Teori Keunggulan Komperatif (Comparative Advantage) Pada tahun 1817 David Ricardo menerbitkan buku yang berjudul “Principles of Political Economy and Taxation”, buku ini berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif. Metode teori keunggulan komperatif ini betujuan untuk melengkapi teori Adam Smith yang tidak mempersoalkan kemungkinan adanya negara-negara yang sama sekali tidak mempunyai keunggulan mutlak (absolute advantage) dalam memproduksi suatu barang terhadap negara lain, sebagai contoh perdagangan antara negara yang sedang berkembang dengan negara yang telah maju. Negara yang sedang berkembang pada kenyataannya tingkat produksi didalam negeri masih kurang efisien dibandingkan dengan negara maju. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beragamnya potensi input produksi disetiap negara baik dari sumber daya alam, sumber daya manusia, modal yang dimiliki tiap negara, dan tingkat pemahaman serta penerapan teknologi di sektor produksi khusunya sektor Industri. Keunggulan komparatif (comparative advantage) adalah keunggulan atau keuntungan yang diperoleh suatu negara dari kegiatan melakukan spesialisasi produksi terhadap suatu barang yang memiliki harga relatif (relatife price) yang lebih rendah dari produksi negara lain (Krugman et al. 2012). Atau dengan kata lain, suatu negara hanya akan mengekspor barang yang mempunyai keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang mempunyai keunggulan komparatif rendah. Melalui spesialisasi sesuai dengan keunggulan komparatifnya, maka jumlah produksi yang dihasilkan bisa jauh lebih besar dengan biaya yang lebih murah dan pada akhirnya bisa mencapai skala ekonomi yang diharapkan. Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun suatu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut yang lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komperatif) (Salvatore, 2013). Keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah dari pada negara lainnya. Untuk melengkapi kelemahan-kelemahan teori keunggulan mutlak (absolute advantage) dari Adam Smith, maka David Ricardo membedakan perdagangan menjadi dua keadaan yaitu perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri. Menurut David Ricardo, keunggulan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith dapat berlaku di perdagangan dalam negeri yang dijalankan atas dasar biaya tenaga kerja, karena adanya persaingan bebas dan kebebasan bergerak dari faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal. Karena itu masing-masing tempat akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang-barang tertentu apabila memiliki biaya tenaga kerja yang paling kecil. Sedangkan untuk perdagangan luar negeri tidak dapat didasarkan pada keuntungan atau biaya mutlak. Karena faktor-faktor produksi di dalam perdagangan luar negeri tidak dapat bergerak bebas sehingga barang-barang yang dihasilkan oeh suatu negara mungkin akan ditukarkan dengan barang-barang dari negara lain meskipun biaya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang tersebut berlainan (Daniels et al. 2015). Teori keunggulan komparatif ini berlandaskan pada asumsi: (Daniels et al. 2015) 1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya. 2. Perdagangan internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang. 3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran. 4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh. Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu, suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barangbarang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.