depan cerah
dibanding buah lainnya. Saat ini Thailand dan Vietnam merupakan pemasok buah terbesar
dunia, tetapi permintaan yang dapat dipenuhi masih kurang dari 50 persen. Pasar lokal saat
ini dibanjiri produk ekspor berdasarkan catatan dari eksportir buah di Indonesia, buah naga
ini masuk ke tanah air mencapai antara 200- 400 ton/tahun asal Thailand dan Vietnam.
Tingginya permintaan buah naga ini di sebabkan oleh promosi yang menyebutnya sebagai
buah meja (sangat menarik dan menggiurkan bila di sajikan di meja makan) berkhasiat
mujarab untuk berbagai penyakit dan bermanfaat sebagai bahan baku di bidang industri
pengolahan makanan, minuman, kosmetik serta produk kesehatan (Anonim, 2008).

Buah yang dijuluki king of the fruit atau rajanya buah ini tampaknya sudah mendunia. Hal ini
sangat didukung oleh keinginan negara produsen untuk mempromosikan. Salah satu contoh
ialah Vietnam yang menggunakan media maskapai penerbangannya untuk promosi buah
naga, yaitu dijadikan sebagai sajian pencuci mulut di pesawat untuk tujuan Eropa. Tidak
heran jika pengenalan hingga penjuru dunia dapat cepat terlaksana (Kristanto, 2008).

Di Kabupaten Lombok Tengah usahatani buah naga mulai diusahakan sejak tahun 2002
hingga saat ini, dan telah berkembang dengan baik. Wilayah pengembangan usahatani buah
naga terdapat di empat kecamatan antara lain : Kecamatan Priggarata, Kecamatan Kopang,
Kecamatan Batukliang, dan Kecamatan Jonggat. Dalam upaya pengembangan buah naga,
keadaan iklim di Kabupaten Lombok Tengah sangat mendukung pembudidayaannya. Jenis
buah naga yang dibudidayakan di Kabupaten Lombok Tengah yaitu jenis buah naga
berdaging putih, buah naga berdaging super merah. Tanaman yang buahnya berwarna merah
menyala dan bersisik hijau ini memang belum lama diusahakan. Hal ini disebabkan karena
tanaman buah naga merupakan tanaman pendatang baru bagi dunia pertanian dan melengkapi
koleksi tanaman yang diusahakan.

Uasahatani buah naga di Kabupaten Lombok Tengah masih tergolong baru dan daerah
pengembangannya juga masih terbatas. Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap tingkat
produksi dan pendapatan yang diperoleh petani adalah pemasaran. Saluran pemasaran yang
efisien akan sangat menentukan tingkat produksi dan kualitas buah naga yang dihasilkan,
karena dengan adanya saluran pemasaran yang efektif dan efisien akan menghasilkan harga
yang sesuai baik pada tingkat petani maupun konsumen. Sehingga akan dapat memacu petani
untuk lebih giat dalam mengelola usahatani buah naga tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dipandang perlu untuk malakukan penelitian
dengan judul “Analisis Usahatani dan Pemasaran Buah Naga di Kabupaten Lombok
Tengah”.

1.2. Perumusan Masalah

Pengembangan komoditas buah naga khususnya buah naga yang ada di Kabupaten Lombok
Tengah umunya masih menggunakan teknik dan peralatan usahatani yang sederhana serta
sistem pemasarannya masih terbatas, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani.
Prospek usahatani buah naga di masa yang akan datang cukup prospektif jika dikelola dengan
baik dan professional. Hal ini disebabkan karena kandungan gizi pada buah naga cukup
tinggi, serta termasuk kategori buah yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Berdasarkan uraian diatas yang menjadi permsalahan dalam penelitian ini adalah : (1)
Seberapa besar pendapatan petani dan efisiensi usahatani buah naga di Kabupaten Lombok
Tengah?; (2) Bagaiman pola/saluran dan efisiensi pemasaran buah naga di Kabupaten
Lombok Tengah?; dan (3) Kendala yang dihadapi oleh petani dalam usahatani dan lembaga
pemasaran dalam memasarkan buah naga di Kabupaten Lombok Tengah?.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pendapatan dan efisiensi usahatani buah naga di Kabupaten Lombok


Tengah.
2. Mengetahui pola/saluran dan efisiensi pemasaran buah naga di Kabupaten Lombok
Tengah.
3. Mengetahui kendala yang dihadapi oleh petani dalam usahatani dan lembaga
pemasaran dalam memasarkan buah naga di Kabupaten Lombok Tengah.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1. Media latihan bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan daya menganalisis


permasalahan yang dijumpai sesuai dengan ilmu yang diperoleh selama kuliah.
2. Bahan informasi bagi petani buah naga dalam mengelola usahanya.
3. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang
berhubungan dengan pengembangan usahatani buah naga.
4. Sebagai sumber informasi bagi peneliti yang berminat mengkaji masalah yang sama
pada aspek yang berbeda dimasa yang akan datang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Usahatani Buah Naga

Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau factor-
faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan
efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan
usahataninya meningkat (Hastuti dan Rahim, 2007).

Mubyarto (1989) menyebutkan bahwa usahatani identik dengan pertanian rakyat. Pertanian
dalam arti sempit dirumuskan sebagai suatu usaha pertanian yang dikelola oleh keluarga
petani untuk memproduksi bahan makanan utama seperti beras, palawija, dan hortikultura
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Suatu usahatani dikatakan berhasil jika secara minimal dapat memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut (Hadisapoetra, 1987 dalam Utami, 2004) :

1. Usahatani harus dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar semua alat yang
diperlukan.
2. Usahatani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat dipergunakan, baik
modal sendiri maupun modal yang dipinjam dari pihak lain.
3. Usahatani harus membayar upah tenaga petani dan keluarga secara layak.
4. Usahatani tersebut paling sedikit berada pada pihak semula.
5. Usahatani harus dapat membayar upah tenaga kerja petani sebagai sumber manajer
yang mengambil keputusan mengenai apa saja yang akan dijalankan.

Efisiensi Usahatani

Usahatani yang baik selalu dikatakan sebagai usahatani yang produktif atau efisien. Efisisensi
usahatani dibedakan atas efisiensi fisik dan efisisensi ekonomis. Efisiensi fisik adalah
banyaknya hasil produksi yang dapat diperoleh dari kesatuan input dan jika dinilai dengan
uang maka akan berubah menjadi efisiensi ekonomi, dengan kata lain efisiensi ekonomi
tergantung dari harga faktor produksi dan efisiensi fisik. Berdasarkan pengertian tersebut
maka efisisensi dalam penelitian ini adalah efisiensi usahatani yang merupakan imbangan
atau rasio antara total nilai produksi dengan total biaya produksi (Mubyarto, 1989 dalam
Puspitadewi, 2008).

Menguntungkan atau tidak usahatani yang dijalankan dapat dilihat dari besarnya
perbandingan nilai produksi dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Usahatani dikatakan
efisien jika ratio antara penerimaan (nilai produksi) dan pengeluaran mempunyai hasil > 1
(Soekartawi, 1991).
Biaya Produksi, Produksi, dan Pendapatan

2.1.7.1. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan nilai dari semua korbanan ekonomi yang diperlukan dan dapat
diukur ataupun diperkirakan untuk menghasilkan suatu produk. Keberhasilan suatu usahatani
dilihat dari kemampuan memberi pendapatan yang tinggi. Pendapatan yang diterima mampu
untuk mencukupi keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani minimal berada dalam
keadaan yang lebih baik dari semula. Menurut Herjanto (1999) dalam Puspitadewi (2008)
biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi.

Menurut Suproyo (1979) dalam Puspitadewi (2008) biaya yang dikeluarkan dalam berusaha
tani meliputi :

1. Pengeluaran untuk input (bibit, pupuk, dan obat-obatan).


2. Pengeluaran untuk tenaga kerja luar keluarga.
3. Pengeluaran untuk pajak, sewa tanah dan bunga modal.
4. Penyusutan alat-alat.

Biaya produksi terdiri dari (Herjanto, 1999 dalam Puspitadewi , 2008) :

1. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya
produksi, misalnya biaya penyusutan alat tahan lama, biaya sewa atas pabrik dan
peralatan yang disewa, pajak bumi dan bangunan, sewa atas modal pinjaman dan lain-
lain.
2. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh besar kecilnya
produksi, misalnya biaya untuk pembelian bibit, upah tenaga kerja baik tenaga kerja
luar maupun tenga dalam kelurga dan sebagainya.
3. Biaya total adalah keseluruhan dari biaya-biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.

2.1.7.2. Produksi

Produksi adalah total fisik yang diperoleh produsen dalam melakukan kegiatan usahatani.
Dalam memperoleh produksi yang maksimal, seorang petani akan mengalokasikan input atau
faktor produksi seefisien mungkin guna tercapainya keuntungan yang maksimal. Optimalisasi
penggunaan faktor produksi pada prinsipnya adalah bagimana menggunakan faktor produksi
tersebut seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisiensi ini
dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu (Soekartawi, 1991) :

1. Efisiensi teknis yaitu jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang
maksimal.
2. Efisiensi harga atau efisiensi alokatif yaitu jika nilai dari produk marginal sama
dengan harga faktor produksi yang bersangkutan.
3. Efisiensi ekonomi yaitu jika usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan
sekaligus juga mencapai efisiensi harga.

Faktor-faktor yang mempengaruhi produk pertanian dibedakan menjadi dua yaitu :


1. Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam tingkat kesuburannya, bibit,
varietas, obat-obatan, dan sebagainya.
2. Faktor social ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan,
tingkat pendapatan, resiko ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan
sebagainya.

2.1.7.3. Pendapatan

Pendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Menurut Soekartawi (1987)
pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produksi total
usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual atau yang tidak dijual. Pendapatan
bersih (net farm income) didefinisikan sebagai selisih pendapatan kotor usahatani dengan
pengeluaran total usahatani.

Dalam pengelolaan usahatani pada hakekatnya petani menjalankan perusahaan petani oleh
karena itu setiap kegiatan harus memperhatikan secara ekonomis apakah produksi akan dijual
seluruhnya atau dikonsumsi. Besar kecilnya nilai produksi tergantung dari jumlah
menggunkan sumberdaya dengan efisien untuk memperoleh keuntungan. Dengan kata lain
aktifitas petani adalah mengeluarkan uang dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih
banyak. Oleh karena itu, analisis ekonomi sangat penting untuk menilai usahatani. Analisis
ekonomi adalah analisis yang membahas hasil total atau produktivitas atau semua
sumberdaya yang dipakai dalam usahataninya (Kadariah, 1999).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani ada yang tidak dapat dikuasai oleh
petani yaitu tendensi harga yang umum berlaku di pasaran dan keadaan yang menyimpang
dari biasanya. Ada pula faktor-faktor yang sampai batas-batas tertentu masih dapat dikuasai
petani seperti cara pemasaran dan efisiensi penggunaan alat (Hadisapoetra, 1987 dalam
Utami, 2004).

Untuk meningkatkan penadapatan petani, diperlukan beberapa syarat antara lain :

1. Penggunaan tenaga kerja yang intensif;


2. Keterampilan yang memadai;
3. Peralatan dan sarana produksi yang memadai;
4. perbaiakan sistem pemasaran hasil pertanian.

Kendala Usahatani Buah Naga

Untuk mengetahui kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan usaha tani buah naga
maka perlu dilakukan identifikasi berbagai macam kendala, baik kendala teknis maupun
kendala non teknis. Kendala-kendala tersebut dapat meliputi teknik budidaya, permodalan,
dan pemasaran.

2.1.2. Pemasaran Buah Naga

Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah kegiatan manusia yang diarahkan pada usaha memuaskan keinginan dan
kebutuhan melalui proses pertukaran (Radiosunu, 1986).

Menurut Kotler (1997) pemasaran adalah suatu proses dan manajerial yang di dalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan yang bernilai dengan pihak lain. Definisi
pemasaran ini pada konsep intinya adalah kebutuhan (needs), keinginan (wants), dan
permintaan (demands).

Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran ditujukan untuk memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen
dengan melakukan tindakan atau perlakuan terhadap barang tersebut. Secara teoritis, fungsi-
fungsi pemasaran dapat digolongkan dalam tiga golongan antara lain (Limbong, 1985 dalam
Puspitadewi, 2008) :

1. Fungsi pertukaran (Exchange Function) merupakan kegiatan untuk memperlancar


pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Adapun
fungsi pertukaran itu sendiri terdiri atas fungsi penjualan dan pembelian.
2. Fungsi fisik (physical Function) adalah semua kegiatan yang langsung berhubungan
dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk
dan kegunaan waktu. Adapun fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan, fungsi
pengolahan, dan fungsi pengangkutan.
3. Fungsi fasilitas (Facillitating Function) adalah semua tindakan yang memperlancar
kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas
terdiri atas empat fungsi yaitu standarisasi dan grading, penanggungan resiko,
pembiayaan dan informasi resiko.

Saluran Pemasaran

Panjangnya suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang
dilalui oleh suatu barang dan jasa. Saluran pemasaran langsung adalah saluran pemasaran
yang produsen secara langsung menjual produknya kepada konsumen. Pengecer merupakan
saluran perantara yang dalam pasar industrial, perantara tersebut adalah agen-agen penjualan
atau pialang. Distributor dan dealer industrial merupakan saluran dua tingkat. Saluran tiga
tingkat terdapat tiga perantara yaitu grosir, pengecer, dan pedagang pemborong atau jobber.
Pemborong tersebut membeli barang pada pengecer kecil, yang pada umumnya tidak dapat
dilayani oleh pedagang grosir (Limbong, 1985 dalam Puspitadewi, 2008).

Dalam rangka kegiatan untuk memperlancar arus barang dari produsen ke konsumen, maka
salah satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah memilih secara tepat saluran
distribusi yang akan digunakan. Saluran distribusi yang terlalu panjang menyebabkan makin
banyak rantai yang ikut dalam kegiatan pemasaran. Hal ini berarti bahwa kemungkinan
penyebaran barang produsen secara luas tetapi sebaliknya menimbulkan biaya yang lebih
besar sehingga dapat menyebabkan harga yang mahal sampai ke tangan konsumen.
Sebaliknya saluran distribusi yang terlalu pendek kurang efektif untuk penyebarluasan, tetapi
karena mata rantai pemasaran lebih pendek maka biaya produksi dapat ditekan sehingga
harga ke konsumen dapat lebih rendah. Oleh karena itu, penetapan saluran pemasaran oleh
produsen sangatlah penting sebab dapat mempengaruhi kelancaran penjualan, tingkat
keuntungan, modal, resiko, dan sebagaianya (Mursid, 1993 dalam Utami, 2004)

Margin Pemasaran

Margin pemasaran adalah selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran atau selisih harga
yang dibayarkan di tingkat pengecer (konsumen) dengan harga yang diterima oleh produsen.
Dengan kata lain, margin pemasaran merupakan perbedaan harga ditingkat konsumen (harga
yang terjadi karena perpotongan kurva permintaan primer dengan kurva penawaran turunan)
dengan harga di tingkat produsen (harga yang terjadi karena perpotongan kurva penawaran
primer dengan permintaan turunan) (Hastuti dan Rahim, 2007).

Efisiensi Pemasaran

Efisisensi pemasaran merupakan tolak ukur atas produktivitas proses pemasaran dengan
membandingkan sumberdaya yang digunakan terhadap keluaran yang dihasilkan selama
berlangsungnya proses pemasaran (Downey dan Steven, 1994 dalam Hastuti dan Rahim,
2007).

Dari sudut pandang marketing mix, efisiensi pemasaran menurut Downey dan Erickson
(1992) dalam Hastuti dan Rahim (2007) dapat dilihat dari masing-masing elemen, yaitu :

1. Efisiensi produk merupakan usaha untuk menghasilkan suatu produk melalui


penghematan harga serta penyederhanaan prosedur teknis produksi guna keuntungan
maksimum.
2. Efisiensi distribusi dinyatakan sebagai produk dari produsen menuju ke pasar sasaran
melalui saluran distribusi yang pendek atau berusaha menghilangkan satu atau lebuh
mata rantai pemasaran yang panjang di mana distribusi produk berlangsung dengan
tindakan penghematan biaya dan waktu.
3. Efisiensi harga yang menguntungkan pihak produsen dan konsumen diikuti dengan
keuntungan yang layak diambil oleh setiap mata rantai pemasaran sehingga harga
yang terjadi di tingkat petani tidak berbeda jauh dengan harga yang terjadi di tingkat
konsumen.
4. Efisiensi promosi mencerminkan penghematan biaya dalam melaksanakan
pemberitahuan di pasar sasaran mengenai produk yang tepat, meliputi penjualan
perorangan atau missal dan promosi penjualan.

2.3. Kerangka Pendekatan Masalah

Obyek dalam penelitian ini adalah usahatani buah naga. Salah satu tujuan dari usahatani buah
naga adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bagi masyarakat dan juga untuk
meningkatakan pendapatan petani.

Dalam kegiatan usahatani buah naga, petani selalu dihadapkan pada suatu tindakan untuk
mengambil keputusan yaitu apakah akan melakukan usahatani buah naga atau tidak. Petani
dalam mengelola usahanya pada prinsipnya bertujuan untuk memperoleh hasil sebagai balas
jasa dari modal dan tenaga kerja yang telah dikorbankan. Untuk mengusahakan usahatani
tersebut, selama proses produksi berlangsung diperlukan input atau biaya, yaitu biaya
tersebut akan mempengaruhi pendapatan bersih yang diterima oleh petani. Dalam hal ini
adalah pendapatan usahatani yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Untuk menganalisis usahatani buah naga di Kabupaten Lombok Tengah, ada beberapa hal
yang dapat diamati diantaranya adalah pendapatan dengan melihat besarnya pendapatan dan
alokasi penggunaan input produksi oleh produsen, sehingga akan dapat diketahui tercapai
atau tidak efisien produksi secara ekonomi dengan melihat besarnya pendapatan usahatani
yang diterima petani. Selain itu aspek pemasaran juga harus diperhatikan sehingga dapat
diketahui pola atau saluran pemasaran dalam memasarakan hasil produksi buah naga tersebut.

Dalam menjalankan usahanya petani tidak terlepas dari kendala. Kendala tersebut berkisar
pada persoalan yang berhubungan dengan proses produksi dan penanganan pasca panen
termasuk pemasaran. Secara rinci kerangka pendekatan masalah disajikan pada gambar 2.1
berikut :

Gambar 2.1. Bagan Pendekatan Masalah

2.3. Definisi Operasioanal

1. Usahatani adalah kegiatan manusia dalam mengusahakan tanahnya dengan maksud


memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya
kemampuan tanah tersebut untuk memperoleh hasil selanjutnya.
2. Usahatani buah naga adalah usaha atau kegiatan petani dalam menghasilkan buah
naga.
3. Sistem usahatani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah struktur tanam buah naga
pada suatu lahan.
4. Biaya produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah semua biaya yang
dikeluarkan oleh petani dalam usahatani buah naga dalam satu kali proses produksi.
5. Produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keseluruhan jumlah produksi
fisik yang diperoleh petani dari usahatani buah naga dalam satu kali proses produksi.
6. Harga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai/harga buah naga yang
ditentukan oleh petani buah naga berdasarkan besarnya biaya yang telah dikeluarkan
7. Keuntungan usahatani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keuntungan yang
diterima petani dari usahatani buah naga yang dihitung dengan cara menggunakan
analisis biaya dan pendapatan.
8. Efisiensi uasahatani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah diukur dengan
menggunakan analisis Return Cost Ratio (R/C).
9. Pemasaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala kegiatan dan usaha yang
dilakukan petani buah naga dalam memasarkan produknya sampai pada konsumen
akhir melalui lembaga pemasaran.
10. Saluran pemasaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lembaga-lembaga
penyalur yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan buah naga dari petani ke
konsumen.
11. Efisiensi pemasaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan petani
dan lembaga pemasaran dalam menyalurkan buah naga kepada konsumen dengan
harga yang wajar tanpa merugikan berbagai pihak yang terlibat dalam pemasaran.
12. Margin pemasaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah selisih harga ditingkat
petani buah naga dengan harga ditingkat konsmen akhir.
13. Distribusi keuntungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbandingan
antara keuntungan pemasaran buah naga pada biaya terendah dalam keuntungan
pemasaran buah naga pada biaya tertinggi yang dinyatakan dalam rupiah.
14. Share harga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persentase harga buah naga
yang diterima petani dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir.
15. Volume penjualan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya penjualan
buah naga yang dijual oleh petani atau lembaga pemasaran.
16. Kendala yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masalah yang dihadapi petani
dalam usahatani dan lembaga pemasaran dalam memasarakan buah naga.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1988).

3.2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah semua petani yang mengusahakan usahatani buah
naga dan lembaga pemasaran buah naga di Kabupaten Lombok Tengah.

3.3. Penentuan Sampel

3.3.1. Penentuan Daerah Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lombok Tengah. Dari duabelas Kecamatan yang
ada di Kabupaten Lombok Tengah ditetapkan tiga Kecamatan secara “Purposive Sampling”
sebagai daerah penelitian yaitu Kecamatan Jonggat, Kecamatan Pringgarata, dan Kecamatan
Batukliang dengan pertimbangan bahwa ketiga Kecamatan tersebut memiliki usahatani buah
naga yang sudah berproduksi dan sudah di pasarkan (Lampiran 2).

Pada tiap-tiap Kecamatan yang ditetapkan secara “Purposive Sampling” sebagai daerah
penelitian yaitu : Desa Puyung dan Desa Perina untuk Kecamatan Jonggat, Desa Murbaya
untuk Kecamatan Pringgarata, dan Desa Tampak Siring untuk Kecamatan Batukliang dengan
pertimbangan bahwa ketiga Kecamatan tersebut memiliki usahatani buah naga yang sudah
berproduksi dan sudah di pasarkan (Lampiran 2).
3.3.2. Penentuan Jumlah Responden

Responden dalam penelitian ini adalah semua petani yang mengusahakan usahatani buah
naga.

Penentuan responden untuk lembaga pemasaran dilakukan dengan metode “Snow Ball
Sampling” yaitu menelusuri rantai pemasaran buah naga dari petani responden sampai ke
konsumen akhir.

3.4. Jenis dan Sumber Data

3.4.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif.
Data kualitatif adalah data yang bukan dalam bentuk angka seperti : pengelolaan usahatani,
kendala dalam usahatani dan lain-lain. Sedangkan Data kuantitatif adalah data dalam bentuk
angka seperti total biaya, produksi, nilai produksi, pendapatan dan lain-lain.

3.4.2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data yang diperoleh secara langsung dari petani responden dengan melakukan wawancara
yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari dinas/instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini
seperti Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat, Instansi atau dinas lain dilokasi
penelitian.

3.5. Variabel dan Cara Pengukurannya

Untuk mengetahui pendapatan usahatani buah naga, variabel-variabel yang diukur adalah
sebagai berikut :

3.5.1.Biaya produksi adalah semua korbanan ekonomi yang diperlukan dan dapat diukur atau
diperkirakan untuk memulai usaha. Cara pengukurannya dilakukan dengan menjumlahkan
antara biaya variabel dengan biaya tetap. Biaya produksi meliputi :

1. Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani pada tahun-tahun
awal (tahun ke-0) dan tidak habis dipakai dalam satu kali kegiatan produksi,
dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya investasi seperti : biaya pembelian dan
perlengkapan pertanian adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli alat-alat dan
perlengkapan pertanian. Pengukurannya dengan cara harga beli dibagi umur ekonomis
yang dinyatakan dalam rupiah.
2. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam melakukan
usahatani dalam satu kali proses produksi. Seperti : Biaya penyusutan alat tahan lama
adalah biaya yang berasal dari penyusutan alat-alat tahan lama yang digunakan dalam
proses usahatani buah naga. Pengukurannya dengan cara harga beli dibagi lama
pemakaian yang dinyatakan dalam satuan rupiah; biaya tenaga kerja adalah
keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk membayar upah tenaga kerja
baik tenaga kerja luar maupun tenaga kerja dala kelurga yang terdiri atas
pemeliharaan, panen, dan pengangkutan. Pengukurannya dengan cara mengalikan
jumlah tenaga kerja yang digunakan dengan jumlah upah harian yang dibayarkan dan
dinyatakan dalam satuan rupiah; biaya lain-lain adalah biaya yang dikeluarkan oleh
petani untuk membayar sejumlah sarana atau kegiatan untuk membantu kelancaran
usahatani buah naga meliputi biaya transportasi, biaya air, biaya listrik yang
dinyatakan dalam satuan rupiah.

3.5.2. Jumlah produksi adalah jumlah buah naga yang dihasilkan dalam satu kali proses
produksi yang dinyatakan dalam Kilogram (Kg).

3.5.3. Nilai produksi adalah besarnya nilai ekonomi usahatani buah naga. Pengukurannya
dilakukan dengan cara mengalikan jumlah produksi dengan harga per kilogram buah naga
dan dinyatakan dalam satuan rupiah.

3.5.4. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dengan total pengeluaran yang
dinyatakan dalam satuan rupiah.

3.5.5. R/C Ratio adalah perbandingan antara total nilai produksi (penerimaan) dengan total
biaya produksi (pengeluaran) usahatani buah naga.

3.6. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik survei yaitu wawancara
secara langsung dengan responden dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah
disiapkan sebelumnya (Nazir, 1988).

3.7. Analisis Data

3.7.1. Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani buah naga di Kabupaten Lombok
Tengah dianalisis secara deskriptif. Adapun rumus biaya dan pendapatan sebagai berikut
(Hastuti dan Rahim, 2007) :

I = TR-TC

Total Penerimaan :

TR = P x Q – (TFC-TVC)

Keterangan :

I = Income (Pendapatan usahatani buah naga)

TR = Total Revenue (Total penerimaan)

TC = Total Cost (Total biaya)

P = Price (Harga)

Q = Quantitas (Jumlah)

TFC = Total Fixed cost (Total biaya tetap)


TVC = Total Variabel Cost (Total biaya variabel).

3.7.2. Untuk mengetahui efisiensi usahatani digunakan rumus :

R/C Ratio = TR

TC

Dengan kriteria keputusan sebagai berikut :

Jika R/C Ratio > 1, maka usahatani buah naga efisien atau layak untuk diusahakan.

Jika R/C Ratio ≤ 1, maka usahatani buah naga tidak efisien atau tidak layak untuk
diusahakan.

3.7.3. Untuk mengetahui saluran pemasaran dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu dengan
menelususri saluran pemasaran buah naga dari tingkat produsen ke tingkat konsumen.

3.7.4. Untuk mengetahui efisiensi pemasaran digunakan indikator : margin pemasaran,


distribusi keuntungan, share harga, dan volume penjualan.

1. Margin Pemasaran

Margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus :

MP = Pr-Pf

Keterangan :

MP = Margin Pemasaran

Pr = Harga konsumen akhir

Pf = Harga dari produsen

1. Distribusi Keuntungan

Besarnya distribusi keuntungan tiap saluran pemasaran dapat diukur dengan rumus :

DK = ((π/C) terendah)

((π/C) tertinggi)

Keterangan :

DK = Distribusi keuntungan

π = Keuntungan pemasaran

C = Biaya pemasaran
Kriteria keputusan :

Jika DK ≥ 0,5 berarti distribusi keuntungan antar lembaga pemasaran adil.

Jika DK < 0,5 berarti distribusi keuntungan antar lembaga pemasaran tidak adil.

1. Share Harga

Besarnya share harga yang diterima petani/produsen (%) dan harga eceran yang dapat
dihitung dengan menggunakan rumus :

Sp = Pf x 100%

Pr

Keterangan :

Sp = Bagian harga yang diterima produsen

Pf = Harga ditingkat produsen

Pr = Harga ditingkat konsumen

Kriteria keputusan :

Jika X > 60% berarti pemasaran buah naga adil.

Jika X < 60% berarti pemasaran buah naga tidak adil.

1. Volume Penjualan

Besarnya penjualan dapat dilihat dari jumlah produksi buah naga yang dijual produsen
maupun lembaga pemasaran yang dinyatakan dalam kilogram.

3.7.5. Untuk mengetahui kendala usahatani dan pemasaran buah naga dianalisis secara
deskriptif dengan cara mengidentifikasi setiap kendala usahatani buah naga yang ditemukan
pada saat penelitian berdasarkan data yang diperoleh setelah ditabulasi terlebih dahulu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Buah naga. http://www.wikipedia.org/buah naga.

Ariyanto, H. 2006. Budidaya Tanaman Buah-buahan. PT. Citra Aji Parmana. Yogyakarta.

Hadisapoetra, 1987 dalam Utami F. 2004. Skripsi. Studi Ekonomi dan Sistem Pemasaran
Kentang di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Fakultas Pertanian. Universitas
Mataram.

Hastuti D. R. dan Rahim A. 2007. Ekonomika Pertanian (pengantar, Teori, dan kasus).
Penebar Swadaya. Jakarta.
Hastuti D. R. dan Rahim A. 2007. dalam Downey dan Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis
(edisi kedua) (terjemahan: Alfonsus Sirait). Erlangga. Jakarta.

Herjanto, E. 1999 dalam Puspitadewi W. 2008. Skripsi. Analisis Usahatani dan Pemasaran
Jamur Tiram di Pulau Lombok. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Kadariah, Lien Karlina, Clive Gray. 1999. Pegantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran (Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol).


Edisi 9. Prentice-Hall. New Jersey.

Kristanto, D. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya.
Jakarata.

Limbong, W.H. 1985 dalam Puspitadewi W. 2008. Skripsi. Analisis Usahatani dan
Pemasaran Jamur Tiram di Pulau Lombok. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Mubyarto. 1989. dalam Puspitadewi W. 2008. Skripsi. Analisis Usahatani dan Pemasaran
Jamur Tiram di Pulau Lombok. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Mursid. 1993 dalam Utami F. 2004. Skripsi. Studi Ekonomi dan Sistem Pemasaran Kentang
di Kecamatan Sembalun Kabupaten Lombok Timur. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Radiosunu. 1986. Manajemen Pemesaran (Suatu Pendekatan Analisis). BPFE. Yogyakarta.

Rukmana, R. 2003. Usaha Tani Markisa. Kanisisus. Yogyakarta.

Saragih, B. 2001. Agribisnis (Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian).


Yayasan Mulia Persada Indonesia. Bogor.

Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

. 1987. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya. CV. Rajawali. Jakarta.

Suproyo. 1979 dalam Puspitadewi, W. 2008. Skripsi. Analisis Usahatani dan Pemasaran
Jamur Tiram di Pulau Lombok. Fakultas Pertanian. Universitas Mataram.

Like this:

Like
Be the first to like this post.

Posted in Uncategorized | Leave a Comment

Comments RSS

Leave a Reply
Enter your comment here...

Anda mungkin juga menyukai