Disusun oleh:
Irmadella Rana N 18.I1.0034
Wynetta Mileina 18.I1.0099
Firman Arief Putra 18.I1.0121
Sheila Ratna 18.I1.0141
Lucia Ivana 18.I1.0165
Kelompok A1
2019
1. ACARA
Praktikum kekuatan gel gelatin dilakukan pada hari Rabu, 20 Maret 2019 pada pukul
15.00, dan dilanjutkan dengan pengamatan pada keesokan harinya, Kamis, 21 Maret
2019 pada pukul 14.30. Praktikum dilaksanakan di dalam Laboratorium Ilmu Pangan
Unika Soegijapranata. Pelaksanaan praktikum ini dilakukan oleh 6 kelompok dari kloter
A. Asisten dosen yang bertugas dalam bab kekuatan gel gelatin adalah Josephine
Claretta dan Catharina Santi. Pada praktikum ini dilakukan pengujian pengaruh
konsentrasi gelatin (kelompok A1), pH (kelompok A2), konsentrasi sukrosa (kelompok
A3), dan enzim proteolitik (kelompok A4) terhadap karakteristik gel gelatin dan
pengujian efek enzim in situ terhadap kekuatan gel dari gelatin (kelompok A5 dan A6).
Bahan utama yang digunakan dalam praktikum yaitu serbuk gelatin, nanas matang, dan
puree nanas mentah. Pengujian dalam praktikum hari Rabu meliputi setting time,
liquefying time, outflow time. Sementara pada hari Kamis dilakukan pengamatan visual
dan pengukuran kekuatan gel menggunakan alat Texture Analyzer.
2. TUJUAN PRAKTIKUM
1
3. MATERI & METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah stopwatch, pipet volume, pompa
pilleus, tabung reaksi, rak tabung reaksi, custard cup, beaker glass 1000 ml, pengaduk,
termometer, Texture Analyzer, pH meter, dan pipet tetes.
3.1.2. Bahan
3.1.2.1. Acara : Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap
Karakteristik Gel Gelatin (kelompok A1-A4)
Bahan-bahan yang digunakan untuk subbab ini adalah gelatin 200 gram, HCl 3M,
NaOH 2M, sukrosa 70 gram, aquades, dan enzim proteolitik menggunakan 0,1 gram
nanas matang.
3.1.2.2. Acara : Efek Enzim In Situ terhadap Kekuatan Gel dari Gelatin
(kelompok A5-A6)
3.2. Metode
3.2.1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel
Gelatin
3.2.1.1. Pengaruh Konsentrasi* (kelompok A1)
Sebanyak 24 g gelatin ditambahkan dalam 62,5 ml air dingin (25% volume total),
kemudian ditambahkan air mendidih hingga volume mencapai 250 ml, sehingga
diperoleh 6% solusi gelatin. Dari solusi tersebut dibuat seri pengenceran gelatin
2
3
meliputi konsentrasi 3%, 1,5%, dan 0,5%. Gelatin konsentrasi 3% dibuat dengan cara
mencampurkan 100 ml gelatin 6% dalam 100 ml aquades. Gelatin konsentrasi 1,5%
dibuat dengan 50 ml gelatin 6% dicampurkan dengan 100 ml aquades. Gelatin
konsentrasi 0,5% dapat diperoleh dengan 16,7 ml gelatin 6% dicampurkan dengan 100
ml aquades.
Sebanyak 18,75 g gelatin didispersikan pada 250 ml (25% volume total) air dingin, lalu
ditambahkan air mendidih hingga volume mencapai 1000 ml dan diperoleh solusi
gelatin. Solusi gelatin dibagi menjadi 5 bagian yang sama. Masing-masing solusi dibuat
hingga mencapai pH 1, 5, 6, 7, dan 12 secara berturut-turut dengan cara menambahkan
larutan HCl atau NaOH.
Solusi gelatin yang telah disiapkan dituangkan ke dalam custar cup dalam keadaan
masih hangat. Custard cup dimasukkan dalam refrigerator hingga terbentuk gel dan
dapat diamati tekstur gel (bloom test). Masing-masing solusi dituangkan sebanyak 10 ml
4
12,5 g sukrosa, 7 ml konsentrat jus jeruk, 23 ml air es, dan 1 ml lemon juice ke dalam
dispersi tersebut. Sampel kontrol tidak menerima penambahan apa pun. Untuk
kelompok A5, dispersi gelatin dibuat seperti kontrol namun dengan penambahan 20 g
puree pepaya matang kemudian diaduk rata. Untuk kelompok A6, dispersi gelatin
dibuat seperti kontrol namun dengan penambahan 20 g puree pepaya mentah dan diaduk
rata. Kemudian, sampel didiamkan selama kurang lebih 24 jam pada suhu refrigerator.
Gel yang telah terbentuk diamati secara visual dan dilakukan pengukuran kekuatan gel
dengan Texture Analyzer.
Pengamatan dan pengambilan foto dilakukan terhadap perubahan gel yang terjadi secara
visual (warna & endapan) pada setiap sampel setelah di refrigerator. Kemudian
dilakukan persiapan alat Texture Analyzer untuk mengukur kekuatan gel (gel strength).
Persiapan diawali dengan pemasangan plat dudukan dan ball probe. Lalu, Texture
Analyzer dan komputer dinyalakan dan dilakukan setting alat. Pengukuran kekuatan gel
dilakukan dengan cara meletakkan sampel yang berada dalam wadah custard cup di plat
dengan posisi tepat di bawah ball probe. Setelah setting dilakukan pada komputer,
“OK” ditekan. Hasil yang muncul pada komputer dicatat.
4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel
Gelatin
4.1.1. Tabel Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan efek konsentrasi, sukrosa, pH, dan enzim terhadap karakteristik gel
gelatin dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel Gelatin
Outflow*time Setting time Liquefying Bloom test
Perlakuan
(detik) (menit) time (menit) (gf)
Konsentrasi gelatin 6% 6,49 1,25 37,43 158,09
3% 3,02 7,36 11,23 55,242
1,5% 2,42 8,27 8,15 30,017
0,5% 2,35 47,22 6,00 11,864
pH 1 6,90 43,35 9,00 8,0743
5 6,73 37,51 33,00 12,823
6 7,00 63,53 22,30 13,394
7 6,67 37,46 13,29 13,797
12 7,43 69,28 11,00 13,123
Konsentrasi gula 0M 2,24 5,10 7,25 12,000
0,05 M 2,42 24,14 7,20 11,748
0,1 M 2,50 21,55 5,30 13,113
0,2 M 2,16 19,33 5,00 10,823
Enzim proteolitik 2,33 41,35 6,15 2,4940
* diambil dari rata-rata 3 kali ulangan
Pada Tabel 1. dapat dilihat hasil pengujian berupa outflow time, setting time, liquefying
time dan bloom test pada beberapa tingkat perlakuan konsentrasi gelatin, pH,
konsentrasi gula dan enzim proteolitik. Pada perlakuan konsentrasi gelatin, konsentrasi
berbanding lurus dengan kenaikan outflow time, liquefying time, dan bloom test.
Namun, berbanding terbalik dengan setting time. Pada perlakuan pH, outflow time dan
setting time terlama dimiliki pH 12, liquefying time terlama dimiliki pH 5, dan bloom
test tertinggi dimiliki pH 7. Pada perlakuan konsentrasi gula, outflow time terlama dan
bloom test tertinggi dimiliki konsentrasi 0,1 M, setting time terlama dimiliki konsentrasi
0,05 M, liquefying time terlama dimiliki konsentrasi 0 M. Sementara, pada perlakuan
enzim proteolitik waktu terlama terjadi ketika setting time, dan waktu tercepat ketika
outflow time, serta memiliki nilai bloom test sebesar 2,4940 gf.
6
7
5
(detik)
4
3 3.02
2.35 2.42
2
1
0
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin
Pada Grafik 1. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap outflow time.
Outflow time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi gelatin 6%, sedangkan outflow time
terendah dimiliki oleh konsentrasi gelatin 0,5%.
30
20
10 8.27 7.36
0 1.25
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin
Pada Grafik 2. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap setting time.
Seting time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi gelatin 0,5%, sedangkan setting time
terendah dimiliki oleh konsentrasi gelatin 6%.
8
30
25
20
15
10 11.23
8.15
5 6
0
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin
120
100
80
60 55.242
40
30.017
20
11.864
0
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin
Pada Grafik 4. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap bloom test.
Bloom test tertinggi dimiliki oleh konsentrasi gelatin 6%, sedangkan bloom test
terendah dimiliki oleh konsentrasi gelatin 0,5%.
9
pH vs outflow time
7.6
7.4 7.43
7.2
Outflow time
(detik)
7 7
6.9
6.8
6.73 6.67
6.6
6.4
6.2
1 5 6 7 12
pH
Pada Grafik 5. ditunjukkan adanya pengaruh pH terhadap outflow time. Outflow time
tertinggi dimiliki oleh pH 12, sedangkan outflow time terendah dimiliki oleh pH 7.
pH vs setting time
80
69.28
Setting time(menit)
60 63.53
40 43.35
37.51 37.46
20
0
1 5 6 7 12
pH
Pada Grafik 6. ditunjukkan adanya pengaruh pH terhadap setting time. Setting time
tertinggi dimiliki oleh pH 12, sedangkan outflow time terendah dimiliki oleh pH 7.
10
pH vs Liquefying time
35
33
30
Liquefying time (menit)
25
22.3
20
15
13.29
10 11
9
5
0
1 5 6 7 12
pH
pH vs Bloom test
16
14 13.394 13.797
12.823 13.123
12
Bloom test (gf)
10
8 8.0743
6
4
2
0
1 5 6 7 12
pH
Pada Grafik 8. ditunjukkan adanya pengaruh pH terhadap bloom test. Bloom test
tertinggi dimiliki oleh pH 7, sedangkan outflow time terendah dimiliki oleh pH 1.
11
2.5 2.5
2.4 2.42
2.3
2.24
2.2
2.16
2.1
2
1.9
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa
Pada Grafik 9. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap outflow time.
Outflow time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,1 M, sedangkan outflow time
terendah dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,2 M.
25 24.14
Setting time (menit)
21.55
20 19.33
15
10
5 5.1
0
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa
Pada Grafik 10. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap setting
time. Setting time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,05 M, sedangkan setting
time terendah dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0 M.
12
7
6
5 5.3 5
4
3
2
1
0
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa
10
8
6
4
2
0
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa
Pada Grafik 12. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap bloom test.
Bloom test tertinggi dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,1 M, sedangkan bloom test
terendah dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,2 M.
13
Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa pada kedua perlakuan kontrol dihasilkan gel yaitu
tidak ada endapan dan gel berwarna kuning, kuning tua untuk kontrol 1 dan kuning
muda kontrol 2. Kekuatan gel kontrol 1 adalah 2,4598 gf dan sifat gel sangat kenyal,
sedangkan pada kontrol 2 tidak terbentuk gel. Sementara pada perlakuan penambahan
puree nanas matang maupun mentah hasilnya tidak terbentuk gel. Penambahan puree
nanas matang dihasilkan sampel yang tidak ada endapan dan berwarna kuning tua,
sementara sampel yang ditambahkan dengan puree nanas mentah juga tidak terbentuk
endapan dan berwarna kuning muda.
5. PEMBAHASAN
Pada industri pangan, gelatin dapat digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling),
pengental (thickening) dan penstabil (stabilizing) (Glicksman, 1969). Sifat gelatin yaitu
padat tidak berasa, tidak berwarna, tembus cahaya dan dapat berubah secara reversible
(berubah bentuk dari sol menjadi gel). Karena sifatnya yang reversible maka saat ada
penambahan gelatin, produk akan mengembang di dalam air dingin, dapat membentuk
film sehingga dapat melindungi sistem koloid (Setiawati, I. H.,2008).
Pada pembuatan gelatin pada pengujian pengaruh konsentrasi, pH, sukrosa, dan enzim
dilakukan penambahan air dingin lalu air panas. Penambahan air dingin bertujuan untuk
proses hidrasi pada granula sehingga granula akan menggelembung. Setelah
penambahan air dingin diikuti dengan penambahan air panas yang bertujuan untuk
melarutkan partikel yang menggelembung tersebut sehingga terbentuk solusi (Finch &
Jobling, 1977). Penambahan air panas membuat gelatin mengalami pembukaan ikatan-
ikatan pada molekul gelatin, molekul tersebut mengurai dan membentuk ikatan silang
antara molekul yang berdekatan, sehingga terbentuk solusi gelatin (Murtiningsih et al.,
2018). Menurut Weaver & Daniel (2005) Viskositas dari sol protein seperti gelatin
beragam karena beberapa faktor, seperti ukuran molekul, bentuk molekular, suhu,
derajat hidrasi, konsentrasi,dan pH.
5.1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel
Gelatin
Pada Tabel 1. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap setting time,
outflow time, liquefying time dan nilai bloom test. Semakin tinggi konsentrasi gelatin
maka semakin cepat setting time yang diperlukan. Jika konsentrasi gelatin tinggi maka
setting time rendah Daniel (2010). Namun, berbanding terbalik dengan liquefying time
dan outflow time. Pada konsentrasi gelatin tinggi maka semakin banyak molekul protein
yang membentuk jaringan tiga dimensi sehingga semakin banyak dan cepat air
terperangkap. Akibatnya waktu pembentukkan gel akan semakin cepat. Namun ketika
konsentrasi gelatin rendah maka molekul yang berinteraksi untuk mencapai jaringan
tiga dimensi semakin lama, sehingga penyerapan air juga semakin lama. Selain itu
14
15
konsentrasi gelatin yang tinggi akan menghasilkan outflow time dan liquefying time
yang lambat karena konsentrasi gelatin yang tinggi menyebabkan ikatan antar molekul
gelatin semakin kuat sehingga gel akan semakin sulit untuk mengalir Fardiaz (1989).
Pada uji uji bloom test (kekuatan gel) didapatkan hasil pengujian semakin tinggi
konsentrasi, maka hasil texture analyzer yang semakin besar. Hasil ini membuktikan
bahwa pada konsentrasi gelatin yang tinggi menyebabkan kekuatan dari gel meningkat
akibat molekul protein yang membentuk struktur tiga dimensi semakin banyak (Fardiaz,
1989).
Pada pengujian pengaruh pH, solusi gelatin dibagi menjadi 5 dengan pH yang berbeda
yaitu dengan nilai pH 1, 5, 6, 7, dan 12. Untuk mengondisikan solusi pada pH rendah
(asam) maka ditambahkan larutan HCl sementara untuk mengondisikan solusi pada pH
tinggi (basa) ditambahkan larutan NaOH. Selain itu penambahan larutan HCl atau
NaOH dapat melarutkan, mengembangkan, serta menyebarkan kolagen (Choi &
Regenstein, 2000). Pada Tabel 1., waktu setting time gelatin pH 5 dan 6 tidak yang
tercepat. Hal ini tidak sesuai teori yang menyatakan bahwa pH optimal untuk
pembentukan gel gelatin berkisar antara pH 4-6 (Maryani et al ., 2010). Pada hasil
pengamatan terlihat kekuatan gelatin pada pH 1 rendah, namun tidak demikian dengan
pH 12, karena itu hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan kekuatan gel gelatin
menurun di bawah pH 4 dan pH di atas 8 (Choi and Regenstein, 2000). Pada pH 5, 6, 7
liquefying time gel lebih tinggi daripada pH 1 dan 12, dan kekuatan gel pada pH 7
adalah yang terbesar. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan pada range pH 4
hingga 8, melting point dari gelatin akan meningkat, dan kekuatan gel maksimum pada
gelatin adalah sekitar pH 8 (Choi and Regenstein, 2000). Penambahan solusi gelatin
dengan asam maupun basa akan mempengaruhi titik isoelektrik proteinnya (IEP). IEP
gelatin berkisar 5 – 9 dimana pada kondisi ini gelatin tidak memiliki muatan karena
jumlah muatan ion positif dan negatifnya sama. Pada kondisi IEP yaitu pada pH 5 – 9
pembentukan gel akan berlangsung optimum. Semakin rendah pH/ semakin asam suatu
solusi gel maka viskositas gel akan semakin rendah sehingga dapat mengalir lebih cepat.
Karena viskositas yang rendah maka seharusnya liquefying time yang dibutuhkan
semakin rendah/cepat dan karena dapat mengalir lebih cepat seharusnya outflow time
yang dibutuhkan semakin rendah/ cepat (Kusumawati et al., 2008).
16
Pada Tabel 1. ditunjukkan bahwa semakin besar penambahan konsentrasi sukrosa maka
liquefying time yang diperlukan semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan Winarno
(1992) bahwa gula akan menurunkan kekentalan/ viskositas. Pada viskositas gel yang
rendah maka liquefying time yang diperlukan juga semakin rendah. Rendahnya
viskositas menunjukkan kemampuan mengalir yang semakin baik sehingga outflow
time/ waktu yang diperlukan untuk mengalir juga semakin rendah. Selain itu konsentrasi
sukrosa yang semakin tinggi akan membutuhkan waktu pembentukan gel/ setting time
yang lama. Hasil ini sesuai dengan teori Daniel (2010) bahwa dengan penambahan
sukrosa dapat menyebabkan viskositas gel menurun yang membuat gel sulit terbentuk.
Hal tersebut dikarenakan adanya persaingan sukrosa dan gel untuk menyerap air
sehingga gel hanya bisa menyerap dan memerangkap sebagian air, akibatnya adalah
setting time akan semakin tinggi/ lama. Pada uji bloom test didapatkan hasil paling
tinggi pada konsentrasi sukrosa 0,1 M dan hasil paling rendah pada 0,2 M. Hasil ini
tidak sesuai dengan teori Daniel (2010) bahwa konsentrasi sukrosa yang tinggi
menyebabkan viskositas gel menurun yang menunjukkan kekuatan gel juga menurun.
Seharusnya semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka hasil bloom test/ kekuatan gel
juga semakin rendah, dan semakin rendah konsentrasi maka semakin tinggi hasil bloom
test.
Pengaruh perlakuan panas terhadap kerja enzim proteolitik menurut Wulandari (2008),
perlakuan panas mempengaruhi aktivitas enzim , meskipun suhu yang digunakan tidak
terlalu tinggi namun suhu optimum itulah yang mempengaruhinya. Hal ini disebabkan
suhu laju reaksi yang tinggi dapat merusak denaturasi enzim tersebut. Kemudian
perlakuan panas jika suhu fermentasinya semakin tinggi maka kadar airnya akan rendah,
menurut Usmiati (2011). Enzim proteolitik mempunyai sifat yang mudah larut pada air.
Sehingga mempengaruhi air dalam percobaan tersebut. Karena proses itu terhidrolisis
yang memisahkan ikatan peptida, pemisahan ini membutuhkan kadar air yang tinggi
untuk menurunkan nilai aktivitas air pada bahan. Perlakuan panas terhadap kerja enzim
akan membentuk gel gelatin pada nanas karena nanas termasuk buah yang mudah rusak.
Menurut Rusli (2004). Sifat fisik dar gel gelatin merupakan dari kekuatan gel, karena
kekuatan gel menunjukan tingkat pembuatan gel pada gelatin. Menurut Wiratmaja
17
Liquefying time tercepat adalah 5,00 menit pada perlakuan konsentrasi gula. Semakin
besar konsentrasi gula maka liquefying time akan semakin cepat . Hal ini sesuai dengan
teori Winarno (1992) yang menyatakan bahwa gula akan menurunkan viskositas/
kekentalan. Maka itu sesuai dengan teori Daniel (2010) bahwa semakin tinggi
konsentrasi sukrosa maka viskositas akan semakin rendah. Apabila viskositas rendah
maka liquefying time yang dihasilkan juga rendah. Sedangkan hasil kekuatan gel gelatin
yang paling kuat adalah adalah 158,09 gf yang dihasilkan oleh bloom test dan hal ini
terjadi pada perlakuan konsentrasi gelatin. Semakin tingginya konsentrasi gelatin maka
semakin banyak protein yang membentuk jaringan tiga dimensi yang menyebabkan
banyak air yang cepat terperangkap. Sesuai dengan teori Fardiaz (1989) yang
menyatakan bahwa tingginya konsentrasi gelatin mengakibatkan daya ikat antar
molekul semakin kuat sehingga gel sulit mengalir karena rigiditas yang tinggi. Ward
(1997) menambahkan bahwa sulitnya gel untuk mengalir disebabkan karena viskositas
yang tinggi , sehingga waktu untuk mengalir dan tingginya viskositas yang dinyatakan
dalam outflow time dan liquefying time akan semakin besar serta lama .
6. KESIMPULAN
19
7. DAFTAR PUSTAKA
Choi, S.S. and Regenstein, J.M. (2000). Physicochemical and Sensory Characteristics
of Fish Gelatin.
Daniel, J. R. (2010). Gelatin. Indiana : Department of Nutrition Science Purdue
University.
Dubhey, R., S. Reddy dan N. Y. S. Murthy. (2012). Optimization of Activity of
Bromelin. Asian Journal of Chemistry. 24(4) : 1430-1431
Fardiaz, S. (1989). Mikrobiologi Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.
Finch, C.A. and Jobling, A. (1977). The Science and Technology of Gelatin. Academic
Press. London.
Glicksman, M. (1969). Gum Technology in the Food Industry. New York and London :
Academic Press.
Kumaunang, M., & Kamu, V. (2011). Aktivitas Enzim Bromelin dari Ekstrak Kulit
Nenas (Anenas comosus). Jurnal ilmiah sains, 11(2), 198-201.
Kusumawati, R.; Tazwir; & Ari W. (2008). Pengaruh Perendaman Dalam Asam
Klorida Terhadap Kualitas Gelatin Tulang Kakap Merah (Lutjanus sp).
Maryani, Surti, T dan Ibrahim, R. (2010). Aplikasi Gelatin Tulang Ikan Nila Merah
(Oreochromis niloticus) terhadap Mutu Permen Jelly. Semarang : Jurusan
Perikanan, Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Murtiningsih, Sudaryati, Mayagita. (2018). Pembuatan Permen Jelly Kulit Buah Naga
Merah (Hylocereus Polyrhizus) Kajian Konsentrasi Sukrosa dan Gelatin. Reka
Pangan Vol. 12 (1). 67-78.
Rusli, A. (2004). Kajian Proses Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Partin Segar. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Santoso, R. S. S., & Prayitno, P. (2017). Rendemen, Viskositas, dan Warna Gelatin
Tulang Paha Ayam yang dibuat Menggunakan Konsentrasi Cairan Nanas dan
Lama Perendaman Berbeda. In Prosiding Seminar Teknologi Agribisnis
Peternakan (STAP) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Vol.
5): 345-350
20
21
Setiawati, I. H. (2008). Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap
Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Usmiati. (2011). Pengaruh Enzim Proteolitik Terhadap Karakteristik Dadih Susu.
Bogor: Institit Pertanian Bogor.
Ward. A.G dan A. Courts. (1977). The Science and Technology of Gelatin. London :
Academic Press.
Weaver, C. M and Daniel, J.R. (2005). The food Chemistry Laboratory: A Manual for
Experimental Foods, Dietetics and Food Scientist 2 nd Edition. Boca Raton :
CRC Press.
Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiratmaja, H. (2006). Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan (thunnus sp)
menjadi Gelatin serta Analisis Fisika-Kimia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wulandari, F. (2008). Uji Kadar Protein Tape Singkong (Manihot utilissima) dengan
Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
8. LAMPIRAN
8.2. Jurnal
22