Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS EKONOMI-EKOLOGI UNTUK PERENCANAAN

PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI


WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN

TUGAS DOSEN

diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Mata Kuliah


Etika Lingkungan Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Dosen Pengampu
Pradiptya Ayu Widjayanthi, S. Pt., M. Sc.

Oleh
Yolanda Desmar Selgie (161510601057)
Etika Lingkungan (G)

PRAGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANI AN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekologi memiliki keterkaitan yang erat dengan etika lingkungan,
baik dengan lingkungan itu sendiri maupun dengan makhluk hidup.
Manusia menjadi makhluk hidup yang memiliki peranan besar pada
kondisi dan situasi yang ada pada ekologi dengan memiliki kemampuan
dan kecerdasan jika dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain.
Adanya peranan yang besar tersebut menjadikan manusia dapat
mengelola sumber daya alam yang memiliki keterkaitan dengan ekologi.
Pengelolaan sumber daya alam dan ekologi juga masih memiliki
keterkaitan dengan ekonomi karena ekologi berasal dari kata “oikos”
berarti habitat dan “logos” berarti ilmu, sedangkan ekonomi berasal dari
kata “oikos” berarti keluarga dan “nomos” berarti hukum, sehingga ekologi
dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi organisme di
habitatnya dengan lingkungan dan ekonomi menjadi pengelola atau
manajemen rumah tangga salah satunya yang terdapat pada ekologi.
Ekologi dapat diartikan sebagai ekonomi yang berkenaan dengan
makhluk hidup yaitu ekonomi yang mempertimbangkan makhluk hidup
lainnya, seperti flora dan fauna. Ekonomi dicerminkan oleh perkembangan
pengetahuan yang berkaitan dengan memberikan titik fokus dan
perhatiannya hanya terhadap kepentingan manusia sehingga lebih sering
dianggap melanggar kepentingan makhluk hidup lainnya. Berdasaran dari
seluruh sistem yang berkaitan dimana memiliki ciri-ciri yang sama yaitu
pola eksploitasi terhadap sumber daya alam dan manusia melalui
pembangunan teknologi dan manajemen. Dampak sistem eksploitasi
dapat dirasakan akibat dari persaingan di antara kekuatan-kekuatan
ekonomi dalam memperoleh teritori dan mempertahankan kelangsungan
hidup. Perkembangan ekonomi di bidang teknologi telah memberikan
kemudahan bagi masyarakat dalam berbagai aspek, namun dampak yang
ditimbulkan dapat merusak kondisi ekologi sehingga perlu solusi.
Eksploitasi dapat merusak kondisi ekologi apabila tidak
menentukan solusi sebelumnya. Namun, pengolahan sumber daya alam
yang tepat justru dapat meminimalisasi dampak yang akan diakibatkan
dan dapat memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia untuk
menciptakan peluang yang dapat meningkatkan perekonomian.
Berdasarkan kebutuhan manusia yang semakin meningkat, tentu manusia
harus memanfaatkan peluang yang ada untuk kepentingan bersama demi
kelangsungan hidup. Sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan berasal
dari darat maupun laut. Ketersediaan sumber daya alam juga memiliki
batasan yang tidak hanya untuk dihabiskan saja. Ketersediaan dapat
berangsur semakin berkurang jika tidak memenuhi solusi yang dibutuhkan
dan pencegahan kerusakan. Ketersediaan sumber daya alam diharapkan
dapat dikelola dengan baik dan dikembangkan agar berlangsung terus-
menerus. Kelangsungan ekosistem perlu diperhatikan agar tidak semata-
mata hanya untuk kepentingan manusia, sehingga pengelolaan sumber
daya alam perlu diperhatikan sebelum memulai dan diproses lebih lanjut.
Semakin berkembangnya zaman, pengelolaan sumber daya alam
tidak hanya dikelola secara sederhana. Sebelum melakukan pengelolaan,
perlu diketahui bahwa harus menyiapkan perencanaan agar pengelolaan
yang akan dilakukan berjalan dengan lancar dan meminimalisasi
hambatan dan kerugian. Salah satu perencanaan yang dilakukan dan
memiliki keterkaitan dengan ekologi dan ekonomi adalah perencanaan
pembangunan perikanan budidaya berkelanjutan di wilayah pesisir
Provinsi Banten. Perencanaan pembangunan perikanan budidaya dengan
sistem berkelanjutan dapat membantu mempertahankan pertumbuhan
ekonomi karena menjadi salah satu agenda pembangunan ekonomi yang
dilakukan pada setiap wilayah dengan melakukan berbagai cara dan
kebijakan dilakukan agar tetap berada pada laju pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Kondisi Provinsi Banten memiliki garis pantai yang cukup luas
sebesar 501 km, sehingga memiliki peluang yang besar untuk
memanfaatkan potensi sumber daya alam yang tersedia.
1. 2 Tujuan
1. Menelaah kekuatan struktur dan interaksi antar sektor dari perikanan
budidaya di Provinsi Banten
2. Mengestimasi dampak terhadap ekonomi dan ekologi dari
pembangunan perikanan budidaya di wilayah pesisir
3. Mengestimasi daya dukung lingkungan pesisir yang dapat
dimanfaatkan bagi kegiatan perikanan budidaya berkelanjutan.
BAB 2. METODE PENELITIAN

1. Subjek penelitian yang digunakan terdiri dari dua aspek, yaitu aspek
ekonomi dan aspek ekologi. Aspek ekonomi meliputi dampak dari
kegiatan perikanan budidaya terhadap pendapatan dan ketersediaan
lapangan kerja. Sedangkan aspek ekologi meliputi input sumber daya
alam untuk kegiatan perikanan budidaya berupa input lahan dan
mangrove serta dampak yang terjadi terhadap lingkungan akibat
kegiatan tersebut yang berupa limbah bahan organik.
2. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data
melalui penelusuran pustaka dan laporan dari berbagai instansi pada
pengumpulan data sekunder, serta wawancara dan perhitungan
variabel penyusun pada pengumpulan data primer.
3. Analisis data yang digunakan untuk penelitian adalah ecological input-
output dan ecological footprint. Ecological input-output digunakan
untuk menelaah kekuatan struktur dan interaksi antar sektor dari
perikanan budidaya dan mengestimasi dampak terhadap ekonomi dan
ekologi dari pembangunan perikanan budidaya di wilayah pesisir yang
meliputi multiplier ekonomi dan ekologi. Sedangkan ecological
footprint digunakan untuk mengestimasi daya dukung lingkungan
untuk kegiatan perikanan budidaya berkelanjutan.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sektor budidaya perikanan di Provinsi Banten penyebarannya


hampir merata. Permintaan yang dicapai secara keseluruhan mencapai
Rp 218.391.000.000 dimana diperoleh dari permintaan domestik hingga
kebutuhan ekspor. Berbeda halnya dengan penawaran yang disediakan
pada produksi perikanan yaitu sebesar Rp 107.576.000.000 dimana
terjadi kekurangan, sehingga untuk memenuhi dari selisih permintaan
tersebut membutuhkan pasokan produksi di luar Provinsi Banten.
Berdasarkan hasil analisis terhadap sektor perikanan budidaya yang
disajikan menunjukkan bahwa permintaan akhir sektor ini paling banyak
digunakan untuk konsumsi rumah tangga yaitu sebesar 94,75%, dan
ekspor sebesar 5,95%, sedangkan untuk konsumsi pemerintah,
pembentukan modal tetap sama sekali tidak ada, bahkan terjadi minus
0,7% untuk perubahan stok sehingga diperlukan impor.
Struktur input primer merupakan semua jenis balas jasa yang
dibayarkan kepada sektor ekonomi sebagai kompensasi atas
keterlibatannya dalam kegiatan perikanan budidaya. Kegiatan usaha
perikanan budidaya relatif lebih memberikan proporsi yang
menguntungkan dibanding kegiatan ekonomi lainnya, ditunjukkan dengan
surplus usaha sebesar 79.357 juta rupiah (73,77%) dari total nilai output.
Ini menunjukkan bahwa dalam pembentukan output di sektor perikanan
budidaya, komponen surplus usaha memegang peranan penting. Jika
dibandingkan dengan tingkat suku bunga perbankan yang berkisar antara
6% hingga 12% per tahun, maka surplus usaha ini jauh lebih tinggi. Hal ini
merupakan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk menanamkan
modalnya di sektor perikanan. Namun tingkat upah dan gaji yang diterima
masyarakat nelayan relatif kecil dibanding dengan kegiatan ekonomi
lainnya yaitu sebesar 18.603 juta rupiah (17,29%). Upah dan gaji yang
relatif lebih kecil secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi
daya beli masyarakat (buruh nelayan).
Keterkaitan sektor perikanan budidaya meliputi daya penyebaran
dan derajat kepekaan. Sektor perikanan budidaya mempunyai nilai
Backward Linkages (BL) yang lebih besar yaitu sebesar 1,8378
dibandingkan dengan nilai Forward Linkages (FL) yang hanya sebesar
1,0198. Hal ini berarti bahwa sektor perikanan budidaya mempunyai daya
serap input yang tinggi dibandingkan dengan daya dorong outputnya.
Daya serap tersebut sebagian besar dilakukan terhadap sektor industri
yaitu sebesar 67.061 juta rupiah (30,71%) dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran sebesar 13.530 juta rupiah (6,20%). Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa perikanan budidaya mempunyai daya penyebaran yang
lebih tinggi dibandingkan dengan derajat kepekaannya. Hal ini berarti
bahwa sektor perikanan budidaya lebih kuat dipengaruhi oleh sektor-
sektor penyedia input daripada dengan sektor-sektor pengguna output
sektor yang bersangkutan.
Dampak ekonomi pembangunan perikanan budidaya yang dirasakan
secara langsung dan tidak langsung berdampak positif terhadap ekonomi
masyarakat nelayan. Dampak ekonomi yang tercipta yang ditunjukkan
yaitu nilai income multiplier dan employment multiplier. Analisis income
multiplier menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya mempunyai nilai
income multiplier sebesar 2,20 yang berada di atas rata-rata pembentukan
pendapatan masyarakat secara sektoral sebesar 1,58. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan satu juta rupiah permintaan
akhir di sektor perikanan budidaya akan menyebabkan peningkatan
pendapatan sebesar 2,20 kali. Informasi ini memberi petunjuk bahwa dari
sisi pengganda pendapatan sektor perikanan budidaya cukup andal dalam
menciptakan pendapatan masyarakat nelayan. Sedangkan pada Analisis
employment multiplier menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya
memiliki nilai sebesar 1,17 berada di bawah rata-rata total pembentukan
lapangan kerja secara sektoral yang sebesar 1,57. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan satu juta rupiah permintaan
akhir akan menyebabkan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak
1,17 orang. Informasi ini memberi petunjuk bahwa dari sisi pengganda
tenaga kerja sektor perikanan budidaya belum cukup andal dalam
menciptakan kesempatan kerja pada masyarakat nelayan.
Dampak ekologi pembangunan perikanan budidaya berdasarkan
analisis ecological multiplier dan analisis ecological footprint. Analisis
ecological multiplier menunjukkan bahwa kebutuhan tertinggi area lahan
terjadi pada sektor pertanian dengan nilai 0,1394, sedangkan perikanan
budidaya menempati posisi kedua dengan nilai sebesar 0,0982 yang
berada di atas rata-rata kebutuhan area secara sektoral sebesar 0,0403.
Dapatdiartikan bahwa untuk menghasilkan satu juta rupiah output bagi
sektor perikanan budidaya dibutuhkan area tanah seluas 0,0982 ha, serta
untuk menghasilkan satu juta rupiah output sektor perikanan budidaya
dibutuhkan area mangrove seluas 0,0103 ha. Sedangkan analisis
ecological multiplier dari sisi polutan atau limbah bahan organik yang
dihasilkan dari kegiatan perikanan budidaya menunjukkan bahwa
perikanan budidaya dalam menghasilkan eksternalitas masih berada di
bawah rata-rata ekternalitas secara sektoral. Pada analisis ecological
input-output diperoleh bahwa untuk memenuhi target permintaan sebesar
satu juta rupiah output perikanan budidaya diperlukan areal lahan seluas
0,0982 ha dan atau mangrove seluas 0,0103 ha. Hal ini memberikan
hubungan bahwa untuk membuka suatu usaha budidaya baik laut maupun
tambak sangat tergantung pada target permintaan yang ingin dipenuhi.
Semakin besar target permintaan yang ingin dicapai, maka semakin besar
pula areal dan mangrove yang dibutuhkan.
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan kekuatan struktur perikanan budidaya Provinsi Banten
cenderung digunakan untuk keperluan konsumsi baik langsung
maupun tidak langsung dibandingkan untuk kegiatan produksi.
2. Perikanan budidaya cukup andal dalam meningkatkan pendapatan
masyarakat nelayan, tetapi belum cukup andal dalam menciptakan
kesempatan kerja karena surplus usaha yang diterima oleh
pengusaha yang relative lebih besar dibandingkan dengan upah dan
gaji yang diterima oleh tenaga kerja.
3. Estimasi dampak ekologi dari pembangunan perikanan budidaya
membutuhkan input lingkungan di atas rata-rata kebutuhan area dan
mangrove secara sektoral, tetapi eksternalitas yang ditimbulkan dari
perikanan budidaya masih berada di bawah rata-rata ekternalitas
secara sektoral.
4. Analisis daya dukung lingkungan menunjukkan bahwa perikanan
budidaya Provinsi Banten mengalami ecological defisit.

4.2 Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dapat disimpulkan bahwa
pembangunan perikanan budidaya masih perlu memperhatikan
keberadaan sektor industri dan sektor perdagangan, hotel dan restoran,
karena sektor tersebut memiliki daya tarik dan daya dorong yang besar
terhadap perikanan budidaya agar pembangunan tidak bersifat sektoral
melainkan lintas sektoral, dan keterkaitan dengan sektor akan semakin
kuat. Kebijakan iklim investasi dan usaha pada sektor perikanan budidaya
hendaknya menjadi sektor utama, tetapi masih memperhatikan tingkat
upah dan gaji yang diterima buruh nelayan. Pada perencanaan
pembangunan perikanan berkelanjutan perlu memperhatikan mariculture
sebagai sebuah solusi implikasi kebijakan dari keberlanjutan perikanan
budidaya karena dukungan biocapacity yang lebih besar sehingga mampu
memberikan target permintaan yang optimum, dengan tetap menjaga
kelangsungan ekosistem mangrove. Solusi yang dilakukan untuk
mengatasi beberapa kekurang yang dikaji tersebut adalah perhatian
penuh pada sektor perikanan dan pembangunan perikanan berkelanjutan
yang ditingkatkan tidak lepas dengan perhatian kepada kepentingan
masyarakat terhadap tingkat upah dan gaji.
DAFTAR PUSTAKA

Ditya, Y.C., L. Adrianto, R. Dahuri, dan S. B. Susilo. 2012. Analisis


Ekonomi-Ekologi untuk Perencanaan Pembangunan Perikanan
Budidaya Berkelanjutan di Wilayah Pesisir Provinsi Banten.
SOSEK KP, 7 (2): 127-138.

Anda mungkin juga menyukai