Anda di halaman 1dari 8

TUGAS KELOMPOK

EKONOMI KELUARGA

REVIEW JURNAL NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Disusun oleh :

1.Vina Rahmasari 1504617004

2.Rizqi Fauziah 1504617005

3. Roses Mercy ASG 1504617008

4. Salwa Nuhaula 1504617052

PENDIDIKAN VOKASIONAL PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2019
JURNAL NASIONAL

“Partisipasi Tenaga Kerja Perempuan dalam Meningkatkan Pendapatan Keluarga”

Pembangunan suatu daerah dapat dikatakan berhasil apabila keluarga yang ada di
dalamnya sejahtera. Dalam UU Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera mengatakan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga
yang dibentuk atas perkawinan yang sah,mampu memnuhi kebutuhan hidup spiritual dan
materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi,
sselaras,dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Dalam sebuah keluarga selain berperan sebagai istri,perempuan juga berfungsi sebagai ibu
rumah tangga yang artinya perempuanlah yang mengatur berbagai macam urusan rumah
tangga dan juga sebagai pencari nafkah keluarga. Beberapa motivasi perempuan untuk
bekerja yaitu karena suami tidak bekerja,pendapatan rumah tangga rendah sedangkan jumlah
tanggungan yang dipikul cukup tinggi, mengisi waktu luang, ingin mencari uang sendiri, dan
ingin mencari pengalaman. Pada umumnya perempuan termotivasi untuk bekerja adalah
untuk membantu menghidupi keluarga dan mereka biasanya bekerja di sektor informal.
Pekerja informal adalah tenaga kerja yang bekerja dalam hubungan kerja informal dengan
menerima upah atau imbalan. Salah satu kegiatannya adalah usaha berdagang, mereka
memilih bekerja di sektor informal karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang sesuai
dengan pendidikan mereka. Dan di penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa variabel umur,
jam kerja, tingkat pendidikan,dan jumlah anak sangat berpengaruh terhadap tingkat
pendapatan keluarga pedagang perempuan.

Ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan menggunakan rumus slovin,
N
yaitu 𝑛 ≥ 1+𝑁𝑒²

Keterangan :

n : ukuran sampel

N : ukuran populasi
e : kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pedagan di Pasar Tumbah pada Pasar Badung
Kota Denpasar yang berjumlah 300 pedagang, sehingga dengan menggunakan derajat
kesalahan (e) 10% diperoleh sampel sebanyak 75%. Kemudian data dikumpulkan dengan
wawancara terstuktur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data
yang telah dikumpulkan kemudian di analisa dengan menggunakan model regresi berganda.

Umur responden pedagang perempuan. Umur merupakan variabel yang berpengaruh terhadap
pendapatan. Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktiftas seseorang dalam
bekerja, dimana kondisi umur yang masih produktif, maka kemungkinan seseorang akan
bekerja dengan maksimal. Berdasarkan umur responden yang sebagai pedagang, sebagaian
besar usia produktifnya terdapat pada umur 42-51 tahun. Dan pada usia ini perempuan pada
umumnya sudah berkeluarga. Waktu bekerja responden pedagang perempuan. Dalam hal ini
jika semakin tinggi waktu yang digunakan pleh pedagan perempuan untuk melakukan
pekerjaan dagang, maka makin tinggi kesempatan pedagang untuk mendapatkan tambahan
pendapatan. Tingginya tuntutan sosial ekonomi mendorong kaum perempuan ikut bekerja
dalam waktu yang lebih lama. Tingkat pendidikan responden pedagang perempuan. Salahsatu
faktor yang bereperan penting dalam peningkatan kesejahteraan penduduk adalah tingkat
pendidikan. Jenjang pendidikan yang dicapai menentukan posisi dalam seorang pekerja.
Jumlah anak responden pedagang perempuan. Jika jumlah anak yang dimiliki meningkat,
maka beban tanggungan dari keluarga tersebut meningkat juga. Hal ini berarti makin banyak
waktu yang digunakan untuk mengurus anak sehingga waktu berdagang semakin berkurang.
Akibatnya pendapatan berkurang. Pendapatan responden pedagang perempuan perempuan.
Pendapatan dari pedagang perempuan akan sangat membantu jika dibandingkan dengan
hanya mengandalkan pendapatan suami yang di identikkan sebagai tulung punggung
keluarga. Jadi dalam, variabel umur, waktu bekerja, jumlah pendidikan serta jumlah anak
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap pendpatan keluarga.
JOURNAL INTERNASIONAL

‘’The Influence of Cultural Values and Value of Children on Mother’s Time Allocation
at Cimanuk Watershed Families’’

( Pengaruh Nilai Budaya dan Nilai Anak pada Alokasi Waktu Ibu di DAS Cimanuk )

Introduction :

Keluarga sebagai institusi, pertama dan terutama untuk anak - anak di Indonesia masyarakat
memiliki peran penting dalam pencapaian kehidupan yang layak bagi anak-anak. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa investasi pada manusia sumber daya,
terutama oleh keluarga telah terbukti menjadi penentu tingkat kesejahteraan dan dapat
mengurangi tingkat kemiskinan (Cho, 2005; Anderson & Hague, 2007; Sitepu, 2007; Siregar
& Wahyuniarti, 2008; Chaudry et al., 2010; Surachman & Hartoyo, 2015). Keterkaitan
budaya nilai persepsi orang tua terhadap anak adalah nilai yang sangat kuat. Sam (2001)
mengonsep nilai anak sebagai konstruksi psikologis yang merujuk untuk manfaat yang
diharapkan dari memiliki anak dan juga biaya dan kerugiannya. Budaya mempengaruhi
semua aspek perkembangan manusia dan itu tercermin melalui bentuk penitipan anak (Awde,
2009). Situasi ini dapat mempengaruhi investasi perilaku anak yang dilakukan orang
tua.Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi perbedaan dalam nilai-nilai budaya
pada keluarga Sunda diwakili oleh keluarga di hulu dan Jawa diwakili oleh sebuah keluarga
di DAS Cimanuk hilir; (2) Identifikasi persepsi nilai anak dalam keluarga di DAS Cimanuk;
(3) Identifikasi alokasi waktu ibu dalam keluarga di DAS Cimanuk; (4) Menganalisis
pengaruh nilai budaya dan persepsi nilai anak menentang alokasi waktu ibu untuk anak-anak
dalam keluarga di Cimanuk.

Metode Penelitian :

Penelitian ini berlokasi di dua kabupaten yang dilalui sungai Cimanuk yaitu Indramayu dan
Garut. Populasi penelitian adalah keluarga yang tinggal di DAS Cimanuk yang memiliki anak
berusia di bawah lima tahun. Contoh dalam penelitian ini adalah 200 keluarga yang dipilih.
Ini dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan etnis, yaitu 100 keluarga Jawa diwakili oleh
keluarga yang tinggal di hilir DAS Cimanuk (Kabupaten Indramayu) dan 100 keluarga Sunda
diwakili oleh keluarga yang berada di DAS Cimanuk (Kabupaten Garut). Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan purposive pada kondisi keluarga yang memiliki anak
kecil berusia 2-5 tahun yang memiliki sekolah (PAUD atau TK) dan / atau memiliki anak
usia sekolah. Data utama diperoleh melalui teknik wawancara menggunakan kuesioner alat
saat ini, termasuk: (1) karakteristik responden dan keluarga; (2) Nilai budaya menggunakan
pendekatan Hofstede (2005) dengan lima dimensi (jarak kekuasaan, individualisme vs
kolektivis, maskulin vs feminin, dan penghindaran ketidakpastian) dengan Cronbach's alpha
0,665; (3) Nilai anak mengacu pada Sam (2001) yang terdiri dari tiga dimensi (nilai
psikologis, nilai sosial anak, dan nilai ekonomi anak) dengan alpha Cronbach 0,874; (4)
Alokasi waktu mendekati wanita dengan kegiatan ibu mengingat.

Hasil dan Diskusi :

Karakteristik Responden

Rata-rata responden berada dalam kategori dewasa awal. Usia responden minimum 22 tahun
dan maksimal 52 tahun. Lebih dari setengah (54%) responden memiliki pendidikan usia 0-6
tahun. Sebagian besar (67,5%) responden Sunda dan Jawa hidup sebagai ibu rumah tangga.
Lebih dari seperempat (27,5%) responden Sunda dan Jawa memiliki pendapatan di bawah
garis kemiskinan menurut BPS Jawa Barat, sehingga dapat dikategorikan miskin.

Nilai-nilai budaya

Mangundjaya (2006) menyatakan bahwa orang Jawa memiliki hierarki sosial yang kuat yang
ditandai oleh perbedaan bahasa yang digunakan pada setiap tingkat hierarki sosial. Namun,
karakteristik Sunda dan Jawa tidak banyak berbeda, tetapi Sunda memiliki hierarki sosial
yang tidak terlalu kaku seperti Jawa (Mangundjaya, 2006). Pada dimensi individualisme dan
kolektivisme, orang Sunda dan Jawa memiliki kecenderungan kolektivisme. Ini sesuai
dengan penelitian Hofstede (2005) yang menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam
kategori kolektif. Namun, dalam kategori Jawa individualis memiliki jumlah yang lebih besar
daripada orang Sunda. Nilai rata-rata skor indeks individualisme vs kolektivisme dimensi
Sunda (81,00) lebih besar daripada skor indeks rata-rata Jawa (70,67). Mangundjaya (2006)
menyatakan dalam penelitiannya bahwa orang Jawa lebih mandiri dan tidak menerima
bantuan materi dari keluarga. Mereka memiliki rumah, ekonomi, dan keluarga secara
mandiri. Ini bisa berarti bahwa orang Jawa itu individualis. Beberapa cenderung besar
(83,5%) responden dalam kategori dalam dimensi maskulinitas feminin vs femininitas.
Hofstede (2005) menyatakan bahwa komunitas dikatakan feminin ketika pemisahan peran
berdasarkan gender tidak terlihat dengan jelas, baik pria dan wanita harus ramah, lembut, dan
fokus pada peningkatan kualitas hidup. Jawa mempunyai angka yang lebih tinggi dalam
kategori penghindaran ketidakpastian yang kuat dibandingkan dengan orang Sunda. ). Ini
dibuktikan dengan skor indeks nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda dengan bahasa Sunda
dan Jawa masing-masing 55.11 dan 58.66. Mangundjaya (2006) mengatakan bahwa bahasa
Sunda dan Jawa suka menjadi dalam kondisi stabil dan dapat diprediksi. Koetjaraningrat
(2002) mengatakan Orang Jawa cenderung memiliki budaya yang lebih kental dari pada
orang Sunda. Responden Jawa mengakui bahwa mereka tahu banyak tentang orang-orang di
sekitarnya yang percaya pada mitos dan roh leluhur. Selain itu, orang-orang di Jawa masih
sering melakukan upacara tradisional seperti mapagsri, unjung-unjungan, atau bersih kuburan
sebelum panen.

Nilai anak-anak

Bagi orang tua, nilai anak dalam kehidupan sehari-hari bisa diketahui dari fakta bahwa
kondisi anak menjadi kondisi yang penuh kasih sayang dan kebahagiaan (nilai psikologis).
Berdasarkan hasil rata-rata indeks, bahasa Sunda dan Jawa memiliki psikologis nilai yang
tidak berbeda, psikologis Sunda (78,33) lebih rendah daripada orang Jawa (80,47). orang tua
dari keluarga dalam bahasa Jawa memiliki persepsi yang lebih tinggi tentang perolehan sosial
ketika mereka memiliki anak. Latar belakang sosial, pendidikan, kesehatan, kebiasaan atau
budaya sosial yang berbeda kelompok serta pendapatan atau mata pencaharian yang berbeda
menyebabkan pandangan yang berbeda tentang anak.

Nilai Total Anak

Orang tua Jawa memiliki persepsi tentang nilai anak yang lebih baik daripada orang tua
dalam bahasa Sunda. orang tua dalam bahasa Jawa kebanyakan ditemukan memiliki anak
yang dapat memberikan manfaat dalam membantu pekerjaan, memberikan bantuan di masa
lalu, memperkuat persaudaraan, memberikan kebahagiaan dan keberlanjutan keluarga. Hal
ini terlihat dari nilai indeks persepsi rata-rata anak-anak dari masing-masing suku yang tidak
jauh berbeda dengan orang Sunda dan Jawa masing-masing 73,47 dan 75,89.

Alokasi Waktu Ibu untuk Anak :


Berbicara dalam hal perkembangan anak, para ahli psikologi dan ekonomi sepakat bahwa
yang memengaruhi perkembangan anak adalah waktu yang dihabiskan bersama ibunya. Ibu
yang bekerja cenderung memiliki waktu lebih sedikit untuk anak-anak dibandingkan dengan
ibu yang tidak bekerja. Jenis pekerjaan ini juga mempengaruhi alokasi waktu ibu untuk anak.
Alokasi waktu untuk mengasuh anak secara umum meliputi anak-anak bermain bersama,
tidur bersama anak-anak, dan kegiatan lain dengan anak-anak yang tidak termasuk dalam
kategori alokasi waktu ibu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alokasi Waktu Modal untuk Anak-Anak :

Usia balita memiliki efek negatif yang signifikan pada alokasi waktu untuk ibu anak,
semakin tua usia, semakin sedikit waktu yang dikhususkan untuk anak-anak. Selain itu,
pendidikan ibu tua memiliki efek positif signifikan pada total waktu yang dialokasikan oleh
seorang ibu untuk anaknya. Itu berarti bahwa semakin tinggi pendidikan ibu akan
meningkatkan waktu yang dialokasikan untuk ibu pada anak karena istri yang berpendidikan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku investasi anak. perbedaan nyata. Orang
Sunda memiliki keluarga yang lebih besar daripada orang Jawa. Secara umum, nilai budaya
Sunda dan Jawa memiliki perbedaan yang signifikan. Nilai anak-anak di kedua lokasi

Kesimpulan :

secara keseluruhan orang Jawa memiliki skor rata-rata yang lebih besar daripada skor rata-
rata nilai sosial anak-anak Sunda. Alokasi waktu ibu dalam mengajar anak-anak, mandi, dan
mengasuh anak secara umum adalah perbedaan yang sangat nyata antara bahasa Sunda dan
Jawa. Suku Jawa memiliki flat yang lebih besar dalam alokasi kategori ibu yang mengasuh
waktu pada umumnya, sedangkan dua kategori lain Jawa memiliki rata-rata lebih kecil dari
pada suku Sunda. Hasil tes menunjukkan bahwa pengaruh usia anak-anak, pekerjaan ibu, dan
nilai-nilai budaya memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap alokasi waktu ibu.

Anda mungkin juga menyukai