Anda di halaman 1dari 18

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT ISLAM

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah AGAMA ISLAM pada semester genap tahun
2012/2013 yang dibina oleh Bapak Abdul Chalim, S.Ag., M.Pd.I

Oleh :

1.

2.

3.

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRONIKA

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

POLITEKNIK NEGERI MALANG

TAHUN

2012
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.

Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat Islam dapat dikaji melalui berbagai
sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama ini lebih menyimpan banyak
masalah yang perlu dipahami, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan maupun
realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Dalam penyusunan materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dosen pembimbimg, sehingga kendala yang dihadapi dapat teratasi.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Masyarakat Madani dan
Kesejahteraan Umat Islam, yang kami sajikan berdasarkan berbagai sumber informasi, referensi,
dan berita.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Politeknik Negeri Malang. Kami sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna.

Untuk itu kepada dosen pembimbing kami meminta masukan demi perbaikan pembuatan
makalah kami di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Malang, 30 September 2012

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Masyarakat madani merupakan konsep dari penerjemahan istilah dari konsep civil society
yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada symposium
Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di
Jakarta.Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat
yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar
Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial
yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat.

Masyarakat Madani atau yang biasa disebut dengan istilah “Civil Society” merupakan
imbas dari perkembangan pemikiran yang terjadi di dunia Barat, khususnya di negara-negara
industri maju di Eropa Barat dan Amerika Serikat yang dalam perhatian mereka terhadap
perkembangan ekonomi, politik, sosial budaya di Uni Soviet dan Eropa Timur. Akhir-akhir ini
sering muncul ungkapan dari sebagian pejabat pemerintah, politisi, cendekiawan, dan tokoh-
tokoh masyarakat tentang masyarakat madani (sebagai terjemahan dari kata civil society).
Tampaknya semua potensi bangsa Indonesia dipersiapkan dan diberdayakan untuk menuju
masyarakat madani yang merupakan cita-cita dari bangsa ini. Masyarakat madani diprediksi
sebagai masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama.
Demikian pula, bangsa Indonesia pada era reformasi ini diarahkan untuk menuju masyarakat
madani, untuk itu kehidupan manusia Indonesia akan mengalami perubahan yang fundamental
yang tentu akan berbeda dengan kehidupan masayakat pada era orde baru.
1.2 Tujuan

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberi informasi kepada pembaca tentang
apa yang dimaksud dengan masyarakat madani dan kesejahtearaan umat Islam. Agar pembaca
lebih mengerti dan memahami serta merealisasikan tujuan dari masyarakat madani dan
kesejahteraan umat Islam.

Selain itu juga didedikasikan sebagai upaya dalam mewujudkan masyarakat madani, baik
berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Dengan cara mewujudkan madani melalui
perspektif pendidikan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai


kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. Allah SWT
memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-Nya dalam Q.S. Saba’ ayat 15:

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu
dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah
olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”.

Dalam istilah lain, referensi masyarakat madani ada pada kota Madinah, sebuah kota yang
sebelumnya bernama Yastrib di wilayah arab, dimana masyarakat Islam di bawah kepimpinan
Nabi Muhammad SAW di masa lalu pernah membangun peradaban tinggi. Sebagai suasana yang
mengantarai warga negara dengan negara, masyarakat madani bisa tampil sebagai pengisi
lowongan yang tak bisa diisi negara untuk kepentingan warga negaranya. Jadi boleh dikatakan
antara Masyarakat Madani dengan Negara terjalin dalam hubungan yang bersifat komplementer,
tetapi ada kalanya tampil sebagai countervailing fores kekuatan tandingan terhadap kekuasaan
negara. Masyarakat madani adalah kelembagaan sosial yang akan melindungi warga negara dari
perwujudan kekuasaan negara yang berlebihan.

Bahkan Masyarakat Madani adalah tiang utama dari kehidupan politik yang demokratis. Sebab,
masyarakat tidak saja melindungi warga negara dalam berhadapan dengan negara, tetapi juga
merumuskan dan menyuarakan keprihatinan dan aspirasi masyarakat. Maka adalah tugas dan
fungsi partai politik lewat pemilihan umum memperjuangkan dalam konteks sistem tatanan

kenegaraan, sistem kekuasaan dan kebijaksanaan pemerintah. Dalam realitas sosial Masyarakat
Madani mewujudkan dirinya dalam berbagai corak lembaga non pemerintah dan organisasi sosial
yang bersifat sukarela.
2.2 Konsep Masyarakat Madani

Konsep masyarakat madani menurut Islam adalah bentuk kehidupan masyarakat yang merujuk
pada kehidupan masyarakat Madinah pada zaman Nabi SAW. Perubahan besar yang telah
dilakukan Nabi SAW kepada masyarakat Madinah pada waktu itu membuat kehidupan
masyarakatnya menjadi lebih beradab. Perubahan-perubahan yang dibawa Islam sangat mendasar
dan komprehensif. Dalam perilaku keseharian seseorang, Islam menghadirkan suatu perubahan
radikal. Apa yang dialami masayarakat Madinah sebelum Islam harus dilemparkan jauh setelah
mereka menerima Islam. Bangsa Arab tidak lagi dibatasi oleh hukum berdasarkan hubungan
sosialnya yang terkenal kental di kalangan masyarakatnya.

Ia menjadi terdisplinkan oleh kekuatan Syari’ah yang memberi warna dalam segala aspek
kehidupannya, dalam perilaku moral dan kebiasaan, tidur dan bangun, makan dan minum, kawin
dan cerai, jual dan beli. Keagungan keyakinan yang Islam tanamkan ke dalam hati para
pemeluknya menjadikan mereka mampu menyingkirkan segala kepribadian pra-Islam yang telah
menjadi kebiasaan mereka dalam seluruh aspeknya dan meraih kepribadian Islam dengan segala
nilainya.

Islam membawa perubahan radikal dalam kehidupan individual dan sosial Madinah karena
kemampuannya mempengaruhi kualitas seluruh aspek kehidupan, Kami mengambil warna kami
(sibghah) dari Allah, dan siapakah yang lebih baik dari sibghah Allah? (al-Baqarah:138). Struktur
masyarakat Madinah baru dibangun atas fondasi ikatan iman dan akidah yang tentu lebih tinggi
dari solidaritas kesukuan (fanatisme /’ashabiyah) dan afiliasi lainnya. Masyarakat Islam memiliki
konsep (doktrin) yang konkrit untuk menciptakan kondisi masyarakat Islami. Islam bukan
sekedar agama yang memiliki konsep ajaran spiritualis (individual) semata, letak kemajemukan
agama Islam karena menyandang ajaran pada semua aspek kehidupan manusia baik vertikal
maupun horizontal.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah
modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans, gerakan masyarakat
sekuler yang menyingkirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral transendental yang
rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan
asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat Madani sebagai
sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral
transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).
2.3 Sejarah Masyarakat Madani

Ada dua masyarakat dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu:

1. Masyarakat negeri Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman AS. Keadaan masyarakat
Saba’ yang dikisahkan dalam al-Qur’an itu mendiami negeri yang baik, subur, dan nyaman. Di
tempat itu terdapat kebun dengan tanaman yang subur, tesedia rizki yang melimpah, terpenuhi
kebutuhan hidup masyarakat. Oleh karena itu, Allah memerintahkan masyarakat Saba’ untuk
bersyukur kepada Allah yang telah menyediakan kebutuhan hidup mereka. Tapi sayangnya,
setelah beberapa waktu berlalu, penduduk negeri ini kemudian ingkar (kafir) dan maksiat kepada
Allah, sehingga mereka mengalami kebinasaan. ( Qs. Saba’:16).

2. Masyarakat kota Yastrib setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW
beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama Yahudi dan beragama Watsani
dari kaum Aus dan Khazraj. Madinah adalah nama kota di negara Arab Saudi, sebagai nama baru
kota Yastrib, tempat yang didiami oleh Rasulullah SAW sampai akhir hayat beliau sesudah
hijrah. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong,
menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi,
menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-
keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama serta
beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

2.4 Karakteristik Masyarakat Madani

Masyarakat Madani sebagai masyarakat yang paling ideal memiliki identitas khusus yaitu;
berTuhan, damai, tolong menolong, toleran, keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial,
berpandangan tinggi dan berakhlak mulia.

Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:


1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif kedalam masyarakat
melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam


masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.

3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-


program pembangunan yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena keanggotaan organisasi


volunter mampu memberikan masukan terhadap keputusan pemerintah.

5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu

7. Mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.

8. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga sosial dengan berbagai ragam
perspektif.

9. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang beragama, yang
mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai landasan yang mengatur
kehidupan sosial.

10. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu maupun secara
kelompok menghormati pihak lain secara adil.

11. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat mengurangi
kebebasannya.

12. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan oleh Allah
sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda
tersebut.

13. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.

14. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
15. Berakhlak mulia

Dari beberapa ciri tersebut, kiranya dapat dikatakan bahwa masyarakat madani adalah
sebuah masyarakat demokratis dimana para anggotanya menyadari akan hak-hak dan
kewajibannya dalam menyuarakan pendapat dan mewujudkan kepentingan-kepentingannya;
dimana pemerintahannya memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi kreatifitas warga negara
untuk mewujudkan program-program pembangunan di wilayahnya. Namun demikian,
masyarakat madani bukanlah masyarakat yang sekali jadi, yang hampa udara, taken for granted.
Masyarakat madani adalah konsep yang cair yang dibentuk dari poses sejarah yang panjang dan
perjuangan yang terus menerus. Bila kita kaji, masyarakat di negara-negara maju yang sudah
dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, maka ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi
untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance (pemerintahan
demokratis) yang dipilih dan berkuasa secara demokratis dan democratic civilian (masyarakat
sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai civil security; civil responsibility dan civil resilience).

Apabila diurai, kriteria tersebut menjadi tujuh prasyarat masyarakat madani sebagai berikut :

1. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.

2. Berkembangnya modal manusia (human capital) dan modal sosial (social capital) yang
kondusif bagi terbentuknya kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya
kepercayaan dan relasi sosial antar kelompok.

3. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan, dengan kata lain terbukanya
akses terhadap berbagai pelayanan sosial.

4. Adanya hak, kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga-lembaga


swadayauntuk terlibat dalam berbagai forum dimana isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan
publik dapat dikembangkan.

5. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling
menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.

6. Terselenggaranya sistem pemerintahan yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi,


hukum, dan sosial berjalan secara produktif dan berkeadilan sosial.
7. Adanya jaminan, kepastian dan kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang
memungkinkan terjalinnya hubungan dan komunikasi antar mereka secara teratur, terbuka dan
terpercaya.

2.5 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa
Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu
pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat
Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir
pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali. Dalam konteks masyarakat
Indonesia, dimana umat Islam adalah mayoritas, peranan umat Islam untuk mewujudkan
masyarakat madani sangat besar. Kondisi masyarakat Indonesia sangat bergantung pada
kontribusi yang diberikan oleh umat Islam. Peranan umat Islam itu dapat direalisasikan melalui
jalur hukum, sosial-politik, ekonomi, dan yang lain. Sistem hukum, sosial-politik, ekonomi dan
yang lain di Indonesia memberikan ruang kepada umat Islam untuk menyalurkan aspirasinya
secara konstruktif bagi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Permasalahan pokok yang masih
menjadi kendala saat ini adalah kemampuan dan konsistensi umat Islam di Indonesia terhadap
karakter dasarnya, untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara melalui jalur-jalur yang ada. Sekalipun umat Islam secara kuantitatif mayoritas tetapi
secara kualitatif masih rendah, sehingga perlu pemberdayaan secara sistematis. Sikap amar
ma’ruf dan nahi munkar juga masih sangat lemah. Hal itu dapat dilihat dari fenomena sosial yang
bertentangan dengan ajaran Islam, seperti angka kriminalitas yang tinggi, korupsi yang terjadi di
semua sektor, dan kurangnya rasa aman. Jika umat Islam Indonesia benar-benar mencerminkan
sikap hidup yang Islami, pasti bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat dan

sejahtera.

2.5.1 Posisi Umat Islam

SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang unggul. Karena itu dalam
percaturan global baik dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi, belum mampu menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat
Islam lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum mampu
memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di negeri ini bukan hukum
Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-
tokoh Islam belum mencerminkan akhlak Islam.

2.5.2 Kualitas SDM Umat Islam

Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110

Artinya:Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah
menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang
Allah ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas
SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam Al-
Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2.6 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan ekonomi harus
berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau hubungan antara seseorang dengan orang
lain dan penghasilannya yang tidak sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan
yang tidak Islami. Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima
dalam Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Menurut ajaran Islam hak milik mutlak
hanya ada pada Allah. Hal ini berarti hak milik yang ada pada manusia hanya hak milik nisbi atau
relatif. Islam mengakui setiap individu sebagai pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja
dalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu
dalam batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam.

Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni yang pertama adalah tidak
seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain dan yang kedua
adalah tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain dengan tujuan
untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja. Islam memandang umat
manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia adalah sama derajatnya di mata Allah dan di
depan hukum yang diwahyukannya. Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap
seluruh anggota masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya apabila tidak disertai dengan
keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas sumbangan terhadap
masyarakat. Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu’ara ayat
183:

Artinya:

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di
muka bumi dengan membuat kerusakan;

Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan, keadilan ekonomi dan
sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan bertentangan dengan Islam. Akan
tetapi, konsep Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang
keadilan sosial tidaklah menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa
memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan
sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya
dalam masyarakat.

Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan:

Artinya:

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-
orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak
yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka
mengingkari nikmat Allah.

Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai dengan kebutuhannya.
Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya harus
dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah. Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia
untuk mengamalkan sedekah, antara lain Q.S. An-nisa ayat 114:

Artinya:

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang
yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian
di antara manusia. dan barangsiapa yang berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah,
Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar. Dalam ajaran Islam ada dua dimensi
utama hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan Allah dan hubungan
manusia dengan manusia dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan dengan serentak.
Dengan melaksanakan kedua hungan itu hidup manusia akan sejahtrera baik di dunia maupun di
akhirat kelak.

2.7 Etos Kerja Islami

Etos kerja adalah totalitas kepribadian diri dan cara mengekspresika, memandang, meyakini, dan
memberikan makna tentang sesuatu pekerjaan yang mendorong dirinya untuk bertindak dan
meraih amal yang optimal. Etos kerja mencerminkan nilai kerohanian yang membentuk
kepribadian dan terekpresikan melalui sikap dan perilaku produktif. Bagi ummat Islam, sifat etos
kerjanya adalah etos kerja Islami, yang dilandasi oleh ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah.

Al-Qur’an menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik, karena melakukan amar
ma’ruf dan nahi munkar serta beriman kepada Allah (QS. Ali-Imran: 110). Nilai kebaikan ummat
Islam tersebut dapat terealisasi apabila keimanannya menghasilkan amal yang shalih. Oleh
karena itu, Allah akan menilai, siapa yang paling baik amalnya (QS. Hud: 7; QS. Mulk: 2). Islam
memotivasi umatnya untuk berkompetisi dalam kebaikan, memiliki etos kerja yang baik, yang
menentukan nilai hidup di dunia dan konsekuensi di akhirat (QS. al-Baqarah: 148).

Hubungan etos kerja dengan masalah eskatologi adalah balasan di akhirat memberikan kestabilan
(istiqamah) pada setiap pribadi akan kepastian hasil kebaikan dari amal baik yang dilakukan,
yang tidak bergantung pada kerelativan manusia. Menurut Toto Tasmara, etos kerja muslim
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mengahrgai waktu.

2. Memiliki moralitas yang ikhlas

3. Memiliki kejujuran

4. Memiliki komitmen

5. Istiqamah, kuat pendirian


6. Disiplin

7. Konsekuen dan berani menghadapi tantangan

8. Memiliki sikap percaya diri

9. Kreatif.

10. Bertanggung jawab

11. Bahagia karena melayani

12. Memiliki harga diri

13. Memiliki jiwa kepemimpinan

14. Berorientasi ke masa depan

15. Hidup hemat dan efisien

16. Meiliki jiwa wiraswasta

17. Memiliki instink berkompetisi

18. Mandiri

19. Berkemauan belajar dan mencari ilmu

20. Memiliki semangat perantauan

21. Memperhatikan kesehatan dan gizi

22. Tangguh dan pantang menyerah

23. Berorientasi pada produktivitas

24. Memperkaya jaringan silaturahmi

25. Memiliki semangat perubahan


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya

kesejahteraan umat maka kita sebagai generasi penerus supaya dapat

membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain itu, kita juga harus dapat

menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat sekarang

ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita.

Adapun beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi

iniadalah bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan

umat haruslah berpacu pada Al-Qur’an dan Sunnah yang diamanatkan oleh

Rasullullah kepada kita sebagai umat akhir zaman. Sebelumnya kita harus

mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat madani itu dan

bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut, serta

ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani.

Selain memahami apa itu masyarakat madani kita juga harus melihat

pada potensi manusia yang ada di masyarakat. Potensi yang ada di dalam diri

manusia sangat mendukung kita untuk mewujudkan masyarakat madani.

Karena semakin besar potensi yang dimiliki oleh seseorang dalam


membangun agama Islam maka akan semakin baik pula hasilnya. Begitu pula sebaliknya, apabila
seseorang memiliki potensi yang kurang di dalam

membangun agamanya maka hasilnya pun tidak akan memuaskan. Oleh

karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan potensi diri

melalui latihan-latihan spiritual dan praktek-praktek di masyarakat.


3.2 Saran

Diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar

dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu

Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualiatas sumber daya manusia,

potensi, dan juga perbaikan sistem ekonomi. Insya Allah dengan menjalankan

syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat memperbaiki kehidupan

bangsa ini secara perlahan.

Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, semoga di dalam

penulisan ini dapat dimengerti.

Wassalamu’alaikum wr.wrb.
DAFTAR PUSTAKA

1. www. masyarakat-madani-dan-kesejahteraan.html.

2. Suito, Deny. 2006. Membangun Masyarakat Madani. Centre For Moderate

Muslim Indonesia: Jakarta.

3. Suharto, Edi. 2002. Masyarakat Madani: Aktualisasi Profesionalisme

Community Workers Dalam Mewujudkan Masyarakat Yang Berkeadilan.

STKS Bandung: Bandung.

4. Sutianto, Anen. 2004. Reaktualisasi Masyarakat Madani Dalam Kehidupan.

Pikiran Rakyat: Bandung.

5. www.google.com

6. Tim Icce UIN Jakarta. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat

Madani. Prenada Media: Jakarta

7. Aman, Saifuddin. 2000. Membangun Masyarakat Madani. Jakarta: Al

Mawardi Prima.

Anda mungkin juga menyukai