Isu Isu Kontemporer - Filsafat Manusia
Isu Isu Kontemporer - Filsafat Manusia
ISU-ISU KONTEMPORER
10.1. Kloning
10.1.1. Apa Itu Kloning
10.1.2. Tujuan Kloning
10.1.3. Pro dan Kontra Kloning
10.2. Kehidupan Ekstraterestrial
Untuk melengkapi pembahasan tentang filsafat manusia, dibahas dua isu kontemporer,
yakni (1) kloning, dan (2) kehidupan ekstraterestrial. Kedua topik ini tidak akan dibahas secara
mendalam, karena diharapkan hanya sebagai pelengkap materi yang telah disajikan. Tapi kedua
topik ini dirasakan sangat relevan karena memberikan perspektif (dan harapan) baru untuk
menjawab pertanyaan klasik: siapakah manusia itu?
12.1. Kloning
Kloning adalah isu yang terkait dengan filsafat manusia. Selain terkait langsung dengan
konsep-konsep dasar tentang hakikat dan struktur manusia, masalah kloning menimbulkan
implikasi etis. Oleh sebab itu topik ini dibicarakan di sini untuk memperluas perspektif tentang
hakikat manusia dan tantangan dari kemajuan teknologi.
93
domba yang telah dikeluarkan intinya. Sel yang tersuburkan itu lalu distimulasi dengan daya
listrik. Dari 277 percobaan fusi sel, hanya 29 yang mulai membagi diri. Semua ini dimasukkan
dalam domba betina. Tiga belasnya kemudian jadi hamil, tapi hanya satu yang lahir, yakni Dolly.
Sejauh ini belum dilaporkan tentang kelahiran manusia hasil kloning, tapi teknologi dan
pemahaman ilmiahnya sudah siap sehingga manusia seperti itu bisa lahir kapan saja. Maka yang
mendesak ialah pertanyaan etis: apakah etis manusia diciptakan lewat teknologi kloning?
Dengan melakukan kloning, dalam arti tertentu orang memiliki lebih dari diri mereka di
dunia dan dengan demikian dampaknya juga lebih besar.
Orang tua dapat mengganti seorang anak yang meninggal dengan anak baru yang sama
secara genetik.
Orang tua dapat menciptakan klon dari seorang anak yang sakit guna mempersiapkan
sumsum tulang atau unsur tubuh penyelamat kehidupan lainnya yang dapat disiapkan
dengan risiko relatif kecil bagi klon.
Orang tua yang memiliki gen yang membahayakan dapat menghasilkan anak lewat
kloning dari pada menanggung risiko besar bahwa anaknya akan mati lebih awal.
Menyiapkan organ bagi transplantasi.
Klon-klon lain dapat dilakukan dengan kapasitas mental unggul atau rendah yang cocok
untuk melakukan tugas-tugas yang dibutuhkan misalnya memecahkan suatu masalah
yang sangat sulit.
94
Scientific Inquiry: kebebasan dalam penyelidikan ilmiah dijunjung tinggi. Pengetahuan
yang makin banyak dan makin baik akan memungkinkan orang membuat pilihan yang
lebih tepat.
Utility dan autonomy memang merupakan justifikasi yang kuat, tapi bukan merupakan
basis etis yang kuat bagi kloning manusia. Pertimbangan utility dinilai tidak bisa jalan
(unworkable) dan berbahaya (dangerous). Tidak bisa jalan sebab tidak seluruh aspek teknik
kloning sudah dipahami. Berbahaya karena belum diketahui cara yang ampuh untuk melindungi
pihak yang lemah. Sedangkan pertimbangan autonomy dinilai hanya berdasarkan kepentingan
diri (selfish) dan berbahaya.
12.1.2.3. Destiny
Justifikasi ini termasuk bidang refleksi teologis. Menurut justifikasi ini, adalah bagian
dari tujuan yang telah diberikan Tuhan untuk melakukan kontrol penuh atas proses reproduksi
kita. Bill Clinton misalnya bereaksi terhadap kabar lahirnya Dolly dengan mendesak agar
kloning dilarang karena, menurut dia, itu “mempermainkan Tuhan” (playing God). Tapi ada
masalah dengan pemikiran seperti ini. Manfaat kloning adalah dengan kloning kita memperoleh
suatu manfaat. Tapi menggunakan orang lain tanpa persetujuan mereka demi tujuan kita
merupakan pelanggaran terhadap status mereka sebagai makluk yang diciptakan menurut
gambaran Tuhan. Orang memiliki martabat yang diberikan Tuhan sehingga kita tak boleh
menggunakan mereka sebagai alat untuk mencapai tujuan kita.
Justifikasi otonomi juga tak dapat diterima dari perspektif teologis. Mestinya
menghormati otonomi manusia harus pula berarti mendorong penghormatan terhadap otonomi
orang lain. Tapi ada bahaya bahwa tidak ada tempat bagi Tuhan dalam arti otonomi. Artinya, itu
merupakan autonomy over God dan bukan autonomy under God. Mestinya dalam otonomi yang
dimaksud itu ada faktor Tuhan di dalamnya. Dengan kata lain, otonomi harus berakar dalam
Tuhan, dalam menciptakan manusia menurut citra sang Pencipta.
Kesimpulannya, menurut John F. Kilner, justifikasi utility, autonomy, dan destiny tidak
cukup untuk membenarkan kloning manusia. Bahkan ketiganya merupakan alasan untuk
menolak kloning.
95
seorang wanita berusia 35 tahun. Pada 4 Februari diketahui bahwa upaya itu gagal sehingga
perempuan itu tidak hamil.
Sejauh ini ada pandangan pro dan kontra terhadap kloning. Mereka yang pro mengatakan
praktik ini bermanfaat besar karena dapat menghasilkan sel-sel identik secara genetik untuk obat
regeneratif, serta jaringan-jaringan dan organ-organ bagi transplantasi. Teknologi baru itu juga
berguna bagi pengobatan penyakit-penyakit mematikan seperti kanker, penyakit jantung, dan
diabetes. Teknologi kloning juga dapat memberikan kesuburan kepada pasangan yang tidak
subur sehingga dapat menghasilkan anak. Kloning juga dapat menghalangi proses penuaan pada
manusia, paling tidak menguranginya.
Mereka yang tidak setuju dengan kloning mendasarkan pendapat mereka pada implikasi
sosial-etis yang ditimbulkan oleh kloning manusia. Kloning dapat mengubah bentuk struktur
keluarga dengan memperumit peran orang tua dalam keluarga sehingga membuat komplikasi
pada hubungan genetik dan sosial antara sang ibu dan anak, dan juga hubungan antara para
anggota keluarga lainnya dan klon.
Berbagai negara di dunia masih menganggap kloning sebagai suatu yang haram. Pada
Maret 2005 sebuah deklarasi PBB melarang segala bentuk kloning manusia karena bertentangan
dengan martabat kemanusiaan. Australia melarang kloning terapeutik, tapi sejak Desember 2006
kloning terapeutik diisinkan di beberapa negara bagian.
Konvensi HAM dan Biomedis Uni Eropa melarang kloning manusia yang hanya
diratifikasi oleh Yunani, Spanyol dan Portugal. Tapi Piagam HAM Uni Eropa secara eksplisit
melarang kloning manusia reproduktif. Di AS larangan kloning menjadi perdebatan sejak tahun
1998 sampai 2007. Pada 10 Maret 2010 diratifikasi UU yang melarang pendanaan bagi kloning
manusia. Tapi riset ke arah itu masih dilakukan sejumlah institusi. Sekarang ada 13 negara yang
melarang kloning reproduktif dan tiga negara bagian yang melarang penggunaan dana publik
untuk kloning.
Pada 15 November 2001 semua bentuk kloning di Inggris dilarang. Pada 11 Agustus
2004 dikeluarkan lisensi bagi Universitas Newcastle untuk melakukan riset penyembuhan
diabetes, Parkinson, dan Alzheimer. Pada 2008 Inggris membolehkan eksperimen tentang
embrio manusia-hewan hybrid.
Paus Benedictus XVI mengutuk praktik kloning manusia dalam instruksinya Dignitas
Personae dan mengatakan bahwa kloning manusia merupakan “pelanggaran berat terhadap
martabat pribadi dan kesetaraan fundamental semua orang”.
Kaum Sunni berpendapat bahwa kloning manusia dilarang oleh Islam. The Islamic Fiqh
Academy, dalam keputusan konferensi kesepuluh di Jeddah 1997 mengeluarkan fatwa yang
menegaskan bahwa kloning manusia adalah haram (dilarang).
Di kalangan orang beragama kloning memantik perdebatan seru tentang: dari manakah
jiwa manusia klon, dari Tuhan (seperti diajarkan agama) atau dari para ilmuwan? Kini para
ilmuwan (tentu saja yang ateis atau agnostik) berani mengklaim bahwa merekalah “pencipta”
sang manusia klon. Jadi, mereka bisa menciptakan nyawa. Pandangan seperti ini jelas membuat
orang-orang beragama geram.
Teknologi kloning memungkinkan ilmuwan untuk mengambil beberapa sel dari Stephen
Hawking, misalnya, lalu menciptakan ratusan bayi klon yang memiliki gen yang sama.
Bayangkan seorang diktator yang berangan-angan untuk melihat dirinya lahir dan bertumbuh dan
memenuhi bumi, sehingga bumi dihuni oleh sebuah ras baru yang secara genetik merupakan
manusia-manusia super.
96
Bahkan teknologi memungkinkan kloning dari sel orang yang sudah meninggal. Sel-sel
diambil dari tubuh mereka sebelum mereka meninggal lalu disimpan. Ini merupakan teknik
standar. Dengan cara demikian para orangtua dapat mereproduksi “copy karbon” dari seorang
anak yang sudah meninggal. Pada Januari 2003 Clonaid mengklaim telah mengklon seorang
anak dari sebuah pasangan suami istri di Jepang yang mati karena kecelakaan lalu lintas.
Teknologi kloning yang kini telah menghasilkan ribuan hewan, penuh janji bagi masa depan
manusia tapi sekaligus juga mengkhawatirkan.
97
Kisah penjelajahan manusia untuk mencari kehidupan di sistem tata surya kita mencapai
puncaknya dengan pendaratan dua pesawat Viking di Mars pada bulan Juli dan Agustus 1976.
Viking melakukan eksperimen untuk mendeteksi proses-proses biologis dari metabolisme,
fotosintesis, dan pernafasan. Meski eksperimen metabolisme memberikan hasil positif,
chromotograf gas gagal mendeteksi adanya molekul-molekul organik sehingga para ilmuwan
berpendapat reaksi-reaksi yang diobservasi adalah reaksi kimiawi, bukan biologis. Pendapat
umum dewasa ini ialah bahwa hampir tidak mungkin ada bentuk kehidupan rendah di Mars.
Mercurius dan Venus hampir dipastikan tidak mendukung kehidupan karena suhu di sana
terlalu panas (Mercurius 430 derajat C, Venus 485 derajat C). Sedangkan planet-planet luar
(Saturnus dan Jupiter) juga tidak menopang kehidupan karena suhunya terlalu dingin (suhu -140
derajat C). Jadi, untuk saat ini di sistem tata surya kita kehidupan hanya terdapat di planet bumi.
Belum ada petunjuk tentang kemungkinan adanya suatu bentuk kehidupan, paling rendah sekali
pun, di planet lain.
Pertanyaan besar yang sudah lama menggugah manusia ialah: apakah ada makluk
berintelijensi di angkasa luar? Apakah ada peradaban teknik (yang lebih maju dibanding
teknologi kita di awal abad 21) di sistem tatasurya lain atau di galaksi lain? Selama ini makluk
berintelijensi tinggi dengan teknologi sangat canggih hanya muncul dalam cerita-cerita fiksi
ilmiah. Tidak ada bukti bahwa bumi pernah dikunjungi makluk berintelijensi dari galaksi lain
walaupun terdapat banyak laporan tentang fenomena Unidentified Flying Objects (UFO). Inti
dari kisah-kisah fiksi ilmiah itu ialah bahwa makluk berintelijensi di angkasa luar mungkin
punya wujud fisik yang berbeda dengan manusia di planet bumi kita sebagai hasil adaptasi
dengan lingkungan fisik mereka yang mungkin berbeda.
Kehidupan ekstraterestrial bisa saja didasarkan pada prinsip-prinsip yang sangat berbeda
dari yang berlaku di bumi. Kita tahu bahwa kehidupan di bumi secara struktural didasarkan pada
karbon, dan air digunakan sebagai medium interaksi. Hidrogen, nitrogen, fosfor, dan sulfur juga
penting. Fosfor berfungsi menyimpan dan mentranspor energi, sedangkan sulfur penting bagi
konfigurasi molekul-molekul protein tiga dimensi. Atom-atom khusus seperti ini, kata beberapa
ilmuwan, tidak mutlak menjadi atom dari kehidupan ekstraterestrial.
Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk mencoba memperkirakan berapa
banyak peradaban tinggi (intelligent civilization) yang mungkin menghuni galaksi kita. Salah
satu perhitungan pernah diberikan oleh astronom radio Frank Drake. Rumusannya yang terkenal
ialah N = R.fpnef1f1fcL. Setiap huruf di bagian kanan dari persamaan merupakan faktor yang
dibutuhkan untuk mendukung kehidupan berintelijensi.
Tiga faktor pertama adalah faktor fisika yang memperhitungkan kecepatan formasi
bintang (R.), fraksi bintang-bintang dengan sistem-sistem planeter (fp), dan jumlah planet di tiap
sistem dengan kondisi yang cocok untuk kehidupan (ne). Kedua faktor berikutnya adalah
biologis, sedangkan kedua faktor terakhir adalah evolusi sosietal. Akan tetapi faktor-faktor
dalam rumusan itu sangat sulit dipahami. Berdasarkan rumus Drake ini, para ilmuwan
memperkirakan bahwa terdapat sebanyak-banyaknya 10.000.000 peradaban teknik di galaksi kita
dan paling sedikit terdapat satu, yakni yang terdapat di bumi kita.
Penjelajahan tak berawak antarbintang saat ini sudah dilakukan, tetapi perjalanan
berawak belum terlaksana sampai sekarang. Masalah yang dihadapi adalah jauhnya jarak antara
bumi dan bintang-bintang di galaksi kita, apalagi dengan galaksi lain yang dalam hitungan sekian
tahun cahaya. Itulah sebabnya cara termudah dan efektif untuk komunikasi antar-bintang ialah
dengan komunikasi radio. Sarana ini digunakan misalnya oleh proyek yang dinamakan Search
for Extraterrestrial Intelligence (SETI) seperti di stasiun radio berdiameter 1000 kaki di Cornell
98
University, atau Arecibo Observatory di Puerto Rico. Para ilmuwan memperkirakan komunikasi
dengan sinyal radio antar-bintang dapat dipancarkan dan diterima dalam rentang jarak 1.000
tahun cahaya. Dalam volume yang dipusatkan di bumi, dan dalam radius jangkauan 1.000 tahun
cahaya berarti menjangkau lebih dari 10 juta bintang!
Tentu ada masalah dengan komunikasi radio. Pemilihan fruekuensi, bintang yang dituju,
konstan waktu, dan karakter pesan harus dipilih oleh planet pemancar sehingga planet yang
menerima dengan mudah menangkap pesan tersebut. Tapi masalah-masalah itu belum teratasi.
Tahun 1959 Philip Morrison dan Giuseppe Cocconi mengusulkan frekuensi 1.420 mHz sebagai
saluran komunikasi. Tapi melimpahnya hidrogen dikhawatirkan justru membuat saluran ini
terlalu berisik.
Ada kesamaan pandangan di kalangan ilmuwan bahwa bumi kita relatif sangat
terkebelakang. Oleh sebab itu kita tidak perlu memancarkan pesan kepada planet hipotetis di
bintang lain, dan lebih baik mendengarkan transmisi radio dari planet-planet bintang lain.
Proyek Ozma yang dirancang Frank Drake tahun 1960 di National Radio Astronomy
Observatory di Green Bank, misalnya, diarahkan ke bintang Epsilon Eridani dan Tau Ceti yang
jaraknya dari bumi hanya 12 tahun cahaya. Proyek ini gagal tapi tetap tercatat sebagai perintis
dalam membangun komunikasi radio antar-bintang. Sejak 1960 sekitar 45 usaha pencarian SETI
dilakukan di seluruh dunia.
Penemuan kehidupan ekstraterestrial, betapapun primitif jenisnya, akan membawa
revolusi fundamental dalam ilmu biologi. Tetapi andaikata tidak ditemukan suatu jenis
kehidupan di sana, exobiologi tetap punya arti penting. Studi exobiologi bermanfaat bagi banyak
disiplin ilmu seperti studi tentang asal usul bintang, planet, dan kehidupan; studi tentang evolusi
intelijensi; studi tentang peradaban teknik; dan studi tentang problem politik untuk mencegah
pemusnahan ras bangsa manusia itu sendiri.
Manusia boleh berharap akan menemukan makluk berintelijensi di angkasa luar. Tapi ada
pula orang berpandangan bahwa “hewan berakal budi” alias manusia hanya terdapat di planet
bumi. Tentang ini Loren Eiseley (1957) menulis:
“Cahaya datang dan pergi di langit malam. Manusia, yang akhirnya dipusingkan
oleh barang-barang yang mereka ciptakan sendiri, dapat saja terayun-ayun
dalam tidurnya dan memimpikan mimpi buruk, atau terbaring sadar ketika
meteor-meteor berbisik dengan lembut di kepala mereka. Tapi di angkasa luar
atau ribuan dunia di antariksa tidak ada manusia yang mengalami kesepian
seperti yang kita alami. Mungkin ada kebijaksanaan; mungkin ada kekuasaan; di
suatu tempat di angkasa luar ada peralatan-peralatan besar yang ditangani oleh
organ-organ aneh dan manipulatif, mungkin dengan sia-sia memandang
gumpalan awan yang melayang, pemilik-pemiliknya memendam kerinduan seperti
kerinduan kita. Akan tetapi, berdasarkan hakikat kehidupan dan prinsip-prinsip
evolusi kita telah menemukan jawabannya. Tentang manusia (seperti yang
dikenal di bumi) di mana saja, dan di luar itu, tidak akan ada seorang pun.”
99