Pakan merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap performans sapi jantan.
Penggunaan pakan (ransum) seimbang akan memberikan pertumbuhan yang baik dan
kesehatan ternak terjamin. Sapi akan memiliki kualitas dan kuantitas output yang baik, bila
kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan cukup baik. Dengan demikian, pemberian pakan
sesuai kebutuhan ternak bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus untuk
pertumbuhan dan reproduksi (Hartati et all., 2010). Standar kebutuhan pakan atau sering
juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering
menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total
Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan
untuk kebutuhan protein yang dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi
dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen.
Bahan pakan ternak diharapkan dapat mendukung produktifitas ternak, dari segi
reproduksi antara lain adalah calf crop, bobot sapih, dan pertambahan bobot badan setelah
disapih. Sedangkan dari segi reproduksi induk antara lain dinilai berdasarkan jarak beranak
dan jantan dinilai berdasarkan kualitas semennya (Hardjosubroto 2004). Faktor yang paling
berpengaruh terhadap variasi kualitas semen adalah lingkungan, baik yang bersifat sementara
atau permanen. Malnutrisi dan konsumsi bahan beracun dapat memiliki pengaruh besar pada
Pakan yang berkualitas adalah pakan yang mengandung zat gizi yang dibutuhkan
ternak, mudah diperoleh, terjamin ketersediaannya sepanjang waktu, disukai ternak, harga
pakan terjangkau, bahan pakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, dan tidak
mengandung racun atau tidak dipalsukan (Hastuti et al, 2013). Menurut SNI 3148.1:2009
kebutuhan konsentrat sapi pejantan yaitu kadar air maksimal 14%, Abu maksimal 12%,
Protein kasar minimal 12 %, lemak kasar maksimal 6 %, Calsium 0,5-0,7%, Phospor 0,3-
0,5%, Neutral Detergent Fiber maksimal 30 %, Undegraded Dietary Protein minimal 4,2
Konsumsi protein kasar erat hubungannya dengan konsumsi bahan kering (Prayugo
et al, 2003). Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) tubuh memerlukan protein untuk
memperbaiki dan menggantikan sel tubuh yang rusak serta untuk produksi. Protein dalam
tubuh diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein dapat diperoleh dari bahan-bahan pakan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan yang berasal dari biji-bijian. Sapi pejantan
memerlukan protein untuk sintesis protein spermatozoa. Kekurangan protein pada sapi dapat
menghambat pertumbuhan sapi, sebab fungsi protein adalah untuk memperbaiki jaringan,
enzim dan hormon. Protein juga berfungsi dalam sintesis enzim dan hormon yang
hidup pokoknya terpenuhi. Tinggi rendahnya energi yang diperlukan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri. Kebutuhan energi
akan meningkat seiring dengan dengan pertambahan bobot badan. Defisiensi energi yang
parah dapat mengganggu reproduksi, sedangkan kelebihan energi dalam pakan dapat
energi pada sapi pejantan diperlukan dalam proses spermatogenesis dan sebagai sumber
energi bagi spermatozoa. Kelebihan atau kekurangan energi dapat berdampak negatif
Sumber :
Hastuti, D. A., Shofia, N., dan Baginda, I. 2011. Pengaruh Perlakuan Teknologi Amoefer
(Amoniasi Fermentasi) pada Limbah Jagung sebagai Alternatif Pakan Berkualitas
Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu Pertanian 7(1) : 55-65
Standar Nasional Indonesia. 2009. Pakan Konsentrat-Bagian 2 : Sapi Potong. Badan
Standarisasi Nasional: SNI 3148.2:2009
Ratnawati, D., Affandhy, L. 2013. Performan Reproduksi Sapi Jantan dengan Pakan Berbasis
Limbah Sawit. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Rochmi, E. S., Retno, W. S., 2017. Teknologi Complete Feed herbal untuk Peningkatan
Produktivitas sapi potong di Kecamatan parengan Kabupaten Tuban. Agroveteriner
6(1).
Hardjosubroto W. 2004. Alternatif kebijakan pengelolaan berkelanjutan sumber daya genetik
sapi potong lokal dalam sistem perbibitan ternak nasional. Wartazoa. 14(3):93-97.