Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROENTERITIS AKUT

A. DEFINISI
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (2013), diare adalah
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja.
Sedangkan menurut C.L Betz & L.A Sowden (2014) diare merupakan
suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2012), diare diartikan sebagai suatu keadaan
dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk
encer atau cair.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat
disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus.

B. ETIOLOGI
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (2013), ditinjau dari
sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella,
salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings,
stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan
bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan
yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup),
gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan
jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan
mineral.
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ngastiyah (2012), penyebab diare dapat dibagi


dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral merupakan penyebab utama diare pada anak, yang
meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus
echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi
parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa
(entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur
(canida albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia,
ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi
dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi
Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis

Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:


1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C,
Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor,
Vibrio parahemolyticus, Clostridium perfrigens, Campilobacter
(Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus sp,
Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis, Isospora sp) dan Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale,
N. americanus, T. trichiura, O. velmicularis, S. stercoralis, T.
saginata dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.

Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123 pasien


dewasa yang dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi penyebab
diare akut terbanyak adalah E. coli (38 %), V. cholera Ogawa (18 %) dan
Aeromonas sp. 14 %).

C. PATOFISIOLOGI
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari
yang berasal dari luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi
cairan lambung, empedu dan sebagainya). Sebagian besar jumlah tersebt
diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak 1500 ml memasuki usus besar.
Sejumlah 90% dari cairan usus besar akan diresorbsi sehingga tersisa
sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat
hubungannya satu sama lain. Misalnya, cairan dalam lumen usus yang
mengkat akan menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila
waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu
penyentuhan makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit,
air dan zat-zat lain terganggu.
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena
infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu
adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme
yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktordaya tahan
tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung,
motilitas usus dan juga mencakup flora normal usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan
lebih tinggi terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus
memperlama waktu diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan
eliminasi agen sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan
didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang
kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi. Percobaan
pada binatang menunjukkan berkurangnya perkembangan S. typhi murium
pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya
penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin
yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman pada
lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi
diare.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat
diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga
usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan
sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan
diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme
hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan
akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan
diare.

Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari
pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme
lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh,
terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering
pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena
adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan
adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika
kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada
anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan
oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah
yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu
yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan
baik karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya
perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat,
dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak
segera diatasi klien akan meninggal.
PATHWAY

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi


KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( I isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit


berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang
D. TANDA dan GEJALA
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam,
tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal
dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah
kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung,
lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara
menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang
isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan
asam karbonat berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang
merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi pernapasan meningkat dan
lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit),
tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka
pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium
pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul
penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal
akut.
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih
asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan lamanya diare :
1. Diare akut atau diare karena infeksi usus yang bersifat mendadak.
Umumnya berlangsung kurang dari 7 hari. Diare karena infeksi usu dapat
terjadi pada setiap umum dan bila menyerang bayi umumnya disebut
gastroenteritis infantile. Akibat dari diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
Tanda dan gejala :
a) Keluar darah saat muntah atau buang air besar.
b) Muntah dalam jumlah banyak atau sangat sering.
c) Mengalami sakit perut yang tidak tertahankan.
d) Diiringi demam tinggi yang tidak kunjung reda.
2. Diare kronis yang umumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan
kronis disebut diare subakut (diare persisten). Diare kronik adalah diare
hilang timbul atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti
penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolism yang menurun.
Lama diare kronik lebih dari 30 hari.
Tanda dan gejala :
a) Perut kembung
b) Mual
c) Kram perut
d) Sakit perut berat
e) Demam
f) Penurunan berat badan
g) Muntah darah atau BAB berdarah
h) Pucat
i) Berkeringat di malam hari
F. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

H. PENATALAKSANAAN
Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).
Tindakan :
1. Untuk mencegah dehidrasi, beri anak minum lebih banyak dari
biasanya.
2. ASI (Air Susu Ibu) diteruskan - Makanan diberikan seperti biasanya.
3. Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa ke Puskesmas
terdekat.

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang


Tindakan :
1. Berikan oralit
2. ASI (Air Susu Ibu) diteruskan
3. Teruskan pemberian makanan
4. Sebaiknya yang lunak, mudah dicerna dan tidak merangsang
5. Bila tidak ada perubahan segera bawa kembali ke Puskesmas terdekat.

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat


Tindakan :
1. Segera bawa ke Rumah Sakit / Puskesmas dengan fasilitas Perawatan.
2. Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang
lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang
dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan
susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan. Cara
pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
1) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
2) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
3) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
4) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
1) Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
2) Fase anal.
3) Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai
menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal
dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
4) Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
5) Autonomy vs Shame and doundt.
6) Perkembangn keterampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya
perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
7) Gerakan kasar dan halus, bicara, bahasa dan kecerdasan, bergaul
dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
a) berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2
hitungan (GK)
b) Meniru membuat garis lurus (GH)
c) Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
d) Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah,
minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus,
minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/
24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
2) Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
3) AGD : asidosis metabolic (Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun)
4) Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
b. Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB
menurun terus menerus.

K. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal.
Kriteria hasil :
1. Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <
40 x/mnt ).
2. Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
3. Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
1. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan
segera untuk memperbaiki deficit.
2. Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
4. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5. Kolaborasi :
a. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui
faal ginjal (kompensasi).
b. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
c. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
1. Nafsu makan meningkat
2. BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat
tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan sluran usus.
2. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.
4. Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan.

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses


infeksi dampak sekunder dari diare.
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak
terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
2. Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi).
2. Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi
panas tubuh.
3. Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak.

Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan


peningkatan frekwensi BAB (diare).
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit
integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil :
1. Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
2. Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik
dan benar.
Intervensi :
1. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman.
2. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila
basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces.
3. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama
sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi.

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien
mampu beradaptasi.
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan
tidak rewel.
Intervensi :
1. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga.
2. Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS.
3. Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan
pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan
kemampuannya.
4. Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal
maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa
aman pada klien.
5. Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/7964389/LAPORAN_PENDAHULUAN_DAN_ASUHAN_
KEPERAWATAN_GASTRO_ENTERITS_AKUT
https://www.academia.edu/15578269/LAPORAN_PENDAHULUAN_DIARE_PADA_
ANAK
http://repository.unimus.ac.id/440/3/13.%20BAB%20II.pdf
https://www.alodokter.com/membedakan-diare-akut-dan-diare-kronis-secara-gamblang
https://www.alodokter.com/diare-kronis

Anda mungkin juga menyukai