Anda di halaman 1dari 9

Apa itu Tepung jagung, bagaimana proses

pembuatannya?

Tepung jagung
Tepung jagung atau tepung maizena merupakan tepung yang diperoleh dengan cara
menggiling biji jagung, secara bersih dan baik. penggilingan ini merupakan proses awal
pemisahan kulit, endosprem, lembaga dan tip cap.

Endosperm adalah bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki tingkat
karbohidrat yang tinggi. Pada bagian kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga harus
dipisahkan dari indosperm agar tepung tidak berstekstur kasar, sementara lembaga merupakan
biji jagung yang paling tinggi kandingan lemaknya sehingga harus dipisahkan lemak yang
terdapat di dalam lembaga karena dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat
melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap merupakan bagian yang harus dipisahkan
karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka
akan terdapat butir-butir hitam pada tepung.

Biasanya pembuatan tepung jagung dilakukan dengan metode penggilingan kering yang
dilakukan sebanya dua kali. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan
menggunakan multi mill. Hasil dari penggilingan pertama ini berupa grits, kulit lembaga dan tip
cap. Selanjutnya kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan dengan cara mengayak dan
perendaman. Berikutnya, grits jagung yang didapatkan dari penggilingan kasar dicuci dan
direndam dalam air selama 3 jam. Tujuan perendaman ini dilakukan adalah untuk membuat
grits jagung terlalu keras dengan begitu akan memudahkan proses penggilingna grits jagung.
Penggilingan tahap kedua yang penggilingan grits jagung menggunakan disc miil (penggilingan
halus) menghasilkan tepung jagung. Tepung jagung ini selanjutnya diayak dengan
menggunakan pengayak berukuran 100 mesh. Komponen terbesar dalam tepung jagung
adalah pati. Berdasarkan hasi penelitian kadar pati tepung jagung adalah 68,2%.

Pati Jagung

Pati merupakan butiran-butiran kecil yang biasa disebut sebagai granula. Bentuk & ukuran
granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karenanya dapat digunakan sebagai
identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula,
lokasi hilum, serta permukaan granulanya.
Pati dapat dimanfaatkan untuk berbagai olahan produk makanan, salah satunya adalah mie
jagung. Untuk membuat mie jagung, terlebih dahulu mengetahui sifat dari pati ini. Pati berperan
penting dalam pengolahan pangan terutama karena mensuplai kebutuhan energi manusia di
dunia dengan porsi yang tinggi.

Pati tidak larut dalam air dingin & akan membentuk massa pasta yang padat dan keras bila
dicampur dengan air dingin. Oleh karenanya pati sangat sulit dijadikan massa adonan yang
nantinya mengalami pencetakan.

Sifat pati jagung berbeda dengan tepung jagung atau biasa dikenal dengan sebutan ​tepung
maizena​ yang merupakan produk utama dari industri penggilingan jagung dengan teknik basah.

Pati jagung dan tepung jagung memiliki kandungan bahan yang berbeda dimana tepung jagung
memiliki bahan kimia yang masih lengkap. Perbedaan yang signfikan terlihat pada kandungan
protein, lemak, dan kadar abu. Perbedaannya pada tepung jagung masih lengkap, sementara
pada pati jagung sudah dipisahkan serta sebagian hilang pada proses pencucian. Pati tersusun
paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu, amilosa, amilopektin, dan material antara seperti
protein dan lemak. Umumnya pati mengandung sekitar 12-30# amilosa, 75-80% amilopektin
dan 5-10% material antara. Sturuktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda
tergantung pada sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dapat disimpulkan
bawah biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan dengan pati batang
dan pati umbi.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan Q-glikosidik, yang banyak terdapat pada
tumbuhan terutama pada biji-biji, & umbi-umbian. Sifat dari berbagai pati tidak sama, tergantung
pada panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang.

Umumnya pati memiliki sifat yang dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah
mikroskop akan terlihat berwarna hitam putih. Sifat ini disebut sebagai birefiringence . Pada
waktu granula pati berwarna putih, mengkilap, tidak berbau atau breasa. Secara mikroskop
akan terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk
lapisan-lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk tidak
beraturan demikian juga umurnya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung
pada sumber patinya. Untuk pati jagung memiliki diameter berkisar antara 21-96 μ ​ , kentang
​ m
15 - 10 ​μ​m, ubi jalar 15-55 ​μm
​ tapioka 6-36 ​μm
​ , gandum 3 3- 38 ​μ​m dan beras 3- 9 ​μ​m.

1. Amilosa

Amilosa merupakan homoglobin D-glukosa dengan ikatan ​β-​(1,4) dari struktur cincin piranosa.
Amilosa biasanya dikatakan sebagai bagian linier dari pati, meskipun sebenarnya bila
dihidrolisis dengan ​β​-amilase pada beberapa jenis pati tidak dapat diperoleh hasil yang
sempurna. ​β​-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan
memutuskan ikatan ​β-​(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa.

Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode ekstraksi yang
digunakan. Secara umum, amilosa yang diperoleh dari umbi-umbian dan pati batang
mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa dari pati biji-bijian.
Kemampuan amilosa untuk berinteraksi dengan iodine membentuk kompleks berwarna biru
merupakan cara untuk mendeteksi adanya pati.

2. Amilopektin

Amilopektin merupakan polimer yang mempunyai ikatan -(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan
ß-(1,6) pada titik percabangannya. Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4-5 persen
dari keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin (Hodge dan Osman, 1976). Cabang-cabang
amilopektin lebih banyak dari pada amilosa. Amilopektin terdiri dari 300- 500 unit glukosa,
namun glukosa yang dihubungkan dengan ikatan rantai -1,4 hanya sekitar 25-30 unit (Hoseney,
1998). Amilopektin dan amilosa dapat dipisahkan dengan cara melarutkannya dalam air panas
di bawah suhu gelatinisasi. Fraksi terlarut dalam air panas adalah amilosa dan fraksi tidak larut
adalah amilopektin. Pada pati serealia, amilopektin merupakan elemen dari struktur kristal.

3. Granula Pati

Granula pati mempunyai ukuran diameter 3-26 m, namun rata-rata ukuran granula pati jagung
adalah 15 m. Pati dengan ukuran granula besar mempunyai ketahanan terhadap panas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pati dengan granula yang berukuran kecil. Pengamatan
dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry) menunjukkan bahwa pati dengan ukuran kecil
mempunyai suhu awal gelatinisasi lebih rendah dibandingkan dengan pati yang berukuran
granula lebih besar (Wirakartakusumah, 1981). Dalam pembuatan mi jagung dengan bahan pati
kasar, ukuran partikel pati kasar akan berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi.

Secara mikroskopik, dalam granula pati campuran molekul berstruktur linier dan bercabang
tersusun membentuk lapisan-lapisan tipis yang berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela
tersebut tersusun terpusat mengelilingi titik awal yang disebut hilus atau hilum. Penampakan
cincin atau lamela pada granula pati adalah akibat dari pengendapan lapisan molekul pati yang
terjadi pada waktu yang berlainan dan tidak sama kadarnya. Di dalam Hodge dan Osman
(1976) menjelaskan bahwa ikatan paralel terbentuk antara molekul linier yang berdekatan atau
dengan cabang yang terluar dari molekul bercabang. Ikatan ini dihubungkan dengan ikatan
hidrogen, menghasilkan daerah kristalisasi atau misela. Daerah yang kurang padat yang
disebut daerah amorf mudah dimasuki air. Misela menyebabkan granula pati memiliki sifat
birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan cahaya terpolarisasi
sehingga akan tampak seperti susunan kristal hitam putih di bawah mikroskop.

Letak hilum dalam granula pati ada yang ditengah dan ada yang ditepi. Granula pati dari
golongan tanaman Graminae (beras, jagung, dan gandum) mempunyai hilum yang terletak
ditengah, sedangkan pada granula pati kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi.
Bentuk butir pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf.
Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim sedangkan amorf sifatnya labil
terhadap asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa
merusak struktur pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1976). Sampai saat ini diduga
bahwa amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal
dari granula pati.

Jenis pati Ukuran granula (µm) Bentuk granula

Padi 3-8 Poligonal

Gandum 20-35 Lentikular atau bulat

Jagung 15 Polihedral atau bulat

Sorgum 25 Bulat

Rye 28 Lentikular atau bulat

Barley 20-25 Bulat atau elips


Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa.
Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk
lapisan-lapisan tipis yang tersusun terpusat. Bentuk dan ukuran granula bervariasi tergantung
jenis patinya (Tabel 2) (Hodge dan Osman, 1976).

4. Proses Ekstraksi Pati

Pati jagung komersial dihasilkan dari jagung pipil dengan metode penggilingan basah.
Penggilingan basah menghasilkan empat komponen dasar yaitu: pati, lembaga, serat, dan
protein. Keempat komponen tersebut dapat diolah menjadi produk-produk seperti dekstrin, sirup
glukosa, pakan ternak, minyak jagung, dan lain-lain (Corn Refiner Association, 2007).
Tahap-tahap pembuatan pati dengan metode penggilingan basah meliputi penanganan pasca
panen jagung (pengeringan dan penyimpanan), pembersihan, perendaman, dan pemisahan
komponen-komponen kernel jagung. Tahap pemisahan kernel jagung dibagi lagi menjadi tahap
penggilingan kasar dan pemisahan lembaga, penggilingan halus dan pemisahan serat,
pemisahan dan pemurnian pati, dan terakhir tahap starch finishing (Johnson dan May, 2003).

Jagung yang berasal dari ladang dikeringkan dan disimpan dalam silo. Faktor yang harus
diperhatikan selama penyimpanan adalah kadar air jagung. Kadar air yang aman untuk
penyimpanan jangka panjang adalah sekitar 15% atau kurang. Jagung yang disimpan harus
telah memenuhi syarat mutu yang ditentukan. Menurut Johnson dan May (2003), faktor yang
diperhatikan dalam pemilihan mutu jagung adalah daya simpan dan penampilan (bobot, adanya
materi asing atau kontaminan, dan total kernel yang rusak).

Jagung yang lolos inspeksi memasuki tahap pembersihan. Pada tahap ini jagung dibersihkan
dari kotoran dan kontaminan asing (sekam batu, pecahan kernel, bagian tubuh serangga, pasir,
logam dan lain-lain). Tahap selanjutnya adalah perendaman. Jagung direndam dalam air yang
telah dicampur SO2 dengan konsentrasi tertentu (0.12-0.2%). Perendaman dilakukan selama
22-50 jam (umumnya 30-36 jam) pada suhu 52 0C. Selama perendaman, air akan berdifusi ke
dalam kernel meningkatkan kadar air dari 15% menjadi 45%. Difusi air menyebabkan ukuran
kernel membengkak dua kali ukuran semula, melunakkan kernel dan memudahkan pemisahan
pada tahap selanjutnya. Air sisa perendaman dievaporasi hingga mencapai 40-50% padatan,
dicampur serat jagung, dikeringkan dan dijual sebagai corn gluten feed atau sebagai
fermentation enhancer

Menurut Johnson dan May (2003) penggunaan SO2 sangat penting karena SO2 sebagai agen
pereduksi mampu memecah ikatan disulfide matriks protein yang membungkus granula pati,
sehingga dapat membebaskan granula pati. Selain itu SO2 mampu menciptakan kondisi yang
menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri asam laktat (lactobacillus). Asam laktat yang
dihasilkan bakteri asam laktat dapat membantu pemisahan pati dan meningkatkan jumlah pati
yang dihasilkan. Asam laktat dapat meningkatkan pelunakkan biji, melarutkan protein
endosperm, dan melemahkan dinding sel endosperm
Tahap pemisahan kernel dimulai dengan penggilingan kasar dan pemisahan lembaga. Sebelum
lembaga jagung dipisahkan menggunakan hydroclone, jagung terlebih dahulu digiling kasar
untuk memecah kernel tanpa memecah lembaga. Selama perendaman, lembaga jagung
menjadi lebih elastis, sehingga diharapkan tidak akan pecah dengan penggilingan kasar.
Selanjutnya lembaga dipisahkan dari pecahan kernel jagung dalam hydroclone berdasarkan
perbedaan berat jenis. Larutan kernel jagung dan lembaga dari penggilingan kasar dipompa
masuk ke hydroclone. Dalam hydroclone larutan lembaga dan kernel jagung teraduk oleh
hembusan angin yang diberikan dan mendapat gaya sentrifugal. Lembaga akan terdorong
keatas dan pecahan kernel jagung terpisah kebawah. Lembaga yang terpisah dicuci,
dihilangkan kadar airnya dengan pengepresan, dikeringkan hingga kadar air 3% dan kemudian
didinginkan. Lembaga yang dikeringkan bisa diolah lebih lanjut untuk ekstraksi minyak jagung.

Tahap pemisahan dan pemurnian pati dari mill starch dilakukan berdasarkan perbedaan berat
jenis pati dan gluten. Gluten memiliki densitas yang lebih rendah dibandingkan pati. Mill starch
dialirkan dalam sentrifuse, sehingga gluten mengambang lalu dipompa ke lini pakan. Pati
dengan sisa protein sekitar 1-2% dilarutkan lalu dicuci 8 sampai 14 kali. Pelarutan dan
pencucian yang berulang di dalam hydroclone digunakan untuk menghasilkan pati berkualitas
tinggi dengan sisa protein yang sangat rendah. Pati dengan kualitas baik memiliki tingkat
kemurnian lebih dari 99.5%. Sebagian pati dikeringkan untuk dijual sebagai pati tak
termodifikasi, sebagiannya lagi dijual sebagai pati yang sudah dimodifikasi atau mengalami
proses lanjutan menjadi dekstrin dan sirup glukosa (Corn Refiner Association, 2007). Tahap
starch finishing dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Lumpur pati bisa langsung
dikeringkan atau diberi perlakuan dengan beberapa senyawa kimia seperti pemutih atau asam
(memodifikasi sifat protein) untuk memenuhi kebutuhan konsumen

Mi Jagung
Pembuatan mi jagung baik mi jagung basah maupun mi jagung kering telah dilakukan beberapa
kali penelitian. Dengan desain proses dan formulasi yang berbeda untuk membentuk mi jagung
yang terbaik dilihat dari sifat fisik mi maupun dari sifat kimia mi jagung itu sendiri. Selain itu
penelitian pembuatan mi jagung yang terdahulu juga menggunakan bahan baku berupa tepung
jagung dan pati jagung.

Proses pembuatan mi basah dari tepung jagung terdiri atas pencampuran bahan-bahan,
pengukusan, pengulian, pencetakan (pressing, slitting, dan cutting) dan perebusan. Proses
pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan dalam pembuatan
mi. Selain itu, proses pencampuran bertujuan untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung
sehingga adonan tidak membentuk gumpalan. Keseragaman distribusi partikel mempengaruhi
waktu penetrasi air ke dalam granula pati. Proses pengukusan bertujuan untuk membentuk pati
tergelatinisasi yang akan berperan sebagai zat pengikat dalam proses pembentukan lembaran
mi. Sedangkan proses pembuatan mi jagung kering terdiri dari pencampuran, pengukusan
pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, dan pengeringan.
Juniawati (2003) membuat mi jagung instan dari bahan tepung jagung. Pada penelitian ini
dilakukan penentuan formulasi yang akan dioptimasi. Tepung jagung, air, garam 1% adalah
formulasi mi jagung instan yang akan dibuat. Perbandingan tepung jagung dengan air yang
digunakan adalah 1 : 3 /4 sampai dengan 1 : 1 ¼ . Waktu pengukusan pertama dilakukan mulai
dari 10 menit sampai dengan 50 menit. Dari kesemua proses dan formulasi yang dilakukan
dihasilkan desain proses yang terbaik berupa perbandingan tepung jagung dan air sebesar 1:1,
dengan penggunaan waktu pengukusan pertama selama 10 menit dan pengukusan kedua
selama 30 menit. Pengukusan selama 10 menit ini didukung oleh penggunaan baking powder
yang dapat mempersingkat waktu pengukusan pertama. Hal ini disebabkan dengan
penambahan baking powder maka penetrasi panas yang diterima oleh bahan lebih cepat
sehingga proses gelatinisasi pun dapat berlangsung lebih cepat.

Budiyah (2004) melakukan penelitian mi jagung instan dengan memodifikasi formulasi dari
penelitian Juniawati (2003). Dalam penelitian ini tepung jagung digantikan dengan tepung
maizena dan gluten meal. Beberapa parameter proses juga diubah untuk mendapatkan hasil
yang optimal misalnya pada jumlah air yang ditambahkan, kendali waktu pengukusan, serta
ditambahkannya bahan pengikat lain berupa CMC. Formulasi terbaik yang dihasilkan berupa
perbandingan air dengan pati dan CGM 3 /4 : 1 dan penambahan CMC sebesar 1%. Formulasi
ini menghasilkan adonan yang mudah diuleni, hasil rehidrasi bagus, cooking loss sedikit, mi
tidak terlalu kenyal. Proses pembuatannya dilakukan pencampuran pati yang tergelatinisasi
dengan pati yang tidak tergelatinisasi.

Fadlillah (2005) mencoba memodifikasi penelitian Budiyah (2004) berupa pengukusan seluruh
bagian adonan dengan waktu pengukusan yang berbeda-beda. Selain itu dilakukan
penambahan protein gluten terigu tetap dikombinasikan dengan penambahan Corn Gluten Meal
(CGM), dengan total penambahan 10% dari adonan serta penambahan guar gum dengan
konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan
cooking loss

Rianto (2006) melakukan penelitian pembuatan mi basah jagung. Pada penelitian ini formula mi
basah yang akan dioptimasi terdiri atas tepung jagung 100 gram, air 30 ml, garam 1% (1gram),
dan baking powder 0,3% (0,3 gram). Adonan yang dihasilkan pada penambahan air 30 ml
memiliki sifat mudah dibentuk menjadi lembaran mi, tidak lengket dan untaian mi yang
dihasilkan seragam. Hasil pengukuran sifat fisik mi basah menunjukkan bahwa mi basah jagung
dengan formula dan desain proses terbaik pada penelitian ini adalah mi basah dengan waktu
pengukusan 7 menit. Hal ini didasarkan pada karakteristik mi basah matang yang tidak terlalu
keras dan tidak terlalu lengket, memiliki nilai KPAP yang terkecil dan nilai elongasi yang cukup
besar.

Soraya (2006) melakukan penelitian pembuatan mi jagung basah yang memodifikasi proses
dengan mencampurkan tepung terpregelatinisasi dengan tepung yang tidak terpregelatinisasi.
Perbandingan yang optimum adalah 70:30. Pada level ini adonan tidak lengket di mesin mi dan
mi yang dihsilkan tidak mudah patah. Selain itu waktu perebusan yang optimum adalah 1.5
menit dan penambahan guar gum sebesar 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam
mengurangi kelengketan dan cooking loss mi jagung.

Kurniawati (2006) melakukan penelitian mi jagung basah yang menggunakan bahan dari pati
jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Pada penelitian ini dilakukan modifikasi proses seperti
yang dilakukan oleh Budiyah (2004) dengan mencampurkan pati yang tergelatinisasi dan pati
yang tidak tergelatinisasi. Penentuan desain proses meliputi penentuan jumlah air, waktu
pengukusan, urutan pencampuran bahan dan waktu perebusan yang tepat. Jumlah air, waktu
pengukusan dan waktu perebusan yang optimum pada penelitian ini berturut-turut adalah 30%,
3 menit dan 2.5 menit. Perbaikan desain proses untuk mengurangi KPAP dilakukan dengan
menambahkan bahan tambahan (garam, baking powder, CMC) kedalam pati yang
digelatinisasi. Upaya perbaikan karakteristik fisik (elongasi mi) dilakukan dengan substitusi
sebagian adonan yang dikukus dengan pati kacang hijau. Hasil yang optimum ditunjukkan oleh
substitusi maizena oleh pati kacang hijau 5%. Perbaikan KPAP mi formulasi terpilih dilakukan
dengan penambahan guar gum 1%. Untuk lebih lengkapnya, beberapa hasil penelitian mi
jagung dilampirkan dalam Lampiran 1.

Proses Penggandaan Skala

Produk pangan secara khusus mulai terbentuk dari resep yang berada di dapur. Setiap kali
memperoleh kepuasan dalam pembuatan produk, maka biasanya terdapat keinginan untuk
membuat produk yang sama dengan jumlah yang lebih besar. Produk pangan yang akan dibuat
dalam skala besar ini meliputi skala besar untuk resep, pengemasan, distribusi dan penjualan
(Scott, 2007). Penggandaan skala merupakan tindakan menggunakan hasil yang diperoleh dari
laboratorium untuk mendesain prototipe dan proses sebuah pilot plant. Langkah pertama dalam
pengembangan sebuah produk pangan baru untuk kebutuhan sehari-hari adalah
mendefinisikan proses yang dibutuhkan untuk membuat produk. Dalam beberapa kasus,
terdapat banyak produk yang telah diproduksi pada skala kecil dan para pengusaha
menginginkan untuk memperbesar skala proses untuk menyediakan jumlah produksi yang lebih
besar. Salah satu perangkat yang berguna dalam hal ini adalah pengembangan diagram aliran
proses. Diagram ini menunjukkan laju produksi yang diinginkan dan materi yang dibutuhkan
pada setiap tahapan proses. Kebutuhan peralatan ditunjukkan secara skematis pada diagram
yang berguna bagi para ahli teknik dalam menghitung biaya dan menyeleksi serta mengukur
peralatan untuk proses (Hulbert, 1998)

Langkah kedua adalah memecahkan masalah yang masih terdapat dalam proses perbesaran
skala. Kebutuhan ini memerlukan uji coba terhadap peralatan penting di dalam laboratorium
pilot plant. Berdasarkan proses dan tingkat produksi yang diinginkan, perbesaran skala
merupakan proses yang cukup sulit untuk diaplikasikan. Makanya perlu dilakukan
percobaanpercobaan yang bersifat kontinyu. Percobaan-percobaan ini dibutuhkan untuk
menentukan parameter optimum untuk skala besar dan untuk menentukan desain peralatan
yang akan dimodifikasi. Selain itu, percobaan juga dilakukan karena didalam produk pangan
sendiri terdapat interaksi kimia dan fisik yang bersifat kompleks (Scott, 2007). Maka daripada
itu, pengetahuan dasar tentang interaksi kimia fisik diantara komponen produk penting untuk
dipahami. Apabila tidak diperhatikan sifat kimia dan fisik, kemungkinan besar akan terjadi
kerusakan produk terutama pada formulasi yang digunakan. Percobaan dilakukan terhadap
fasilitas-fasilitas yang tersedia di dalam laboratorium skala pilot plant. Beberapa peralatan akan
membantu dalam penentuan ukuran dan ciri-ciri peralatan yang dibutuhkan atau spesifikasi alat
yang akan menjadi referensi untuk pembelian (Hulbert, 1998)

Untuk dapat melakukan penggandaan skala perlu adanya pengembangan produk dan servis
yang terintegrasi. Diantaranya yaitu pengembangan produk (sumber dan formulasinya), menguji
unit operasi, mengembangkan kinerja kerja dari spesifikasi alat, dan menentukan titik kritis
proses (Guelph Food Technology Centre, 2007). Produk pangan yang ditingkatkan skalanya
akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk aslinya. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan rasa, tekstur, aroma dan penampakan secara visual. Proses skala besar
tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan produk aslinya, akan tetapi akan
menghasilkan produk yang menyerupai produk aslinya (Scott, 2007). Proses perbesaran skala
membutuhkan kekuatan analisis dalam menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan.
Beberapa analisis tersebut diantaranya analisis terhadap kondisi operasi, kondisi desain dan
proses optimum. Metode untuk melakukan proses peralihan akan dikembangkan dan
diujicobakan sebagai kerja praktek. Data dan info-info yang berhubungan lainnya akan berguna
untuk ketelitian proses yang dilakukan dalam skala pilot plant (The Center for Professional
Advancement, 2007).

Tahap pilot plant merupakan tahap pertengahan penelitian atau pembuatan produk sebelum
masuk kedalam produksi lebih besar. Tahap pilot plant ini merupakan jembatan yang dapat
membantu produksi skala besar karena skala produksi besar terlalu sulit dilakukan apabila
mendesain proses pangan mulai dari skala laboratorium. Tahap pilot plant dapat mengevaluasi
hasil dari laboratorium dalam pembuatan produk, mengkoreksi dan mengembangkan proses.
Selain itu, tahap pilot plant juga dapat menyediakan informasi yang digunakan untuk mengambil
keputusan dalam pengembangan proses skala besar (Harper, 2007)

Penggandaan skala merupakan proses menantang yang membutuhkan suatu perencanaan


matang, fleksibel dan pendekatan yang konsisten untuk meraih keberhasilan. Oleh karena itu,
pergerakan produk dari tahap ke tahap akan menjadi lebih kompleks jika dijalankan dalam skala
besar ini. Makanya perlu ada langkah yang harus diperhatikan dalam produksi skala besar,
yaitu diantaranya menentukan produk dan acuan paket. Hal ini termasuk definisi produk, ukuran
dan tipe paket yang diinginkan serta laju produksi. (Scott, 2007).

Anda mungkin juga menyukai