Anda di halaman 1dari 7

Perdagangan Internasional & Beberapa Kebijakan Perdangan Intenasional

I. Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa yang terjadi diantara negara yang
berbeda.

Teori Klasik Perdagangan Internasional


1. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute advantage) oleh Adam Smith)
2. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative advantage) oleh David Ricardo
3. Teori Permintaan timbal balik (Reciprocal demand) oleh John S Mill
4. Teori perdagangan Merkantilisme (Pra Klasik)

Keterangan:

1. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute advantage) oleh Adam Smith)


Teori ini menunjukkan kepada kita pentingnya
• Spesialisasi Internasional dan Efisiensi Produksi
• Adanya Division of Labour (Pembagian Kerja Internasional)

2. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative advantage) oleh David


Ricardo
Teori ini menolak teori keunggulan absolut, dan bahwa suatu negara masih bisa melakukan
perdagangan intyernasional asal mempunyau keunggulan komparatif dalam effisiensi

Keunggulan Absolut (Teori Adam Smith) vs Keunggulan Komparatif (Teori David


Ricardo)

Contoh keunggulan komparatif:


Pengacara Penghasilan 2 juta/Jam
Juru ketik Penghasilan 100K/Jam
Catatan: Kemampuan mengetik pengacara lebih bagus daripada kemampuan mengetik juru ketik.

Contoh lain:

Negara Beras Minyak Sawit Biaya peluang untuk 2 Negara


Indonesia 200kg/hari 150kg/hari 1kg Beras = 0,75kg Sawit
Malaysia 300kg/hari 600kg/hari 1kg Beras = 2kg Sawit

Tabel di atas menunjukkan bahwa Malaysia memiliki kemampuan produksi beras dan minyak
sawit yang lebih baik dibandingkan Indonesia. Artinya Malaysia mempunyai keunggulan absolute.
Berarti, Malaysia tidak perlu beli beras maupun sawit dari Indonesia? Tapi berdasarkan teori
keunggulan komparatif, perdagangan antara Malaysia dan Indonesia bisa terjadi.
Di tabel tersebut, kita bisa lihat bahwa
Biaya peluang Malaysia untuk memproduksi 1 beras per hari adalah dengan membuang
kesempatan memproduksi 2 sawit perhari, artinya Malaysia lebih baik dan effisien untuk
memproduksi sawit dan meng ekspor nya ke Indonesia, dan meng impor beras dari Indonesia.

1
Sebaliknya, biaya peluang Indonesia untuk memproduksi 1 beras per hari adalah dengan
membuang kesempatan memproduksi 0,75 sawit perhari, artinya Indonesia lebih baik dan effisien
untuk memproduksi beras, meng ekspor nya ke Malaysia dan meng impor sawit dari Malaysia.

Biaya peluang Malaysia untuk memproduksi sawit adalah = 0,5, dibanding bila Malaysia
memproduksi beras yang biaya peluangnya adalah = 2
Biaya peluang Indonesia untuk memproduksi beras adalah = 0,75, dibanding bila Indonesia
memproduksi sawit yang biaya peluangnya adalah = 1,33

Perhatikan: Biaya Peluang adalah biaya yang timbul atau harus dikorbankan akibat
seseorang memilih peluang atau kebutuhan yang dianggap paling terbaik dari pada
pilihan yang ada.

Catatan juga:
Teori keunggulan komparatif ini mengatakan bahwa tiap negara dapat memperoleh
keuntungan dari perdagangan internasional, baik negara itu memiliki atau tidak memiliki
keunggulan mutlak, dikarenakan adanya labor efficiency atau cost comparative advantage

Cost Comperative Advantage (Labor Efficiency)


Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory labor value yang menyatakan
bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan
untuk memproduksinya. Menurut teori cost comperative advantage (labor efficiency), suatu negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor
barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak efisien.

Basis dari keunggulan komparatif adalah:


• Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara.
• Faktor intensity, yaitu teknologi yang digunakan di dalam proses produksi, apakah labor intensive
atau capital intensive.

Kelemahan Teori Comparative Advantage

1. Teori ini menjelaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya perbedaan
fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan fungsi ini menimbulkan terjadinya perbedaan
produktivitas (production comparative advantage) ataupun perbedaan efisiensi (cost
comparative advantage). Akibatnya terjadilah perbedaan harga barang yang sejenis diantara dua
negara.
2. Jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan efisiensi di dua negara
sama, maka tentu tidak akan terjadi perdagangan internasional karena harga barang sejenis akan
menjadi sama di dua negara.
3. Pada kenyataannya, walaupun fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) sama
diantara dua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi
perdagangan internasional. Dalam hal ini teori klasik tak dapat menjelaskan mengapa
terjadi perbedaan harga untuk barang sejenis walaupun faktor produksi (produktivitas dan
efisiensi) sama di dua negara.

2
Untuk itu teori perdagangan internasional modern dari Hecksher- Ohlin atau teori H-O
menjelaskan bahwa walaupun fungsi faktor produksi (tenaga kerja) di kedua negara sama,
perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi. Ini disebabkan karena adanya perbedaan
jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara, sehingga terjadilah
perbedaan harga barang yang dihasilkan

Teori Keunggulan Komparatif ini berdasarkan pada beberapa asumsi, yaitu :

1. Perdagangan internasional hanya terjadi antara dua Negara.


2. Barang-barang yang diperdagangkan hanya dua jenis.
3. Perdagangan dilakukan secara bebas.
4. Tenaga kerja bebas bergerak dalam negeri.
5. Biaya produksi dianggap tetap.
6. biaya transportasi tidak ada.
7. Tidak ada perubahan teknologi.

3. Teori Permintaan timbal balik (Reciprocal demand) oleh John S Mill


Teori ini sebenarnya teori ini melanjutkan Teori Keunggulan Komparatif dari David Ricardo,
yaitu mencari titik keseimbangan pertukaran antara 2 barang oleh dua negara dengan
perbandingan pertukarannya atau dengan menentukan Dasar Tukar Dalam Negeri (DTD).
Tujuan Teori Timbal Balik ialah menyeimbangkan antara penawaran dengan permintaannya,
karena baik penawaran maupun permintaan menentukan besarnya barang yang akan diekspor
dan barang yang akan diimpor.

Menurut John Stuart Mill selama ada perbedaan dalam rasio produksi konsumsi antara kedua
negara, maka manfaat dari perdagangan selalu bisa dilaksanakan di kedua negara tersebut. Dan
sebuah negara akan mendapat manfaat seandainya jumlah jam kerja yang dibutuhkan untuk
menciptakan semua barang-barang ekspornya lebih kecil dibanding jumlah jam kerja yang
dibutuhkan seandainya seluruh barang impor tadi, diproduksi sendiri.

Teori Reciprocal demand ini juga dapat dijelaskan dengan teori Offer curve di dalam meng analisis
equilibrium perdagangan anatar dua negara.

Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)


Teori OfferCurve ini diperkenalkan oleh dua ekonom Inggris, yaitu Marshall dan
Edgeworth yang menggambarkannya sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu
negara untuk menawarkan / menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada
berbagai kemungkinan harga (Dominick Salvatore, 1993 : 84).], juga bisa lihat catatan
(hand out) yg diberikan dengan Bahasa Inggris.

4. Teori perdagangan Merkantilisme (Teori perdagangan Pra Klasik)


Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa satu-satunya cara suatu Negara untuk
menjadi kaya dan kuat adalah dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sedikit
mungkin impor.
Pokok pikiran utama merkantilis :
• kesejahteraan satu negara ditunjukkan oleh kepemilikan negara tersebut akan logam mulia.
• Sumberdaya di dunia tetap/static → zero sum game

3
• Sistem ekonomi terdiri dari 3 komponen: sektor manufaktur, sektor pedesaan dan daerah
jajahan/koloni.
• Kaum pedagang sebagai kelompok penting dalam sistem ekonomi, tenaga kerja sebagai
faktor produksi paling penting. (Labor theory value)
• Positive trade balance (ekspor > impor)

Peran pemerintah
• Bullionism : kebijakan mengawasi penggunaan dan pertukaran logam mulia. Negara
melarang ekspor logam mulai yaitu emas, perak, oleh individu dan mengatur keluarnya
mata uang dari dalam negeri.
• Memberikan hak istimewa pada perusahaan-perusahaan tertentu untuk rute-rute
perdagangan sebagai monopoli dan monopsoni.

Kebijakan ekonomi domestik


• Kebijakan upah yang rendah agar produk lebih kompetitif
• Mendorong keluarga besar (percepatan pertumbuhan penduduk) karena tenaga kerja
merupakan faktor ptoduksi penting

Teori Modern Perdagangan Internasional

Teori HECKSCHER –OHLIN (H-O)


Teori Perdagangan Internasional modern bermula ketika 2 orang ekonom asal Swedia bernama
Eli Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan pendapat tentang perdagangan
internasional yang belum dapat dijelaskan di dalam teori keunggulan komparatif (comparative
advantage). Di dalam teori comparative advantage, perdagangan internasional terjadi akibat adanya
perbedaan dalam productivity of labor (faktor produksi yang secara eksplisit dinyatakan) antar
negara, namun tidak dijelaskan penyebab dari perbedaan produktivitas yang terjadi antar Negara.

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) berpendapat bahwa penyebab adanya perbedaaan produktivitas


antar Negara, diakibatkan oleh adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki
(endowment factors) oleh masing-masing negara, sehingga hal tersebut menyebabkan
terjadinya perbedaan harga barang yang diproduksi oleh masing- masing Negara.

Teori modern H-O ini biasa dikenal sebagai ‘The Proportional Factor Theory” atau Proporsi
faktor produksi, dimana Negara yang memiliki factor produksi yang relative dalam jumlah besar
dan harga yang murah, maka akan terjadi spesialisasi produk untuk kemudian dilakukan kegiatan
ekspor ke Negara lain.

Sebaliknya, jika suatu Negara memiliki factor produksi yang relative dalam jumlah kecil dan
dengan harga yang mahal, maka Negara akan mengimpor barang tertentu]

Di dalam teori perdagangan modern, Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan bahwa terdapat


beberapa pola perdagangan dimana suatu negara cenderung untuk mengekspor barang yang
memiliki faktor produksi yang relatif banyak secara intensif. Menurut Heckscher-Ohlin,
suatu Negara melakukan perdagangan internasional, dikarenakan Negara tersebut memiliki
keunggulan komparatif, yaitu faktor endowment berupa kepemilikan faktor-faktor produksi di
dalam suatu Negara dan faktor intensity, yaitu berupa teknologi yang digunakan dalam proses
produksi.
4
Asumsi-asumsi dalam model (H-O) ini adalah:
• Kedua negara yang berdagang memiliki teknologi produksi yang identik
• Hanya ada 2 negara
• 2 faktor produksi (Tk dan Modal)
• Hanya ada 2 komoditas x dan y misalnya
• Output produksi harus memiliki skala hasil yang konstan atau constant return to scale
• Mobilitas faktor
• Persaingan sempurna
• Tidak ada biaya transportasi
• Tingkat teknologi produksi sama

Teori Modern Heckscher-Ohlin (H-O) dan Realita


Apakah teori H-O telah sesuai dengan kenyataan? Secara umum teori H-O betul.
Contoh:
• RI, dan negara-negara berkembang lainnya = padat karya
• Amerika = manufaktur, padat teknologi, padat modal, jasa
• Jepang = padat teknologi dan modal dan mengimpor produk primer

Tetapi dalam perkembangannya ada dua gejala yang tampaknya bertentangan dengan teori
Heckscher-Ohlin (H-O) ini:

1. Volume perdagangan antara kelompok negara berkembang dengan negara industri, lebih
kecil dari volume perdagangan antara sesama negara industri. Padahal seharusnya kalau
menurut teori H-O perdagangan antara negara berkembang dengan negara industri harus
lebih tinggi volumenya karena negara berkembang diketahui adalah negara padat karya
(labour intensive) dan negara industri adalah negara padat modal (capital intensive)..

2. Paradox Leontief
Hasil penelitian dari ekonom Wassily Leontief dari Universitas harvard mengenai pola
perdagangan AS tahun 1947 yang bertentangan dengan teori Heckscher – Ohlin. Ternyata
AS banyak mengekspor padat karya padahal basis faktor produksi AS adalah padat
modal. Fenomena inilah yang disebut sebagai “Paradox Leontief”.

Ternyata Paradox Leontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama, yaitu :

1. Intensitas faktor produksi yang berbalikan (factor intensity reversals).


2. Tariff and non-tariff barrier.
3. Perbedaan dalam skills dan human capital.
4. Perbedaan dalam faktor sumber daya alam (natural resources).

5
II. Beberapa Kebijakan Ekonomi Internasional
Negara sedang berkembang (Developing countries), biasanya lebih memilih kebijakan
ekonomi terbuka, yaitu melakukan hubungan ekonomi dengan luar negeri. Kebijakan ini akan
membuka akses pasar ekspor bagi produk-produk mereka, sekaligus membuka sumber pengadaan
barang modal dan bahan baku industri dari negaranegara lain. Secara teoretis, jika pengelolaan baik
dan transparan, kebijakan ekonomi terbuka dapat mempercepat pembangunan ekonomi.
Namun demikian NSB hendaknya juga mempunyai Kebijakan perdagangan internasional
terdiri atas kebijakan promosi ekspor, kebijakan substitusi impor, dan kebijakan proteksi industri,
terutama infant industries untuk supaya mampu bersaing secara global.
1. Kebijakan Promosi Ekspor (Export Promotion)
Selain menghasilkan devisa, kebijakan promosi ekspor dapat melatih dan meningkatkan daya
saing atau produktivitas para pelaku ekonomi dornotik. Umumnya negara sedang berkembang
mengekspor hasil-hasil sektor primer (pertanian dan pertambangan) atau hasil-hasil industri yang
telah ditinggalkan negara-negara yang lebih dahulu maju.

2. Kebijakan Substitusi Impor (Import Substitution)


Kebijakan substitusi impor adalah kebijakan untuk memproduksi barang-barang yang diimpor.
Tujuan utamanya adalah penghematan devisa., kebijakan ini haruslah dikembangkan untuk dapat
mencapai apa yang Namanya Import Substitution industrialization.

3. Kebijakan Proteksi Industri


Kebijakan proteksi industri umumnya bersifat sementara, sebab tujuannya untuk melindungi
industri yang baru berkembang, sampai mereka mampu bersaing.
Kebijakan proteksi adalah kebijakan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri yang
sedang tumbuh (infant industry), dan melindungi perusahaan baru dari perusahaan-perusahaan
besar yang semen-mena dengan kelebihan yang ia miliki, selain itu persaingan-persaingan barang-
barang impor.
a) Tarif
Tarif adalah hambatan perdagangan berupa penetapan pajak atas barang-barang impor.
Apabila suatu barang impor dikenakan tarif, maka harga jual barang tersebut di dalam negeri
menjadi mahal.

b) Kuota
Kuota adalah bentuk hambatan perdagangan yang menentukan jumlah maksimum suatu
jenis barang yang dapat diimpor dalam suatu periode tertentu. Sama halnya tarif, pengaruh
diberlakukannya kuota mengakibatkan harga-harga barang impor menjadi tinggi karena
jumlah barangnya terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya pembatasan jumlah
barang impor sehingga menyebabkan biaya rata-rata untuk masing-masing barang
meningkat. Dengan demikian, diberlakukannya kuota dapat melindungi barang-barang
dalam negeri dari persaingan barang luar negeri.

6
c) Larangan Impor
Larangan impor adalah kebijakan pemerintah yang melarang masuknya barang-barang
tertentu ke dalam negeri. Kebijakan larangan impor dilakukan untuk menghindari barang-
barang yang dapat merugikan masyarakat.

d) Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah dengan memberikan bantuan kepada produk dalam
negeri. Subsidi yang dilakukan pemerintah dapat berupa keringanan pajak, pemberian
fasilitas, pemberian kredit bank yang murah ataupun pemberian hadiah atau insentif dari
pemerintah. Adanya subsidi, harga barang dalam negeri menjadi murah, sehingga barang-
barang hasil produksi dalam negeri mampu bersaing dengan barang-barang impor.

e) Dumping
Dumping adalah kebijakan yang dilakukan oleh suatu negara dengan cara menjual barang
ke luar negeri lebih murah daripada dijual di dalam negeri.

4. Kebijakan perdagangan bebas


Kebijakan perdagangan bebas adalah kebijakan pemerintah yang menghendaki perdagangan
internasional berlangsung tanpa adanya hambatan apapun. Pihak-pihak yang mendukung
kebijakan ini beralasan bahwa perdagangan bebas akan memungkinkan setiap negara berspesialisasi
memproduksi barang dan menjadikannya keungglan komparatif.
5. Kebijakan autarki
Kebijakan autarki adalah kebijakan perdagangan dengan tujuan untuk menghindarkan diri dari
pengaruh-pengaruh negara lain, baik pengaruh politik, ekonomi, maupun militer, sehingga
kebijakan ini bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional yang menganjurkan adanya
perdagangan bebas.

Anda mungkin juga menyukai