STUDI KASUS
PT. Optimax memiliki dua pabrik utama, yaitu East Plant dan West Plant.
Studi kasus ini dipilih karena perusahaan tersebut telah berhasil menerapkan best
practice metode Continuous Improvement dan memenangkan penghargaan
Operational Excellence level nasional.
Proses produksi yang dijalankan oleh Optimax adalah proses stamping, blowing,
injection, vacuum, painting, dan assembly. Jumlah karyawan yang mereka miliki
sekitar 300 orang, dan klien terbesar mereka antara lain Toyota, Daihatsu, Isuzu,
Nissan dan Honda.
Basic Manufacturing Management yang dijalankan oleh Optimax bertujuan untuk:
Meningkatkan pencapaian pemenuhan order (order fulfillment) hingga 100%
Menigkatkan produktifitas
Menurunkan jumlah produk cacat internal (internal defect)
Menurunkan inventori
Memperbaiki manajemen maintenance
Menciptakan area kerja yang lebih rapi dan meningkatkan efisiensi secara
keseluruhan.
Implementasi BM2 di Optimax dimulai pada awal 2010, dengan fokus utama
untuk meningkatkan performa pemenuhan order, mencakup pembenahan di sistem
perencanaan, procurement, manajemen gudang, dan manajemen
produktifitas.Program BM2 di Optimax dimulai dengan mengundang expert untuk
memberikan pendidikan mengenai Basic Manufacturing Management kepada
karyawan. Pendidikan (awareness) tersebut meliputi konsep, tujuan, metode
implementasi, dan mekanisme evaluasinya.
Setelahnya, para expert tersebut melakukan penilaian (assessment) secara
menyeluruh terhadap sistem-sistem yang ada. Penilaian mencakup penerapan
kebijakan (policy deployment), manajemen performa, pengembangan sumber daya
manusia, manajemen area kerja, manajemen perencanaan permintaan (demand
planning management), dan aspek-aspek lainnya.
Penilaian ini dilakukan untuk melihat kekurangan yang ada. Misalnya apakah
sistem sudah lengkap dan memadai, apakah sistem yang baru dikembangkan di pilot
area berjalan dengan baik, apakah sistem sudah dijalankan dan direplikasi, sudah
memiliki standar dan dilakukan audit yang teratur untuk memastikan konsistensinya.
Melalui hasil penilaian ini, maka terlihatlah adanya celah di beberapa area.
Program BM2 lalu dilanjutkan dengan menentukan area yang menjadi
prioritas perbaikan. Setelah area diidentifikasi, maka dibuatlah target pencapaian
perbaikan yang dibutuhkan. Setelah target tersusun dengan jelas, tim yang merupakan
gabungan dari Optimax dan konsultan dari pihak ketiga membentuk infrastruktur
untuk menjalankan proyek tersebut.Banyak perusahaan yang berusaha melakukan
implementasi Lean, yang menemui kegagalan karena sistem dasar yang tidak
memadai.
Sistem dasar tersebut mencakup standard work, manajemen area kerja,
manajemen pemeliharaan (maintenance), dan sebagainya. Lean Production System
mensyaratkan stabilitas dari proses sebelum penerapan konsep just-in-time, termasuk
pull system dan pembatasan inventori.
Ketidakstabilan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti proses cycle
time yang sangat variatif, cacat internal yang tinggi, sering terjadi kerusakan mesin,
waktu changeover panjang dan tak terprediksi, masalah dalam ketersediaan material,
penempatan barang yang tak teratur (banyak waktu terbuang untuk mencari
peralatan), kemampuan dan kompetensi operator yang tidak merata, dan sebagainya.
Stabilitas dan kelancaran proses produksi menjadi perhatian utama dari program
BM2. Dengan kesungguhan dari tim yang menjalankan proyek, didukung komitmen
penuh dari manajemen dan direksi selama program berjalan, maka tim di Optimax
berhasil melakukan pencapaian yang luar biasa. Hasil yang dicapai antara lain:
Meningkatkan order fulfilment sampai level 100%
Management demand planning yang lebih baik
Material readiness untuk produksi di level 100%
Menurunkan defect proses painting sampai 40%
Meningkatkan produktivitas proses injection sampai 20%
Mempercepat waktu changeover proses Blow sampai 50%
Meningkatkan stock accuraccy sampai 100% untuk gudang
Menurunkan downtime mesin vacuum sampai zero downtime
Membuat area kerja produksi yang lebih rapi dan bersih
Selain sistem-sistem dasar diatas, perusahaan juga memerlukan management
maintenance untuk membuat sistem yang solid termasuk dalam breakdown
maintenance, planned maintenance, autonomous maintenance, equipment speed, OEE
measurement, dan changeover time reduction. Dan aspek lain seperti customer
relation dan inovasi yang merupakan bagian penting dalam implementasi mencapai
excellence.
Catatan :
Basic Manufacturing Management (BM2) adalah suatu framework untuk
perusahaan manufaktur berupa aplikasi pengetahuan, tools, teknik, dan sistem untuk
meningkatkan kinerja kunci dari operation.
BM2 mencakup aspek-aspek manajemen dasar, dimana hal ini berguna untuk
meningkatkan kinerja indikator kunci dari aktivitas operation, seperti :
Peningkatan Throughput
Optimisasi Inventory
Penurunan Cost
Selain bertujuan menciptakan sistem dasar dalam mengoperasikan
perusahaan, penerapan BM2 juga memiliki cakupan luas dengan 5 aspek utama,
yaitu employee engagement, hubungan pelanggan, supply chain, sistem manufaktur,
dan inovasi.
Untuk memahami lebih jauh mengenai implementasi metode Basic
Manufacturing Management (BM2), mari simak contoh kasus implementasi di sebuah
perusahaan komponen otomotif berikut ini. Perusahaan ini merupakan perusahaan
asal Indonesia yang memproduksi komponen. Untuk alasan kerahasiaan, sebut saja
PT. Optimax.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Alasan (accasion)
Dalam pendekatan tradisional, perbaikan tidak akan dilakukan jika tidak ada masalah
besar. Sedangkan dalam TQM perbaikan dilakukan pada setiap aspek dalam sistem
organisasi pada setiap kesempatan, bahkan pada saat tidak ada masalah besar.
2. Pendekatan (approach)
Dalam pendekatan tradisional, manajer tidak toleran terhadap sebuah kesalahan dan
memandang kesalahan sebagai kegagalan. Sedangkan dalam TQM manajer
memandang kesalahan sebagai kesempatan untuk belajar, walaupun pada umumnya
kesalahan itu tidak disukai.
6. Wewenang
7. Fokus
8. Pengendalian
9. Alat
Dalam banyak organisasi, orang bekerja untuk memenuhi spesifikasi dan merasa puas
apabila pekerjaan mereka sesuai dengan spesifikasi atau standar yang telah ditetapkan. Jadi
selama masalah belum timbul, maka tidak perlu dipecahkan. Perbaikan berkesinambungan
tidak sekedar memecahkan masalah, tetapi juga memperbaiki penyebab penyimpangan dari
standar yang ditetapkan. Sudah barang tentu perbaikan berkesinambungan menjadi lebih sulit
karena semakin banyak perbaikan yang harus dilakukan. Ada lima aktivitas pokok dalm
perbaikan berkesinambungan, yaitu:
1. Komunikasi
Permasalahan yang terjadi seringkali tidak jelas, sehingga diperlukan penelitian untuk
mengidentifikasi dan mengatasinya. Oleh karena itu pendekatan ilmiah sangat penting
dalm TQM.
3. Memandang ke hulu
Dokumentasi masalah dan kemajuan dilakukan agar apabila di kemudian hari kita
menjumapai masalah yang sama, maka pemecahannya dapat dilakukan dengan cepat.
5. Memantau perubahan
Pemantauan secara objektif terhadap kinerja suatu proses setelah diadakan perubahan
perlu dilakukan, karena kadang kala solusi yang diajukan untuk suatu masalah belum
tentu memecahkan masalah tersebut secara tuntas.
Perbaikankualitasterjadibegitusaja,
tetapidirencanakandandilaksanakansecarasistematisdantahap demi tahap (step-by-step), Agar
suatuorganisasidapatmelaksanaanperbaikanberkesinambugan,organsasitersebutharusterstrukt
urdengantepat.Langkahlangkahstrukturisasiuntukperbaikankualitas menurut
JosephJuranterdiriatastigalangkahberikut :
E. Pendekatan Ilmiah
Sebagian besar pendekatan ilmiah menggunakan indikator kinerja yang handal untuk
mengukur kinerja aktual. Contoh indikator tersebut antara lain :
Organisasi memiliki sumber daya yang sangat terbatas, oleh karena itu harus
dioptimalkan dan digunkaan untuk menghasilkan manfaat yang paling besar. Cara untuk
memperoleh manfaat tersebut adalah meneliti dengan seksama bagian mana yang
memerlukan perbaikan. Ada empat strategi yang dapat diterapkan untuk mengidentifikasi
kebutuhan akan perbaikan, yaitu :
1. Menerapkan multi-voting.
Multi-voting mencakup penggunaan teknik brainstorming untuk menyusun daftar
proyek perbaikan potensial. Dari daftar tersebut dipilih proyek yang mendapatkan
prioritas untuk dilaksananakan.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan.
Pelanggan dilibatkan dalam proses identifikasi kebutuhan akan perbaikan. Kebutuhan
dasar pelanggan tersebut dijadikan dasar bagi proyek perbaikan.
3. Mempelajari penggunaan waktu.
Strategi ini mempelajari bagaimana proses karyawan memanfaatkan waktunya.
4. Melokalisasikan masalah.
Melokalisir masalah adalah membatasi tempat, saat, dan jumlah terjadinya suatu
masalah. Dengan demikian sumber masalah dapat ditemukan dan diatasi dengan baik.
Proses perbaikan dan pengendalian dibentuk oleh empat building blocks, yaitu input,
transformasi, output, dan customer value. Setiap output memiliki pelanggan, baik internal
maupun eksternal. Manajer bertanggung jawab untuk mengendalikan dan memperbaiki
input sistem sebagai faktor penentu output. Elemen dasar dari proses perbaikan dan
pengendalian terdiri dari empat tahap :
Studi/tes dilakukan pada tahap do. Ketidaksesuaian dengan rencana dicatat dan
digunakan dalam analisis. Tahap ketiga dari siklua adalah stidy. Hasil dari tahap do
dibandingkan dengan prediksi yang dibuat selama tahap perencanaan. Jika hasil tidak sesuai
dengan apa yang diprediksikan, teori yang ada dalam tahap perencanaan dapat direvisi, jika
hasilnya sudah sesuai dengan prediksi, tim menentukan bagaimana kondisi studi yang
berbeda dari kondisi yang akan dilihat dari proses atau system dimasa yang akan datang.
Tahap yang terakhir adalah ACT, tim menentukan tintakan apa yang tepat dilihat dari
hasil ketiga tahap tersebut. Tindakan dapat berupa perubahan proses atau sistem yang
dipelajari tim atau tim melakukan tes lebih lanjut sebelum melakukan perubahan. Tahap ACT
juga memutuskan apa yang akan difokuskan pada siklus selanjutnya.
I. Strategi Perbaikan
4. Merampingkan proses
Dilaksanakan untuk mengurangi waktu siklus produksi, dan menghapus tahap-tahap
yang tidak perlu.
5. Mengurangi sumber-sumber terjadinya variasi
Sumber-sumber ini dapat dilacak berdasarkan perbedaan-perbedaan yang timbul
karena faktor manusia,mesin,instrumen pengukuran,material,sumber material,kondisi
operasi,dan waktu operasi. Perbedaan antara orang yang berlainan dapat berupa
tingkat kemampuan ,pelatihan,pendidikan,pengalaman,dan motivasi .
6. Menerapkan Pengendalian Proses Statistikal
Metode pengendalian proses statistikal (SPC) memungkinkan dilakukannya
penghapusan variasi yang dikarenakan oleh penyebab timbulnya variasi . Dengan
demikian proses dapat berjalan dan terpelihara dengan konsisten .
7. Memperbaiki rancangan
Selain strategi yang umum digunakan tersebut ,Giorgio Merli mengemukakan dua puluh
strategi perbaikan berkesinambungan yang disebut “The Twenty Organizing Points of Total
Manufacturing Management” .Keduapuluh strategi tersebut adalah :
Bila filosofi Kaizen diterapkan, maka semua aspek organisasi harus diperbaiki
sepanjang waktu. Dalam hal ini berlaku prinsip good enough is never good enough. Konsep
dasar Kaizen menurut Masaaki Imai adalah sebagai berikut:
Sistem nilai Kaizen. Sistem nilai pokok Kaizen adalah perbaikan/ penyempurnaan
yang berkesinambungan yang melibatkan setiap orang dalam organisasi. Unsur-unsur
Kaizen sendiri terangkum dalam paying Kaizen (Kaizen umbrella), yang terdiri atas:
1. Fokus pada pelanggan
2. Pengendalian kualitas terpadu (Total Quality Control)
3. Robotik
4. Gugus kendali kualitas
5. Sistem saran
6. Otomatisasi
7. Disiplin di tempat kerja
8. Pemeliharaan produktivitas terpadu (Total Productive Maintenance)
9. Kanban
10. Penyempurnaan kualitas
11. Tepat waktu (Just-in-time)
12. Tanpa cacat (zero defeat)
13. Aktivitas kelompok kecil
14. Hubungan kerja sama karyawan-manajemen
15. Pengembangan produk baru
Peranan manajemen puncak. Manajemen pucak memegang peranan dan tanggung
jawab untuk melakukan bebrapa hal berikut:
1. Mengintroduksi Kaizen sebagai strategi perusahaan.
2. Memberikan dukungan dan pengarahan untuk Kaizen dengan mengalokasikan
sumber daya.
3. Menetapkan kebijakan Kaizen dan sasaran fungsional silang.
4. Merealisasikan sasaran Kaizen melalui penyebarluasan kebijakan dan audit.
5. Membuat system, prosedur, dan struktur yang membantu Kaizen.
Peranan manajemen madya dan staf. Keterlibatan dan tanggung jawab manajer
madya dan staf meliputi:
1. Menyebarluaskan dan mengimplementasikan sasaran Kaizen sesuai
pengarahan manajemen puncak melalui penyebarluasan kebijakan dan
manajemen fungsional langsung.
2. Mempergunakan Kaizen dalam kapabilitas fungsional.
3. Menetapkan, memelihara, dan meningkatkan standar.
4. Mengusahakan agar karyawan sadar Kaizen melalui program latian intensif.
5. Membantu karyawan memperoleh keterapilan dan alat pemecah masalah.
Peranan penyelia (suoervisor). penyeilia bertanggung jawab dalam:
1. Mempergunakan Kaizen dalam peranan fungsional.
2. Memformulasikan rencana untuk Kaizen dan memberikan bimbingan kepada
karyawan.
3. Menyempurnakan komunikasi dengan karyawan dan memepertahankan moral
tinggi.
4. Mendukung aktivitas kelompok kecil (seperti gugus mutu) dan system saran
individual.
5. Mengintroduksi disiplin di tempat kerja.
6. Memberikan saran Kaizen.
Peranan karyawan. Setiap karyawan memiliki tanggug jawab untuk:
1. Melibatkan diri dalam Kaizen melalui system saran dan aktivitas kecil.
2. Memeperhatikkan disisplin di tempat kerja.
3. Melibatkan diri dalam pengembangan diri yang terus menerus supaya menjadi
pemecah masalah yang lebih baik.
4. Meningkatkan keterampilan dan keahlian kinerja pekerjaan dengan pendidikan
silang.
Kaizen dan kualitas. Dalam lingkungan TQM, kualitas ditentukan oleh pelanggan.
Bagaimana pun cara pelanggan menetapkan kualitas, kualitas selalu dapat diperbaiki
secara berkesinambungan. Kaizen merupakan konsep luas yang mendorong kualitas
melalui perspektif Big Q (semua orang terlibat, baik internal maupun eksternal).
Alat-alat implementasi Kaizen
Semua alat yang telah dibahas dalam Bab 10 juga dipergunakandalam Kaizen.
Selain itu, ada pula alat lain untuk implementasi Kaizen. Beberapa diantaranya dibahas
pada bagian berikut.
1. Kaizen checklist
Kaizen merupakan perbaikan berkesinambungan atas orang, proses, prosedur, dan
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas. Salah satu cara untuk
mengidentifikasi masalah yang dapat menggambarkan peluang bagi perbaikan adalah
menggunakan suatu daftar pemeriksaan (checklist) terhadap faktor-faktor yang besar
kemungkinannya membutuhkan perbaikan. Faktor-faktor tersebut terdiri atas:
Personil
Teknik kerja
Metode kerja
Prosedur kerja
Waktu
Fasilitas
Peralatan
System
Perangkat lunak (software)
Alat-alat
Material
Layout pabrik
Volume produksi
Sediaan
Paradigm (cara berpikir)
2. Kaizen Five-Step Plan
Rencana lama langkah ini merupakan pendekatan dalam implementasi Kaizen yang
digunakan perusahaan-perusahaan Jepang. Lima langkah ini sering pula disebut
Gerakan 5-S yang merupakan inisial lima kata Jepang yang dimulai dengan huruf S,
yaitu Seiri, Seito, Seiso, Seikitsu, dan Shitsuke.
Langkah 1: Seiri (mengatur atau membereskan).
Langkah ini bertujuan memisahkan antara yang perlu dan tidak perlu serta membuang
atau menyingkirkan yang tidak perlu dalam hal:
Alat yang tidak perlu
Mesin yang tidak dipakai
Produk cacat
Barang dalam proses
Surat dan dokumen
Langkah 2: Seiton (menyimpan dengan teratur).
Alat dan material disimpan di tempat yang tepat secara teratur sehingga siap pakai
bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Langkah 3: Seiso (membersihkan).
Langkah ini untuk memelihara kebersihan tempat kerja sehingga memiliki pekerjaan
dapat berjalan dengan efisien.
Langkah 4: Seiketsu (kebersihan pribadi)
Langkah ini bertujuan untuk membersihkan karyawan agar bersih dan rapi sehingga
memiliki penampilan yang mencerminkan profesionalisme dalam melaksanakan tugas
kerja.
Langkah 5: Shitsuke (disiplin)
Langkah inimencakup ketaanan terhadap prosedur kerja yang bak. Hal ini
membutuhkan disipin pribadi.
3. Lima W dan satu H
Lima W dan satu H bukan hanya merupakan alat Kaizen. Alat ini juga dipergunakan
secara luas sebagai alat manajemn dalam berbgai lingkungan. Lima W dan satu H
yaitu Who (siapa), What (apa), Where (dimana), When (kapan), Why (mengapa),
dan How (bagaimana). Berkenaan dengan suatu proses, pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan antara lain: siapa yang melaksanakannya? siapa yang seharusnya
melaksanakan? Apa yang sedang dikerjakan? Apa yang seharusnya dikerjakan? Di
mana melaksanakannya? Mengapa dilaksanakan dengan cara itu? Bagaimana
melaksanakannnya? Bagaimana seharusnya dilaksanakan?
4. Five-M Checklist
Alat ini berfokus pada lima faktor kunci yang terlibat dalam setiap proses, yaitu Man/
operator (orang), Machine (mesin), Material (material), Methods( metode), dan
Measurement (pengukuran). Dalam setiap proses, perbaikan dapat dilakukan dengan
jalan memeriksa aspek-aspek proses tersebut.
KESIMPULAN
Fandy Tjiptono & Anatasia Diana, Total Quality Manajemen. Andi offset yogyakrta.
http://sscxinternational.com/
http://shiftindonesia.com/studi-kasus-proses-perbaikan-dengan-metode-bm2/
MAKALAH TOTAL QUALITY MANAGEMENT
PERBAIKAN BERKESINAMBUNGAN
Nama Kelompok:
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019