Anda di halaman 1dari 23

Acara III

KEKUATAN GEL GELATIN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM


KIMIA PANGAN

Disusun oleh:
Irmadella Rana N 18.I1.0034
Wynetta Mileina 18.I1.0099
Firman Arief Putra 18.I1.0121
Sheila Ratna 18.I1.0141
Lucia Ivana 18.I1.0165
Kelompok A1

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG

2019
1. ACARA

Praktikum kekuatan gel gelatin dilakukan pada hari Rabu, 20 Maret 2019 pada pukul
15.00, dan dilanjutkan dengan pengamatan pada keesokan harinya, Kamis, 21 Maret
2019 pada pukul 14.30. Praktikum dilaksanakan di dalam Laboratorium Ilmu Pangan
Unika Soegijapranata. Pelaksanaan praktikum ini dilakukan oleh 6 kelompok dari kloter
A. Asisten dosen yang bertugas dalam bab kekuatan gel gelatin adalah Josephine
Claretta dan Catharina Santi. Pada praktikum ini dilakukan pengujian pengaruh
konsentrasi gelatin (kelompok A1), pH (kelompok A2), konsentrasi sukrosa (kelompok
A3), dan enzim proteolitik (kelompok A4) terhadap karakteristik gel gelatin dan
pengujian efek enzim in situ terhadap kekuatan gel dari gelatin (kelompok A5 dan A6).
Bahan utama yang digunakan dalam praktikum yaitu serbuk gelatin, nanas matang, dan
puree nanas mentah. Pengujian dalam praktikum hari Rabu meliputi setting time,
liquefying time, outflow time. Sementara pada hari Kamis dilakukan pengamatan visual
dan pengukuran kekuatan gel menggunakan alat Texture Analyzer.

2. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah mengetahui pengaruh konsentrasi gelatin,


pH, sukrosa, dan keberadaan enzim proteolitik terhadap viskositasdan waktu
pembentukan sol gelatin, menentukan liquefying time dan kekuatan gel dari gel gelatin,
serta mengobservasi pengaruh perlakuan panas terhadap enzim proteolitik pada nanas
dan pengaruh penambahan nanas pada tekstur gelatin.

1
3. MATERI & METODE

3.1. Materi
3.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah stopwatch, pipet volume, pompa
pilleus, tabung reaksi, rak tabung reaksi, custard cup, beaker glass 1000 ml, pengaduk,
termometer, Texture Analyzer, pH meter, dan pipet tetes.

3.1.2. Bahan
3.1.2.1. Acara : Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap
Karakteristik Gel Gelatin (kelompok A1-A4)

Bahan-bahan yang digunakan untuk subbab ini adalah gelatin 200 gram, HCl 3M,
NaOH 2M, sukrosa 70 gram, aquades, dan enzim proteolitik menggunakan 0,1 gram
nanas matang.

3.1.2.2. Acara : Efek Enzim In Situ terhadap Kekuatan Gel dari Gelatin
(kelompok A5-A6)

Bahan-bahan yang digunakan adalah 1 gram gelatin, 7 ml aquades, 15 ml aquades


mendidih, 12,5 gram sukrosa, 7 ml konsentrat jeruk peras, 23 ml air es, 1 ml jeruk nipis,
enzim in situ berupa 20 gram puree nanas mentah dan 20 gram puree nanas matang.

3.2. Metode
3.2.1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel
Gelatin
3.2.1.1. Pengaruh Konsentrasi* (kelompok A1)

Sebanyak 24 g gelatin ditambahkan dalam 62,5 ml air dingin (25% volume total),
kemudian ditambahkan air mendidih hingga volume mencapai 250 ml, sehingga
diperoleh 6% solusi gelatin. Dari solusi tersebut dibuat seri pengenceran gelatin

2
3

meliputi konsentrasi 3%, 1,5%, dan 0,5%. Gelatin konsentrasi 3% dibuat dengan cara
mencampurkan 100 ml gelatin 6% dalam 100 ml aquades. Gelatin konsentrasi 1,5%
dibuat dengan 50 ml gelatin 6% dicampurkan dengan 100 ml aquades. Gelatin
konsentrasi 0,5% dapat diperoleh dengan 16,7 ml gelatin 6% dicampurkan dengan 100
ml aquades.

3.2.1.2. Pengaruh pH* (kelompok A2)

Sebanyak 18,75 g gelatin didispersikan pada 250 ml (25% volume total) air dingin, lalu
ditambahkan air mendidih hingga volume mencapai 1000 ml dan diperoleh solusi
gelatin. Solusi gelatin dibagi menjadi 5 bagian yang sama. Masing-masing solusi dibuat
hingga mencapai pH 1, 5, 6, 7, dan 12 secara berturut-turut dengan cara menambahkan
larutan HCl atau NaOH.

3.2.1.3. Pengaruh Sukrosa* (kelompok A3)

Solusi gelatin disiapkan dengan variasi konsentrasi sukrosa berturut-turut 0 M; 0,05 M;


0,1 M; dan 0,2 M sukrosa. Solusi gelatin tersebut dibuat dengan cara mendispersikan
3,75 g gelatin dan sukrosa (berturut-turut sebanyak 0 g; 4,3 g; 8,6 g; dan 17,1 g) ke
dalam air dingin sebanyak 62,5 ml (25% volume total). Setelah itu ditambahkan air
mendidih hingga volume solusi mencapai 250 ml.

3.2.1.4. Pengaruh Enzim Proteolitik* (kelompok A4)


3.2.1.5.
Sebanyak 3 g gelatin didispersikan ke dalam 50 ml (25% volume total) air dingin,
kemudian ditambahkan air mendidih hingga volume solusi mencapai 200 ml dan
diperoleh solusi gelatin. Solusi tersebut didinginkan sebentar dan ditambahkan ke dalam
0,1 gram enzim proteolitik.

*Prosedur Umum untuk Kelompok A1-A4

Solusi gelatin yang telah disiapkan dituangkan ke dalam custar cup dalam keadaan
masih hangat. Custard cup dimasukkan dalam refrigerator hingga terbentuk gel dan
dapat diamati tekstur gel (bloom test). Masing-masing solusi dituangkan sebanyak 10 ml
4

ke dalam tabung reaksi (diameter yang sama). Kemudian tabung-tabung reaksi


diletakkan pada rak tabung reaksi yang telah direndam air dengan suhu 0-5ºC. Setting
time (waktu pembentukan gel) ditentukan ketika solusi bersuhu kurang lebih 60ºC
hingga isi di dalam tabung sudah berhenti mengalir. Saat gel telah terbentuk, tabung
reaksi beserta raknya diambil dan diletakkan di suhu ruang. Bagian dasar/bawah rak
tabung dialasi kertas tisu tebal kemudian tabung reaksi pada rak dibalik. Waktu ketika
isi tabung mencapai kertas tisu (liquefying time) diukur, sedangkan sisa solusi yang
masih ada dalam tabung digunakan untuk menentukan waktu solusi gel (suhu 60oC)
untuk mengalir keluar. Pengukuran waktu diawali dengan mengambil masing-masing 2
ml gel menggunakan pipet volume dimana kemudian isi pipet dikeluarkan dengan hati-
hati hingga habis. Waktu yang diperlukan semua gel untuk mengalir keluar dihitung
dengan stopwatch. Percobaan diulang sebanyak 3 kali, kemudian seluruh data dibuat
grafik sebagai berikut:
a. Konsentrasi gelatin vs outflow time solusi
b. Konsentrasi gelatin vs setting time
c. Konsentrasi gelatin vs liquefying time
d. Konsentrasi gelatin vs kekuatan gel
e. pH vs outflow time
f. pH vs setting time
g. pH vs liquefying time
h. pH vs kekuatan gel
i. Konsentrasi sukrosa vs outflow time
j. Konsentrasi sukrosa vs setting time
k. Konsentrasi sukrosa vs liquefying time
l. Konsentrasi sukrosa vs kekuatan gel

3.2.2. Efek Enzim In Situ terhadap Kekuatan Gel dari Gelatin

Masing-masing kelompok A5 dan A6 membuat sampel kontrol dan sampel perlakuan.


Mula-mula, 1 g gelatin dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml kemudian dilarutkan
dengan 7 ml aquades. Dilakukan penambahan 15 ml aquades mendidih pada dispersi
gelatin-aquades dan diaduk hingga gelatin terdispersi semua. Selanjutnya, ditambahkan
5

12,5 g sukrosa, 7 ml konsentrat jus jeruk, 23 ml air es, dan 1 ml lemon juice ke dalam
dispersi tersebut. Sampel kontrol tidak menerima penambahan apa pun. Untuk
kelompok A5, dispersi gelatin dibuat seperti kontrol namun dengan penambahan 20 g
puree pepaya matang kemudian diaduk rata. Untuk kelompok A6, dispersi gelatin
dibuat seperti kontrol namun dengan penambahan 20 g puree pepaya mentah dan diaduk
rata. Kemudian, sampel didiamkan selama kurang lebih 24 jam pada suhu refrigerator.
Gel yang telah terbentuk diamati secara visual dan dilakukan pengukuran kekuatan gel
dengan Texture Analyzer.

3.2.3. Perubahan Gel

Pengamatan dan pengambilan foto dilakukan terhadap perubahan gel yang terjadi secara
visual (warna & endapan) pada setiap sampel setelah di refrigerator. Kemudian
dilakukan persiapan alat Texture Analyzer untuk mengukur kekuatan gel (gel strength).
Persiapan diawali dengan pemasangan plat dudukan dan ball probe. Lalu, Texture
Analyzer dan komputer dinyalakan dan dilakukan setting alat. Pengukuran kekuatan gel
dilakukan dengan cara meletakkan sampel yang berada dalam wadah custard cup di plat
dengan posisi tepat di bawah ball probe. Setelah setting dilakukan pada komputer,
“OK” ditekan. Hasil yang muncul pada komputer dicatat.
4. HASIL PENGAMATAN

4.1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel
Gelatin
4.1.1. Tabel Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan efek konsentrasi, sukrosa, pH, dan enzim terhadap karakteristik gel
gelatin dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel Gelatin
Outflow*time Setting time Liquefying Bloom test
Perlakuan
(detik) (menit) time (menit) (gf)
Konsentrasi gelatin 6% 6,49 1,25 37,43 158,09
3% 3,02 7,36 11,23 55,242
1,5% 2,42 8,27 8,15 30,017
0,5% 2,35 47,22 6,00 11,864
pH 1 6,90 43,35 9,00 8,0743
5 6,73 37,51 33,00 12,823
6 7,00 63,53 22,30 13,394
7 6,67 37,46 13,29 13,797
12 7,43 69,28 11,00 13,123
Konsentrasi gula 0M 2,24 5,10 7,25 12,000
0,05 M 2,42 24,14 7,20 11,748
0,1 M 2,50 21,55 5,30 13,113
0,2 M 2,16 19,33 5,00 10,823
Enzim proteolitik 2,33 41,35 6,15 2,4940
* diambil dari rata-rata 3 kali ulangan

Pada Tabel 1. dapat dilihat hasil pengujian berupa outflow time, setting time, liquefying
time dan bloom test pada beberapa tingkat perlakuan konsentrasi gelatin, pH,
konsentrasi gula dan enzim proteolitik. Pada perlakuan konsentrasi gelatin, konsentrasi
berbanding lurus dengan kenaikan outflow time, liquefying time, dan bloom test.
Namun, berbanding terbalik dengan setting time. Pada perlakuan pH, outflow time dan
setting time terlama dimiliki pH 12, liquefying time terlama dimiliki pH 5, dan bloom
test tertinggi dimiliki pH 7. Pada perlakuan konsentrasi gula, outflow time terlama dan
bloom test tertinggi dimiliki konsentrasi 0,1 M, setting time terlama dimiliki konsentrasi
0,05 M, liquefying time terlama dimiliki konsentrasi 0 M. Sementara, pada perlakuan
enzim proteolitik waktu terlama terjadi ketika setting time, dan waktu tercepat ketika
outflow time, serta memiliki nilai bloom test sebesar 2,4940 gf.

6
7

4.1.2. Grafik Hasil Pengamatan

konsentrasi gelatin vs outflow time


7
6.49
6
Outflow time

5
(detik)

4
3 3.02
2.35 2.42
2
1
0
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin

Grafik 1. Konsentrasi Gelatin vs Outflow Time Solusi

Pada Grafik 1. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap outflow time.
Outflow time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi gelatin 6%, sedangkan outflow time
terendah dimiliki oleh konsentrasi gelatin 0,5%.

konsentrasi gelatin vs setting time


50
47.22
40
Setting time
(menit)

30

20

10 8.27 7.36
0 1.25
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin

Grafik 2. Konsentrasi Gelatin vs Setting Time Solusi

Pada Grafik 2. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap setting time.
Seting time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi gelatin 0,5%, sedangkan setting time
terendah dimiliki oleh konsentrasi gelatin 6%.
8

konsentrasi gelatin vs liquefying time


40
37.43
35
Liquefying time (menit)

30
25
20
15
10 11.23
8.15
5 6
0
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin

Grafik 3. Konsentrasi Gelatin vs Liquefying Time Solusi

Pada Grafik 3. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap liquefying


time. Liquefying time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi gelatin 6%, sedangkan
liquefying time terendah dimiliki oleh konsentrasi gelatin 0,5%.

Konsentrasi gelatin vs bloom test


180
160 158.09
140
Bloom test (gf)

120
100
80
60 55.242
40
30.017
20
11.864
0
0.50% 1.50% 3% 6%
Konsentrasi gelatin

Grafik 4. Konsentrasi vs Bloom Test Solusi

Pada Grafik 4. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap bloom test.
Bloom test tertinggi dimiliki oleh konsentrasi gelatin 6%, sedangkan bloom test
terendah dimiliki oleh konsentrasi gelatin 0,5%.
9

pH vs outflow time
7.6
7.4 7.43
7.2
Outflow time
(detik)

7 7
6.9
6.8
6.73 6.67
6.6
6.4
6.2
1 5 6 7 12
pH

Grafik 5. pH vs Outflow Time Solusi

Pada Grafik 5. ditunjukkan adanya pengaruh pH terhadap outflow time. Outflow time
tertinggi dimiliki oleh pH 12, sedangkan outflow time terendah dimiliki oleh pH 7.

pH vs setting time
80
69.28
Setting time(menit)

60 63.53

40 43.35
37.51 37.46

20

0
1 5 6 7 12
pH

Grafik 6. pH vs Setting Time Solusi

Pada Grafik 6. ditunjukkan adanya pengaruh pH terhadap setting time. Setting time
tertinggi dimiliki oleh pH 12, sedangkan outflow time terendah dimiliki oleh pH 7.
10

pH vs Liquefying time
35
33
30
Liquefying time (menit)

25
22.3
20

15
13.29
10 11
9
5

0
1 5 6 7 12
pH

Grafik 7. pH vs Liquefying Time Solusi

Pada Grafik 7. ditunjukkan adanya pengaruh pH terhadap liquefying time. Liquefying


time tertinggi dimiliki oleh pH 5, sedangkan liquefying time terendah dimiliki oleh pH
1.

pH vs Bloom test
16
14 13.394 13.797
12.823 13.123
12
Bloom test (gf)

10
8 8.0743
6
4
2
0
1 5 6 7 12
pH

Grafik 8. pH vs Bloom Test Solusi

Pada Grafik 8. ditunjukkan adanya pengaruh pH terhadap bloom test. Bloom test
tertinggi dimiliki oleh pH 7, sedangkan outflow time terendah dimiliki oleh pH 1.
11

konsentrasi sukrosa vs outflow time


2.6
Outflow time (detik)

2.5 2.5
2.4 2.42
2.3
2.24
2.2
2.16
2.1
2
1.9
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa

Grafik 9. Konsentrasi Sukrosa vs Outflow Time Solusi

Pada Grafik 9. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap outflow time.
Outflow time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,1 M, sedangkan outflow time
terendah dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,2 M.

konsentrasi sukrosa vs Setting time


30

25 24.14
Setting time (menit)

21.55
20 19.33
15

10

5 5.1

0
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa

Grafik 10. Konsentrasi Sukrosa vs Setting Time Solusi

Pada Grafik 10. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap setting
time. Setting time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,05 M, sedangkan setting
time terendah dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0 M.
12

konsentrasi sukrosa vs Liquefying time


8
7.25 7.2
liquefying time (menit)

7
6
5 5.3 5
4
3
2
1
0
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa

Grafik 11. Konsentrasi Sukrosa vs Liquefying Time Solusi


Pada Grafik 11. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap liquefying
time. Liquefying time tertinggi dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0 M, sedangkan
liquefying time terendah dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,2 M.

konsentrasi sukrosa vs Bloom test


14
13.113
12 12 11.748
10.823
Bloom test (gf)

10
8
6
4
2
0
0M 0,05 M 0,1 M 0,2 M
konsentrasi sukrosa

Grafik 12. Konsentrasi Sukrosa vs Bloom Test Solusi

Pada Grafik 12. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi sukrosa terhadap bloom test.
Bloom test tertinggi dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,1 M, sedangkan bloom test
terendah dimiliki oleh konsentrasi sukrosa 0,2 M.
13

4.2. Efek Enzim In Situ terhadap Kekuatan Gel Gelatin


Kekuatan
Perlakuan Gambar Pengamatan visual
gel
Kontrol (1) endapan : tidak ada 2,4598 gf
endapan (-)
warna : kuning tua
kekuatn gel : +++

Kontrol (2) endapan : tidak ada -


endapan (-)
warna : kuning muda
kekuatan gel = (-)

Nanas mentah endapan : tidak ada -


endapan (-)
warna : kuning muda
kekuatan gel : (-)

Nanas matang endapan : tidak terbentuk -


endapan (-)
warna : kuning tua
kekuatan gel = (-)

Keterangan :− Tidak terbentuk gel


+ Sangat tidak kenyal
++ Tidak kenyal
+++ Kenyal
++++ Sangat kenyal

Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa pada kedua perlakuan kontrol dihasilkan gel yaitu
tidak ada endapan dan gel berwarna kuning, kuning tua untuk kontrol 1 dan kuning
muda kontrol 2. Kekuatan gel kontrol 1 adalah 2,4598 gf dan sifat gel sangat kenyal,
sedangkan pada kontrol 2 tidak terbentuk gel. Sementara pada perlakuan penambahan
puree nanas matang maupun mentah hasilnya tidak terbentuk gel. Penambahan puree
nanas matang dihasilkan sampel yang tidak ada endapan dan berwarna kuning tua,
sementara sampel yang ditambahkan dengan puree nanas mentah juga tidak terbentuk
endapan dan berwarna kuning muda.
5. PEMBAHASAN

Pada industri pangan, gelatin dapat digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling),
pengental (thickening) dan penstabil (stabilizing) (Glicksman, 1969). Sifat gelatin yaitu
padat tidak berasa, tidak berwarna, tembus cahaya dan dapat berubah secara reversible
(berubah bentuk dari sol menjadi gel). Karena sifatnya yang reversible maka saat ada
penambahan gelatin, produk akan mengembang di dalam air dingin, dapat membentuk
film sehingga dapat melindungi sistem koloid (Setiawati, I. H.,2008).

Pada pembuatan gelatin pada pengujian pengaruh konsentrasi, pH, sukrosa, dan enzim
dilakukan penambahan air dingin lalu air panas. Penambahan air dingin bertujuan untuk
proses hidrasi pada granula sehingga granula akan menggelembung. Setelah
penambahan air dingin diikuti dengan penambahan air panas yang bertujuan untuk
melarutkan partikel yang menggelembung tersebut sehingga terbentuk solusi (Finch &
Jobling, 1977). Penambahan air panas membuat gelatin mengalami pembukaan ikatan-
ikatan pada molekul gelatin, molekul tersebut mengurai dan membentuk ikatan silang
antara molekul yang berdekatan, sehingga terbentuk solusi gelatin (Murtiningsih et al.,
2018). Menurut Weaver & Daniel (2005) Viskositas dari sol protein seperti gelatin
beragam karena beberapa faktor, seperti ukuran molekul, bentuk molekular, suhu,
derajat hidrasi, konsentrasi,dan pH.

5.1. Efek Konsentrasi, Sukrosa, pH, dan Enzim terhadap Karakteristik Gel
Gelatin

Pada Tabel 1. ditunjukkan adanya pengaruh konsentrasi gelatin terhadap setting time,
outflow time, liquefying time dan nilai bloom test. Semakin tinggi konsentrasi gelatin
maka semakin cepat setting time yang diperlukan. Jika konsentrasi gelatin tinggi maka
setting time rendah Daniel (2010). Namun, berbanding terbalik dengan liquefying time
dan outflow time. Pada konsentrasi gelatin tinggi maka semakin banyak molekul protein
yang membentuk jaringan tiga dimensi sehingga semakin banyak dan cepat air
terperangkap. Akibatnya waktu pembentukkan gel akan semakin cepat. Namun ketika
konsentrasi gelatin rendah maka molekul yang berinteraksi untuk mencapai jaringan
tiga dimensi semakin lama, sehingga penyerapan air juga semakin lama. Selain itu

14
15

konsentrasi gelatin yang tinggi akan menghasilkan outflow time dan liquefying time
yang lambat karena konsentrasi gelatin yang tinggi menyebabkan ikatan antar molekul
gelatin semakin kuat sehingga gel akan semakin sulit untuk mengalir Fardiaz (1989).
Pada uji uji bloom test (kekuatan gel) didapatkan hasil pengujian semakin tinggi
konsentrasi, maka hasil texture analyzer yang semakin besar. Hasil ini membuktikan
bahwa pada konsentrasi gelatin yang tinggi menyebabkan kekuatan dari gel meningkat
akibat molekul protein yang membentuk struktur tiga dimensi semakin banyak (Fardiaz,
1989).

Pada pengujian pengaruh pH, solusi gelatin dibagi menjadi 5 dengan pH yang berbeda
yaitu dengan nilai pH 1, 5, 6, 7, dan 12. Untuk mengondisikan solusi pada pH rendah
(asam) maka ditambahkan larutan HCl sementara untuk mengondisikan solusi pada pH
tinggi (basa) ditambahkan larutan NaOH. Selain itu penambahan larutan HCl atau
NaOH dapat melarutkan, mengembangkan, serta menyebarkan kolagen (Choi &
Regenstein, 2000). Pada Tabel 1., waktu setting time gelatin pH 5 dan 6 tidak yang
tercepat. Hal ini tidak sesuai teori yang menyatakan bahwa pH optimal untuk
pembentukan gel gelatin berkisar antara pH 4-6 (Maryani et al ., 2010). Pada hasil
pengamatan terlihat kekuatan gelatin pada pH 1 rendah, namun tidak demikian dengan
pH 12, karena itu hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan kekuatan gel gelatin
menurun di bawah pH 4 dan pH di atas 8 (Choi and Regenstein, 2000). Pada pH 5, 6, 7
liquefying time gel lebih tinggi daripada pH 1 dan 12, dan kekuatan gel pada pH 7
adalah yang terbesar. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan pada range pH 4
hingga 8, melting point dari gelatin akan meningkat, dan kekuatan gel maksimum pada
gelatin adalah sekitar pH 8 (Choi and Regenstein, 2000). Penambahan solusi gelatin
dengan asam maupun basa akan mempengaruhi titik isoelektrik proteinnya (IEP). IEP
gelatin berkisar 5 – 9 dimana pada kondisi ini gelatin tidak memiliki muatan karena
jumlah muatan ion positif dan negatifnya sama. Pada kondisi IEP yaitu pada pH 5 – 9
pembentukan gel akan berlangsung optimum. Semakin rendah pH/ semakin asam suatu
solusi gel maka viskositas gel akan semakin rendah sehingga dapat mengalir lebih cepat.
Karena viskositas yang rendah maka seharusnya liquefying time yang dibutuhkan
semakin rendah/cepat dan karena dapat mengalir lebih cepat seharusnya outflow time
yang dibutuhkan semakin rendah/ cepat (Kusumawati et al., 2008).
16

Pada Tabel 1. ditunjukkan bahwa semakin besar penambahan konsentrasi sukrosa maka
liquefying time yang diperlukan semakin rendah. Hasil ini sesuai dengan Winarno
(1992) bahwa gula akan menurunkan kekentalan/ viskositas. Pada viskositas gel yang
rendah maka liquefying time yang diperlukan juga semakin rendah. Rendahnya
viskositas menunjukkan kemampuan mengalir yang semakin baik sehingga outflow
time/ waktu yang diperlukan untuk mengalir juga semakin rendah. Selain itu konsentrasi
sukrosa yang semakin tinggi akan membutuhkan waktu pembentukan gel/ setting time
yang lama. Hasil ini sesuai dengan teori Daniel (2010) bahwa dengan penambahan
sukrosa dapat menyebabkan viskositas gel menurun yang membuat gel sulit terbentuk.
Hal tersebut dikarenakan adanya persaingan sukrosa dan gel untuk menyerap air
sehingga gel hanya bisa menyerap dan memerangkap sebagian air, akibatnya adalah
setting time akan semakin tinggi/ lama. Pada uji bloom test didapatkan hasil paling
tinggi pada konsentrasi sukrosa 0,1 M dan hasil paling rendah pada 0,2 M. Hasil ini
tidak sesuai dengan teori Daniel (2010) bahwa konsentrasi sukrosa yang tinggi
menyebabkan viskositas gel menurun yang menunjukkan kekuatan gel juga menurun.
Seharusnya semakin tinggi konsentrasi sukrosa maka hasil bloom test/ kekuatan gel
juga semakin rendah, dan semakin rendah konsentrasi maka semakin tinggi hasil bloom
test.

Pengaruh perlakuan panas terhadap kerja enzim proteolitik menurut Wulandari (2008),
perlakuan panas mempengaruhi aktivitas enzim , meskipun suhu yang digunakan tidak
terlalu tinggi namun suhu optimum itulah yang mempengaruhinya. Hal ini disebabkan
suhu laju reaksi yang tinggi dapat merusak denaturasi enzim tersebut. Kemudian
perlakuan panas jika suhu fermentasinya semakin tinggi maka kadar airnya akan rendah,
menurut Usmiati (2011). Enzim proteolitik mempunyai sifat yang mudah larut pada air.
Sehingga mempengaruhi air dalam percobaan tersebut. Karena proses itu terhidrolisis
yang memisahkan ikatan peptida, pemisahan ini membutuhkan kadar air yang tinggi
untuk menurunkan nilai aktivitas air pada bahan. Perlakuan panas terhadap kerja enzim
akan membentuk gel gelatin pada nanas karena nanas termasuk buah yang mudah rusak.

Menurut Rusli (2004). Sifat fisik dar gel gelatin merupakan dari kekuatan gel, karena
kekuatan gel menunjukan tingkat pembuatan gel pada gelatin. Menurut Wiratmaja
17

(2006). Pembentukan gel gelatin disebabkan waktu pemanasan yang mengembangkan


molekul gelatin. Karena panas akan menerima ikatan-ikatan molekul pada gelatin dan
cairan yang bebas akan terperangkap didalamnya. Lalu dibutuhkan air dingin yang
menetralkan sehingga larutan itu menjadi kental dan menjadi gel. Setelah gel dampak
yang dari perlakuan panas membentuk secara sempurna kekuatan gel bergantung pada
pembentukan gel.

5.2. Efek Enzim In Situ terhadap Kekuatan Gel Gelatin

Masing-masing kelompok A5 dan A6 membuat sampel kontrol dan sampel perlakuan.


Mula-mula, 1 g gelatin dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml kemudian dilarutkan
dengan 7 ml aquades. Dilakukan penambahan 15 ml aquades mendidih pada dispersi
gelatin-aquades dan diaduk hingga gelatin terdispersi semua. Selanjutnya, ditambahkan
12,5 g sukrosa, 7 ml konsentrat jeruk peras, 23 ml air es, dan 1 ml air jeruk nipis ke
dalam dispersi tersebut. Sampel kontrol tidak dilakukan penambahan apa pun. Untuk
kelompok A5, dispersi gelatin dibuat seperti kontrol namun dengan penambahan 20 g
puree nanas matang kemudian diaduk rata. Untuk kelompok A6, dispersi gelatin dibuat
seperti kontrol namun dengan penambahan 20 g puree nanas mentah dan diaduk rata.
Sampel disimpan selama kurang lebih 24 jam pada suhu refrigerator.

Penambahanan puree nanas bertujuan untuk menambahkan enzim bromelin. Bagian


tanaman nanas yang dapat menghasilkan enzim bromelin yaitu daging buah, batang, dan
bonggol. Nanas mengandung enzim bromelin (Kumaunang & Kamu, 2011). Enzim
bromelin bersifat proteolitik maka dapat memotong ikatan hidrogen pada matrik protein
kolagen. Kemampuan enzim bromelin untuk memutus ikatan peptida mampu
mengkonversi protein kolagen menjadi gelatin (Santoso & Prayitno, 2017). Dapat
dilihat pada Tabel 2. bahwa perlakuan kontrol dengan penambahan puree nanas mentah
maupun matang kekuatan gelnya berbeda. Kekuatan gel tidak didapatkan pada
perlakuan penambahan puree nanas. Hal ini dikarenakan pada sampel tersebut gel tidak
terbentuk karena kemampuan untuk mendegradasi protein kolagen kurang dan struktur
tidak kompak, sehingga tidak terbentuknya endapan.
18

5.3. Perlakuan yang Memberikan Liquefying Tercepat dan yang Menghasilkan


Gel Gelatin paling Kuat

Liquefying time tercepat adalah 5,00 menit pada perlakuan konsentrasi gula. Semakin
besar konsentrasi gula maka liquefying time akan semakin cepat . Hal ini sesuai dengan
teori Winarno (1992) yang menyatakan bahwa gula akan menurunkan viskositas/
kekentalan. Maka itu sesuai dengan teori Daniel (2010) bahwa semakin tinggi
konsentrasi sukrosa maka viskositas akan semakin rendah. Apabila viskositas rendah
maka liquefying time yang dihasilkan juga rendah. Sedangkan hasil kekuatan gel gelatin
yang paling kuat adalah adalah 158,09 gf yang dihasilkan oleh bloom test dan hal ini
terjadi pada perlakuan konsentrasi gelatin. Semakin tingginya konsentrasi gelatin maka
semakin banyak protein yang membentuk jaringan tiga dimensi yang menyebabkan
banyak air yang cepat terperangkap. Sesuai dengan teori Fardiaz (1989) yang
menyatakan bahwa tingginya konsentrasi gelatin mengakibatkan daya ikat antar
molekul semakin kuat sehingga gel sulit mengalir karena rigiditas yang tinggi. Ward
(1997) menambahkan bahwa sulitnya gel untuk mengalir disebabkan karena viskositas
yang tinggi , sehingga waktu untuk mengalir dan tingginya viskositas yang dinyatakan
dalam outflow time dan liquefying time akan semakin besar serta lama .
6. KESIMPULAN

 Semakin tinggi konsentrasi gelatin, maka viskositasnya semakin besar, sehingga


waktu pembentukannya lebih cepat.
 Semakin pH rendah (asam) suatu solusi gelatin, maka viskositasnya semakin
kecil, sehingga waktu pembentukannya lebih lama.
 Penambahan sukrosa menyebabkan penurunan viskositas gelatin sehingga waktu
pembentukannya lebih lama.
 Semakin besar viskositas, maka setting time lebih cepat.
 Semakin besar viskositas, kekuatan gel lebih besar.
 Liquefying time dipengaruhi viskositas, semakin besar liquefying time semakin
lama.
 Enzim proteolitik dapat menghidrolisa protein sehingga tekstur gelatin menjadi
rusak.

Semarang, 25 Maret 2019


Praktikan, Asisten Dosen,

Kelompok A1 Josephine Claretta


Irmadella Rana N 18.I1.0034 Catharina Santi
Wynetta Mileina 18.I1.0099
Firman Arief Putra 18.I1.0121
Sheila Ratna 18.I1.0141
Lucia Ivana 18.I1.0165

19
7. DAFTAR PUSTAKA

Choi, S.S. and Regenstein, J.M. (2000). Physicochemical and Sensory Characteristics
of Fish Gelatin.
Daniel, J. R. (2010). Gelatin. Indiana : Department of Nutrition Science Purdue
University.
Dubhey, R., S. Reddy dan N. Y. S. Murthy. (2012). Optimization of Activity of
Bromelin. Asian Journal of Chemistry. 24(4) : 1430-1431
Fardiaz, S. (1989). Mikrobiologi Pangan. Bogor : Departemen Pendidikan dan
kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor.
Finch, C.A. and Jobling, A. (1977). The Science and Technology of Gelatin. Academic
Press. London.
Glicksman, M. (1969). Gum Technology in the Food Industry. New York and London :
Academic Press.
Kumaunang, M., & Kamu, V. (2011). Aktivitas Enzim Bromelin dari Ekstrak Kulit
Nenas (Anenas comosus). Jurnal ilmiah sains, 11(2), 198-201.
Kusumawati, R.; Tazwir; & Ari W. (2008). Pengaruh Perendaman Dalam Asam
Klorida Terhadap Kualitas Gelatin Tulang Kakap Merah (Lutjanus sp).
Maryani, Surti, T dan Ibrahim, R. (2010). Aplikasi Gelatin Tulang Ikan Nila Merah
(Oreochromis niloticus) terhadap Mutu Permen Jelly. Semarang : Jurusan
Perikanan, Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Murtiningsih, Sudaryati, Mayagita. (2018). Pembuatan Permen Jelly Kulit Buah Naga
Merah (Hylocereus Polyrhizus) Kajian Konsentrasi Sukrosa dan Gelatin. Reka
Pangan Vol. 12 (1). 67-78.
Rusli, A. (2004). Kajian Proses Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Partin Segar. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Santoso, R. S. S., & Prayitno, P. (2017). Rendemen, Viskositas, dan Warna Gelatin
Tulang Paha Ayam yang dibuat Menggunakan Konsentrasi Cairan Nanas dan
Lama Perendaman Berbeda. In Prosiding Seminar Teknologi Agribisnis
Peternakan (STAP) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Vol.
5): 345-350

20
21

Setiawati, I. H. (2008). Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap
Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Usmiati. (2011). Pengaruh Enzim Proteolitik Terhadap Karakteristik Dadih Susu.
Bogor: Institit Pertanian Bogor.
Ward. A.G dan A. Courts. (1977). The Science and Technology of Gelatin. London :
Academic Press.
Weaver, C. M and Daniel, J.R. (2005). The food Chemistry Laboratory: A Manual for
Experimental Foods, Dietetics and Food Scientist 2 nd Edition. Boca Raton :
CRC Press.
Winarno, F. G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Wiratmaja, H. (2006). Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan (thunnus sp)
menjadi Gelatin serta Analisis Fisika-Kimia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Wulandari, F. (2008). Uji Kadar Protein Tape Singkong (Manihot utilissima) dengan
Penambahan Sari Buah Nanas (Ananas comosus). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
8. LAMPIRAN

8.1. Laporan Sementara

8.2. Jurnal

22

Anda mungkin juga menyukai