Anda di halaman 1dari 15

PERDAGANGAN INTERNASIONAL

1. Latar Belakang
Perdagangan berasal dari kata dagang yang menurut Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia berarti kegiatan menjual dan membeli. Sehingga, perdagangan
internasional adalah kegiatan transaksi dagang antara satu negara dengan negara
lain, baik mengenai barang ataupun jasa-jasa guna untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri dan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dan dilakukan
melewati batas daerah suatu negara. Perdagangan internasional saat ini didorong
oleh kebutuhan manusia akan barang dan jasa yang semakin meningkat, baik
kuantitas maupun kualitasnya. Sementara itu, kemampuan untuk menghasilkan
barang dan jasa tersebut cenderung terbatas. Hal ini disebabkan oleh adanya
kelangkaan sumber daya yang tersedia di dalam suatu negara. Dalam hal ini
perdagangan internasional mempunyai peran penting, terutama untuk pengadaan
barang dan jasa yang beraneka ragamyang dibutuhkan oleh masyarakat suatu
negara.
Perdagangan internasional mencakup ekspor dan impor. Perdagangan
internasional dibagi menjadi dua kategori, yakni perdagangan barang (fisik) dan
perdagangan jasa. Perdagangan jasa, antara lain, meliputi transportasi, perjalanan
(travel), asuransi, dan jasa konsultan asing.
Faktor-faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional yaitu: untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri,
keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara, adanya
perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
dalam mengolah sumber daya ekonomi, adanya kelebihan produk dalam negeri
sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut, adanya perbedaan
keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah
penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya
keterbatasan produksi, adanya perbedaan selera terhadap suatu barang, keinginan
membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain, dan
terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu pun negara di dunia dapat hidup
sendiri.
Perdagangan internasional terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh
kedua negara dari perbedaan permintaan dan penawaran produk dari masing-
masing negara. Perbedaan permintaan dan penawaran ini disebabkan oleh adanya
perbedaan harga, selera, dan pendapatan masyarakat. Masyarakat suatu negara
dapat membeli barang yang harganya lebih rendah dan mungkin dapat menjual
keluar negeri dengan harga yang relatif lebih tinggi.
Perdagangan internasional memiliki manfaat penting bagi perekonomian
suatu negara, termasuk Indonesia, yaitu sebagai motor penggerak perekonomian
nasional. Dengan melakukan perdagangan internasional maka akan diperoleh
beberapa manfaat seperti memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri
sendiri, menciptakan efisiensi dan spesialisasi, memperluas pasar dan menambah
keuntungan, realokasi sumber daya produksi, diversifikasi produk (output),
mendorong inovasi, memperluas lapangan kerja, menjalin kerjasama dan
persahabatan antarnegara, meningkatkan cadangan valuta asing (devisa negara),
dan transfer teknonologi modern.
Namun dibalik faktor pendorong dan manfaat yang diperoleh dari
perdagangan internasional, ada juga faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam
perdagangan internasional yaitu: tidak amannya suatu negara, kebijakan ekonomi
internasional yang dilakukan oleh pemerintah, kualitas sumber daya yang rendah,
perbedaan nilai mata uang antar negara tidak stabilnya kurs mata uang asing, dan
pembayaran antar negara sulit dan risikonya besar.

2. Teori Perdagangan Internasional


Teori perdagangan internasional mencoba memahami alasan setiap negara
melakukan perdagangan (pertukaran) dengan negara-negara lain. Pada dasarnya
ada 3 teori yang menerangkan tentang timbulnya perdagangan internasional.

2.1. Teori Merkantilisme (Merchantilism)


Merkantilisme merupakan suatu kelompok yang mencerminkan cita-cita dan
ideologi kapitalisme komersial, serta pandangan tentang politik kemakmuran
suatu negara yang ditujukan untuk memperkuat posisi dan kemakmuran negara
melebihi kemakmuran perseorangan. Teori Perdagangan Internasional dari
Kaum Merkantilisme berkembang pesat sekitar abad ke-16 berdasar pemikiran
mengembangkan ekonomi nasional dan pembangunan ekonomi, dengan
mengusahakan jumlah ekspor harus melebihi jumlah impor. Dalam sektor
perdagangan internasional, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok,
yaitu:
1) Penumpukan logam mulia (emas) dengan tujuan pembentukan negara
nasional yang kuat karena logam mulia dapat memperkuat posisi suatu
negara dalam pembangunan ekonomi.
2) Setiap politik perdagangan ditujukan untuk menunjang kelebihan ekspor di
atas nilai impor (neraca perdagangan surplus atau aktif). Untuk
memperoleh neraca perdagangan yang aktif, maka ekspor harus didorong
dan impor harus dibatasi. Hal ini dikarenakan tujuan utama perdagangan
luar negeri adalah memperoleh tambahan logam mulia.

2.2. Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage)


Teori keunggulan mutlak dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya yang
berjudul “Wealth of Nations” yang terbit tahun 1776. Teori ini menyatakan
bahwa perdagangan didasarkan kepada keunggulan mutlak (absolute
advantage), yaitu jika sebuah negara lebih efisien dalam memproduksi suatu
komoditi daripada negara lain, namun kurang efisien dalam memproduksi
komoditi lainnya dibanding negara lain. Kedua negara tersebut dapat
memperoleh keuntungan dengan melakukan spesialisasi dan memproduksi
komoditi yang memiliki keunggulan absolut dan menukarkan dengan komoditi
lain yang memiliki kerugian absolut.

Menurut Adam Smith suatu negara akan mengekspor barang tertentu karena
negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan menggunakan sumber daya
yang lebih sedikit dan biaya yang secara mutlak lebih murah dibanding negara
lain. Melalui proses ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dengan
cara yang paling efisien dan memproduksi output yang lebih banyak.

2.3. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage)


Teori ini diperkenalkan David Ricardo seorang ekonom Inggris tahun 1817.
Ricardo menyempurnakan Teori Keunggulan Mutlak dengan Teori
Keunggulan Komparatif melalui buku yang berjudul “Principles of Political
Economy and Taxation”. Buku tersebut berisi penjelasan mengenai Teori
Keunggulan Komparatif (The Law of Comparative Advantage). Ricardo
menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang efisien dibanding (atau
memiliki kerugian absolut) dengan negara lain dalam memproduksi dua
komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk dapat melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara tersebut harus
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang
memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini adalah komoditi dengan keunggulan
komparatif) dan mengimpor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih
besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif).

Asumsi teori ini berdasarkan tentang nilai/value. Menurut Ricardo, nilai/value


sesuatu barang tergantung dari banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan
untuk memproduksi barang tersebut (labor cost value theory). Kelebihan Teori
Keunggulan Komparatif ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan
berapa keuntungan karena pertukaran di mana kedua hal ini tidak dapat
diterangkan oleh Teori Keunggulan Mutlak.

Teori ini menjelaskan bahwasanya harga atau nilai suatu komoditi adalah sama
sebagaimana jumlah waktu yang digunakan tenaga kerja untuk melakukan
produksi komoditi tersebut. Hukum keunggulan komparatif dijelaskan pada
pengertian adanya biaya peluang atau oportunitas (Opportunity cost).

Biaya peluang muncul karena adanya pilihan yang dilakukan individu,


perusahaan, dan masyarakat atas kelangkaan yang dihadapi. Ketersediaan
sumber-sumber daya ekonomi sangat terbatas, sehingga manusia terpaksa
melakukan pilihan. Pilihan yang dibuat akan mengakibatkan pengorbanan
pada pilihan yang lain, dan biaya peluang ini menjadi alat ukur untuk
menentukan berapa biaya produksi yang akan dikeluarkan dalam rangka
memproduksi suatu barang atau jasa tertentu. Misalnya, jika lebih banyak
sumber daya manusia atau alam digunakan untuk memproduksi makanan, akan
lebih sedikit sumber daya yang digunakan untuk memproduksi minuman.
Penerapan biaya peluang sebenarnya sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari. Contoh penerapan yang banyak kita temui yaitu di pasar tradisional,
dimana terdapat penjual cabai merah dan bawang merah dengan hasil
penjualan sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Penjualan Pedagang Pasar


Hasil Penjualan / Hari
Pedagang
Cabai Merah Bawang Merah
Bapak Monang 4 16
Ibu Masitoh 10 20

Berdasarkan tabel penjualan di atas, dapat dilihat bahwa penjualan Ibu Masitoh
memiliki keunggulan mutlak dibandingkan dengan Bapak Monang. Namun
jika dihitung efisiensi penjualan maka akan diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 2. Perhitungan perbandingan efisiensi penjualan cabai merah dan


bawang merah
Hasil Penjualan / Hari
Pedagang
Cabai Merah Bawang Merah
Bapak Monang/Ibu Masitoh 4/10 = 0,4 16/20 = 0,8
Ibu Masitoh/Bapak Monang 10/4 = 2,5 20/16 = 1,25

Penjualan cabai merah dan bawang merah Ibu Masitoh lebih efisien
dibandingkan Bapak Monang. Namun jika ingin melakukan spesialisasi, maka
Ibu Masitoh akan memilih penjualan cabai merah karena lebih efisien
dibandingkan dengan bawang merah (2,5 : 1,25). Sementara Bapak Monang
akan lebih memilih penjualan bawang merah sebagai spesialisasinya karena
lebih efisien (0,8 : 0,4). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Bapak MOnang
memiliki keunggulan komparatif dalam menjual bawang merah sedangkan Ibu
Masitoh memiliki keunggulan komparatif dalam menjual cabai merah.

Selanjutnya, terdapat contoh lain yaitu penjualan telur di pasar. Terdapat 2


jenis telur yang dapat dijual oleh 2 pedagang dengan skema sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Penjualan Pedagang Telur di Pasar
Hasil Penjualan Telur / Hari Total
Pedagang
1.500/butir 1.400/butir Pendapatan
Ibu Monita 150 900 1.485.000
Ibu Yumna 750 500 1.825.000

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penjualan penjualan telur Ibu Monita
pada harga Rp 1.400/butir lebih tinggi dibandingkan pada Ibu Yumna.

Tabel 4. Perhitungan perbandingan efisiensi Penjualan Telur di Pasar


Hasil Penjualan Telur / Hari
Pedagang -
1.500/butir 1.400/butir
Ibu Monita/Ibu Yumna 150/750=0,2 900/500=1,8 -
Ibu Yumna/Ibu Monita 750/150=5,0 500/900=0,6 -

Ibu Monita lebih efisien menjual telur 1.400/butir (1,8). Sementara Ibu Yumna
lebih efisien menjual telur 1.500/butir (5,0). Jika terjadi spesialisasi, maka Ibu
Monita akan memilih menjual telur 1.400/butir karena memiliki keunggulan
komparatif dibandingkan Ibu Yumna. Sementara Ibu Yumna akan memilih
menjual telur 1.500/butir karena memiliki keunggulan komparatif
dibandingkan Ibu Monita. Dengan pertimbangan biaya peluang, maka akan
diperoleh kesempatan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih banyak jika
masing-masing pedagang menjual dengan spesialisasinya. Ibu Monita harus
mengorbankan penjualan telur 1.500/butir untuk lebih fokus pada telur dengan
harga 1.400/butir. Sementara Ibu Yumna akan fokus pada harga 1.500/butir
dengan mengorbankan harga 1.400/butir.

Tabel 5. Hasil penjualan pedagang telur di pasar setelah spesialisasi


Hasil Penjualan Telur / Hari Total
Pedagang
1.500/butir 1.400/butir Pendapatan
Ibu Monita 0 1800 2.520.000
Ibu Yumna 1500 0 2.250.000

Tabel 3 menunjukkan bagaimana pendapatan pedagang telur sebelum


memanfaatkan biaya peluang. Setelah kedua pedagang tersebut memanfaatkan
biaya peluang setelah spesialisasi, pedagang tersebut mengorbankan salah satu
pendapatan, namun disisi lain, pedangang tersebut mendapatkan pendapatan
yang lebih tinggi karena memfokuskan dagang ke suatu jenis telur sebagai
spesialisasinya yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diketahui beberapa manfaat dari


keunggulan komparatif, antara lain (1) memproduksi secara khusus suatu jenis
produk, (2) memperoleh keuntungan dan spesialisasi produk, (3) memperoleh
produk yang tidak dapat diproduksi dalam negeri.

2.4. Teori Ketersediaan Faktor Produksi (Heckscher-Ohlin)


Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan
negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu
keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi.Teori
Perdagangan Internasional modern dimulai ketika ekonom Swedia yaitu Eli
Hecskher (1919) dan Bertil Ohlin (1933) mengemukakan penjelasan mengenai
perdagangan internasional yang belum mampu dijelaskan dalam teori
keunggulan komparatif. Sebelum masuk ke dalam pembahasan teori H-O,
tulisan ini sedikit akan mengemukakan kelemahan teori yang mendorong
munculnya teori H-O.
Menurut David Ricardo perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan
keunggulan komparatif antar negara. Ia berpendapat bahwa keunggulan
komparatif akan tercapai jika suatu negara mampu memproduksi barang dan
jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada negara lain.

3. Negara dengan Tingkat Ekspor, Impor, GDP, dan GDP per Kapita
Tertinggi di Dunia
3.1. Negara pengekspor barang dan jasa terbesar di dunia
Pada tahun 2016, China merupakan pengekspor utama di dunia dengan nilai
total US $ 1.990.000.000.000. Di tempat kedua, Amerika Serikat mengekspor
barang senilai US $ 1.456.000.000.000. Hanya China, AS, dan Jerman yang
berhasil mengekspor barang senilai lebih dari satu triliun dolar AS pada tahun
2014.
Dilihat dari struktur ekspomya, Cina bukan lagi pengekspor produk
primer/hasil pertanian. Pada tahun 1980-an, ekspor barang-barang manufaktur
masih di bawah ekspor hasil pertanian, tapi di tahun 1990-an perbandingan
menjadi terbalik. Yang mengalami kenaikan cepat adalah ekspor barang-
barang elektronik dan mesin. Dari sekitar 15 miliar US Dollar pada 1980
menjadi lebih dari 40 miliar US Dollar pada akhir 2000. Hal ini tidak terlepas
reorientasi kebijakan pintu terbuka (open door policy) yang diinisiasi oleh
Deng Xiaoping, China mulai memberikan kesempatan masuknya agenda
liberalisasi perdagangan dan globalisasi ekonomi.
Bukan rahasia lagi bahwa Amerika Serikat adalah merupakan salah satu pasar
ekonomi terpenting di dunia. Ekspor terbesar Amerika Serikat adalah mobil,
minyak sulingan, pesawat terbang, helikopter, dan pesawat ruang angkasa,
serta obat-obatan. Mitra dagang utama termasuk Kanada, China, dan Meksiko.

Keberhasilan ekonomi Amerika Serikat dapat dikaitkan dengan faktor-faktor


seperti kekayaan sumber daya alam, infrastruktur yang sangat baik, dan tenaga
kerja yang produktif. Negara ini juga mendapat predikat sebagai sektor industri
terbesar di dunia. Namun, karena biaya hidup di Amerika Serikat lebih tinggi
daripada di China, banyak barang tidak dapat diproduksi di Amerika Serikat
dengan harga yang sebanding dengan biaya produksi di China. Inilah salah satu
alasan mengapa Amerika Serikat tertinggal dari China dalam hal volume
ekspor.

Ketiga dalam daftar eksportir teratas dunia adalah Jerman, yang juga
merupakan salah satu ekonomi terbesar di dunia. Pada 2016, barang yang
diekspor dari Jerman bernilai sekitar 1,5 triliun dolar AS. Seperti Amerika
Serikat, Jerman juga memiliki sektor manufaktur yang sangat maju. Barang
yang paling sering diekspor dari Jerman meliputi mobil, mesin, bahan kimia,
elektronik, peralatan listrik, dan farmasi. Selain itu, Berdasarkan majalah
Fortune Global 500, dari 500 perusahan terbesar dunia berdasarkan
penghasilannya, 37 diantaranya bermarkas di Jerman. Beberapa perusahaan
paling terkenal termasuk Volkswagen, Allianz, E.ON, Daimler, Siemnes,
Metro, Deutsche Telekom, Minuch Re, BASF, dan BMW
Jepang, di Asia Timur, mengekspor sekitar $ 634.900.000.000 pada tahun
2016. Hal ini menempatkan Jepang pada posisi keempat dalam daftar eksportir
terbesar dunia. Ekspor utama Jepang meliputi mobil, suku cadang kendaraan,
sirkuit terintegrasi, dan printer industri. Jepang adalah produsen mobil terbesar
ketiga di dunia. Seperti Jerman, beberapa perusahaan Fortune Global 500
berkantor pusat di Jepang, dan yang terbesar adalah pabrikan mobil Toyota.

3.2. Negara impor terbesar


Suatu negara masih melakukan impor karena setiap negara di dunia ini
memiliki sumber daya yang terbatas. Ada suatu sumber daya yang dimiliki
oleh negara A namun tidak dimiliki oleh negara B. Hal itu disebabkan karena
karena perbedaan geografi, faktor suhu, cuaca serta faktor lainnya. Seperti
yang kita ketahui impor merupakan proses transportasi barang atau komoditas
dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya seperti dalam proses
perdagangan. Pembahasan ini memfokuskan kedua negara yang memiliki
kekuatan yang sangat besar di pasar internasional, yaitu Amerika Serikat dan
China.

Pada tahun 1950 dimasa kepemimpinan Harry S. Trauman, dapat kita lihat
pada video tersebut Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan
negara pengimpor terbesar yaitu sebesar 11.399.751.986 USD. Dan dapat kita
lihat juga China menjadi negara pengimpor terkecil pada tahun yang sama
yaitu sebesar 885.628.876 USD. Dan saat itu China baru saja mengalami
Revolusi Komunis China pada tahun 1949. Pada tahun 1970 China tidak
termasuk dalam daftar top 20 negara teratas pengimpor hingga tahun 1982.
Pada tahun 1982 China mulai masuk kembali di dalam daftar top 20 negara
tersebut. Kenaikan yang terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Hingga tahun
1998 China menduduki posisi ketiga setelah Amerika Serikat dan Jerman. Pada
tahun 2001-2020 China mampu mengalahkan Jerman dan menduduki posisi
kedua dengan negara yang paling teratas dengan impor tertinggi.

3.3. Negara dengan GDP terbesar di dunia


Urutan negara terkaya di dunia yang pertama adalah Amerika Serikat. Disebut-
sebut bersaing ketat dengan China dalam menguasai pasar perekonomian
dunia, Amerika Serikat akhirnya menaiki posisi pertama sebagai negara
terkaya di dunia. Nominal PDB dari Amerika Serikat terhitung sebesar $20,89
triliun, dengan PDB per kapita mencapai $63.413. Perkembangan ekonomi
Amerika Serikat yang pesat tentunya dipengaruhi oleh berbagai hal.
Budaya entrepreneurial yang mendorong kerja keras serta pengambil risiko
finansial untuk profit yang tinggi menjadi salah satu faktor penting. Selain itu,
pemerintahan yang terpusat, institusi pendidikan terbaik, serta peraturan
pemerintahan yang baik juga berperan dalam perkembangan ekonomi Amerika
Serikat.

China, atau yang juga dikenal sebagai Republik Rakyat Tiongkok, menjadi
negara terkaya di dunia pada urutan kedua. Negara ini bersaing ketat dengan
Amerika Serikat dalam menguasai pasar ekonomi dunia. PDB nominal
Republik Rakyat China terhitung sebesar $14,72 triliun dengan PDB per kapita
sebesar $10.434. Perekonomian China merupakan salah satu yang berkembang
paling pesat di dunia. Rencana Belt and Road Initiative (BRI) China secara
efektif menggabungkan kebijakan luar negeri dan ekonomi yang dimilikinya.
Promosi penggunaan Renminbi (mata uang China) untuk transaksi
internasional juga mulai meningkat. China juga berperan penting dalam
pertumbuhan global sejak krisis finansial di tahun 2008.

Sejak reformasi ekonomi tahun 1978 di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping,


orientasi ekonomi China berubah ke arah kapitalisme. Hal ini dilakukan
melalui implementasi kebijakan modernisasi dalam empat sektor utama China,
antara lain pertanian, industri, ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pertahanan. Sistem ekonomi China yang menjadi cenderung terbuka terhadap
interaksi dengan pihak asing, sekalipun secara teoritis bertolak belakang
dengan sistem politik komunisme, ternyata mampu berdampak pada
peningkatan ekonomi makro dan mikro dalam negeri.

Selain China, Jepang menjadi negara Asia lainnya yang masuk urutan negara
terkaya di dunia. PDB nominal yang dimiliki Jepang terhitung sebesar $5,06
triliun dengan PDB per kapitanya mencapai $39.048. Menjadi salah satu
negara terkaya di dunia, Jepang juga dikenal sebagai salah satu negara paling
inovatif. Jepang dikenal di seluruh dunia sebagai penghasil produk elektronik
terbesar dan penghasil kendaraan mobil terbesar ketiga di dunia. Secara garis
besar, negara ini mendapatkan surplus dari perdagangan tahunan dan investasi
internasional. Tidak hanya itu, tenaga kerja di Jepang juga terkenal berkualitas
dan berkemampuan tinggi, membuktikan bagaimana pertumbuhan ekonomi
Jepang dapat berkembang pesat.

Setelah negara di Asia dan Amerika, Jerman yang berada di Eropa menjadi
negara terkaya di dunia pada urutan ke-4. Jerman memiliki PDB nominal
sebesar $3,85 triliun dengan PDB per kapitanya sebesar $45.466. Sebagai
negara Eropa pertama dalam daftar ini, penggerak ekonomi terbesar Jerman
berasal dari sektor jasa (70%), seperti telekomunikasi, pelayanan kesehatan,
dan pariwisata, sektor industry (29,1%), dan sektor pertanian (0,9%). Jerman
memberlakukan ekonomi pasar sosial yang menekankan nilai pasar terbuka
pada kapitalisme dan juga menjamin berbagai garansi layanan sosial. Jerman
menduduki peringkat pertama di dunia untuk entrepreneurship berkat tenaga
kerja berkemampuan tinggi, tingginya perkembangan infrastruktur, serta
kepakaran teknologi di negara tersebut.

3.4. Negara dengan GDP Per kapita Terbesar di Dunia


Luksemburg merupakan negara terkaya di dunia nomor satu dengan PDB
US$ 118.503,6 per kapita. Sebelum pandemi, negara di Eropa Barat ini bisa
mencapai PDB US$ 119.415,5 per kapita. Sumber keuangan Negara
Luksemburg didominasi dari sektor jasa keuangan dan industri. Sehingga
wajar, negara berpenduduk sekitar 630.000 masyarakatnya bisa menikmati
standar hidup tertinggi di Zona Eropa.

Berikutnya yakni Irlandia, negara dengan 5 juta penduduk tersebut dapat sehat
secara fiskal dengan cara meningkatkan tingkat ketenagakerjaannya. Jika
melihat PDB per kapitanya, Irlandia hampir dua kali lipat naik dalam waktu
singkat. Irlandia merupakan negara julukan surga pajak perusahaan terbesar di
dunia. Pada 2019 lalu, ketika Zona Euro hanya tumbuh 1,5%, ekonomi Irlandia
berkembang lebih dari 4,9%, negara dengan pertumbuhan tercepat di benua
Eropa.
Singapura menjadi negara terkaya di Asia Tenggara selanjutnya, yang masuk
daftar atas negara terkaya di era pandemi dengan dengan nilai PDB/kapita yang
juga turun menjadi US$ 98.483,3, dari setahun sebelumnya
US$ 102.573,4/kapita. Pada tahun 2020 ekonomi Singapura sempat anjlok ke
rekor 5,4%, sehingga menjadi catatan pahit resesi untuk pertama kalinya dalam
lebih dari satu dekade negara itu. Singapura diperkirakan memiliki kekayaan
bersih $23 miliar, yang juga menjadi surga fiskal yang makmur di mana
keuntungan modal dan dividen bebas pajak. Saat ini, Singapura adalah pusat
perdagangan, manufaktur, dan keuangan yang berkembang pesat.

4. Pengaruh Impor Gula terhadap GNP dan Distribusi Pendapatan Petani di


Indonesia
Distribusi pendapatan adalah pembagian penghasilan di dalam masyarakat.
Dalam proses produksi, para pemilik faktor produksi akan menerima imbalan
seharga faktor produksi yang disumbangkan dalam proses produksi. Proses
distribusi pendapatan ini akan terjadi siklus (perputaran) konsumen yang harus
membayar harga barang.

Indonesia kini menjadi negara pengimpor gula terbesar kedua di dunia,


bahkan mengalahkan nilai impor dari China dan hanya kalah dari Amerika Serikat.
Indonesia sempat berjaya sebagai negara pengekspor gula terbesar ke berbagai
dunia pada tahun 1930-an. Salah satu yang membuat neraca impor gula Indonesia
membengkak adalah karena kebutuhan untuk produksi makanan dan minuman.
Kalangan pengusaha di sektor ini sempat menyebut gula produksi dalam negeri
tidak bisa digunakan untuk produksi, meskipun kalangan petani tebu
membantahnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, impor gula Indonesia senilai


US$2,38 miliar dengan volume 5,45 juta ton pada 2021. Nilai impor gula ke dalam
negeri naik 23,05% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar US$1,94
juta. Dari jumlah tersebut, impor gula Indonesia paling banyak berasal dari India
senilai US$857,26 juta dengan volume 1,94 juta ton. Indonesia juga mengimpor
gula dari Australia senilai US$582,77 juta dengan volume 1,33 juta ton.
Kemudian, impor gula dari Thailand tercatat senilai US$482,02 juta dengan
volume sebesar 1,03 juta ton. Impor gula dari Brasil senilai US$455,2 juta dengan
volume 1,14 juta ton. Dari Korea Selatan, impor gula Indonesia dilaporkan senilai
US$3,43 juta dengan volume sebesar 4.992 ton. Indonesia juga mendatangkan gula
dari Uni Emirat Arab senilai US$1,08 juta dengan volume 2.080 ton. Impor gula
Indonesia dari Jerman senilai US$355.800 dengan volume sebanyak 20,1 ton. Lalu,
impor gula dari negara lainnya senilai US$117.700 dengan berat 27 ton. Adapun,
lebih dari separuh kebutuhan gula domestik masih dipenuhi dari impor. Hal itu
lantaran produksi gula domestik masih belum mampu memenuhi kebutuhan secara
nasional. Menurut Badan Pangan Nasional, kebutuhan gula Indonesia mencapai 7,3
juta ton setiap tahunnya. Sementara, yang dapat terpenuhi dari produksi lokal hanya
2,2 juta ton.

Rata-rata harga gula dunia memang berada di angka Rp 6 ribuan per Kg,
sementara di Indonesia hampir dua kali lipatnya. Hal itu membuat sebagian industri
lebih tertarik untuk mengimpor gula dalam bentuk raw sugar untuk bahan baku
gula rafinasi dari luar negeri untuk kepentingan industri terutama makanan dan
minuman.

Produk nasional bruto merupakan faktor penentu besar kecilnya impor yang
dilakukan oleh negara. Impor dapat terjadi dikarenakan pendapatan dalam negeri
meningkat sehingga kemampuan penduduk untuk membeli barang-barang impor
naik. Yang berarti impor tergantung dari tingkat pendapatan nasional suatu negara.
Semakin tinggi pendapatan nasional maka semakin tinggi permintaan suatu barang
impor tersebut.

Berdasarkan data-data di atas, Import gula tidak dapat meningkatkan GNP


nasional Indonesia, tapi justru sebaliknya impor gula memberikan pengaruh negatif
terhadap GDP masyarakat petani gula dan memberikan pengaruh negatif juga
terhadap GNP Indonesia.

Deregulasi industri gula telah menyebabkan penurunan luas areal


pertanaman tebu dan produksi gula nasional. Dalam jangka panjang kecenderungan
penurunan ini diperkirankan akan terus berlanjut, karena tidak efektifnya penerapan
tarif impor akibat penguatan nilai tukar rupiah, kurang mampu bersaing dengan
komoditas pesaingnya, serta kurang efisiennya usahatani tebu dan pada industri
pabrik gula.

Penetapan tarif impor gula dalam kondisi harga gula dunia yang rendah dan
nilai tukar rupiah yang makin menguat, belum cukup merangsang petani untuk
meningkatkan produksi dan kualitas pasokan tebu. Tanpa adanya perubahan
kebijakan atau kebijakan tambahan bagi petani tebu, maka pendapatan bersih petani
tebu relatif tidak meningkat.

Untuk meningkatkan pendapatan petani tebu, pemerintah melalui pabrik


gula perlu menyediakan insentif berupa: (1) Insentif rendemen bagi petani yang
bersedia menggiling tebunya pada awal periode giling; dan (2) Insentif harga
dengan menetapkan harga patokan terendah untuk setiap lelang gula. Selisih antara
harga patokan dan harga lelang gula merupakan subsidi yang harus disediakan
pemerintah untuk meningkatkan pendapatan petani tebu.
Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik, (2010), Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2008,
Jakarta.

Ibrahim, H.R, dan Hamka H. 2021. Perdagangan Internasional dan Strategi


Pengendalian Impor. Jakarta, LPU-UNAS.

Krugman, P.R., Maurice O., dan Marc J.M. 2018. International Economy: Theory
and Policy, 11th ed. London: Pearson.

Mankiw, N.G. 2016. Macroeconomics, 9th ed. New York: Worth Publishers.

Salvatore, D. 2013. International Economics, 11th ed. New York: John Wiley &
Sons, Inc.

Wahab, A. 2015. Ekonomi Internasional. Makasar: Alaudin University Press.

Anda mungkin juga menyukai