David Ricardo (1817) menerbitkan sebuah buku yang berjudul Principles of Political
Economy and Taxation, dalam buku tersebut berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan
komparatif. Keunggulan komparatif (comparative advantage) merupakan kemampuan suatu
negara untuk melakukan spesialisasi suatu produk dengan harga relatif (realtive price) dalam
arti lebih murah atau lebih baik daripada negara lain. Suatu negara dapat dikatakan memiliki
keunggulan komparatif akan suatu produk apabila dapat memproduksi secara efisien atau
lebih baik daripada barang-barang lainnya. Tidak cukup dari penjelasan saja, namun perlu
pembuktian lebih jelas mengenai hukum keunggulan komparatif yang dimana kita bisa
melihat contoh Amerika Serikat dan Inggris keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor komoditi yang memiliki keunggulan
komparatif.
Perdagangan antara Amerika dengan Inggris pada produksi gandum dan kain
menunjukkan bahwa besarnya comparative advantage untuk Amerika. Dalam produksi
gandum 6 dibanding 2 dari Inggris atau = 3 : 1. Dalam produksi kain 10 dibanding 6 dari
Inggris atau 5/3 : 1. Di sini Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum
yakni 3 : 1 lebih besar dari 5/3 : 1.Untuk Inggris, dalam produksi gandum 2 dibanding 6 dari
Amerika atau 1/3 : 1. Dalam produksi kain 6 dari Amerika Serikat atau 3/5: 1. Comparative
advantage ada pada produksi kain yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu
perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk
Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan kain dari Inggris. Dasar nilai
pertukaran (term of trade) ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masing-masing barang di
dalam negeri.
Ricardo juga mengatakan, meskipun suatu negara mengalami kerugian absolut (absolute
disadvantage) atau tidak mempunyai keunggulan absolut dalam memproduksi kedua jenis
barang bila dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan internasional yang saling
menguntungkan kedua belah pihak masih dapat dilakukan. Asalkan negara tersebut
melakukan spesialisasi produksi terhadap barang yang memiliki harga relatif yang lebih
rendah dari negara lain. Negara yang dapat menghasilkan barang yang memiliki harga relatif
yang lebih murah dari negara lain disebut memiliki keunggulan komparatif. Asumsi dari teori
keunggulan komparatif (comparative advantage):
7. Skala produksi bersifat contant return to scale artinya harga relatif barang-barang
tersebut adalah sama pada berbagai kondisi produksi.
8. Berlaku teori nilai tenaga kerja (labor theory of value) yang menyatakan bahwa nilai
atau harga dari suatu barang adalah sama dengan atau dapat dihitung dari jumlah
waktu (jam kerja) tenaga kerja yang dipakai dalam memproduksi barang tersebut.
Teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi yang bergantung pada
jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses pembuatan suatu komoditi. Timbul asumsi
bahwa tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang digunakan dalam jumlah
yang sama pada proses pembuatan semua komiditi, atau tenaga kerja bersifat homogen.
Karena asumsi ini tidak benar maka, tidak dapat menjelaskan secara mendasar mengenai
keunggulan komparatif pada teori nilai tenaga kerja. Pada peristiwa apapun keunggulan
komparatif tidak bisa didasarkan pada teori nilai tenaga kerja namun, bisa diperjelaskan
melalui teori biaya oportunitas.
Biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk
memperoleh sumber daya yang cukup untuk bisa memproduksi satu unit tambahan komiditi
pertama. Dalam teori ini tidak dapat diasumsikan bahwa biaya atau harga sebuah komoditi itu
bergantung pada nilai dari jumlah tenaga kerja. Konsekunsi yang dialami apabila ada negara
yang memiliki nilai oportunitas rendah maka, dalam produksinya mengalami keunggulan
komparatif pada komoditi pertama dan mengalami kerugian komparatif pada komoditi kedua.
a. Dalil Stolper-Samuelson
Asumsi ini pertama kali dikemukan pada tahun 1941 oleh Wolfgang Stolper dan Paul
Samuelson. Mereka mengasumsikan bahwa suatu negara menghasilkan dua barang (gandum
dan kain), dua faktor produksi (tanah dan tenaga kerja), masing-masing barang bukan
merupakan suatu input kepada produksi barang yang lain, terdapat persaingan, persediaan
faktor-faktor adalah tertentu, kedua faktor digunakan dengan sepenuhnya, barang yang satu
(gandum) menggunakan tanah dengan intensif, dan yang lain (kain) menggunakan tenaga
kerja dengan intensif tanpa melalui perdagaangan, kedua faktor adalah mobil di antara sektor,
dengan adanya perdagangan harga relatif dari gandum meningkat.
Model perdagangan pokok dua-kali-dua-kali (dua faktor dua barang dua negara)
yang menyatakan bahwa satu faktor akan menderita rugi dari pergeseran dari keadaan tanpa
perdagangan ke perdagangan bebas, memberikan suatu ramalan lain mengenai dampak
perdagangan terhadap harga-harga faktor dan distribusi pendapatan. Telah dibuktikan oleh
Paul Samuelson pada akhir tahun 1940-an. Asumsinya adalah (1) terdapat dua faktor (tanah
dan tenaga kerja), dua barang (gandum dan kain), dua negara (AS, dan negara lainnya), (2)
terdapat persaingan di semua pasar, (3) setiap persediaan faktor adalah tertentu, dan tidak ada
perpindahan faktor antar negara, (4) setiap faktor dipekerjakan seperlunya di masing-masing
negara dengan atau tanpa perdagangan, (5) tidak ada biaya pengangkutan atau biaya
informasi, (6) pemerintah tidak mengenakan tarif atau halangan-halangan lain bagi
perdagangan bebas, (7) fungsi-fungsi produksi yang menghubungkan input faktor kepada
output barang adalah sama antara negara bagi kedua industri, (8) fungsi-fungsi produksi
adalah homogen secara linier, (9) tidak dipengaruhi oleh pembalikan intensitas faktor, (10)
kedua negara menghasilkan kedua barang dengan atau tanpa perdagangan.
Berdasarkan asumsi diatas memunculkan dalil bahwa perdagangan bebas tidak hanya
akan menyamakan harga-harga barang , tetapi juga harga-harga faktor, sehingga semua
tenaga kerja akan memperoleh tingkat upah yang sama dan semua satuan tanah akan
memperoleh pendapatan sewa yang sama di kedua negara, dan tidak bergantung kepada
persediaan faktor atau pola permintaan di kedua negara. Dalam hal ini para pekerja akhirnya
akan memperoleh tingkat upah yang sama di semua negara walaupun tidak terjadi kasus
migrasi ataupun perpindahan tenaga kerja antar negara.
c. Suatu Pandangan yang Lebih Umum Mengenai Perdagangan dan Pendapatan Faktor-
Faktor
Faktor Spesialisasi
Satu pola dimana semakin suatu faktor dispesialisir atau terkonsentrir dalam produksi
untuk ekspor, maka semakin beruntungnya faktor ini dari adanya perdagangan. Namun
terjadi sebaliknya, apabila suatu faktor semakin terkonsentrir di dalam produksi dari barang
yang diimpor, maka semakin besar kemungkinan faktor ini mengalami kerugian. Cara
mengukur tingkat spesialisasi suatu faktor yaitu;
Si,x/m = ix - im
Faktor Mobilitas
Faktor yang berhubungan erat dengan faktor spesialisasi. Suatu faktor yang dapat
dipakai dalam satu sektor saja pada suatu kasus spesialisasi yang ekstrim. Apabila
perdagangan menyebabkan harga relative dari produk sector ini menurun dengan
memungkinkan persaingan dari impor , maka faktor yang tidak dapat berpindah dari sektor
ini akan mengalami kerugian yang besar dan secara terus-menerus dari persaingan impor
yang baru ini. Dalam jangka pendek, faktor-faktor kurang begitu bebas dalam masa
perpindahan menuju jangka panjang. Semua pengaruh yang berlawanan terjadi disebabkan
oleh pengaruh perdagangan yang bisa diaplikasikan ke banyak faktor dan bersifat multi
faktor.
Pola-Pola Konsumsi
Ada pendapat bahwa satu faktor bisa menimbulkan keuntungan dan faktor lain bisa
menyebabkan kerugian, padahal semua ini tidak bergantung pada barang yang dikonsumsi.
Kesimpulan yang salah apabila pola konsumsi tidak memainkan peranan dalam dampak perdagangan
terhadap kesejahteraan ekonomi. Padahal dalam industri ekspor-impor sebagai konsumen menentukan
nasib perdagangan. Faktor faktor produksi dimasukkan ke dalam model, maka semakin tidak jelas
hasilnya. Tiga model tersebut yaitu:
1. Perbedaan dalam hal kepemilikan faktor-faktor produksi terutama stok modal antar
kelompok masyarakat. Teori Neo-Klasik menjelaskan bahwa ketidakmerataan
distribusi pendapatan yang diakibatkan oleh kepemilikan faktor capital stock ini
secara otomatis dapat diperbaiki oleh upaya pelimpahan dari pendapatan pemilik
modal yang berlebih kepada pihak yang kekurangan. Bila mekanisme otomatis tidak
dapat berjalan maka teori Keynes mengandalkan peranan pemerintah dalam
melakukan subsidi pada pihak yang kekurangan dantentunya mutlak diperlukan pula
kebijakan pemerintah dalam upaya redistribusi pendapatan.