Anda di halaman 1dari 15

Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi

October 8, 2012 // Kisah Nyata, Kisah Sahabat Nabi // 1 Comment

“Sudah sepatutnya bagi setiap muslim untuk mencium kepada Abdullah bin Hudzafah, dan
aku yang pertama kali akan memulainya”. (Umar bin al-Khattab).

Pahlawan kisah kita kali ini adalah seorang laki-laki dari sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallamyang bernama Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi.

Sejarah mungkin melewati nama laki-laki ini sebagaimana ia melewati jutaan orang Arab
sebelumnya tanpa mencatatnya dalam lembarannya atau terbetik dalam benaknya.

Namun Islam yang agung memberi peluang kepada Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi untuk
bertemu dengan penguasa dunia di zamannya, Kisra Raja Persia dan Kaisar Raja Romawi.

Dengan dua penguasa ini Abdullah mempunyai kisah yang terus dikenang oleh benak zaman
dan diingat oleh lisan sejarah.

Kisahnya dengan Kisra, Raja Persia, terjadi di tahun keenam Hijriyah, saat itu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud mengirim beberapa orang sahabatnya untuk
menyampaikan surat-surat beliau kepada para raja ‘‘ajam, beliau ingin mengajak mereka
masuk ke dalam agama Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperhitungkan betapa penting rencana ini.

Para utusan itu akan berangkat ke negeri-negeri yang sangat jauh yang mereka belum pernah
mengenalnya sedikit pun sebelumnya.

Mereka tidak memahami bahasa penduduknya, mereka juga tidak mengenal kebiasaan raja-
rajanya.
Kemudian mereka akan menyeru raja-raja itu agar meninggalkan agama mereka,
meninggalkan kebanggaan dan kekuasaan mereka dan masuk ke dalam sebuah agama milik
satu kaum yang belum lama menjadi bagian dari pengikutnya.

Perjalanan yang berbahaya, yang berangkat akan hilang dan yang pulang akan dianggap
sebagai orang yang baru lahir.

Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan para sahabatnya, beliau
berkhutbah di hadapan mereka, beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya, beliau
bertasyahud lalu bersabda, “Amma ba’du, sesungguhnya aku akan mengutus sebagian dari
kalian kepada para raja ‘‘ajam, maka jangan berselisih atasku seperti Bani Israil yang
berselisih atas Isa putra Maryam.”

Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kami akan menunaikan
tugasmu dengan baik wahai Rasulullah, silakan mengutus siapa yang engkau inginkan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih enam orang dari para sahabat untuk
mengemban misi menyampaikan surat-surat beliau kepada raja-raja ‘ajam. Di antara keenam
orang tersebut adalah Abullah bin Hudzafah as-Sahmi. Laki-laki ini terpilih untuk
menyampaikan surat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Kisra, Raja Persia.

Abdullah bin Hudzafah mempersiapkan kendaraannya, mengucapkan selamat tinggal kepada


istri dan anak-anaknya, dia berangkat menuju ke tempat tujuan, dataran tinggi
mengangkatnya, lembah menurunkannya, sendiri tidak bersama siapa pun selain Allah,
sehingga dia tiba di negeri Persia, dia meminta izin bertemu dengan sang Raja, dia
mengatakan kepada para penjaga bahwa surat yang dia bawa sangat penting.

Pada saat itu Kisra meminta agar istananya dihias, dia mengundang para pembesar neara
untuk hadir di majelsinya dan mereka pun hadir, kemudian Abdullah bin Hudzafah diizinkan
untuk masuk.

Abdullah bin Hudzafah masuk menemui pemimpin negeri Persia dengan jubahnya yang
usang dan pakaiannya yang terajut dengan kasar, terlihat kebersahajaan orang Arab pada
dirinya.

Namun dia hadir dengan kepala tegak dan badan tegap, dadanya bergolak dengan kemuliaan
Islam, hatinya berkobar dengan keagungan iman.

Begitu Abdullah masuk, Kisra memberi isyarat kepada salah seorang pengawalnya agar
mengambil surat dari tangan Abdullah, namun Abdullah menepis seraya berkata, “Tidak,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku agar menyerahkannya kepadamu
secara langsung, aku tidak akan menentang perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.

Maka Kisra berkata kepada pengawalnya, “Biarkan dia mendekat kepadaku.” Maka Abdullah
mendekat sehingga dia menyerahkan surat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepadanya secara langsung.

Kemudian Kisra memanggil seorang sekretaris dari al-Hijrah[1] dan memerintahkannya


untuk membuka surat di hadapnnya serta membacakannya kepadanya. Isinya adalah,
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad Rasulullah
kepada Kisra penguasa Persia, salam kepada orang yang mengikuti petunjuk…”

Begitu Kisra mendengar bagian surat tersebut, maka api kemarahannya langsung tersulut
dalam dadanya, wajahnya memerah, urat lehernya menegang, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memulai suratnya dengan menyebut nama dirinya, Maka Kisra menarik
surat itu dari tangan sekretarisnya, merobeknya tanpa mengetahui apa isinya sambil berteriak,
“Beraninya dia menulis seperti ini padahal dia adalah bawahanku (yang tinggal di wilayah
kekuasaanku).”

Kemudian Kisra memerintahkan agar Abullah bin Hudzafah diusir dari majelisnya, maka dia
pun diusir.

Abdullah bin Hudzafah meninggalkan majelis Kisra sementara dia tiak mengetahui apa yang
Allah perbuat untuknya, apakah dia akan dipenggal atau akan dibiarkan bebas?

Tetapi tidak lama kemudian dia berkata, “Demi Allah, aku tidak peduli keadaan apa pun,
yang penting aku sudah menunaikan tugas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” lalu ia
menaiki kendaraannya.

Manakala kemaran Kisra sudah mereda, dia memerintahkan agar Abdullah bin Hudzafah
dipanggil dan dihadirkan kepadanya, namun mereka tidak menemukannya, mereka mencari-
ccari Abdullah, namun mereka tidak menemukan jejaknya. Mereka terus mencari di jalan-
jalan yang menuju Jazirah, mereka mendapatkan Abdullah telah jauh berjalan meninggalkan
Persia.

Ketika Abdullah bin Hudzafah tiba di depan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia
menyampaikan apa yang terjadi kepada beliau, bahwa Kisra merobek surat beliau, maka nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berdoa pendek, “Semoga Allah merobek-robek
kerajaannya.”

Kisra menulis surat kepada Badzan, gubernurnya di Yaman, “Utuslah dua orang laki-laki
yang kuat kepada seorang laki-laki yang mengaku sebagai Nabi di Hijaz, perintahkan dua
orang laki-laki itu agar membawanya kepadaku.”

Maka Badzan (gubernur itu) mengutus dua orang laki-laki terpilih kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa surat darinya, dalam surat tersebut Badzan
meminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar segera berangkat untuk menemui
Kisra bersama dua orang laki-laki itu.

Badzan meminta dua utusannya agar mencari tahu tentang berita Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, meneliti perilakunya, dan membawa wawasan-wawasan yang mereka ketahui tentang
pribadinya.

Dua orang laki-laki itu berangkat, keduanya berjalan dengan cepat sehingga keduanya tiba di
Thaif dan bertemu dengan beberapa pedagang dari Quraisy, keduanya bertanya kepada
mereka tentang Muhammad, mereka berkata, “Dia di Yatsrib.”
Kemudian para pedagang itu kembali ke Mekah dengan kebahagiaan, mereka memberi
ucapan selamat kepada orang-orang Quraisy, “Berbahagialah kalian dan bersuka citalah,
karena Kisra telah menghadapi Muhammad dan mencukupkan keburukannya dari kalian.”

Adapun dua orang laki-laki utusan Badzan tersebut segera menuju Madinah, keduanya tiba di
sana dan bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menyerahkan surat
Badzan kepada beliau seraya berkata, “Raja diraja, Kisra, telah menulis surat kepada raja
kami Badzan agar mengirim orang yang diberi tugas membawamu kepadanya, kami datang
kepadamu agar kamu berkenan berangkat bersama kami kepada Kisra, jika kamu berkenan
berangkat bersama kami maka kami akan meminta Kisra agar memperlakukan kamu dengan
baik dan tidak menyakitimu, namun jika kamu menolak, maka kamu telah mengetahui
kekuatannya, kekejamannya, dan kemampuannya untuk mencelakakanmu dan mencelakakan
kaummu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum dan bersabda kepada keduanya,
“Pulanglah ke tempat istirahat kalian, kembalilah esok hari.”

Manakala keduanya kembali ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di keesokan


harinya, mereka berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kamu sudah
bersiap-siap untuk berangkat bersama kami menemui Kisra?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalian berdua tidak akan bertemu Kisra
setelah hari ini. Allah telah mematikannya, Dia telah menyerahkan kekuasaannya kepada
anaknya Syirawaih di malam ini di bulan ini.”

Keduanya menatap wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam-dalam, rasa takjub
terbaca dengan jelas dari raut muka mereka berdua, keduanya berkata, “Apakah kamu
menyadari apa yang kamu katakan? Kami akan menulis hal ini kepada Badzan.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, katakan kepadanya bahwa agamaku akan
menjangkau apa yang dijangkau oleh kerajaan Kisra, jika kamu masuk Islam, maka aku akan
memberi apa yang ada di tanganmu an menjadikanmu raja atas kaummu.”

Dua utusan itu meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pulang ke Yaman.
Keduanya tiba dan menyampaikan berita Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Badzan
berkata, “Jika apa yang dikatakan oleh Muhammad benar, maka dia adalah Nabi, jika tidak
maka kami akan berpikir ulang.”

Tidak lama setelah itu Badzan menerima surat Syirawaih yang berisi:

“Amma ba’du, aku telah membunuh Kisra, aku tidak membunuhnya kecuali demi membalas
dendam untuk kaum kita, dia telah membunuh orang-orang mulia dari mereka, menawan
kaum wanita mereka dan merampas harta benda mereka, jika suratku ini telah sampai di
tanganmu maka ambillah baiat dari kaummu untukku.”

Begitu Badzan membaca surat Syirawaih, dia meletakkannya di samping dan mengumumkan
diri masuk Islam, orang-orang Persia di negeri Yaman mengikutinya masuk Islam.

Ini adalah kisah pertemuan Abdullah bin Hudzafah dengan Kisra Raja Persia.
Lalu bagaimana kisah pertemuannya dengan Kaisar Raja Romawi?

Pertemuan keduanya terjadi di zaman khilafah Umar bin al-khatthab, kisah pertemuan
Abdullah dengan Kaisar merupakan kisah yang sangat mengagumkan.

Di tahun sembilan belas hijriyah Umar bin al-Khatthab mengutus pasukan untuk berperang
melawan orang-orang Romawi, di antara pasukan tersebut terdapat Abdullah bin Hudzafah
as-Sahmi. Kaisar penguasa Romawi sudah mendengar berita-berita tentang bala tentara kaum
muslimin, mereka menghiasi diri dengan iman yang benar, akidah yang kokoh dan kerelaan
mengorbankan nyawa di jalan Allah dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu, dia memerintahkan tentaranya agar jika mereka bisa menangkap sebagian
dari kaum muslimin, mereka membiarkannya hidup karena dia ingin bertemu dengan mereka.
Allah menakdirkan Abdullah bin Hudzafah jatuh sebagai tawanan di tangan orang-orang
Romawi, mereka membawanya kepada Kaisar, mereka berkata, “Orang ini termasuk orang-
orang pertama dari sahabat Muhammad yang masuk ke dalam agamanya, kami menawannya
dan membawanya kepadamu.”

Raja Romawi menatap Abdullah bin Hudzafah dengan teliti, kemudian dia berkata, “Aku
menawarkan sesuatu kepadamu.” Abdullah bertanya “Apa itu?”

Kaisar berkata, “Masuklah kamu ke dalam agama Nasrani, jika kamu berkenan maka aku
akan membebaskanmu dan memberimu kedudukan terhormat.”

Tawanan itu menjawab dengan keteguhan dan kehormatan diri, “Mana mungkin? Kematian
seribu kali lebih aku sukai daripada memenuhi ajakanmu itu.”

Kaisar berkata, “Aku melihatmu sebagai laki-laki pemberani, jika kamu menerima
tawaranku, maka aku akan membagi kekuasaan denganmu dan kita sama-samaa memerintah
dan menguasainya.”

Tawanan yang terikat dengan tambang itu tersenyum dan berkata, “Demi Allah, seandainya
kamu menyerahkan seluruh apa yang kamu miliki dan segala apa yang dimiliki oleh orang-
orang Arab dengan syarat aku meninggalkan agama Muhammad sekejap pun, niscaya aku
tidak akan melakukannya.”

Kaisar berkata, “Kalau begitu aku akan membunuhmu.”

Abdullah menjawab, “Lakukan apa yang engkau inginkan.”

Kemudian tangan Abdullah diikat di tiang salib, dan Kaisar berkata kepada pengawalnya
dengan bahasa Romawi, “Tembakkanlah anak panah di dekat kedua tangannya.” Sementara
Kaisar tetap menawarkan kepadanya agar masuk ke agamanya namun Abdullah tetap
menolak.

Maka Kaisar berkata, “tembakkan anak panah di dekat kedua kakinya.” Dan Kaisar tetap
menawarkan kepadanya agar meninggalkan agamnya namun Abdullah tetap menolak.

Pada saat itu Kaisar memerintahkan pengawalnya untuk berhenti, dia meminta mereka agar
menurunkannya dari tiang salib, kemudian dia meminta agar sebuah bejana besar disiapkan,
lalu diisi dengan minyak, bejana itu diangkat ke atas tungku api sampai minyak itu mendidih,
lalu Kaisar meminta dua orang tawanan dari kaum muslimin untuk dihadirkan, lalu Kaisar
memerintahkan agar salah seorang dari keduanya dilemparkan ke dalam bejana mendidih
tersebut, sehingga dagingnya terkelupas dan tulangnya terlihat telanjang.

Di saat itu Kaisar menoleh kepada Abdullah dan kembali mengajaknya masuk ke agama
Nasrani, tetapi Abdullah justru menolak lebih keras daripada sebelumnya.

Manakala Kaisar berputus asa darinya, dia memerintahkan pengawalnya agar melemparkan
Abdullah ke dalam bejana seperti kedua rekannya sebelumnya, di kala pengawal membawa
Abdullah, dia mulai menangis, sehingga nampak para pengawal itu berkata kepada raja
mereka, “Dia menangis.” Kaisar pun menyangka bahwa Abdullah telah dibayang-bayangi
ketakutan, dia berkata, “Kembalikan dia kepadaku.” Ketika Abdullah berdiri di hadapan
Kaisar, Kaisar kembali mengulangi tawarannya agar Abdullah masuk ke dalam agamanya,
namun Abdullah tetap menolak.

Kaisar menghardik, “Celakalah kamu, apa yang membuatmu menangis?”

Abdullah menjawab, “Yang membuatku menangis adalah bahwa aku berkata kepada diriku,
“Kamu sekarang akan dilembarkan ke dalam bejana, jiwamu akan pergi.’ Aku sangat ingin
mempunyai nyawa sebanyak jumlah rambut yang ada di tubuhku, lalu semuanya dilemparkan
ke dalam bejana itu fi sabilillah.”

Akhirnya thaghut itu menyerah dan berkata, “Apakah kmu mau mencium kepalaku dan aku
akan membebaskanmu?”

Abdullah menjawab, “Dan melepaskan seluruh tawanan kaum muslimin?”

Abdullah berkata, aku berkata dalam hatiku, “Musuh Allah, aku akan mencium keningnya,
lalu aku bebas demikian juga seluruh tawanan kaum muslimin, tidak mengapa aku lakukan
hal itu.”

Kemudian Abdullah mendekat dan mencium kepalanya, maka Kaisar Raja Romawi
memerintahkan agar seluruh tawanan kaum muslimin dikumpulkan dan diserahkan kepada
Abdullah bin Hudzafah, maka perintah ini dilaksanakan.

Sekembalinya ke kota Madinah, Abdullah bin Hudzafah datang kepada Umar bin al-
Khatthab, dia menceritakan kisahnya, maka al-Faruq sangat berbahagia karenanya, Umar
melihat kepada para tawanan, maka dia berkata, “Patut bagi setiap muslim untuk mencium
kepala Abdullah bin Hudzafah, aku yang pertama kali akan mengawalinya.” Maka Umar
berdiri dan mencium kepalanya.[2]

Artikel www.KisahMuslim.com

Footnote:
Kisah Sahabat Nabi: Abdullah bin
Hudzafah, Penebus Tawanan Muslim
Jumat, 13 Mei 2011, 22:31 WIB
Komentar : 0

tintamujahid90.blogspot.com

Ilustrasi
A+ | Reset | A-

REPUBLIKA.CO.ID, Namanya Abdullah bin Hudzafah As-Sahmy. Dia adalah seorang


sahabat yang beruntung lantaran pernah menemui dua raja besar di zamannya; Kisra, Raja
Persia dan Kaisar Agung, Raja Romawi.

Suatu ketika Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk mengirimkan surat beliau
yang berisi ajakan masuk Islam kepada Kisra Abrawis, Raja Persia. Ia pun mempersiapkan
segala keperluannya. Anak-anak dan keluarganya ia titipkan kepada para sahabat.

Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya Abdullah bin Hudzafah tiba di ibukota
Persia. Setelah mendapat sedikit kesulitan, ia dipersilakan menghadap Kisra. Abdullah
menghadap sang Raja dengan pakaian sederhana, sebagaimana kesederhanaan orang-orang
Islam. Namun kepalanya tetap tegak dan jalannya pun tegak penuh wibawa.

Tatkala Kisra melihat Abdullah menghadap, dia memberi isyarat kepada pengawalnya supaya
menerima surat yang dibawa Abdullah. Namun Abdullah menolak memberikannya kepada
pengawal. "Rasulullah memerintahkan supaya memberikan surat ini langsung ke tangan
Kisra tanpa perantara. Saya tidak mau menyalahi perintah Rasulullah," kata Abdullah.

"Biarkan dia mendekat kepadaku!" bentak Kisra dengan hati mendongkol. Ia menerima surat
yang diberikan Abdullah dan memerintahkan sekretarisnya untuk membaca isinya: "Dari
Muhammad, kepada Kisra, Raja Persia. Berbahagialah siapa saja yang mengikuti petunjuk..."

Baru sampai di situ sekretaris membaca surat, api kemarahan menyala di dada Kisra.
Mukanya berubah merah. "Kurang ajar, berani-beraninya dia menulis namanya lebih dahulu
dari namaku. Padahal dia adalah budakku," umpat Kisra geram. Surat yang sedang dibaca
sekretarisnya itu ia sambar dan robek-robek. Lalu ia memerintahkan pengawalnya untuk
mengusir Abdullah dari ruang pertemuan.

Setibanya di hadapan Rasulullah, Abdullah bin Hudzafah segera melaporkan segala kejadian
yang dilihat dan dialaminya, diantaranya perbuatan Kisra yang merobek surat beliau.

Mendengar laporan tersebut, Rasulullah bersabda, "Semoga Allah merobek-robek


kerajaannya pula!"

Pertemuan Abdullah bin Hudzafah dengan Kaisar Agung terjadi pada masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Al-Khathab. Pada tahun 19 Hijriyah, Khalifah Umar mengirim angkatan
perangnya untuk menyerang Romawi. Dalam pasukan itu terdapat seorang perwira senior;
Abdullah bin Hudzafah.

Kaisar Romawi telah mengetahui keunggulan dan sifat-sifat tentara Muslim. Sumber
kekuatan mereka adalah iman yang membaja dan keyakinan yang dalam, serta keberanian
mereka menghadapi maut. Jihad di Allah menjadi tekad dan cita-cita hidup mereka.

Kaisar Romawi memerintahkan kepada para perwiranya, "Jika kalian berhasil menawan
tentara Muslim, jangan kalian bunuh, tapi bawa ke hadapanku!"

Ditakdirkan Allah, Abdullah bin Hudzafah tertawan. Ia dibawa menghadap sang Kaisar.
Setelah memerhatikan Abdullah bin Hudzafah agak lama, Kaisar berkata, "Aku ingin
menawarkan sesuatu kepadamu."

"Apa yang hendak anda tawarkan?" tanya Abdullah.

"Maukah kau masuk agama Nasrani? Jika mau, aku akan membebaskanmu dan memberikan
hadiah yang besar," kata Kaisar.

Abdullah menjawab lantang, "Aku lebih suka mati seribu kali daripada menerima tawaran
anda."

Kaisar tersenyum. "Aku lihat kau adalah seorang perwira yang pintar. Jika kau mau
menerima tawaranku, aku akan mengangkatmu menjadi pembesar kerajaan."

Abdullah membalas tersenyum dan berkata, "Demi Allah, seandainya anda berikan padaku
seluruh kerajaan anda, ditambah semua kerajaan yang ada di tanah Arab ini, agar aku keluar
dari agama Muhammad walau sekejap mata, aku tetap tidak akan menerimanya!"

"Kalau begitu, kau akan kubunuh!" bentak Kaisar marah.

"Silakan, lakukanlah apa saja yang anda suka!" jawab Abdullah mantap.

Tubuh Abdullah bin Hudzafah akhirnya diikat di kayu salib. Kemudian Kaisar
memerintahkan tukang panah untuk memanah lengan Abdullah. Setelah itu Kaisar bertanya
lagi, "Bagaimana? Maukah kau masuk agama Nasrani?"
"Tidak!" jawab Abdullah.

"Panah kakinya!" perintah Kaisar. Maka anak panah kembali meluncur mengenai kaki
Abdullah.

"Maukah kau pindah agama?" bujuk Kaisar.

Abdullah tetap menolak. Karena tidak berhasil, Kaisar menyuruh menghentikan siksaan
dengan panah. Abdullah diturunkan dari tiang salib. Kaisar kemudian meminta sebuah kuali
besar, lalu dituangkan minyak ke dalamnya. Setelah minyak menggelegak, Kaisar meminta
dua orang tawanan Muslim. Seorang diantaranya dilemparkan ke dalam kuali. Sebentar
kemudian, daging orang itu hancur hingga tulang-belulangnya keluar.

Kaisar kembali membujuk Abdullah agar mau pindah agama, namun ia tetap menolak.
Akhirnya Kaisar memerintahkan pengawal untuk melempar Abdullah ke dalam kuali.
Ketika pengawal menggiring Abdullah mendekati kuali, ia menangis. Kaisar mengira
Abdullah menangis karena takut. Ternyata dugaannya salah. Abdullah tetap tak mau pindah
agama.

"Kurang ajar, Lalu apa yang menyebabkan kamu menangis?" bentak Kaisar.

"Aku menangis karena keinginanku selama ini tidak terkabul. Aku ingin mati di medan
tempur. Ternyata kini aku akan mati konyol dalam kuali," jawab Abdullah.

"Kalau begitu, maukah kau mencium kepalaku?" tanya Kaisar tiba-tiba. "Kalau kau mau, aku
akan membebaskanmu dan seluruh tawanan."

Abdullah berpikir sejenak. "Aku harus mencium kepala musuh Allah, tapi aku dan kawan-
kawanku bebas. Ah, tidak ada ruginya."

Ia pun menghampiri Kaisar dan mencium kepalanya. Kaisar kemudian memerintahkan para
pengawal membebaskan semua tawanan Muslim.

Setibanya di hadapan Khalifah Umar, Abdullah bin Hudzafah melaporkan semua peristiwa
yang dialaminya. Khalifah Umar sangat gembira mendengar laporan Abdullah tersebut.

Ketika memeriksa pasukan Muslim yang tertawan dan bebas bersama-sama Abdullah, Umar
berkata, "Sepantasnyalah setiap Muslim mencium kepala Abdullah bin Hudzafah. Nah, aku
yang memulai!"

Khalifah Umar bin Al-Khathab berdiri lalu mencium kepala Abdullah bin Hudzafah As-
Sahmy.

Abdullah bin Hudzafah dan Siksaan yang


Sangat Pedih
April 15, 2011 // Kisah Sahabat Nabi // 7 Comments
Dia menjadi tawanan bangsa Romawi, dimasukkan ke dalam penjara oleh penguasa yang
kejam. Di dalam penjara disediakan minuman yang dicampur arak dan daging babi panggang,
untuk dimakan saat lapar dan minum khamar, ketiga macam suguhan itu sama sekali tidak
disentuhnya.

Lalu ia dikeluarkan dari penjara saat mereka mengkhawatirkan kematiannya. Dia berkata
pada dirinya, “Demi Allah, sesungguhnya ini semua telah menjadi halal bagiku karena aku
dalam kondisi terpaksa, hanya saja aku tidak ingin berbahagia di atas bencana yang menimpa
kalian dengan sebab berpegang teguh pada Islam.”

Abu Rafi’ berkata, “Umar mengirim pasukan tentara ke Romawi. Kemudian musuh
menangkap Abdullah bin Hudzafah sebagai tawanan perang, lalu dihadapkan kepada raja,
mereka berkata, ‘Orang ini termasuk sahabat dekat Muhammad.’

Raja bertanya, ‘Maukah kamu masuk agama Nasrani dengan imbalan setengah kekuasaanku
aku berikan kepadamu?’

Abdullah bin Hudzafah menjawab, ‘Sekiranya engkau berikan seluruh kekuasaanmu


kepadaku, dan seluruh yang dimiliki bangsa Arab, aku tidak akan pernah meninggalkan
agama Muhammad sekejap mata pun.’

Raja berkata, ‘Jika demikian berarti kamu mesti dihukum mati!’

Abdullah menjawab, ‘Terserah kamu!’

Kemudian diperintahkan agar dilaksanakan hukuman mati atasnya, ia diletakkan dalam tiang
salib. Raja berkata, ‘Bidiklah ia dari dekat!’

Raja berkata demikian sambil menawarkan agama Nasrani kepadanya, namun ia tetap
menolak. Lalu ia diturunkan dari tiang salib.

Raja kemudian meminta supaya ajudan merebus air hingga mendidih dan memanggil dua
orang tawanan muslim. Salah satu dari mereka dilemparkan ke dalam periuk itu, kemudian
raja menawarkan kepada Abdullah untuk pindah agama. Ia tetap menolak tawaran tersebut.
Kemudian Abdullah menangis.

Karena tangisan ini, ada seseorang yang menyampaikan kepada raja bahwa Abdullah
menangis. Maka Raja pun mengira bahwa Abdullah telah berputus asa.

Raja berkata, ‘Bawalah kemari!’

Raja bertanya, ‘Apa yang menyebabkan kamu menangis?’

Abdullah menjawab, ‘Karena aku hanya mempunyai satu nyawa yang apabila dilemparkan ke
dalam periuk itu maka langsung akan musnah. Aku membayangkan, alangkah bahagia
sekiranya aku mempunyai nyawa sebanyak jumlah rambutku yang merasakan siksaan seperti
itu dalam rangka mempertahankan agama Allah.’

Raja berkata, ‘Apakah kamu bersedia mencium kepalaku, agar kamu bebas?’

Abdullah menjawab, ‘Bersama seluruh tawanan Muslim?’

Raja menjawab, ‘Ya.’

Maka Abdullah mencium kepala raja.

Selanjutnya para tawanan Muslim yang telah bebas itu menghadap Umar dan menceritakan
semua yang terjadi.

Umar berkata, ‘Adalah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mencium kepala Ibnu
Hudzafah, dan akulah orang yang pertama yang akan memulainya.’ Lalu Umar mencium
kepala Abdullah.” (Usudul Ghabah, 3/212.)

Sumber: 99 Kisah Orang Shalih/alsofwah.or.id


Artikel www.KisahMuslim.com

Kata Kunci Terkait: kisah, kisah sahabat nabi hudzaifah, khamar, kisah abdullah bin
khuzaah dengan raja kisran, doaorangalim, kisah sahabat abdullah bin hudzaifah,
perang, siksaan, narkoba, pedih
ALIF
TERKINI

 Pemondokan Haji Naik di Atas 20 Persen


 Pemondokan Haji di Saudi Naik, Pemerintah Ajukan Protes
 ACT Bentangkan Spanduk Solidaritas untuk Suriah di Bundaran HI
 Berdakwah dengan Hikmah
 Musim Panas Ini, Festival Muslim Pertama Digelar di Chicago

TERPOPULER

 Surah Al-Ikhlas Mengantar Royston Boulter kepada Islam


 Azab Pedih Bagi Kaum Gay Sodom (1)
 Subhanallah, Anak Usia Tiga Tahun Hafal Alquran
 Kematian Sang Tunangan Membawa Maria pada Islam (1)
 Robert Heft: Konsep Ketuhanan Yesus Tak Masuk Akal

TERKOMENTARI

 Subhanallah, Anak Usia Tiga Tahun Hafal Alquran


 Surah Al-Ikhlas Mengantar Royston Boulter kepada Islam
 Gaji
 Inilah Tiga Wajah Sabar
 Robert Heft: Konsep Ketuhanan Yesus Tak Masuk Akal

Home > Alif > Khazanah

Kisah Sahabat Nabi: Abu Musa Al-Asy'ari,


Hakim Umat Muhammad
Senin, 20 Juni 2011, 19:17 WIB
Komentar : 0

abudzakira.wordpress.com
Ilustrasi
A+ | Reset | A-

REPUBLIKA.CO.ID, Tatkala Amirul Mukminin Umar bin Al-Khathab mengirimnya ke


Bashrah untuk menjadi panglima dan gubernur, Abu Musa Al-Asy'ari mengumpulkan para
penduduk, dan berpidato di hadapan mereka. "Sesungguhnya Amirul Mukminin Umar bin
Al-Khathab telah mengirimku kepada kamu sekalian, agar aku mengajarkan kepada kalian
kitab Allah dan Sunnah Nabi kalian, serta membersihkan jalan hidup kalian!"

Orang-orang heran dan bertanya-tanya. Mereka mengerti apa yang dimaksud dengan
mendidik dan mengajari mereka tentang agama, yang memang kewajiban gubernur dan
panglima. Tetapi bahwa tugas gubernur itu juga membersihkan jalan hidup mereka, hal ini
memang amat mengherankan dan menjadi suatu tanda tanya.

Siapakah kiranya gubernur ini, yang mengenai dirinya Hasan Al-Bashri pernah berkata, "Tak
seorang pengendara pun yang datang ke Bashrah yang lebih berjasa kepada penduduknya
selain dia!"

Ia adalah Abdullah bin Qeis dengan gelar Abu Musa Al-Asy'ari. Ia segera meninggalkan
negeri dan kampung halamannya, Yaman, menuju Makkah setelah mendengar munculnya
seorang Rasul yang menyerukan tauhid. Dan menyerukan ibadah kepada Allah berdasarkan
penalaran dan pengertian, serta menyuruh berakhlak mulia.

Di Makkah, waktunya dihabiskan untuk duduk di hadapan Rasulullah, menerima petunjuk


dan keimanan darinya. Lalu pulanglah ia ke negerinya membawa kalimat Allah. Ia baru
kembali kepada Rasulullah SAW tidak lama setelah selesainya pembebasan Khaibar.

Kali ini, Abu Musa tidak datang seorang diri, tetapi membawa lebih dari 50 orang laki-laki
penduduk Yaman yang telah diajarinya tentang agama Allah, serta dua orang saudara
kandungnya; Abu Ruhum dan Abu Burdah.

Rasulullah bahkan memberi nama kaum mereka dengan sebutan golongan "Asy'ari", serta
dilukiskannya bahwa mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya di antara
sesama. Mereka sering diambil sebagai tamsil perbandingan bagi para sahabat.
Rasulullah bersabda, "Orang-orang Asy'ari ini bila mereka kekurangan makanan dalam
peperangan atau ditimpa paceklik, maka mereka kumpulkan semua makanan yang mereka
miliki pada selembar kain, lalu mereka bagi rata. Mereka termasuk golonganku, dan aku
termasuk golongan mereka."

Mulai saat itu, Abu Musa pun menempati kedudukan yang tinggi di kalangan kaum
Muslimin. Ia ditakdirkan menjadi sahabat Rasulullah dan muridnya, serta menjadi penyebar
Islam ke seluruh dunia.

Abu Musa merupakan gabungan yang istimewa dari sifat-sifat utama. Ia seorang prajurit
yang gagah berani dan pejuang yang tangguh bila berada di medan perang. Namun ia juga
seorang pahlawan perdamaian, peramah, dan tenang. Keramahan dan ketenangannya
mencapai batas maksimal.

Abu Musa adalah seorang ahli hukum yang cerdas dan berpikiran sehat, yang mampu
mengerahkan perhatian mencapai kunci dan pokok persoalan, dan gemilang dalam berfatwa.
Sehingga ada yang berkata, "Qadhi atau hakim umat ini ada empat orang; Umar, Ali, Abu
Musa dan Zaid bin Tsabit."

Di arena peperangan, Abu Musa Al-Asy'ari memikul tanggung jawab dengan penuh
keberanian, hingga Rasulullah SAW pernah berkata mengenai dirinya, "Pemimpin dari
orang-orang berkuda adalah Abu Musa."

Dalam medan tempur melawan imperium Persia, Abu Musa Al-Asy'ari mempunyai saham
dan jasa besar. Bahkan dalam pertempuran di Tustar, yang dijadikan Hurmuzan sebagai
benteng pertahanan terakhir, Abu Musa Al-Asy'ari menjadi pahlawan dan bintang lapangan.

Adapun dalam pertentangan dengan sesama Muslim, ia mengundurkan diri dan tak ingin
terlibat di dalamnya. Pendiriannya ini jelas terlihat dalam perselisihan antara Ali dan
Muawiyah.

Abu Musa Al-Asy'ari adalah orang kepercayaan dan kesayangan Rasulullah SAW, juga
menjadi kepercayaan dan kesayangan para khalifah dan sahabat-sahabatnya.

Ketika Rasulullah masih hidup, beliau mengangkatnya bersama Mu'adz bin Jabal sebagai
penguasa di Yaman. Dan setelah Rasulullah wafat, ia kembali ke Madinah untuk memikul
tanggungjawab dalam jihad besar yang sedang dijalani oleh tentara Islam melawan Persia dan
Romawi.

Pada pemerintahan Umar bin Al-Khathab, ia diangkat sebagai gubernur di Bashrah.


Sedangkan Khalifah Utsman bin Affan menunjuknya sebagai gubernur di Kufah.

Abu Musa termasuk ahli Al-Qur'an; menghapal, mendalami dan mengamalkannya. Di antara
ucapan-ucapannya yang memberikan bimbingan mengenai Al-Qur'an itu ialah, "Ikutilah Al-
Qur'an... dan jangan kalian berharap akan diikuti oleh Al-Qur'an!"

Ia juga termasuk ahli ibadah yang tabah. Pada waktu siang di musim panas—yang panasnya
menyesakkan nafas—tidak menghalanginya untuk berpuasa. "Semoga rasa haus di terik siang
ini akan menjadi pelepas dahaga bagi kita di hari kiamat nanti," ujarnya.
Di hari yang cerah, ajal pun menjemputnya. Wajahnya menyinarkan cahaya cemerlang,
wajah seorang yang mengharapkan rahmat dan pahala Allah. Kalimat yang selalu diulang-
ulang dan menjadi buah bibirnya sepanjang hayatnya adalah kalimat yang juga menjadi buah
bibirnya ketika menghadap Ilahi. "Ya Allah, Engkaulah Maha Penyelamat, dan dari-Mulah
kumohon keselamatan."

Anda mungkin juga menyukai