Anda di halaman 1dari 14

Nama : Putri Fitasari

NIM : 6411418106
Rombel : 3
Tugas Resume Dasar Epidemiologi
Tinjauan Strategis Desain Epidemiologi
1.STUDI DESKRIPTIF
 Studi deskriptif adalah riset epidemiologi yang bertujuan menggambarkan pola distribusi
penyakit dan determinan penyakit menurut populasi, letak geografik, dan waktu. Indikator
yang digunakan seperti umur, gender, ras, status, perkawinan, pekerjaan, maupun variabel-
variabel gaya hidup seperti jenis makanan, pemakaian obat-obatan atau perilaku seksual.
 Manfaat dari studi deskriptif antara lain:
a) Sebagai masukan tentang pengalokasian sumberdaya dalam rangka perancanaan yang
efisien kepada perencana kesehatan, administator kesehatan dan pemberi pelayanan
kesehatan.
b) Sebagai petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa suatu variabel adalah faktor
resiko penyakit yang akan diuji lebih lanjut pada studi analitik.
 Studi deskriptif dapat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan unit pengamatan atau analisis,
antara lain;
1. Unit pengamatan populasi
Dalam rancangan studi deskriptif yang mengamati populasi dibagi menjadi dua,
yaitu, studi korelasi dan rangkaian berkala (time series).
2. Unit pengamatan individu
Dalam rancangan studi deskriptif yang mengamati individu dibagi menjadi tiga,
yaitu, laporan kasus (case report), Rangkaian kasus (case series), dan studi potong-lintang
(cross-sectional).
 Pembagian Studi Epidemiologi Deskriptif antara lain adalah :
a. Laporan kasus dan seri kasus
Laporan kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian satu kasus
baru yang menarik yang dilakukan oleh satu orang peneliti atau lebih untuk mendapatkan
gejala atau tanda-tanda spesifik, misalnya terjadi kasus keracunan merthyl mercuri di Teluk
Minimata Jepang.
Tujuan studi kasus adalah untuk mengenal karakteristik kasus . Setelah karakteristik dikenal
baru kemudian disusun gejala-gejala dan tanda-tanda. Misalnya yang termasuk gejala
subjektif, tanda-tandanya ditemukan dari anamnese, sedangkan gejala yang bersifat objektif
ditemukan dari hasil pemeriksaan laboratorium.
Serial kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian sekumpulan kasus
baru dengan diagnosis serupa, dengan mendistribusikan pada variabel-variabel tertentu untuk
melihat kecenderungan-kecenderungan tertentu. misal pada tahun 1985 ditemukan penyakit
break dancing neck.
Tujuannya adalah untuk melihat kecenderungan-kecenderungan tertentu. Tidak ada batasan
jumlah kasus dalam kasus seri. Kasus seri dilaporkan dalam bentuk proporsi (rancangan
kasus seri bukan ukuran frekuensi). Dalam kasus seri perlu juga didapat data populasi. Secara
sistematis variabel dikelompokkan kedalam tiga kelompok besar yaitu :
1) Kelompok orang, meliputi; demografi, genetik dan umur. Kelompok demografi meliputi
alamat, umur, sex, sosial ekonomi, ras, pendidikan, pekerjaan, status. Kelompok orang dari
segi genetik meliputi riwayat keluarga. Sedangkan dari kelompok prilaku meliputi morokok,
minuman keras, hobby, olahraga dan tidur.
2) Kelompok tempat, meliputi alamat, lingkungan kerja, dataran tinggi – rendah.
3) Kelompok waktu, meliputi pagi - siang – malam; bulan; musim (panas-hujan).
Kelemahan studi ini adalah :
1) Tidak ada grup kontrol
2) Tidak dapat dilakukan studi hipotesa
b. Studi ekologi / korelasi
Studi Korelasi merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan
hubungan korelatif antara penyakit dengan karakteristik suatu populasi pada waktu yang
sama atau pada populasi yang sama pada waktu yang berbeda.
Karakteristik dari populasi yang akan di teliti biasanya tergantung pada minat seorang
peneliti, misalnya, mengenai jenis kelamin, umur, kebiasaan mengkonsumsi makanan
tertentu, obat-obatan, rokok, aktifitas, tempat tinggal dan lain-lain. Contohnya adalah :
1) Hubungan antara tingkat penjualan obat anti asma dengan jumlah kematian yang diakibatkan
oleh penyakit ashma.
2) Hubungan antara jumlah konsumsi rokok pada satu wilayah dengan jumlah kematian yang
diakibatkan oleh penyakit paru.
Kelebihan dari Studi korelasi adalah sangat tepat bila digunakan sebagai dasar penelitian
untuk melihat hubungan antara fakor paparan dengan penyakit, karena mudah dilakukan
dengan informasi yang tersedia sehingga dapat muncul hipotesis kausal dan selanjutnya dapat
diuji dengan rancangan studi epidemiologi analitik.
Kelemahan dari studi korelasi adalah studi korelasi mengacu pada populasi (kelompok),
sehingga tidak dapat mengidentifikasikan kondisi per individu dalam kelompok
tersebut.Selainitu dalam studi korelasi juga tidak dapat mengontrol faktor perancu yang
potensial, misalnya dalam studi korelasi mengenai hubungan antara jumlah perokok dengan
jumlah penderita kanker paru, pada studi korelasi tidak mampu untuk mengidentifikasikan
faktor perancu lain seperti, faktor polusi, jenis pekerjaan, aktifitas, dan lain-lain.
c. Cross sectional
Merupakan rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dengan
paparan(pajanan) secara acak terhadap satu individu dimana faktor pencetus dan status
penyakit diteliti pada waktu yang sama.
Ciri khas rancangan cross sectional :
1) Peneliti melakukan observasi atau pegukuran variabel pada satu saat tertentu.
2) Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua faktor baik pemajanan (eksposur)
maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama. Variabelnya bebas dan terikat yang
dikumpulkan dalam waktu yang sama.
3) Hanya menggambarkan asosiasi bukan sebab -akibat.
4) Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap
pengukuran yang dilakukan.
5) Desain ini dapat digunakan pada deskriftif dan analitik.
Tujuan dari kegiatan ini:
1) Mempelajari angka kejadian suatu penyakit /masalah kesehatan.
2) Mempelajari hubungan antara suatu faktor resiko dengan angka kejadian suatu penyakit.
Keuntungan :
1) Mudah dan murah dilakukan, cepat diperoleh hasil.
2) Dilakukan pada satu waktu.
3) Memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum.
4) Dapat meneliti banyak variabel.
5) Dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
6) Menggambarkan hubungan dan kondisi satu penyakit dan pemicunya.
7) Tidak hanya terhadap individu yang mendapatkan pengobatan.
Kerugian :
1) Tidak tepat untuk meneliti hubungan kausal antara penyakit dengan pemicunya karena
penelitian dilakukan pada satu waktu.
2) Hanya akurat bila dilaksanakan pada individu yang representatif.
3) Tidak dapat dilaksanakan pada semua kasus.
2. STUDI ANALITIK
a. Pengertian Studi Epidemiologi Analitik
Epidemiologi analitik merupakan studi epidemiologi yang ditujukan untuk mencari faktor-
faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi yaitu tinggi
atau rendahnya frekuensi penyakit pada kelompok individu. (Eko Budiarto, 2002:111).
Epidemiologi analitik adalah epidemiologi yang menekankan pada pencarian jawaban
terhadap penyebab terjadinya frekuensi, penyebaran serta munculnya suatu masalah
kesehatan. Studi analitik digunakan untuk menguji hubungan sebab akibat dan berpegangan
pada pengembangan data baru. Kunci dari studi analitik ini adalah untuk menjamin bahwa
studi di desain tepat sehingga temuannya dapat dipercaya (reliabel) dan valid.
b. TujuanStudi Epidemiologi Analitik
Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk:
1) Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit.
2) Memprediksikan kejadian penyakit
3) Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit.
c. JenisStudi Epidemiologi Analitik
Berdasarkan peran epidemiologi analitik dibagi 2 :
1) Studi Observasional
a) Studi potong lintang (Cross sectional)
Rancangan cross sectionaladalah suatu rancangan epidemiologi yang mempelajari
hubungan penyakit dan faktor penyebab yang mempengaruhi penyakit tersebut dengan
mengamati status faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut secara serentak pada individu
atau kelompok pada satu waktu.
Penelitian cross sectional adalah suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk
faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu
yang sama.

Langkah – langkah penelitian cross sectional :

i. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor resiko dan faktor efek.
ii. Menetapkan subjek penelitian.
iii. Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor resiko dan efek sekaligus
berdasarkan status keadaan variabel pada saat itu (pengumpulan data).
iv. Melakukan analisi korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasi
(pengukuran)
Contoh : Ingin mengetahui hubungan antara anemia besi pada ibu hamil dengan Berat Badan Bayi Lahir
(BBL) denagn menggunakan rancanagn atau pendekatan cross sectional.

Ciri khas rancangan cross sectional :


i. Peneliti melakukan observasi / pengukuran variabel pada suatu saat tertentu.
ii. Status seorang individu atas ada atau tidaknya kedua faktor baik pemajanan (exposure)
maupun penyakit yang dinilai pada waktu yang sama.
iii. Hanya menggambarkan hubungan aosiasi bukan sebab akibat.
iv. Apabila penerapannya pada studi deskriptif, peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap
pengukuran yang dilakukan.
Kelebihan rancangan cross sectional :
i. Mudah dilaksanakan.
ii. Sederhana.
iii. Ekonomis dalam hal waktu.
iv. Hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.
v. Dalam waktu bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel resiko
maupun efek.
Kekurangan rancangan cross sectional :
i. Diperlukan subjek penelitian yang besar.
ii. Tidak dapat menggambarkan perkembangan penyakit secara akurat.
iii. Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan.
iv. Kesimpulan korelasi faktor resiko dengan efek paling lemah bila dibandingan dengan dua
rancangan epidemiologi yang lain
b) Kasus kontrol (case control)
A. Design Studi Cross-Sectional
Studi potong lintang untuk penelitian analitik adalah studi yang mempelajari prevalensi,
distribusi maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian) dengan cara mengamati
status paparan, penyakit, atau karakteristik terkait kesehatan lainnya secara serentak pada
individu-individu dari suatu populasi pada suatu saat. Studi potong lintang pada dasarnya
adalah survey (Rothman, 2002; CDC, 2002). Berikut skema dari design studi cross-sectional:
Skema Design Studi Cross-Sectional
Berdasarkan gambar diatas, peneliti menentukan populasi yang akan diteliti, melakukan
pencuplikan (random, fixed exposure atau fixed exposure) lalu mengumpulkan informasi dari
individu-individu dalam sampel tentang status penyakit, paparan, atau kedua-duanya. Karena
data diperoleh pada suatu titik waktu maka studi cross-sectional ibarat “memotret” frekuensi
penyakit, paparan faktor penelitian atau kedua-duanya pada suatu populasi pada suatu saat
(Rothman, 2002; CDC, 2002).
Prosedur pencuplikan random sederhana dapat digunakan pada studi cross-sectional
analitik jika frekuensi paparan maupun penyakit cukup tinggi. Sebagai alternative studi cross-
sectional dapat juga melakukan pencuplikan sampel berdasarkan status paparan atau status
penyakit. Fixed exposure sampling merupakan cara pemilihan sampel berdasarkan status
paparan subjek penelitian. Fixed exposure sampling terutama digunakan digunakan untuk
paparan langka. Fixed disease sampling merupakan cara pemilihan sampel berdasarkan status
penyakit subjek penelitian. Fixed disease sampling terutama digunakan pada keadaan
penyakit langka.
1. Kekuatan Dan Kelemahan Design Studi Cross-Sectional
a. Kekuatan :
1) Desain penelitian mudah untuk dilakukan dan biayanya murah
2) Desain yang efesien untuk mendeskripsikan distribusi penyakit dihubungkan dengan
distribusi sejumlah karakteristik populasi, misalnya usai, jenis kelamin, pendidikan, social
ekonomi, dan lain-lain.
3) Sebagai studi analitik, potong lintang bermanfaat untuk menformulasikan hipotesis hubungan
kausal yang akan diuji dalam studi analitik lainnya seperti kasus kontrol dan kohort
4) Tidak memaksa subjek mengalami faktor yang merugikan kesehatan (tidak adanya
perlakuan)
b. Kelemahan :
1) Studi potong terbatas untuk menganalisis hubungan kausal antara faktor risiko dan penyakit
karena tidak dapat menjelaskan runtutan waktu antara faktor risiko dengan penyakit
(Gerstman, 2003)
2) Penggunaan data prevalensi, padahal dalam penelitian faktor risiko dan etiologi penyakit
menuntut penggunaan data insidensi penyakit artinya bahwa pengamatan status penyakit
harus segera dilakukan pada fase awal klinis penyakit, keterlambatan mengidentifikasi
penyakit terutama pada penyakit dengan durasi yang pendek dan penyakit yang langka akan
menghasilkan frekuensi penyakit yang berbeda (Murti, 2003)

2. Prevalence Ratio
Studi cross-sectional membandingkan proporsi orang-orang yang terpapar yang mengalami
penyakit (a/(a+b)) dengan orang-orang yang tidak terpapar yang mengalami penyakit
(c/(c+d)). Prevalence Ratio (PR) menunjukkan peran faktor risiko dalam terjadinya efek pada
studi potong lintang. PR dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menggunakan table
2x2 sebagai berikut:
Faktor Risiko Penyakit Total
Ya Tidak
Terpapar a B a+b
Tidak Terpapar c D c+d
Total a+c b+d a+b+c+d=N
Rumus untuk menghitung prevalence ratio (PR) adalah sebagai berikut :
PR = a/ (a+b)
c/ (c+d)
PR harus selalu disertai nilai interval kepercayaan (confidence interval) yang dikehendaki,
misalnya interval kepercayaan 95%. Interpretasi hasil PR adalah :
1) Jika nilai PR = 1 maka variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruh dalam
terjadinya efek/penyakit.
2) Jika nilai PR > 1 maka variabel tersebut sebagai faktor risiko terjadinya efek/penyakit.
3) Jika nilai PR < 1 maka faktor yang diteliti merupakan faktor protektif terjadinya
efek/penyakit.

c) Kohort
B. Design Studi Kohort
Studi kohort adalah rancangan studi yang mempelajari hubungan antara paparan dan
penyakit dengan cara membandingkan kelompok terpapar dengan kelompok tidak terpapar
berdasarkan status penyakit. Kemudian diikuti sepanjang suatu periode waktu tertentu untuk
melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami
efek/penyakit. Studi kohort termasuk jenis design studi prospektif atau longitudinal, dimana
subjek diikuti selama periode tertentu. Dengan menggunakan design studi kohort, maka
peneliti mengetahui lebih dari satu efek/penyakit tetapi sedikit paparan.
Berdasarkan waktu kronologis antara kejadian fenomena sesungguhnya dan waktu
penelitian, studi kohort dibagi menjadi dua jenis yaitu kohort prospektif dan kohort
retrospektif. (Rothman, 2002; Eric, 2002).
1) Kohort Prospektif
Dikatakan kohort prospektif dikarenakan peneliti melakukan identifikasi paparan di awal
penelitian kemudian dilakukan follow up untuk melihat kejadian penyakit di masa yang akan
dating (Gordis, 1996).

Skema Kohort Prospektif


2) Kohort Retrospektif
Pada studi kohort retrospektif, membandingkan antara kelompok terpapar dan tidak terpapar
dengan menggunakan data historis dari masa lalu dan hasil penelitian dipastikan pada saat
penelitian dimulai (Gordis, 1996).
Skema Kohort Retrospektif
1. Kekuatan dan Kelemahan Studi Kohort
a. Kekuatan studi kohort meliputi :
1) Dapat diketahui sekuens waktu antara paparan dan penyakit dapat diketahui secara pasti.
2) Pada studi kohort dapat menghitung laju insidensi (kecepatan terjadinya penyakit) karena
penelitian dimulai dari faktor risiko sampai terjadinya penyakit.
3) Dapat meneliti paparan langka
4) Studi kohort memungkinkan peneliti mempelajari sejumlah efek secara serentak dari sebuah
paparan. Misalnya apabila kita telah mengidentifikasi kohort berdasarkan pemakaian
kontrasepsi oral (Pil KB) maka dengan studi kohort dapat diketahui sejumlah kemungkinan
efek kontrasepsi oral pada sejumlah penyakit seperti infark miokardium, kanker payudara dan
kanker ovarium.
5) Studi kohort prospektif, bias dalam menyeleksi subjek dan menentukan paparan kecil. Sebab
penyakit yang diteliti belum terjadi. Sebaliknya pada studi kohort retrospektif ada
kemungkinan terjadi bias yang menyerupai studi kasus kontrol sebab semua peristiwa yang
relevan telah terjadi pada saat peneliti memulai penelitiannya.
6) Tidak ada subjek yang sengaja dirugikan karena tidak mendapat terapi yang bermanfaat atau
mendapat paparan faktor yang merugikan kesehatan.
7) Hubungan sebab akibat lebih jelas dan lebih menyakinkan.
b. Kelemahan kohort meliputi :
1) Studi kohort propektif lebih mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama Sedangkan
studi retrospektif membutuhkan ketersediaan data sekunder yang lengkap.
2) Studi kohort tidak efisien dan tidak praktis untuk mempelajari penyakit yang langka
3) Hilangnya subjek selama penelitian karena imigrasi, tingkat partisipasi yang rendah, atau
meninggal dan sebagainya merupakan masalah yang mengganggu validitas penelitian
4) Karena faktor penelitian sudah ditentukan terlebih dahulu pada awal penelitian maka studi
kohort tidak cocok untuk merumuskan hipotesis.

2. Memilih Kelompok Terpapar Dan Tidak Terpapar


Pada studi kohort harus diperhatikan kelompok yang akan dijadikan penelitian, baik
pada kelompok terpapar ataupun tidak terpapar.
a. Kelompok terpapar
Kelompok terpapar dapat diperoleh dari populasi umum dan populasi khusus.
1) Populasi Umum
Pemilihan kelompok terpapar yang berasal dari populasi umum memungkinkan peneliti
mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat dari subjek penelitian. Populasi umum
merupakan pilihan yang tepat pada beberapa keadaan seperti : prevalensi paparan pada
populasi cukup tinggi, mempunyai batas geografik yang jelas, secara demografik stabil dan
ketersediaan catatan demografik yang lengkap.
2) Populasi Khusus
Pemilihan populasi khusus merupakan pilihan alternatif apabila prevalensi paparan dan
penyakit pada populasi umum rendah.
b. Kelompok Tidak Terpapar
Kelompok tidak terpapar dapat dipilih dari populasi kohor atau populasi umum.
1) Populasi Kohort
Kelompok tidak terpapar dapat dipilih dari populasi yang sama dengan populasi kelompok
terpapar.
2) Populasi Umum
Kelompok tidak terpapar juga dapat dipilih dari populasi yang bukan populasi asal kelompok
terpapar, tetapi harus dipastikan kedua populasi harus sama dalam hal faktor-faktor yang
merancukan penilaian hubungan antara paparan dan penyakit yang sedang diteliti.
3. Bias dalam Design Studi Kohort
Sejumlah potensi bias harus bisa dihindari atau diperhitungkan dalam melakukan studi
kohort. Bias yang utama meliputi : (Gordis, 1996)
a. Bias dalam penilaian hasil
b. Bias Informasi
c. Bias non-respon dan losses follow-up
d. Bias Analisis
4. Resiko Relative
Pada desain studi kohort, peneliti dapat menghitung besarnya risiko yang dihadapi
kelompok terpapar untuk terkena penyakit. Untuk menilai besarnya risiko terjadinya penyakit
pada kelompok terpapar dapat digunakan perhitungan yang meliputi RR (risiko relative/
relative risk) dan risiko atribut (attributable risk).

Faktor Risiko Penyakit Total


Ya Tidak
Terpapar A B a+b
Tidak Terpapar C D c+d
Total a+c b+d a+b+c+d=N

Risiko Relatif (RR) adalah perbandingan antara insidensi penyakit yang muncul dalam
kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang muncul dalam kelompok tidak terpapar.
Berdasarkan tabel 2x2 diatas, peneliti dapat menghitung rumus RR sebagai berikut :
RR = a/a+b
c/ c+d
RR harus disertai nilai interval kepercayaan (confidence interval) yang dikehendaki, misalnya
interval kepercayaan 95%. Interpretasi hasil RR adalah:
a) Jika nilai RR =1 maka variabel yang diduga sebagai faktor risiko tidak ada pengaruh dalam
terjadinya efek atau dengan kata lain bukan sebagai faktor risiko terjadinya efek (penyakit /
masalah kesehatan)
b) Jika nilai RR >1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1 maka variabel
tersebut sebagai faktor risiko terjadinya efek (penyakit/masalah kesehatan)
c) Jika nilai RR <1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup angka 1 maka faktor yang
kita teliti merupakan faktor protektif untuk terjadinya efek (penyakit/masalah kesehatan)
Risiko atribut (attributable risk AT) adalah selisih antara insidensi penyakit yang diderita
kelompok terpapar dan insidensi penyakit yang diderita kelompok yang tidak terpapar.
Berdasarkan tabel 2x2, peneliti juga dapat menghitung attributable risk sebagai berikut :
𝒂 𝒄
AT = ( )−( )
𝒂+𝒃 𝒄+𝒅
Dalam studi kohort, dapat juga dihitung laju insidensi (incidence density) yaitu kecepatan
kejadian baru penyakit pada populasi. Rumus menghitung laju insidensi adalah sebagai
berikut :
Laju insidensi = jumlah kasus baru penyakit
Jumlah orang yang berisiko x lama waktu berisiko
2. Studi Eksperimental
1. Randomized Controlled Clinical Trials (RCT)
Randomized Controlled Clinical Trials adalah suatu jenis penelitian epidemiologi
dimana subyek dari suatu populasi dikelompokkan secara acak ke dalam grup yang biasa
disebut dengan kelompok studi dan kelompok kontrol, untuk menerima dan tidak menerima
suatu tindakan preventif, terapeutik, manuver dan intervensi. Jenis penelitian ini biasanya
digunakan untuk mengetahui efektivitas suatu obat.
RCT sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya:
1. Open trial: peneliti dan subyek penelitian mengetahui obat apa yang diberikan
2. Single mask (single blind): salah satu pihak tidak mengetahui obat apa yang diberikan, bisa
saja peneliti atau subyek penelitian.
3. Double mask (double blind): kedua pihak ( peneliti dan subyek penelitian) tidak mengetahui
pengobatan yang diberikan, demi menghindari terjadinya berbagai bias
4. Triple mask (triple blind): peneliti, subyek penelitian, dan penilai tidak mengetahui obat apa
yang diberikan.
Karakteristi dari RCT adalah:
1. Adanya randomisasi
2. Memberikan tingkat perlakuan yang berbeda pada subyek penelitian
3. Adanya blinding (teknik untuk membuat subyek dan atau pengamat dan atau peneliti tidak
mengetahui tentang status intervensi dari subyek penelitian. Hal ini untuk mencegah bias
informasi)
4. Adanya restriksi (menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam memilih subjek untuk
penelitian, sehingga semua subjek penelitian memiliki level atau kategori faktor perancu atau
confounding factor yang sama)
5. Intention to threat analysis (semua subjek yang menerima maupun tidak menerima
intervensi, menyelesaikan maupun tidak menyelesaikan intervensi dianalisis, sesuai dengan
hasil randomisasi)
Cara perhitungan sampel pada RCT:
n1 dan n2 : Jumlah subjek kelompok perlakuan dan placebo
Zα : Deviat baku normal untuk kesalahan tipe 1
Zβ : Deviat baku normal untuk kesalahan tipe 2
P1 : Proporsi efek standar (dari pustaka)
P2 : Proporsi efek yang diteliti (ditetapkan peniliti)
P : Setengah x (P1 + P2)
Teknik analisis dari RCT dapat dilakukan dengan:
• Chi square
• ANOVA
• T-test
• Survival analysis
Kelebihan dari desain studi RCT adalah:
1. Faktor bias dapat dikontrol secara efektif karena faktor perancu telah dibagi secara seimbang.
2. Telah dilakukan kriteria inklusi.
3. Dari segi statistika lebih efektif karena jumlah kelompok perlakuan dan kontrol sebanding.
4. Pemilihan peserta secara random sangat menguntungkan uji klinis secara teori.

Kelemahan dari desain studi RCT adalah:


1. Desain dan pelaksanaan yang kompleks dan mahal.
2. Masalah etika memberikan perlakuan yang dihipotesiskan merugikan, atau tidak memberikan
perlakuan yang bermanfaat.
3. Uji klinis terkadang harus dilakukan seleksi tertentu sehingga tidak merepresentasikan
populasi.
4. Jika ukuran sampel terlalu kecil, randomisasi gagal mengontrol faktor perancu.
5. Jika waktu perlakuan terlalu pendek, RCT tidak mampu menunjukan efek perlakuan yang
sesungguhnya.
2. Community Trials
Community trials adalah studi di mana intervensi dialokasikan kepada komunitas,
bukan kepada individu-individu. Intervensi komunitas dipilih karena alokasi intervensi tidak
mungkin atau tidak praktis dilakukan kepada individu. Contohnya adalah "Riset Tentang
Efektivitas Fluorodasi Air Minum Untuk Mencegah Karis Pada Masyarakat"
Jenis desain studi ini sendiri adalah uji eksperimental dan karakteristik dari
community trials adalah:
1. Subjek studi adalah orang-orang bebas penyakit di suatu komunitas tertentu
2. Menekankan pencegahan dan pengobatan
3. Digunakan untuk mengevaluasi intervensi yang bertujuan untuk mengurangi dampak pada
komunitas
4. Pengumpulan data diambil dari komunitas
5. Desain studi yang tepat untuk penyakit yang berhubungan dengan sosial.
Kelebihan dari community trials adalah dengan studi ini kita dapat mengevaluasi
intervensi kesehatan pada masyarakat karena pengujian dilakukan pada keadaan komunitas
yang sebenarnya. Sedangkan kelemahannya adalah dapat terjadi bias seleksi yaitu adanya
perbedaan sistematis antar kelompok perbandingan yang berasal dari prosedur-prosedur yang
digunakan untuk memilih subyek dan faktor–faktor yang mempengaruhi keikutsertaan
responden dalam penelitian, dan dapat pula memungkinkan subyek komunitas yang diteliti
mendapatkan intervensi lain diluar dari penelitian karena penelitian pada komunitas sangat
berbeda dengan penelitian di laboratorium.
Referensi
https://www.academia.edu/36564180/studi_EPIDEMIOLOGI
https://www.scribd.com/
https://www.academia.edu/12376971/Desain_Studi_Eksperimental

Anda mungkin juga menyukai