Anda di halaman 1dari 8

BAB III

PERKEMBANGAN TEORI PERDAGANGAN


INTERNASIONAL

A. Ragam Teori Perdagangan Internasional


Perdagangan Internasional dapat diartikan sebagai transaksi dagang antara
subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara yang lain, baik
mengenai barang ataupun jasa-jasa. Adapun subyek ekonomi yang dimaksud adalah
penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor,
perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat
dilihat dari neraca perdagangan.
Secara teoritis perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama.
Pertama, negara-negara yang berdagang pada dasarnya mereka berbeda satu sama
lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan denan melakukan sesuatu yang
relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk
mencapai skala
ekonomi (economics of scale) dalam produksi. Maksudnya jika setiap negara hanya
memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang
tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan
kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia
yang terjadi mencerminkan perpaduan dari kedua motif ini.
eori perdagangan internasional adalah teori yang menjelaskan arah dan
komposisi perdagangan antar negara serta bagaimana efeknya terhadap perekonomian
suatu negara. Disamping itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan
adanya keuntungan yang timbul dari adanya keuntungan perdagangan (gain from
trade). Teori yang menjelaskan tentang perdagangan internasional pada dasarnya
dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu : teori praklasik merkantilis, Teori Klasik, dan
teori modern.

B. Teori Pra-Klasik Merkantilisme


Aliran merkantilisme ini berpendapat bahwa perdagangan internasional akan
terjadi apabila terdapat kesempatan memperoleh surplus neraca transaksi
berjalan (current account). Oleh karena itu, kegiatan ekspor impor diletakan sebagai
lokomotif utama yang dipacu melalui peningkatan industri dalam negeri. Dari hasil
ekspor inilah dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan impor. Sehingga aliran
merkantilisme mengetengahkan pemikiran bahwa kegiatan produki dalam negeri dan
ekspor impor harus ditingkatkan dengan memberikan rangsangan berupa subsidi dan
fasilitas-fasilitas lain dari pemerintah. Sebaliknya impor harus dibatasi melalui
serangkaian hambatan impor yang berupa proteksi hingga perlindungan khusus,
khususnya untuk industri-industri strategis maupun industri rakyat.
Secara ringkas, para penganut merkantilisme itu berpendapat bahwa satu-
satunya cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah dengan
melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit mungkin impor. Surplus ekspor yang
dihasilkannya selanjutnya akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, atau logam-
logam mulia, khususnya emas dan perak. Semakin banyak emas dan perak yang
dimiliki sebuah negara, maka semakin kaya dan kuatlah negara tersebut.
Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua
ide pokok, yaitu:
a. Pemupukan logam mulia, tujuannya adalah pembentukan negara nasional yang kuat
dan pemupukan kemakmuran nasonal untuk mempertahankan dan mengembangkan
kekuatan negara tersebut.
b. Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di atas
impor (neraca perdagangan yang aktif). Untuk memperoleh neraca perdagangan
yang aktif, maka ekspor harus didorong dan impor harus dibatasi. Hal ini
dikarenakan tujuan utama perdagangan luar negeri adalah memperoleh tambahan
logam mulia.
Keinginan para merkantilis untuk mengakumulasi logam mulia ini sebetulnya
cukup rasional, jika mengingat bahwa tujuan utama kaum merkantilis adalah untuk
memperoleh sebanyak mungkin kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan memiliki
banyak emas dan kekuasaan maka akan dapat mempertahankan angkatan bersenjata
yang lebih besar dan lebih baik sehingga dapat melakukan konsolidasi kekuatan di
negaranya; peningkatan angkatan bersenjata dan angkatan laut juga memungkinkan
sebuah negara untuk menaklukkan lebih banyak koloni. Selain itu, semakin banyak
emas berarti semakin banyak uang dalam sirkulasi dan semakin besar aktivitas bisnis.
Selanjutnya, dengan mendorong ekspor dan mengurangi impor, pemerintah akan dapat
mendorong output dan kesempatan kerja nasional.
C. Teori Klasik
1. Kemanfaatan Absolut (Absolut Advantage : Adam Smith)
Adam Smite mengajukan teori keuntungan
absolut (the theory of absolute advantage) yang menyatakan bahwa keuntungan
absolute merupakan basis perdagangan internasional. Menurut teori ini setiap
negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade)
karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara
tersebut memiliki
keunggulan mutlak (absolute advantage) serta mengimpor jika negara tersebut
memiliki ketidakunggulan
mutlak (absolute disaventage).
Teori ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel) riil bukan moneter
sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan
internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada
variabel riil seperti misalnya sesuatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja
yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang
dipergunakan akan makin tinggi nilai barang
tersebut (labour theory of value).
Teori Absolute Advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori
nilai tenaga kerja. Teori nilai tenaga kerja ini sifatnya sangat sederhana sebab
menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan
satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya bahwa tenaga kerja itu tidak
homogen, faktor produksi itu tidak hanya satu serta mobilitas tenaga kerja tidak
bebas. Namun teori ini mempunyai dua manfaat:
a) Pertama, memungkinkan kita dengan secara sederhana menjelaskan tentang
spesialisasi dan keuntungan dari pertukaran.
b) Kedua, meskipun pada teori-teori berikutnya (terori modern) kita tidak
menggunakan teori nilai tenaga kerja namun prinsip teori ini tetap tidak bisa
ditinggalkan (tetap berlaku).
Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara jika
masing-masing negara memiliki keunggulan asolute yang berbeda. Dengan
demikian, bila hanya negara yang memiliki keunggulan mutlak untuk kedua jenis
produk misalnya, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang
menguntungkan. Karena pada dasarnya pemikiran adam smith tersebut
menerangkan bagaimana perdagagan internasional dapat menguntungkan kedua
belah pihak.
Teori Absolute Advantage Adam Smith yang secara sederhana menggunakan
teori nilai tenaga kerja dapat dijelaskan dengan contoh : misalnya hanya ada dua
negara Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen,
menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan satu
unit gandum dan pakaian Amerika masing masing membutuhkan 8 unit tenaga
kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-
masing membutuhkan tenaga sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Tabel 1
(Banyaknya Tenaga Kerja yang diperlukan untuk
menghasilkan per unit)
Amerika Inggris
Gandum 8 10
Pakaian 4 2

Dari tabel diatas nampak Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum
sedangkan inggris dalam memproduksi pakaian. Keadaan demikian ini dapat
dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan
inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute
advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang
dengan biaya (diukur dengan unit tenaga kerja) yang seara absolute lebih rendah
dari negara lain.
Menurut Adam Smith kedua negara akan memperoleh keuntungan dengan
melakukan spesialisasi dan kemudian berdagang. Amerika cenderung
berspesialisasi pada produksi gandum dan inggris pada produksi pakaian.
Pertukaran akan membawa keuntungan kedua belah pihak. Kedua negara akan
memperoleh keuntungan apabila nilai tukar yang terjadi terletak di antara nilaitukar
masingmasing negara sebelum terjadi pertukaran.
2. Kemanfaatan Relatif (Comparative Advantage : J.S Mill)
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan dan kemudian
mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan
mengimpor barang yang memiliki comparative disadvantage, yaitu suatu barang
yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau
dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar.
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh
banyaknya tenaga kerja yan dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin
banyak tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang makin
mahal barang tersebut.

3. Biaya Relatif (Comparative Cost : David Ricardo)


Ada dua hal yang menjadi fokus kajian dari David Ricardo yaitu cost
comparative Advantage (labour
efficiency) dan production comparatif advantage (labour productivity).

a. Cost Comparative Advantage (Labor efficiency)


Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana Negara tersebut dapat
berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara
tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisie.

b. Production Comperative Advantage (Labor productifity)


Suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional
jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara
tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di
mana Negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif.
Teori yang dirumuskan David Ricardo ini menyatakan bahwa keuntungan
komparatif timbul karena adanya perbedaan tenologi antar negara. Hal ini berarti
bahwa berlangsungnya perdagangan internasional merupakan akibat adanya
perbedaan produktivitas antar negara. Atas dasar teori ini, maka perdagangan
internasional merupakan fenomena yang dapat membantu dalam meningkatkan
kapasitas produksi dan standar hidup dan semua negara. Hal ini merupakan
konsekuensi dari perdagangan bebas
Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah teorinya
tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung dari
banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut
(labour cost value theory).
Menurut teori klasik comparative Advantage dari D. Ricardo perdagangan
Internasional antara dua negara tetap akan terjadi, walaupun hanya satu negara
yang memiliki keunggulan absolute, asalkan masing-masing negara memiliki
perbedaan dalam labour efficiency (cost comparative advantage) dan atau labour
productivity
(production comparative advantage).
D. Teori Modern
1. Faktor Proporsi (Teori Hecksher & Ohlin : H-O)
Teori Hecksher – Ohlin menjelaskan beberapa pola perdagangan
internasional dengan baik. Menurut HeckscherOhlin, suatu negara akan melakukan
perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis
dari keunggulan komparatif adalah :
a. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
b. Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah
labor intensity atau capital intensity.
Teori ini menyatakan bahwa perbedaan dalam oportunity cost suatu negara
dengan negara lain karena adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi yang
dimilikinya. Suatu negara memiliki tenaga kerja lebih banyak dari pada negara lain,
sedang negara lain memiliki kapital lebih banyak daripada negara tersebut sehingga
dapat menyebabkan terjadinya pertukaran.
Singkatnya, sebuah negara yang relatif kaya atau berkelimpahan tenaga kerja akan
mengekspor komoditikomoditi yang relatif padat tenaga kerja dan mengimpor komoditi-
komoditi yang relatif padat modal (yang merupakan fakto produksi langka dan mahal
dinegara yang bersangkuta).
Teori tersebut menyatakan bahwa setiap negara akan melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor komoditi yang banyak menyerap faktor produksi yang
tersedia dinegara itu dalam jumlah dan harga relatif murah, serta mengimpor
komoditi banyak menyerap faktor produksi yang di negara itu relatif langka dan
mahal. Dari Analisis H-O dapat diberi kesimpulan :
a. Harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah/proporsi faktor
produksi yang dimiliki masingmasing negara.

b. Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing


negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi fantor produksi yang
dimilikinya.
c. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang
relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.
d. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu karena
negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal
untuk memproduksinya.
2. Kesamaan Harga Faktor Produksi (Factor Price
Equalization)
Dalil ini menyatakan bahwa dengan asumsi the H-O model, maka
perdagangan internasional yang bebas (free international trade) akan menyebabkan
harga faktor produksi menjadi sama secara internasional.
3. Teori Stolper Samuelson
Dalil ini mengemukakan bahwa perdagangan internasional yang bebas
menguntungkan faktor produksi yang dimiliki secara lebih kaya (the abundant
factor) dan sebaliknya merugikan faktor produksi yang kurang dimiliki (the scarce
factor). Teori Stolper-Samuelson telah menunjukan bahwa pembukaan perdagangan
dan peningkatan harga relatif barang-barang yang dapat diekspor menjelaskan
keuntungan yang diperoleh pada faktor produksi yang digunakan secara insentif
dalam industri ekspor, juga menjelaskan kerugian-kerugian yang diperoleh pada
faktor produksi digunakan secara intensif dalam industri yang bersaing dengan
produk impor.
4. Rybcznski Theorem
Dalil ini menyatakan bahwa pada harga konstan di pasaran internasional,
maka apabila suatu negara mengalami suatu kenaikan dalam jumlah dari satu faktor
produksi (the supply of one factor), negara tersebut akan memproduksi lebih banyak
barang yang menggunakan faktor tersebut secara intensif, dan lebih sedikit barang
lain yang menggunakan faktor lainnya secara kurang intensif.
5. Teori Permintaan dan Penawaran (Teori Parsial)
Pada prinsipnya perdagangan antara 2 negara itu timbul karena adanya
perbedaan di dalam permintaan maupun penawaran. Permintaan ini berbeda
misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera sedangkan perbedaan penawaran
misalnya, dikarenakan perbedaan di dalam jumlah dan kualitas faktor-faktor
produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.
Misalnya di Indonesia, permintaan terhadap X (kain) sedikit, sedangkan di
AS banyak. Maka Indonesia akan menjual sisa x setelah dikurangi jumlah yang
dikonsumsi di pasar domestik ke AS. Sebaliknya permintaan terhadap Y (televisi) di
Indonesia lebih besar daripada di AS. Maka AS akan mengekspor sebagian televisi
yang diproduksinya.

Anda mungkin juga menyukai