Anda di halaman 1dari 7

A.

Keungglan Komperatif dan Multipleir Linkages

Setiap negara pasti memiliki sumber daya yang berbeda-beda yang


menjadi kekayaan dari negaranya. Kemudian sumber daya–sumber daya
tersebut menjadi keunggulan dari negaranya yang membedakannya dari
Negara-negara yang lain. Karena hal tersebut maka ada sifat saling
membutuhkan diantara negara–negara tersebut sehingga diperlukan adanya
pertukaran untuk melengkapi kebutuhan yang ada, sebab seperti yang kita
ketahui bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas. Pada awalnya motif
untuk melakukan pertukaran karena adanya manfaat dari perdagangan itu
sendiri. Sumber yang utama dari manfaat itu adalah adanya perbedaan–
perbedaan diantara tiap–tiap individu di dunia ini, misalnya saja perbedaan
selera dan hal/pola konsumsi. Untuk itu tiap–tiap negara saling melengkapi
kebutuhan tersebut sehingga hal ini menyebabkan adanya perdagangan
internaional.

Tetapi secara fundamental sebenarnya perdagangan terebut tercipta


karena suatu negara dapat menghasilkan barang tertentu secara lebih efisien
dari pada negara lain. Dengan demikian berarti suatu negara dapat
memproduksi suatu barang dengan lebih banyak dan lebih cepat serta
menggunakan sumber daya yang ada secara tepat dibandingkan dengan
negara lain. Dalam hal ini efisien untuk memproduksi guna perdagangan
internasional ada dua dilihat dari macam kasusnya yaitu efisien secara
mutlak (keunggulan mutlak) dan efisien secara relatif (keunggulan
komparatif).

Teori Keunggulan Komparatif (theory of comparative advantage)


merupakan teori yang dikembangkan oleh David Ricardo pada tahun 1817.
Teori keunggulan komparatif melihat keuntungan atau kerugian dari
perdagangan internasional dalam perbandingan relatif. Hingga saat ini, teori
keunggulan relatif merupakan dasar utama yang menjadi alasan negara-
negara melakukan perdagangan internasional. Menurutnya, perdagangan
internasional terjadi bila ada perbedaan keunggulan komparatif antarnegara.
Ia berpendapat bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu
negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya
yang lebih murah daripada negara lainnya. Sebagai contoh, Indonesia dan
Malaysia sama-sama memproduksi kopi dan timah.

Indonesia mampu memproduksi kopi secara efisien dan dengan biaya


yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi timah secara efisien dan
murah. Sebaliknya, Malaysia mampu dalam memproduksi timah secara
efisien dan dengan biaya yang murah, tetapi tidak mampu memproduksi
kopi secara efisien dan murah. Dengan demikian, Indonesia memiliki
keunggulan komparatif dalam memproduksi kopi dan Malaysia memiliki
keunggulan komparatif dalam memproduksi timah. Perdagangan akan
saling menguntungkan jika kedua negara bersedia bertukar kopi dan timah.

Menurut Keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa


sekalipun suatu Negara tidak memiliki keunggulan absolute dalam
memproduksi 2 jenis komoditas jika dibandingkan Negara lain, namun
perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berelangsung, selama
rasio harga antar Negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada
perdagangan. Ricardo menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga
kerja yang menyatakan hanya satu factor produksi yang penting menentukan
nilai suatu komoditas, yait factor tenaga kerja. nilai suatu komoditas adalah
proporsional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan
untuk menghasilkannya.

Teori Keunggulan komperatif Ricardo disempurnakan oleh teori biaya


imbangan. argumentasi dasarnya bahwa harga relative dari komoditas yang
berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. biaya disini menunjukan produksi
komoditas alternative yang harus dikorbankan untuk menghasilkan
komoditas yang bersangkutan. selanjutnya menurut Simatupang (1991)
maupun Sudaryanto dan simatupang (1993), konsep keunggulan komparatif
merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam arti daya saing
yang akan dicapai pada perekonomian tidak mengalami distorsi sama sekali.
aspek yang terkait dengan konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan
ekonomi. Teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David
Ricardo ini bertujuan untuk melengkapi teori Adam Smith yang tidak
mempersoalkan kemungkinan adanya negara-negara yang sama sekali tidak
mempunyai keuntungan mutlak dalam memproduksi suatu barang terhadap
negara lain misalnya negara yang sedang berkembang terhadap negara yang
sudah maju. Untuk melengkapi kelemahan-kelemahan dari teori Adam
Smith, Ricardo membedakan perdagangan menjadi dua keadaan yaitu :

1. Perdagangan dalam negeri


2. Perdagangan luar negeri

Menurut Ricardo keuntungan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith


dapat berlaku di dalam perdagangan dalam negeri yang dijalankan atas
dasar ongkos tenaga kerja, karena adanya persaingan bebas dan kebebasan
bergerak dari faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal. Karena itu
masing-masing tempat akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi
barang-barang tertentu apabila memiliki ongkos tenaga kerja yang paling
kecil. Sedangkan untuk perdagangan luar negeri tidak dapat didasarkan
pada keuntungan atau ongkos mutlak. Karena faktor-faktor produksi di
dalam perdagangan luar negeri tidak dapat bergerak bebas sehingga barang-
barang yang dihasilkan oleh suatu negara mungkin akan ditukarkan dengan
barang-barang dari negara lain meskipun ongkos tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk membuat barang tersebut berlainan. Dengan demikian inti
Keuntungan komparatif dapat dikemukakan sebagai berikut :
 Bahwa suatu negara akan menspesialisasi dalam memproduksi barang
yang lebih efisien di mana negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif. (Budiono, 1990:35) Atau dengan kata lain dapat
dikemukakan sebagai kemampuan untuk menemukan barang-barang
yang dapat di produksi pada tingkat biaya relatif yang lebih rendah
daripada barang lainnya. (Charles P. Kidlleberger dan Peter H. Lindert,
Ekonomi Internasional (terjemahan Burhanuddin Abdullah, 1991:30). Untuk
itu bagi negara yang tidak memiliki faktor-faktor produksi yang
menguntungkan, dapat melakukan perdagangan internasional,
asalkan negara tersebut mampu menghasilkan satu atau beberapa
jenis barang yang paling produktif dibandingkan negara lainnya.

Dalam teori keunggulan komparatif ini suatu bangsa dapat meningkatkan


standar kehidupan dan pendapatannya jika negara tersebut melakukan
spesialisasi produksi barang atau jasa yang memiliki produktivitas dan
efisiensi tinggi. Berikut adalah ringkasan dari asumsi Teori David Ricardo :

1. Hanya ada dua negara yang melakukan perdagangan Internasional


2. Hanya ada 2 barang (komoditi) yang diperdagangkan
3. Masing-masing negara hanya mempunyai 2 unit faktor produksi
4. Skala produksi bersifat “contant return to scale” artinya harga relative
barang-barang tersebut adalah sama pada berbagai kondisi produksi
5. Berlaku labour theory of value (teori nilai tenaga kerja) yang menyatakan
bahwa nilai atau harga dari suatu barang (komoditi) adalah sama
dengan atau dapat dihitung dari jumlah waktu jam kerja yang dipakai
dalam memproduksi barang komoditi tersebut.
6. Tidak memperhitungkan biaya pengangkutan dan lain-lain dalam
pemasaran.

Dasar pemikiran Ricardo mengenai penyebab terjadinya perdagangan


antarnegara pada prinsipnya sama dengan dasar pemikiran dari Adam Smith
(Teori Keunggulan Mutlak), namun berbeda pada cara pengukuran
keunggulan suatu negara, yakni dilihat komparatif biayanya, bukan
perbedaan absolutnya. Kelemahan-kelemahan dari teori keunggulan
komparatif adalah timbulnya ketergantungan dari Dunia Ketiga terhadap
negara-negara maju karena keterbelakangan teknologi. Fakta lain, saat ini
negara-negara maju pun bisa membuat sendiri apa yang menjadi spesialisasi
negara berkembang (misalnya pertanian) dan melakukan proteksionisme.
Alih teknologi-produksi yang terjadi, misal barang-barang spesialisasi dari
Indonesia yang dijual ke Jepang akan dijual lagi ke Indonesia dengan harga
dan bentuk yang lebih bagus, seperti karet menjadi ban dan juga membuat
negara-negara berkembang sulit bersaing keuntungan. Perusahaan seperti
Honda membuat bahan motor di negara-negara spesialisasi. Dengan adanya
kelemahan-kelemahan tersebut, teori ini sebenarnya hanya cocok untuk
perdagangan internasional antar negara maju. Sebenarnya melalui konteks
sejarah kita bisa mengetahui hal tersebut karena Ricardo hanya melihat
Inggris dan negara-negara maju plus Amerika Latin dalam penyusunan
teorinya tersebut. Pada masa Ricardo, belum ada pengamatan serius dan
mendalam yangmengarah pada negara-negara di Dunia Ketiga. Wajar jika
ketika negara-negara di Dunia Ketiga mulai masuk dalam struktur ekonomi-
politik internasional, ada beberapa hal dari teori perbandingan komparatif
Ricardo yang menimbulkan berbagai kerugian di pihak negara-negara Dunia
Ketiga.

B. Contoh Penerapan Keunggulan Komperatif dan Multiplier


Linkages, Keunggulan Komparatif India dan ASEAN

Liberalisasi yang dilakukan India adalah dengan cara membuka


peluang investasi langsung bagi asing, pembukaan izin industri dan usaha,
serta penghapusan lisensi Raj secara bertahap. India membutuhkan wilayah
pemasaran bagi produk industrialisasinya. Dalam beberapa hal, terdapat
hasil produksi negara-negara ASEAN yang tidak dimiliki oleh India,
kerjasama ekonomi antara India dan ASEAN tidak lain adalah sebuah jalan
untuk saling melengkapi sebagaimana dalam teori liberalisasi mengenai
keunggulan komperatif. Para kaum liberal memusatkan perhatiannya pada
ekonomi dan perdagangan, karena mereka yakin perdagangan memiliki
dampak positif karena dapat mendorong “multiplier effect” pada ekonomi
dan memperluas lapangan kerja.

Kerjasama yang dibangun antara India-ASEAN merupakan sebuah


bentuk kerjasama gabungan untuk saling melengkapi kebutuhan pasar
masing-masing negara. Dengan melakukan efisiensi, seperti penghapusan
tarif masuk, serta permudahan perizinan investasi. Dengan adanya
permudahan izin mendirikan usaha dan investasi akan memungkinkan
untuk sebuah perusahaan melakukan ekspansi produksinya ke negara lain
dengan tujuan menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang di negara
tersebut. Selain itu impor berarti akan memperbanyak pilihan barang yang
bisa dibeli oleh konsumen, dan sering kali dengan harga yang lebih murah
dan mutu produk yang lebih baik dari pada produk lokal. Karena
perdagangan memberikan keuntungan bagi pihak yang terlibat dalam
transaksi tersebut, maka perdagangan juga membantu meningkatkan
integrasi ekonomi internasional yang pada akhirnya dapat membantu
mendorong perdamaian dunia melalui kerjasama ekonomi dan menciptakan
masyarakat ekonomi kawasan.

Dalam teori liberlailasi terdapat prinsip dasar keunggulan komperatif


yang sangat sederhana sebagaimana yang dikatakan oleh David Ricardo
“lebih baik mengimpor suatu barang jikalau kerugian yang diakibatkan oleh
mengimpor barang tersebut lebih kecil dari pada biaya produksinya di dalam
negeri”. Hal tersebutlah yang dinamakan dengan pengertian opportinity cost
yang mana lebih baik membeli barang impor yang harganya lebih murah
dari pada memproduksinya sendiri didalam negeri. Dengan demikian akan
mengeluarkan biaya yang kecil dan menghemat sumberdaya dan menjadi
efisien. Demikian pula halnya yang terjadi dalam hubungan perdagangan
antara India dengan negara-negara ASEAN. Seperti contoh India adalah
negara pengkonsumsi minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Dalam kacamata India, beberapa negara-negara anggota ASEAN


seperti Indonesia dan Malaysia merupakan negara penghasil minyak kelapa
sawit terbesar di dunia, yang mana menjadikan India tergantung dengan
pasokan minyak kelapa sawit dari Indonesia. Jumlah penduduk ASEAN
yang besar dengan tingkat pendapatan yang tinggi, serta jaminan keamanan,
stabilitas ekonomi dan politik, menjadikan ASEAN sebuah pangsa pasar
besar yang memiliki prospek dalam penjualan produk-produk perusahaan
India. Begitupun sebaliknya, bagi ASEAN sendiri iklim ekonomi serta politik
yang cendrung stabil di India mejadi salah satu faktor yang menjadikan
ASEAN memilih India menjadi salah satu pertner kerjasama ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai