Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara garis besar, perkembangan aliran pemikiran dalam ilmu ekonomi diawali
oleh apa yang disebut sebagai aliran klasik. Aaliran yang terutama dipelopori oleh
Adam Smith ini menekankan adanya “invisble hand” dalam mengatur pembagian
sumber daya, dan oleh karenanya peran pemerintah sangat dibatasi karena akan
sangat mengganggu proses ini. Konsep invisible hand ini kemudian direpresentasikan
sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya.

Teori perdagangan internasional adalah teori yang menjelaskan arah dan komposisi
perdagangan antar negara serta bagaimana efeknya terhadap perekonomian suatu
negara. Disamping itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan
adanya keuntungan yang timbul dari adanya keuntungan perdagangan (gain from
trade). Teori yang menjelaskan tentang perdagangan internasional pada dasarnya
dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu: teori praklasik merkantilis, Teori Klasik, dan
teori modern.

Negara-negara yang melakukan perdagangan internasional antara lain disebabkan


dua alasan berikut. Pertama, negara-negara yang berdagang karena berbeda satu sama
lain (berbeda dalam kepemilikan sumber daya, baik dalam jenis maupun
kualitasnya), setiap negara dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan mereka
melalui pengaturan dimana setiap pihak melakukan sesuatu dengan relatif lebih
baik. Kedua, negara-negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala
ekonomi (economies of scale) dalam produksinya. Maksudnya, Jika setiap negara
hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu maka mereka dapat menghasilkan
barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien
dibandingkan mereka menghasilkan segala jenis barang.

Secara lengkap perkembangan teori perdagangan internasional adalah sebagai


berikut :

1. Teori pra-klasik merkantilisme


2. Teori klasik

a) Keuntungan absolut (absolute advantage) oleh Adam Smith

b) Keuntungan relatif (comparative advantage) oleh John Stuart Mill

c) Biaya relatif (comparative cost) oleh David Ricardo

3. Teori Modern

1.2. Pembatasan Masalah

Agar tidak terjadi kesalah pahaman maka pembahasan masalah, kami membatasi dan
menetapkan objeknya yaitu hanya mengenai tentang perkembangan teori perdagangan
klasik.
1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, kami merangkum beberapa rumusan


masalah yang diangkat antara lain :

1. Siapa sajakah yang mencetuskan teori perdagangan internasional klasik?

2. Apasaja kelebihan atau keuntungan dari setiap pendapat ekonom-ekonom klasik?

3. Bagaimanakah pendapat para ahli mengenai perdagangan internasional klasik ?

1.4. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah yang mengenai tentang perkembangan teori perdagangan


internasional memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Membekali mahasiswa dalam mengetahui teori-teori yang dicetuskan oleh beberapa


tokoh mengenai teori perdagangan internasional klasik

2. Untuk mengetahui perkembangan teori perdagangan internasional klasik

3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pencetus teori perdagangan internasional klasik

4. Untuk mengetahui aspek-aspek apa sajakah yang dibahas dalam setiap teori yang
dikemukakan oleh para ahli.
1.5. Manfaat Penulisan

1. Memberikan wawasan kepada mahasiswa mengenai perkembangan teori


internasional

2. Memberikan referensi tambahan bagi mahasiswa selain literature yang dipakai


dalam mengajar.

3. Memberikan pengkajian yang lebih signifikan mengenai teori perdagangan


internasional.
BAB II

PEMBAHASAN

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

TEORI KLASIK

1. Kemanfaatan absolut (absolut advantage) oleh Adam Smith

2. Kemanfaatan Relatif (comparative advantage) oleh John Stuart Mill)

3. Biaya Relatif (comparative cost) oleh David Ricardo

2.1. Kemanfaatan Absolut (Absolute Advantage: Adam Smith)

Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan


moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan
internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada
variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja
yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang
digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value ). Contoh
klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith, misalnya, untuk menangkap seekor
harimau diperlukan tenaga kerja empat kali lipat dibandingkan untuk menangkap
seekor kucing. Atas dasar teori tenaga kerja maka perbandingan nilai/harga harimau
dengan kucing adalah 1 : 4. Mengapa perbandingan harga mesti demikian (1 : 4) ?
Misalnya, perbandingan harga itu 1 : 1 maka pencarian harimau akan berkurang
karena akan lebih murah (diukur dengan kerja). Orang terlebih dahulu mencari
(memburu) kucing kemudian ditukarkan dengan harimau di pasar. Akibatnya
penawaran harimau di pasar akan menurun dan penawaran kucing bertambah sampai
perbandingan nilai tukarnya kembali pada 1 : 4.

Teori nilai tenaga kerja ini sifatnya sangat sederhana sebab menggunakan
anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya
faktor produksi. Dalam kenyataan nya bahwa tenaga kerja itu tidak homogen, faktor
produksi itu tidak hanya satu serta mobilitas tenaga kerja tidak bebas.

Manfaat teori tenaga kerja :


Pertama,memungkinkan kita dengan secara sederhana menjelaskan tentang
spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran.

Kedua, meskipun pada teori-teori berikutnya (teori modern) kita tidak menggunakan
teori nilai tenaga kerja namun prinsip teori ini tetap tidak bisa ditinggalkan (tetap
berlaku).

Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori


nilai tenaga kerja dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada
2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen
menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit
gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga
kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan
tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.

Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan per Unit


Produksi Amerika Inggris
Gandum 8 10
Pakaian 4 2
Dari tabel diatas nampak bahwa Amerika lebih efisien dalam memproduksi
gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit
tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di
Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan
demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada
produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian.
Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu
macam barang dengan biaya (diukur dengan unit tenaga kerja) yang secara absolut
lebih rendah dari negara lain.

Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas


antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana
terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara.

Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan


absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada
keuntungan.
2.2. Kemanfaatan Relatif (Comparative Advantage: J.S Mill)

Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian
mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan
mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage, yaitu suatu barang yang
dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan
sendiri memakan ongkos yang besar.

Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya
tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak
tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal barang
tersebut. J.S. Mill memberikan contoh sebagai berikut :

Produksi 10 orang dalam 1 minggu


Produksi Amerika Inggris
Gandum 6 bakul 2 bakul
Pakaian 10 yard 6 yard
Menurut teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris tidak akan
timbul karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada
Amerika semua. Tetapi bagi J.S.Mill yang penting bukan absolute adventage tetapi
comparative advantage.Besarnya comparative advantage untuk Amerika , dalam
produksi gandum 6 bakul disbanding 2 bakul dari Inggris atau =3 : 1. Dalam produksi
pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Disini Amerika memiliki
comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih besar dari 5/3 : 1.

Untuk Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul disbanding 6 bakul dari Amerika
atau 1/3 : 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau = 3/5: 1.
Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 :
1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan
spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan
pakaian dari Inggris.

Dasar nilai pertukaran (term of Trade ) ditentukan dengan batas – batas nilai
tukar masing – masing barang didalam negeri. Apabila nilai tukar dalam perdagangan
itu sama dengan harga di dalam negeri selah satu negara, maka keuntungan karena
perdagangan (gains from trade) tersebut hanya ada pada satu negara saja.
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan
berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini
tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.

2.3. Biaya Relatif (Comparative Cost: David Ricardo)

Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah teorinya


tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung dari banyaknya
tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut (labor cost value
theory). Perdagangan antar negara akan timbul apabila masing-masing negara
memiliki comparative cost yang terkecil.
1. Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative
lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative
kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan
bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative
advantage.

2. Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)

Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika


melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut
dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara
tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif. Walaupun Indonesia memiliki
keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan
internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui
spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. kelemahan
teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat
perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah
perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1
negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut
memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative
Advantage.
Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari
perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun
tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.

Sebagai contoh dikemukakan sebagai berikut:

Banyaknya hari kerja yang dibutuhkan untuk memproduksi


Anggur (1 botol) Pakaian (1 yard)
Portugis 3 hari 4 hari
Inggris 6 hari 5 hari

Besarnya comparative cost adalah:


Portugis untuk anggur 3/6 < 4/5 atau 3/4 < 6/5
Inggris untuk pakaian 5/4 < 6/3 atau 6/6 < 4/3

Dalam hal ini Portugis akan berspesialisasi pada produksi anggur, sedangkan Inggris
pada produksi pakaian.

Pada nilai tukar 1 botol anggur = 1 yard pakaian maka Portugis akan mengorbankan 3
hari kerja untuk 1 yard pakaian yang kalau diprodusirnya sendiri memerlukan waktu 4
hari kerja. Inggris juga akan beruntung dari pertukaran. Dengan spesialisasi pada
produksi pakaian dan ditukar dengan anggur maka untuk memperoleh 1 botol anggur
hanya dikorbankan 5 hari kerja yang kalau diprodusirnya sendiri memerlukan waktu 6
hari kerja.

Dengan demikian prinsip komparative cost Ricardo dapat dirumuskansebagai


berikut:
Jika a1 dan b1 adalah unit labor cost untuk produksi barang A dan B di negara I, Dan
a2 dan b2 adalah unit labor cost dinegara II, maka negara I akan mengekspor barang A
dan impor barang B jika:

a1 / b1 < a2 / b2 atau a1 / b1 < b1 / b2

Artinya sebelum berdagang barang A relatif lebih murah di negara I dan barang B
lebih murah di negara II.

Pada dasarnya teori comparative cost dan comparative advantage itu sama, hanya
kalau pada teori:
a. Comparative advantage untuk sejumlah tertentu tenaga kerja di masing-masing
negara outputnya berbeda.

b. Sedangkan comparative cost, untuk sejumlah output tertentu, waktu yang


dibutuhkan berbeda antara satu negara dengan negara lain.

Teori-teori klasik tersebut di atas disusun berdasarkan beberapa anggapan, antara


lain:

Hanya ada 2 negara, 2 barang, keadaan full employment, persaingan sempurna,


mobilitas dalam negara yang tinggi dari faktor-faktor produksi (tenaga kerja dan
kapital) tetapi immobil secara internasional.

Terhadap teori klasik ada beberapa kritik:

a. Bahwa tenaga kerja nyatanya tidak homogen

b. Mobilitas tenaga kerja di dalam negeri mungkin tidak sebebas seperti dalam
anggapan klasik. Hal ini disebabkan oleh ikatan keluarga, ketidaktentuan tenntang
pekerjaan yang baru di tempat dan sebagainya.

c. Dengan adanya noncompeting group dari tenaga kerja menyebabkan tidak mungkin
nilai suatu barang dinyatakan dengan banyaknya tenaga kerja yang
dibutuhkan. Namun demikian teori klasik ini masih mengandung kebenaran bahwa
perdagangan bebas/free trade seperti yang dianjurkannya dapat menimbulkan
spesialisasi yang akan menaikan efisiensi produksi.

Dalam kenyataannya, setiap negara menghasilkan lebih dari satu macam barang.
Apabila jumlah barang serta negara yang berdagang diperluas tidak hanya satu
macam barang serta hanya ada dua negara, prinsip comparative advantage tetap
berlaku. Semua barang yang dihasilkan oleh satu negara disusun urutan (ranking)
menurut tinggi/rendahnya ongkos produksi atau harga. Setiap negara akan
mengekspor barang yang mempunyai comparative advantage paling besar, yakni
barang yang mempunyai urutan ongkos produksi/harga paling rendah. Contoh berikut
menjelaskan terjadinya perdagangan internasional antara dua negara dengan lebih dari
satu macam barang.

Ongkos produksi
Di dua negara untuk lima macam barang
A B C D E
Indonesia 200,00 400,00 600,00 800,00 1.000,00
Amerika $1 $2 $3 $4 $5
serikat
Dalam keadaan demikian tidak mungkin terjadi perdagangan internasional atas dasar
ongkos produksi sebab ongkos relatif antara kedua negara sama, yakni pada kurs $1 =
Rp200,00, harga semua barang di kedua negara sama.

Apabila urutan ongkos produksi kita ubah seperti dibawah ini, maka perdagangan
internasional dapat terjadi:

Ongkos produksi di dua

negara untuk lima macam barang


A B C D E
Indonesia 100,00 400,00 900,00 1.000,00 2.000,00
Amerika $1 $2 $3 $4 $5
Serikat
Untuk barang A dan B, Indonesia mempunyai comparative advantage pada dan
Amerika Serikat pada E. Perbandingan ongkos produksi di dua negara menentukan
batas kurs mata uang.

Keuntungan perdagangan internasional bersifat statistik dan dinamik, artinya


perdagangan internasional dapat menambah jumlah faktor produksi yang tersedia,
misalnya, karena adanya transfer teknologi serta kepandaian. Di smping itu
perdagangan internasional dapat memperluas pasar sehingga suatu negara dapat
menikmati adanya skala produksi yang ekonomis (economies of scale). Keuntungan
perdagangan yang ditimbulkan karena adanya transfer teknologi, skill serta economies
of scale ini sering disebut keuntungan yang dinamis.

Kelemahan Teori Klasik:

Teori klasik menjelaskan bahwa keuntungan dari perdagangan internasional itu timbul
karena adanya comparative advantage yang berbeda antara dua negara. Teori nilai
tenaga kerja menjelaskan mengapa terdapat perbedaan dalam comparative advantage
itu karena adanya perbedaan di dalam fungsi produksi antara dua negara atau lebih.
Jika fungsi produksinya sama, maka kebutuhan tenaga kerja juga akan sama nilai
produksinya sama, maka kebutuhan tenaga kerja juga akan sama nilai produksinya
sama sehingga tidak akan terjadi perdagangan internasional.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

2.1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas,maka kami dapat menyimpulkan bahwa:


1. Dalam perjalanannya pemikiran Adam Smith maupun David Ricardo sedikit
banyak mempegaruhi teori perekonomian dunia. Teori Komparatif Ricardo bisa
dikatakan menjadi sebuah titik awal ekspansi perusahaan-perusahaan untuk
melakukan transaksi maupun perdagangan dengan dunia di luar negara asalnya.
Jika dilihat dari perspektif hubungan internasional, semakin maraknya
Multinational Corporations (MNCs) maupun Transnational Corporations (TNCs)
berkembang di dunia ini, yang di dalam ilmu hubungan internasional merupakan
sebuah kajian dalam diskurus Transnasionalisme sedikit banyak juga bisa
dikatakan terpengaruh oleh pemikiran Ricardo maupun Smith.
2. Model Adam Smith ini memfokuskan pada keuntungan mutlak yang
menyatakan bahwa suatu negara akan memperoleh keuntungan mutlak
dikarenakan negara tersebut mampu memproduksi barang dengan biaya yang
lebih rendah dibandingkan negara lain. Menurut teori ini jika harga barang
dengan jenis sama tidak memiliki perbedaan di berbagai negara maka tidak ada
alasan untuk melakukan perdagangan internasional
2.2. Saran
Sebaiknya teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli diterapkan agar
ekonomi Indonesia bisa membaik. Pengelolaan dan tata cara serta penerapannya
harus di aplikasikan kedalam system prekonomian Indonesia sehingga teori-teori
ini tidak menjadi sekedar teori, akan tetapi dapat dipahami dan diterapkan secara
maksimal mengingat ekonomi RI masih lemah.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Bandung, 2006, hal. 41 bid, hal. 41


Lia Amalia, Ekonomi Internasional, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007, hal. 10
Grubel, H.C., 1977, International Economics, Homewood, IIIinois; Richard D. Irwin,
Inc.

http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/2009/10/07/teori-perdagangan-internasional/

http://www.scribd.com/doc/46099191/Perkembangan-Perdagangan-Bilateral

http://trionoakhmadmunib.blogspot.com/2011/02/teori-perdagangan-internasional-
smith.html

Anda mungkin juga menyukai