Anda di halaman 1dari 60

ffiRPARU

(Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil)

PEI}OMAN DIAGNOSIS
&
PENAT
DI INIDONJ-ESIA

Edisi Revisi III


Penyusun
Prof. dr. Anwar Jusuf, SpP(K)
dr. Elisna Syahruddin, PhD, SpP(K)
dr. Agung Wibawanto, SpBTKV(K)
dr- Aziza G Icksan, SpRad(K)
dr. Juniarti, SpRad(K)Onk.Rad
dr. Sutjahjo Endardjo, MSc, SpPA(K)

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


2011
ffiRPARU
Jenis Karsinoma Bukan Sel kecil

PEDOMAN NASIONAL
T]NTI]KDAGNOSIS &
PENAT
DIINIDONESIA
20tt
Perhimpunan Dokter Paru lndonesia
lndonesian Association for Study Lung Cancer

Editor
Elisna Syahruddin
Anwar Jusuf
Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan


sebagain atau seluruh isibuku inidengan cara dan dalam
bentuk apapun tanpa seiiin penulis dan penerbit.

Diterbitkan pertama kali oleh:


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
Jakafta,20O2

EdisiRevisi, Cetakan ltahun 2005


Edisi Revisi, Cetakan I tahun 2011

" Editor:
Elisna Syahruddin
Anwar Jusuf

Percetakan:
PT. Metro Offset Printing
Kawasan lndustri KalisabiNo. 35
Jatiuwung - Tangerang
Tlp.021 5538655/56
Fax.021 5525726

tsBN 979-96614-6-3
DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar i
Kata Sambutan II
Daftar Kontributor 2011 iii
Daftar Kontributor 2005 iv
Daftar Kontributor 2001 V
Pendahuluan 1
Pencegahan 2
Diagnosis dan Penderajatan .............. 3
Deteksi Dini ................ J
Prosedur Diagnostik 4
Gambaran Klinik ............ 4
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Khusus 10
Pemeriksaan Invasif Lain 13
Pemeriksaan Lain ............-.. 13
t4
Penderarajatan (StagingJ Kanker Paru L4
Tampilan... 74
Pengobatan 15
Pembedahan 15
Radioterapi 1.6
Kemoterapi 1B
Pertama
Kemoterapi Lini 18
Kedua
Kemoterapi Lini 2l
TargetedTherapy 22
Pengobatan Paliatif dan Rehabilitasi 24
Pengobatan Paliatif 24
Rehabilitasi Medik 24
Evaluasi (follow-up) 25
Daftar Kepustakaan 26
Bagan Prosedur Diagnosis dan Penatalaksanaan Kanker Paru fenis Karsinoma
Bukan Sel Kecil 28a-b
Lampiran 29
1. Klasifikasi Histologis Kanker Paru menurutWHO tahun 2004.... Zg
..............
2. Penderajatan International Kanker Paruv.T 2OO7 30
3. Kategori TNM untuk KankerParu............... 31,
4. Tampilan menurut Skala Karnofsky dan WHO ............. 33
5. Who Recommended Toxieity Garding 34
DAFTAR ISI LANJUTAN

Halaman
Protokol Pemberian Panduan Obat.............. 36
6. Siklofosfamid + Adriamisin + Sisplatin ICAP II) 36
7. Karboplatin + Etoposid;tiap 3 minggu .. 37
8. Sisplatin + Etoposid; tiap 3 minggu...................... 38
9. Paklitaksel + Karboplatin; tiap 3 minggu 39
10. Gemsitabine + Karboplatin; tiap 3 minggu 40
11. Dosetaksel + Karboplatin; tiap 3 min$gu 41.
12. Paklitaksel + Sisplatin; tiap 3 minggu 42
L3. Gemsitabine + Sisplatin; tiap 3 minggu ......................."............-:............ 43
14. Dosetaksel + Sisplatin; tiap 3 minggu 44
15. Ifosfamid + Mitomisin-C + Sisplatin .......................................................... 45
16. Paklitaksel + Karboplatin; tiap minggu; PS 0-1 46
17. Gemsitabine; tiap minggu untuk PS tidak baik 47
18. Erlotinib atau Gefitinib ..................... 48
Dosis Pemberian Obat Erlotinib 150 mg 48
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kepada Allah atas segala rahr.nadNya
buku pedoman revisi ke-3 ini dapat diselesaikan dan diterbitkan. Perbedaan
paling besar pedoman penatalaksanaan kanker paru jenis karsinoma bukan
sel kecil IKPKBSI! edisi ini adalah perubahan pada sistem staging penl,akit.
Evaluasi yang dilakukan untuk sistem TNM tahun 1997 akhirnya dapat
disepakati dan melahirkan sistem TNM tahun 2007 dan dipublikasikan
tahun 2009. Ada beberapa perbedaan dalam kategori T dan M yang paling
penting Merubah efusi pleura yang sebelumnya T+ menjadi M1
(metastasis] karena prognosisnya yang tidak jauh berbeda. Pedoman
terbaru ini juga menetapkan penatalaksanaan untuk KPKBSK stage IIIB
sama dengan stage IV. Penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan karena pasti saja karya ini jauh dari kesempurnaan. Terirnakasih
pada semua kontributor (anggota tim Pokja kanker Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia dan Indonesian Association for Study of Lung Cancer) yang
terlibat aktif dalam diskusi panjang sehingga disepakati ini adalah bentuk
final buku pedoman diagnosis dan penatalaksanaan KPKBSK edisi 2010,
meski karena berbagai kendala baru diterbitkan lebih lambal

Penyusun
Prof. dr. Anwar Jusuf, SpP[K)
dr. Elisna Syahruddin, PhD, SpP(Kl
dr. Agung Wibawanto, SpBTI{V[K)
dr. Aziza G Icksan, SpRad(K)
dr. f uniarti, SpRad[K) Onk.Rad
dr. Sutjahjo Endardjo, MSc, SpPAIK)

Pedomon P enatal akso naan

Konker Paru di Indonesia


KATA SAMBUTAN

Puji dan syukur kepada Allah atas segala rahmadNya sehingga revisi ke-3
buku pedoman diagnosis dan penatalaksaan kanker paru jenis karsinoma
bukan sel kecil (KPKBSIq dapat diterbitkan. Terbitnya buku ini menjadi
bentuk pembuktian aktivitas pokja kanker sebagai tanggung jawab untuk
memberikan pedoman yang dapat digunakan oleh dokter dan dokter
spesialis paru khususnya dalam melakukan langkah langkah tindakan untuk
mendiagnosis dan dalam penatalaksaannya nanti. Buku ini bukan standard
sehingga tetap diperlukan peningkatan pengetahuan dan kemampuan
masing masing dokter spesialis paru untuk melakukan prosedur diagnosis
kanker paru secara optimal. Pada kasus kasus sulit sistem rujukan dapat
digunakan sehingga pasien akan mendapat pelayanan terbaik. Harapan kita
bersama semoga Tim pokja Kanker PDPI priode 2al0-2074 juga merivisi
buku pedoman untuk tumor mediastinum dan menerbitkan buku pedoman
diagnosis dan penatalaksaan untuk kanker paru jenis karsinoma sel kecil
(KPKSIq sesegera mungkin.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

dr. Arifin Nawas, MARS, SP.P(K)


Ketua Umum PDPI periode20L0-201.4

P edomon Penatalaksqnaan
Kanker Poru di lndonesia
ffiRPARU
Jenis Karsinoma Bukan Sel kecil

PEDOMAN NASIONAL UNTUK DIAGNOSIS &


PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
20tt

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


Perhimpunan Onkologi Indonesia

DAFTAR KONTRIBUTOR
Agung Wib awanto,Ahm-ad Hudoyo,Ana Rima S etij adi,Anwar
Jusuf, Aziza G Icksan,Benjamin P. Margono,Budhi Antariksa
Eddy Soeratman, Elisna Syahruddin,Evlina Suzama, Fielda
Djuita, Heriawaty Hidayat, Isnu Pradj oko, Juniarti,Kardinah,
Koentj ahj a, Laksmi Wulandari, Noorwati Sutandio,Prasenohadi, P.
Handoyo, Pantas Hasibuan,Ratnawati, Retno Wihastuti, Ruth. E.
Sembiring, Sita L. Andarini, Sutjahjo Endardjo,Tamsil Syafiuddin,
Tagor O. Tambunan, Wahyuningsih Soeharno

Pedoman Penatalaksanaan iii


Kqnker Pqru di lndonesia
NRPARU
Jenis Karsinoma Bukan Sel kecil

PEDOMAN NASIONAL UNTUK DIAGNOSIS &


PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
2005

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


Perhimpunan Onkologi Indonesia

DAFTAR KONTRIBUTOR

Agung Wibawanto, Ahmad Hudoyo,Ana Rima Setijadi;A'nwar


Jusuf, Aziza G Icksan,Benj aminP. Margono,Budhi Antariksa
Eddy Soeratman, Elisna Syahruddin,Evlina Suzanna, Fielda
Djuita, Heriawaty Hi dayat, Isnu Pradj oko, Juniarti,Kardinah,
Koentj ahj a, Laksmi Wulandari, Noorwati Sutandio,P' Handoyo,
Pantas Hasibuan, Retno Wihastuti, Ruth. E. Sembiring, Sutjahjo
Endardj o,Tamsil Syafruddin,T agor o. Tambunan, wahyunin gsih S oeharno

PenlT rsun

. Prof. dr. Anwar Jusuf, SpP(K)


. Prof. dr. A. Haryanto R, SpPD, KHOM
'Dr. Elisna Syahruddin, PhD, SPP
'Dr. Sutjahjo Endardjo, NISc, SPPA
. Dr.S. Mudjiantoro, SpRad, Onk
o Dr. Noorwati Sutandio, SpPD, KHOM

P edomon Penataloksanaan IV
Kanker Paru di lndonesia
ffiRPARU
Jenis Karsinoma Bukan Sel kecil

PEDOMAN NASIONAL UNTUK DIAGNOSIS &


PENATALAKSANAAN DT INDONESIA
2001

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


Perhimpunan Onkologi Indonesia

DAFTAR KONTRIBUTOR

Anwar Jusuf, Achmad Hudoyo, Agung Wibawanto, A.


Mulawarman Jayusman, Aziza G Isksan, Anita Ratnawati, Alex I(
Ginting, Benjamin P. Margono, Benjamin Y. Tanuwiharja, Burhan
Madjid, Elisna Syahruddin, Eddy Soeratman, Daniel Maranatha,
Dudung A. Latief, Handoko Gunawan, Soetoyo, I.B. Ngurah Rai,
Ismid D.I. Busroh, Isnu Pradjoko, Koentjahja, Nancy H. Tobing,
Nirwan Arief, Noorwati Sutandio, Marwan Awaloeddin, M. Arifin
Nawas, Pantas Hasibuan, P- Embran, P. Handoyo, Priyadi
Wij anarko, Sardikin Giriputro, Shidharma Husada, Supriyantoro,
Sutji A. Mariono, Sutjahjo Endardjo, S. Mudjiantoro, Tagor O.
Tambunan, Wiwien Heru Wiyono

P e doman P enatalaks anean


Kanker Pqru di Indonesia
NRPARU
Jenis Karsinoma Bukan Sel kecil

PEDOMAN NASIONAL UNTUK DIAGNOSIS &


PENATALAKSANAAN DI INDONESIA
2005

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


Perhimpunan Onkologi Indonesia

DAFTAR KONTRIBUTOR

Agung Wibawanto, Ahmad Hudoyo,Ana Rima Setijadi,Anwar


Jusuf, Aziza G Icksan,Benj aminP. Margono,Budhi Antariksa
Eddy Soeratman, Elisna Syahruddin,Evlina Suzanna, Fielda
Dj uita, Heriawaty Hidayat, I snu Pradj oko, Juniarti,Kardinah'
Koentj ahj a, Laksmi Wulandari, Noorwati Sutandio,P' Handoyo,
Pantas Hasibuan, Retno Wihastuti, Ruth. E. Sembiring, Sutjahjo
Endardj o,Tamsil Syafi uddin,Tagor o. Tambunan, wahyunin gsih S oeh arno

PenYusun
r Prof. dr. Anwar Jusuf, SpP(K)
o Prof. dr. A. Haryanto R, SpPD, KHOM
'Dr. Elisna Syahruddin, PhD, SPP
. Dr. Sutjahjo Endardjo, MSc, SPPA
. Dr. S. Mudjiantoro, SpRad, Onk
o Dr. Noorw'ati Sutandio, SpPD, KHOM

P edomanPenatalaksqnaan IV
Kanker Paru di lndonesiq
ffiRPARU
Jenis Karsinoma Bukan Sel kecil

PEDOMAN NASIONAL UNTUK DIAGNOSIS &


PBNATALAKSANAAN DI INDONESIA
2001

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia


Perhimpunan Onkologi Indonesia

DAFTAR KONTRIBUTOR

Anwar Jusuf, Achmad Hudoyo, Agung Wibawanto, A.


Mulawarman Jayusman, Aziza G Isksan, Anita Ratnawati, Alex I(
Ginting, Benjamin P. Margono, Benjamin Y. Tanuwiharja, Burhan
Madjid, Elisna Syahruddin, Eddy Soeratman, Daniel Maranatha,
Dudung A. Latief, Handoko Gunawan, Soetoyo, I.B. Ngurah Rai,
Ismid D.I. Busroh, Isnu Pradjoko, Koentjahja, Nancy H. Tobing,
Nirwan Arief, Noorwati Sutandio, Marwan Awaloeddin, M. Arifin
Nawas, Pantas Hasibuan, P. Embran, P- Handoyo, Priyadi
Wij anarko, Sardikin Giriputro, Shidharma Husada, Supriyantoro,
Sutji A. Mariono, Sutjahjo Endardjo, S. Mudjiantoro, Tagor O.
Tambunan, Wiwien Heru Wiyono

oman P enatalaksanaan
P ed

Kanker Paru di Indonesia


PENDAHUTUAN

Kecendrungan meningkatnya kasus keganasan rongga toraks masih terus


berlanjut terutama di rumah sakit - rumah sakit rujukan seperti RS

Persahabatan, Jakarta, RS Soetomo, Surabaya dan RSK Dharmais, Jakarta.


Dalam kelompok keganasan rongga toraks yang terdiri dari kanker paru,
tumor mediastinum, mesotelioma, metastasis tumor di paru dan tumor
dinding dada angka kejadian kanker paru tetap menjadi kasus
dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di
--"r.akupparu
tertinggi.Kanker
keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun
pr.r,
i."g"n"r^., dari luar paru [metastasis tumor di paruJ' Dalam pedoman
peiatalaksanaan ini yang dimaksud dengan kanker paru adalah kanker
paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau
karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma). Karakteristik klinis
penderita kanker paru menunjukankasus lebih banyak pada laki-laki, umur
, +o trh.,n dan perokok Karakteristik tumor atau diagnosis yaitu
adenokarsinoma tetap merupakan jenis terbanyak dan demikian juga
staging penyakit yang sudah laniut pada saat ditemukan yaitu stage III dan
v.
Kanker paru adalah salah satu ienis penyakit paru yang memerlukan
p".rrngr.rr., dan tindakan yang cepat dan terarah' Penegakan diagnosis
p"nyrt it ini membutuhkan keterampilan dan sarana yang tidak sederhana
dan- memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran' Penyakit ini
membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan
ahli radiologi diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radioterapi, ahli bedah
toraks, ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau
penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru
untuk mendapitkan diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stagedini
akan sangat membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu
yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup
y".,[ t"Uit baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
meriyembuhkannya. Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan,
mengingat buruknya respons kanker paru terhadap berbagai jenis
p"ngobit"t. Bahkan dalam beberapa kasus penderita kanker paru
-"*brt hkan penanganan sesegera mungkin meski diagnosis pasti belum
dapat ditegakkan.
Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal
dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak
seimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor supresor dalam

oman P enatqlaksanoan
P ed
Kanker Paru di lndonesia
proses tumbuh dan kembangnya sebuah sel. Perubahan atau mutasi gen
yang menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau
kurang/hilangnya fungsi gen tumor supresor menyebabkan sel tumbuh dan
berkembang tak terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap
atau yang dikenal dengan proses multistep carcinogenesrs. Perubahan pada
kromosom, misalnya hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga
diduga sebagai mekanisme ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel
kanker. Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen
yang berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen
myc, gen k-ras sedangkan kelompok gen tumor supresor antara lain, gen
p53, gen rb. Sedangkan perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p
sering ditemukan pada sel kanker paru. Berkaitan respons dan resistensi
maka hampir semua jenis obat untuk kanker paru telah dikenal mekanisme
kerja intraselular dan mekanisme resistensinya, terutama kaitannya dengan
siklus sel, apoptosis dan gen yang berperan pada proses itu. Pada
perkembangan terakhir ilmu kanker yaitu gen dan biomolekular diketahui
berperan dominan secara khusus dalam pengobatan terutama setelah
dikenalnya beberapa pathway dalam karsinogenesis, misalnya EGFR
pathway, ras pathway dan lain-lainnya. Pengenalan jalur ini membuka
peluang berbagai obat untuk berperan sebagai antikanker yang bekerja
secara selektif pada target tertentu. Golongan obat yang termasuk dalam
kelompok targeted therapy adalah realisasi dari pengetahuan itu meskipun
pada akhirnya respons obat tetap berkaitan dengan apoptosis sel kanker.
Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara respons salah satu
golongan obat EGFR-TKI dikaitkan denganfaktor spesifik seperti ras, jenis
kelamin dan mutasi gen EGFR.

PENCEGAHAN
Penelitian tentang rokok mengatakan bahwa lebih dari 63 jenis bahan yang
dikandung asap rokok itu bersifat karsinogen. Secara epidemiologis juga
terlihat kaitan kuat antara kebiasaan merokok dengan insidens kanker
paru, maka tidak dapat disangkal lagi, menghindarkan asap rokok adalah
kunci keberhasilan pencegahan yang dapat dilakukan. Keterkaitan rokok
dengan kasus kanker paru diperkuat dengan data bahwa risiko seorang
perempuan perokok pasif akan terkena kanker paru lebih tinggi daripada
mereka yang tidak terpajan kepada asap rokok
Dengan dasar penemuan di atas adalah wajar bahwa pencegahan utama
kanker paru berupa upaya memberantas kebiasaan merokok.Menghentikan
seorang perokok aktif adalah sekaligus menyelamatkan lebih dari seorang

an P enato loks o na an
Pe d o m
Kanker Paru di Indonesia
perokok pasif.Pencegahan harus diusahakan sebagai usaha perang terhadap
rokok dan dilakukan terus menerus.Program pencegahan seharusnya
diikuti dengan tindakan nyata anti-rokok yang melibatkan tenaga medis
dan mahasiswa FK dan non-FK
Mencegah seorang bukan perokok menjadi perokok adalah pencegahan
primer untuk kanker paru sedangkan pencegahan sekunder adalah dengan
menghentikan kebiasaan merokok bagi perokok akrif.

DIAGNOSIS DAN PENDERAJATAN


Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah menentukan jenis
histopatologi kanker, lokasi tumor serta penderajatannya yang
selanjutnya diperlukan untuk menetapkan kebij akan pengobatan-

DETEKSI DINI
Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifih seperti batuk darah, batuk
kronik, beratbadan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijumpai pada
jenis penyakit paru lain. Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan
saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang ringan terjadi pada mereka yang
telah memasuki stage II dan III.Di Indonesia kasus kanker paru terdiagnosis
ketika penyakit telah berada pada stage lanjut. Dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya
pengetahuan dokter dan peralatan diagnostik maka deteksi dini seharusnya
dapat dilakukan.

Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko
tinggi yaitu:
. Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok;
. Paparan industri tertentu
Disertai dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak
napas, nyeri dada dan berat badan menurun.

Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif


dengan salah satu gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik
yaitu: batuk darah, batuk kronih sakit dada, penurunan berat badan tanpa
penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat yang
menderita kanker paru iuga perlu jadi faktor pertimbangan.

Pedomsn P enatalaksanaan
Kanker Paru di lndonesia
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain
pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan radiologi toraks, pemeriksaan
sitologi sputum dan bronkoskopi autoflouresen.Kemajuan di bidang
teknologi endoskopi autoflouresen telah terbukti dapat mendeteksi lesi
prakanker maupun lesi kanker yang berlokasi sentral. perubahan yang
ditemukan pada mukosa bronkus pada lesi keganasan stage dini sulit dilihat
dengan bronkoskop konvensional. Hal itu dapat diatasi dengan bronkoskop
autoflouresen karena dapat mendeteksi lesi karsinoma insitu yang mungkin
terlihat normal dengan bronkoskop biasa.
Jika ada kecurigaan kanker paru, penderita sebaiknya segera dirujuk ke
spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut dapat dilakukan lebih
cepat dan terarah.

PROSEDUR DIAGNOSTIK

Gambaran Klinik

Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari
penyakit paru lainnya" terdiri dari keluhan subyektif dan temuan
obyektif. Dari anamnesis didapat keluhan utama dan perjalanan
penyakig serta faktor-faktor lain yang sering sangat membantu
tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa:
e Batuk-batuk dengan / tanpa dahak fdahak putih, dapatjuga
purulenJ
r Batuk darah
. Sesaknapas
. Suara serak
. Sakit dada
. Sulit / sakit menelan
. Benjolan di pangkal leher
o Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab
lengan dengan rasa nyeri yang hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di Iuar paru, seperti kelainan yang timbul karena
kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau patah tulang. Ada
pula gejala dan keluhan tidak khas seperti :
e Berat badan berkurang

P edoman P enqtalqksanaan

Kanker Paru di Indonesia


. Nafsu makan hilang
o Demam hilangtimbul
o Sindrom paraneoplastik, seperti hypertrophic pulmonary
o ste o a rth e o p athy, tr omb osis ven a p erifer dan n europ atia'

b. Pemeriksaan jasmani
Pemeriksaan jasmani harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti.
Hasil yang didapat sangat bergantung pada kelainan saat
pemeriksaan dilakukan. Tumor paru ukuran kecil dan terletak di
perifer dapat memberikan gambaran normal pada pemeriksaan'
Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai atelektasis sebagai
akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan vena kava
akan memberikan hasil yang lebih informatif. Pemeriksaan ini juga
dapat memberikan data untuk penentuan stage penyakit, seperti
pembesaran KGB atau tumor di luar paru. Metastasis ke organ lain
juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan
funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intraorbital dan
terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.

Pedoman P enatal aksa.n a o n "5


Kanker Paru di Indonesia
Deteksi Dini Konker poru
(skrining)

Golongon Risiko Tinggi Bukon 6RT dengon gejolo


(6Rr) botuk kronik, sesok nopos
botuk doroh, berot bodon turun

Foto toroks, Diognostik don teropi


sitologi sputum don penyokit poru non konker
bronkoskopi outof louresen

Semuo hosil (-) Ado hosil yong (*) Curigo konker poru

Re-skrining Teruskon Teruskon


4 - 6 bulon prosedur diognostik prosedur diognostik
konker poru konker poru

Pedomqn P enatal al<s anaan


Kanker Paru di Indonesio
Gambaran radiologis
Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang
mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis,
serta penentuan stage penyakit berdasarkan sistem TNM' Pemeriksaan
radiologi paru yaitu foto toraks PA/lateral, bila mungki\ computerized
tomogipiy [CT)-scan toraks, bone scan, bone survey, ultrasonography
pSGj abdomen, CT otak, positron emission tomography (PET) dan mognetic
)"roinrnr" imaging (MRI) dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan,
ukuran tumor dan metastasis.
a. Foto toraks
pada pempriksaan foto roraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila
masa tumor berukuran lebih dari 1 cm' Tanda yang mendukung
rtai indentasi Pleura, tumor
itemukan invasi ke dinding
metastasis intraPulmoner'
menentukan N agak sulit
ditentukan dengan foto toraks saja.

Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus
d pleura dengan punksi berulang atau
p n foto toraks agar bila ada tumor
p Eanasan harus dipikirkan bila cairan
b ran serohemoragik'

b. CT-Scan toraks

Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara


lebih baik daripada foto toraks' CT-scan dapat mendeteksi tumor
juga
dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepaL Demikian

P e d om an Penotala kssn a an
Konker Paru di lndonesia
tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik,
bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor
intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah
terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi, keterlibatan KGB mediastinal yang sangat berperan
untuk menentukan stage juga dapat dideteksi lebih baik karena
pembesaran KGB [N1 s/d N3). Demikian juga ketelitiannya
mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. pemeriksaan
CT-scan toraks dengan kontrassebaiknya diminta hingga
suprarenaluntuk dapat mendeteksi ada/tidak pembesaran KGB
suprarenal dan lesi metasasis di hepar. penggunaan CT scan multr-
slice sangat bermanfaat untuk tumor paru ukuran kecil atau letaknya
superposisi dengan organ lain. Pada print-ouf CT scan hendaknya
dibuat marker diameter tumor-tumor yang terpanjang pada nodul
yang terukur (measurable noduls). Interpretasi radiologist
hendalanya menjelaskan Iokasi tumor, ukuran tumor untuk nodul-
nodul yang terukur, keterlibatan KGB dan kelainan lain yang dapat
disimpulkan sesuai dengan sistem TNM versi.T untuk kanker paru
jenis karsinoma bukan sel kecil(KPKBSKJ.
Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan foto toraks maupun CT-scan toraks adalah tidak mampu
mendeteksi telah terjadinya metastasis di luar rongga toraks
(metastasis jauhJ. Untuk maksud itu dibutuhkan pemeriksaan
radiologik lain, misalnya CT-scan kepala untuk mendeteksi
metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone
survey dapat mendeteksi metastasis di seluruh jaringan tulang
tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati,
kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga perut. Nodul di otak
dan hepar termasuk dalam kelompok nodul-nodul yang terukur
(measurableJ maka radiologist seharusnya mencantumkan lokasi dan
ukuran nodul jika diameternya > 1 cm dan membuat marker pada
tumor itu.
Catatan:
CT-scan Kepala harus dilakukan pada kasus yang dapat
dioperasi fstage I dan II) tetapi dianjurkan untuk
melakukannya meskipun tidak ada keluhan atau gejala pada
saat diagnosis awal dilakukan untuk semua kasus karena hasil
penelitian menunjukkan 1/3 kasus dengan metastasis di otak
tidak menunjukkan gejala dan tanda.

Pedoman P enatalaksanaan

Konker Poru di lndonesia


Bone survey/bone scan harus dilakukan pada kasus yang
dapat dioperasi (stage I dan II) dan hanya dianjurkan untuk
pasien yang menunjukkan keluhan atau gejala pada saat
diagnosis awal dilakukan. Hasil penelitian membukti tidak
terlihat korelasi nyata,sehingga pemeriksaan marker-[CEA,
ALP dan total kalsium) tidak dianjurkan karena ternyata tidak
memberikan benefit yang sesuai.

Positron emission tomogrophy (PET) belum menjadi prosedur


diagnostik yang rutin dan tidak diindikasikan untuk mengevaluasi
tumor primer kecuali pada kasus nodul soliter' PET lebih berperan
untuk menentukan keganasan pada KGB mediastinum sebagai
konfirmasi pembacaan CT-Scan toraks terutama iika ukuran KGB < 1
cm. Indikasi PET lain adalah menilai downstaging, rekurensi dan
evaluasi pengobatan. Pada kasus nodul soliter PET memberikan
informasi lebih baik daripada CT-scan karena PET dapat menduga
keganasan dengan melihat peningkatan metabolisme pada sel ganas-
Tumor ukuran >1 cm indikasi operasi bila PET(+), jika PET (-)
pasien cukup di-follow-up. Hasil tersebut akan menjadi pertimbangan
apakah harus dilakukan operasi atau tidak. Pada pusat pelayanan
yang mempunyai sarana mediastinokopi, KGB yang terdeteksi pada
CT-scan dan PET tetapi ukuran kecil perlu dikonfirmasi dengan hasil
mediastinokopi. Langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:
o CT negatif+ PET negatif, kasus operabel
tr CT negatif + PET positif, dilakukan biopsi, hasil posiif, kasus
non-operablel
o CT positif+ PET negatif, kasus operabel
tr CT positif + PET positif, dilakukan biopsi, hasil positif, kasus
non-operabel.
MRI toraks untuk staging kanker paru tidak dianjurkan tetapi
sebaiknya dilakukan pada kasus KPKBSK yang melibatkan sulkus
superior untuk mengevaluasi keterlibatan pleksus brachial atau
invasi ke vetebra.

Pedoman P enqtalaksqno an
Kqnker Poru di Indonesiq
. Pemeriksaan khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah penreriksan dengan tujuan diagnostik
sekaligus dapat dihandalkan unruk dapat mengambil jaringan
atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel
ganas.Perneriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau
perubahan mukosa saluran napas, seperti berbenjol-benjol,
hiperemis, atau stenosis infiltratif, mudah berdarah.
Tampakan yang abnormal sebaiknya diikuti dengan tindakan
biopsi tumor / dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.Penggunaan endobronchial ultrasound [EBUSJ
mempunyai kelebihan dari bronkoskop konvensinal karena
dapat menunjukkan secara tepat lokasi tumor yang menempel
di dinding luar bronchial sehingga mempermudah tindakan
tro n sb ro n chi a I ne edle aspiratio n ITB NAJ.

b. Biopsi aspirasi jarum


Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan,
misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa
licin berbenjol-benjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi
aspirasi jarum, karena bilasan saja sering memberikan hasil
negatif.Spesimen yang diperoleh adalah bahan pemeriksaan
sitologi.
c. Transbronchial Needle Aspirotion ITBNAJ
TBNA di karina, atau trakea 1/3 bawah (2 cincin di atas
karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada di kanan, akan
memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk
sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau
paratrakeal. Spesimen yang diperoleh adalah bahan
pemeriksaan sitologi.
d. TransbronghialLung BiopsyITBLBJ

fika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk
fluoroskopi maka biopsi paru lewat bronkus ITBLBJ harus
dilakukan. Spesimen yang diperoleh adalah bahan
p emeriksaan histopatologi.

e. Transthorasic Needle Aspiration ITTNAJ

Pedoman Penatalaksanaan 10
Kanker Paru di Indonesia
]ika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTNA
dilakukan dengan bantuan flouroskopi atqu USG. Namun jika
lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat
dilakukan TTNA dengan tuntunan CT-scan.Spesimen yang
diperoleh adalah-bahan pemeriksaan sitologi.
Biopsi Transtorakal ( Transthora si c Bi opsy, TTB)
|ika lesi kecil dan TTNA tidak memberikan hasil yang
representatif sebaiknya dilakukan TTB dengan alat core biopsy
dan selalu dilakukan dengan tuntunan CT-Scan. Pengambilan
sample dengan tehnik ini akan memberikan hasil yang lebih
informatif. Spesimen yang diperoleh adalah bahan
pemeriksaan histopatologi.
Aspirasi Jarum Halus [AfH)
Aspirasi jarum halus [AJH) atau fine ngedle ospiroaon [FNA)
dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba
masa yang dapat terlihat superfisial. Dari tehnik yang sangat
sederhana dengan tingkat risiko paling rendah.Spesimen yang
diperoleh adalah bahan pemeriksaan sitologi.
h. Biopsi lain
Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB
supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi
/ histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi
Daniels dianjurkan bila tidak jelas ditemukan pembesaran
KGB supraklavikula dan cara lain tidak menghasilkan
informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura
harus dilakukan jika ada efusi pleura.spesimen yang diperoleh
adalah bahan pemeriksaan sitologi atau histopatologi.
t. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagian perifer paru,
pleura visceral, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat
dan dibiopsi.

Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah
dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor
ada diperifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan
dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat.

P edoman Penatqloksonaa n 11
Kanker Paru di Indonesia
Dengan bantuan inhalaqf NaCl 3o/o untuk merangsang
pengeluaran sputum, kepositifan sitologi sputum dapat
ditingkatkan. Cara lain ialah pengumpulan sputum menurut
cara Saccomanno yaitu pengambilan spesimen dari sputum
yang dikumpulkan pada pagi hari dan melalui prosedur
khusus. Sputum ditampung dalam wadah yang berisi etil
alkohol 50% dengan polietilen glikol, dihomogenisasi dengan
blender, kernudian dilakukan pemusingan (centrifuge) dan
bahan yang diambil adalah sedimen yang berada pada dasar
tabung.

Catatan:
Semua bahan atau spesimen yang diambil dengan
pemeriksaan tersebut di atas harus segera dikirim ke
Laboratorium Patolo gi Anato mik terdekatuntuk p emeriksaan
sitologi/histologi.Hal lain yang penting adalah mengirim
spesimen bersama form konsul yang berisi data lengkap
penderita, klinis, hasil pemeriksaan lain yang mendukung dan
tempat (lokasi pengambilan di paru).Cara fiksasi
specimenyang diambil sebelum dikirim ke laboratorium
Patologi anatomi, sebagai berikut:
o Bahan segera dilakukan hapuskan dalam gelas objek dan
segera dimasukkan dalam cairan fiksasi alkohol 96%
minimal selama 30 menit.
o Bahan cairan dapat segera dikirim tanpa fiksasi jika
pengiriman dapdt segera dilakukan atau fiksasi dengan
cairan alkohol S0o%dengan perbandingan volume 1 : 1.
. Bahan jaringan segar segera masukkan dalam wadah yang
berisi cairan formalin 10% buffer hingga seluruhnya
terbenam (perbadingan cairan dan jaringan 5 : 1). )ika
jaringan besar lakukan irisan sejajar kira kira L cm agar
seluruh jaringan terpapar dan terfiksasi.

P edoman Penatalaksqnqan 72
Kqnker Poru di Indonesia
P emeriks aan inv asif I ain
Pada kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti torakoskopi,
mediastinoskopi atau torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka
dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan
pilihan terakhir bila dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan,
diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan-

Pada pusat layanan dengan fasiliti lengkap dan tidak mempunyai masalah
finasial, mediastinoskopi selalu dilakukan pada kasus dengan stage dini
fstage I dan II) untuk menilai KGB mediastinal. Di Indonesia penilaian KGB
mediastinal menjadi paket tindakan torakotomi terutama torakotomi
eksplorasi. Dengan semakin banyaknya sarana kesehatan di luar negeri
yang dapat melakukan PET dan bahkan semakin berkembang menjadi PET-
Scan I PET + CT-Scan) yang lebih sensitif dan spesifik menilai KGB
mediastinal tampaknya mediastinoskopi mulai jarang dilakukan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat
ditentukan
o jenis histologis
. stage
o tampilan [tingkat tampil, performance status)
sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.
Pemeriksaan lain
a. Petanda tumor
Petanda tumor, seperti CEA, CyfraZl-l, NSE dan lainnya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.

b. Pemeriksaan biologi molekular


Pemeriksaan biologi molekular telah semakin berkembang, cara
paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk
gen yang terkait dengan kanker paru, seperti protein p53, bcl2, dan
Iainnya adalah tehnik imunohistokimia. Manfaat utama pemeriksaan
biologi molekular sekarang bukan hanya menentukan prognosis
penyakit tetapi juga penenLuan efekfifitas terapi.Kttususnya untuk
penggunaan obat kanker golongan torgeted therapy dengan cara
mendeteksi ada/tidak adanya mutasi gen tertentu pada jaringan
kanker. Deteksi mutasi gen yang telah dapat dilakukan adalah EGFR,
K-ras, VEGF dan ALK Pada kasus diagnosis penyakit dari hasil biopsi

P edoman P enqtolaksanaan 13
Kanker Pqru di Indonesia
(histopatologi) dan spesimen itu memungkinkan fterutgma kasus
pascabedahJ sebaiknya dilakukan pemeriksaan paralel ada/tidak
mutasi gen EGFR dan K-ras.

Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, dipakai klasifikasi histologis menurut
WHO tahun 2004 [Lampiran.l) yang cukup rinci, tetapi untuk kebutuhan
ldinis setidaknya dapat ditetapkan jenis histologis:
1. Karsinoma skuamosa [karsinoma epidermoidJ
2. Karsinoma sel kecil (small cell carcin<imaJ
3. Adenokarsinoma fadenocarcinomaJ
4. Karsinoma sel besar flarge cell carcinoma)
Berbagai keterbatasan sering menyebabkan dokter spesialis patologi
anatomi mengalami kesulitan menetapkan jenis sitologi/histopatologi yang
tepat. Karena itu, untuk kepentingan pemilihan jenis terapi, minimal harus
ditetapkan, apakah termasuk kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK
atau small cell lung cancer, SCLCJ atau kanker paru jenis karsinoma bukan
sel kecil (KPKBSK, non-small-cell lung cancea NSCLC).

Penderaiatan (Staging) Kanker Paru


Penderajatan untuk KPKBSK ditentukan menurut International Staging
System For Lung Cancer 2007, berdasarkan sistem TNM versiT UICC tahun
2009 [Lampiran.2). Pengertian T adalah tumor yang dikatagorikan atas Tx,
To s/d T+, N untuk keterlibatan kelenjar 'getah bening (KGB) yang
dikategorikan atas N& No s/d N:, sedangkan M adalah menunjukkan ada
atau tidaknya metastasis di paru atau metastasis jauh [Mo s/d Mr, M6)
sebagaimana terlihat pada lampiran.3.
TAMPILAN
Tampilan penderita kanker paru berdasarkan keluhan subyektif dan
obyektif yang dapat dinilai oleh dokter. Ada beberapa skala international
untuk menilai tampilan ini, antara lain berdasarkan Karnofsl<y Scale yang
banyak dipakai di Indonesia, tetapi juga dapat dipakai skala tampilan WHO
[Lampiran 4). Tampilan inilah yang sering jadi penentu dapat tidaknya
kemoterapi atau radioterapi kuratif diberikan.

Pedoman P enatalaksa na an t4
Kanker Paru di Indonesia
PENGOBATAN

menentukan.

PEMBEDAHAN

sindrom vena kava superior berat'

mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara


patologi anatomis.
Hal yang penting diingat s ndakan bedah
ada ui toleransi penderita an bedah yang
aka Toleransi penderita dapat diukur
dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari hasil
analisis gas darah [AGD) :

Syarat untuk reseksi Paru


. Risiko ringan untuk pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral
baik dan VEP'r> 60%
. Risiko sedang untuk pneumonektomi, bila KVP paru kontralateral >
35% dan VEP'r> 60%

P edoman P enatalqksa nq an 15
Kanker Paru di lndonesia
Catatan: Konsensus Bangka 2009 menganjurkan dilakukan CT-scan toraks
2l- hari atau3 minggu pascabedah sebelum memulai pemberian radioterapi
dan atau kemoterapi andjuvanl

RADIOTERAPI
Radioterapi pada kanker paru dapat bersifat kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoradioterapi neoadjuvan
untuk KPKBSK stage IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak
jarang men.iadi pilihan terapi kuratif.

Radiasi sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk


meringankan keluhan penderit4 seperti sindrom vena kava superiror
ISVKSJ, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding dada dan metastasis
tumor di tulang atau otak
Penetapan kebijakan radiasi pada KPKBSK ditentukan beberapa faktor,
yakni
1. Stage penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru

Bila radiasi dilakukan setelah pembedahan, maka harus diketahui :


o jenis pembedahan termasuk diseksi kelenjar yang dikerjakan
r penilaian batas sayatan oleh dokterspesialis patologi anatomi (PAJ
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 - 6000 cGy, dengan
cara pemberian 200 cGy/x,5 hari perminggu.

Syarat standar sebelum penderita diradiasi adalah


1. - Hb > 1,0 go/o
2. Trombosit > l-00.000/dl
3. Leukosit> 3000/dl
Radiasi paliatif diberikan pada unfav ourablegroup,yakni :

1. Tampilan < 70.


2. Penurunan BB > 570 dalam 2 bulan.
3. Fungsi paru buruk

Efektifitas radioterapi meningkat jika dikombinasi dengan kemoterapi.


Pemberian radioterapi sampai dosis penuh (full dose 5000- 6000 cGyJ

oman Pen atalaksanaan


P ed t6
Konker Paru di Indonesia
selesai [4 -
sebelum pemberian kemoterapi atau setelah siklus kemoterapi
radioterapi sekuensial. Pada pemberian
6 siklusj diberikan disebuf
selang-seling di_antara siklus kemoterapi disebut
radioterapi dilakukan
radioterapi alternating. u"rit yrr[ baik tetapi terkadang
disertai efek
konkuren yaitu
samping yang tinggi adalah pemberian radioterapi
pemb Pemberian kemoteraPi Yang
seperti sisplatin' karboplatin'
meng
golon gemsitabin'

Untuk mengurangi konkuren dianjurkan


""0 ;i3ilfu::til'"Hi:'api
dosis kecil Yang cukuP
Pengalaman di RS Pers
dosis penuh dapat diberikan jika menggunakan rejimen karboplatin
etoposid atau sisplatin etoposid'

17,
enatalaksan a an
P e doman P

Konker Paru di lndonesia


KEMOTERAPI
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama
harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performancestatus)
harus lebih dari 60 menurut skala Karnosfl<y atau 2 menurut skala wHo.
Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker
dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan tertentuseperti usia
sangattua atau tampilan >2 skala WHO, penggunaan 1 jenis obat antikanker
dapat dilakukan.
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah :

o platinumbased therapy ( sisplatin atau karboplatin]


. respons obyektif satu obat antikanker Z l5o/o
o toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 3 siklus pada
penilaian terjadi progresifiti tumor.

Kemoterapi lini pertama


Regimen untuk kemoterapi lini pertama (firstline)tntuk KpKBSK adalah :

- Paklitaksel + sisplatin atau karboplatin, siklus 3 mingguan


r Paklitaksel 175 mg/BSA + sisplarin 60 - 80 mg/BSA
atau
. Palditaksel 175 mg/BSA + Karboplatin AUC-S

- Gemsitabin + sisplatin atau karboplatin, siklus 3 mingguan


o Gemsitabin 1250 mg/BSA [hari 1, B) + sisplatin 60 - B0
mg/BSA
[hari1)
atau
r Gemsitabin 1250 mg/BSA [hari 1, 8) + Karboplatin AUC-5
(hari L)

Dosetaksel + sisplatin atau karboplatin, siklus 3 mingguan


r Dosetaksel 75 mg/BSA + sisplatin 60 - 80 mg/BSA
atau
o Dosetaksel 75 mg/BSA + Karboplatin AUC-S

P edoman P enatalaks anaan t-8


Kqnker Paru di lndonesia
- Vinorelbin + sisplatin atau karboplatin, silus 3 mingguan
. Vinorelbin30 mg/BSA [hari 1, 8J + sisplatin 60 - B0 mg/BSA
(hari 1)
atau
. Vinorelbin30 mg/BSA [hari 1, B) + KarboplatinAUC-S
[hari 1)

Pada pusat pelayanan tertentu dengan keterbatasan pengadaan obat dapat


diberikan rejimen

- CAP Il [sisplatin, adriamisin, sik]ofosfamid), siklus 28 hari


. Cisplatin 60 mg/BSA + Adriamisin 40 mg/BSA + Siklofosfamid
400 mglBSA

- PE [sisplatin atau karboplatin + etoposid), siklus 3 mingguan


. Sisplatin 60 - 80 mg/BSA fhari 1) + etoposid 100 mg/BSA
(hari 1,2,3)
atau
. Karboplatin AUC-5 (hari 1), etoposid L00 mg/BSA
[hari 1,2,3)

Pada kasus dengan tampilan umum yang baik dan lokasi tumor'sentral
dengan kemungkinan ancaman kegawatan respirasi misalnya sindrom vena
kavi superoir (SVKS), obstruksi jalan napas besar dll, dapat diberikan
kemoradioterapi. Kombinasi regimen karboplatin+ etoposide yang
diberikan bersamaan dengan radioterapi (konkuren) memberikan hasil
yang baik dengan toksisiti yang tidak berat. Tehnik kemoradioterapi
konkuren

Hari 1 4 dst s/dharike 21

PE E+RT E+RT RT

Hari?Z 23 24 25 dst s/d hari ke 42

PE E+RT [+RT RT

Pedoman P enatqlaksano an 19
Kanker Psru di Indonesiq
Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum kemoterapi

1. Tampilan > 70-80 atau < 2 skala WHO. Bila tampilan <70 atau usia
Ianjut, dapat diberikan obat antikanker dengan regimen tertentu
dan/atau jadual tertentu.
2. Hb > 10 go/o, pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,
meski Hb < 1,0 go/o tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberi
terapi sesuai dengan penyebab anemia
3. Granulosit > 1500/mm3
4. Trombosit 2 100.000/mm3
5. Fungsi hati baik
6. Fungsi ginjal baik (creatinin clearance lebih dari 70 ml/menit)
Dosis obat anti-kanker dapat dihitung berdasarkan ketentuan farmakologik
masing masing. Ada yang menggunakan rumus antara lain, mg/kg BB,
mg/luas permukaan tubuh (BSA), atau obat yang menggunakan rurnusan
AUC [area under the curve) yang menggunakan CCT untuk rurnusnya.

Luas permukaan tubuh IBSAJ diukur dengan menggunakan parameter


tinggi badan dan berat badan, lalu dihitung dengan menggunakan rumus
atau alat pengukur khusus I nomogram yang berbentuk mistarJ
LPB [m2J = BB x TB

Untuk obat anti-kanker yang mengunakan AUC I misal AUC 5), maka dosis
dihitung dengan menggunakan rumus atau menggunakan nomogram.
Dosis [mgJ - [target AUC) x I GFR + 25)
Nilai GFR atau gromelular fiItration rote dihitung dari kadar kreatinin dan
ureum darah penderita.

Ped.oman P enatalaks an a an 20
Kanker Paru di Indonesia
Ev alu asi h a sil p eng ob atan
Umumnya kemoterapi dapat diberikan sampai 4-6 siklus/sekuen, bila
penderiia menunjukkan respons yang memadai. Hasil pengobatan 4 - 6
iiklus tidak berbeda secara signifikan tetapi pemberian 6 siklus dapat-
memperpanjang masa progresitivitas penyakit [time to progression = TTP).
Evaluasi respons terapi dilakukan dengan melihat perubahan ukuran tumor
pada foto toraks PA setelah pemberian fsiklus) kemoterapi ke-2 dan kalau
memungkinkan menggunakan CT-Scan toraks setelah 3 kali pemberian'
catatan: Konsensus Bangka 2009 menganjurkan kemoterapi cukup
diberikan 4 siklus jika menuniukkan hasil menetap [stabile disease)
Evaluasi dilakukan terhadaP:
. Respons subyektif yaitu penurunan keluhan klinik
. Respons semisubyektif yaitu perbaikan tampilan, bertambahnya berat
badan
. Respons obyektif
. Efek samping obat

Respons obyektif dibagi atas 4 golongan dengan ketentuan yang memenuhi


prinsip RECIST. LamPiran 5.
1.. Respons komplit (complete response, cR) : bila pada evaluasi tumor
hilang 1000% dan keadan ini menetap lebih dari 4 minggu'
2. Respons sebagian (portial response, PR) : bila pengurangan ukuran
tumor > 5Oo/o tetaPi < l00o/o-
3. Menetap (stable disease, SD) : bila ukuran tumor tidak berubah atau
mengecil >ZSo/otetaPi < 50%-
4. Tumor progresif Qtrogresive disease, PD) : bila terjadi petambahan
ukuran tumor > 25o/o atau muncul tumor/lesi baru di paru atau di
tempat lain.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemberian kemoterapi adalah
timbulnyi efek samping atau toksisiti. Berat ringannya efek toksisiti
kemoteiapi dapat dinilai berdasarkan ketentuan yang dibuat wHo
(lampiran 6J.

21.
kd oman P enatal aksqnoan
Kanker Paru di lndonesia
Kemoterapi lini ke-dua
Penderita yang yang tidak respons (progresifJ setelah pemberian
kemoterapi 2 siklus atau progresif dalam masa evaluasi setelah selesai
kemoterapi 4 siklus dapat diberikan terapi kemoterapi lini kedua (second
line).
o Dosetaksel 75 mg/mz,, siklus 3 mingguan, untuk 4-6 siklus
Atau
. Pemetrexed 500 mg/m2, siklus 3 mingguan, untuk 4-6siklus
Atau
. Erlotinib 150 mg/x/harl*
Atau
. Gefitinib 250 mg /x/hari*
Catatan * hasil konsensus Bukittinggi tahun 5 Desember 2005 tentang
penggunaan EGFR-TKI untuk kemoterapi lini kedua KPKBSK dengan atau
tanpa pemeriksaan mutasi gen EGFR.
Targeted therapy
Beberapa jenis obat kanker dengan target kerja yang selektif atau targeted
therapy mulai digunakan untuk KPKBSK Kelebihan dari beberapa obat-obat
itu adalah pemberian yang lebih sederhana yaitu peroral (golongan EGFR-
TKI), sedangkan yang lain harus dikombinasi dengan kemoterapi atau
radioterapi.
Inhibitor reseptor ep idermal growth factor (EGFR-TKI)
fenis yang mulai digunakan adalah obat yang bekerja sebagai inhibitor pada
reseptor epidermal growth factor IEGFR-TKD, antara lain,
erlotinib,gefitinib,dan jenis lain yang masih dalam penelitian. Hasil
penelitian pada populasiAsia Timur pemberian erlotinibatau gefitinib
IEGFR-TKI) memberikan hasil yang baik pada kasus dengan mutasi gen
EGFR positif pada jaringan sel kankernya. Penelitian lain menunjukkan hasil
pengobatan dengan EGFR-TKI tidak terlalu baik [resistenJ pada orang
de'ngan mutasi gen k-ras. Pemeriksaan mutasi gen EGFR dan k-ras dapat
dilakukan jika spesimen yang diambil cukup banyak dan jaringan segar dari
hasil biopsi atau pascabedah
Golongan ini ferlotinib dan gefitinibJ direkomendasikan sebagai terapi lini
kedua untuk KPKBSKKonsensus Bukittinggi tahun 2005 menetapkan
bahwa EGFR-TKI dapat diberikan sebagai pengobatan definitif(lini
pertamal jika pasien dengan berbagai alasan tidak dapat atau menolak
kemoterapi.Sebagai syarat dokter yang merawat telah menjelaskan secara
terang benefit pemilihan modalitilain yang sesuai dengan diagnosis dan

P edoman P en
atalaks anaan 22
Kanker Pqru di Indonesia
tampilan umum.Obat kanker ini juga dapat menjadi pilihan untuk lini
pertama jika hasil pemeriksaan pada spesimen terdapat mutasi gen EGFR
Evaluasi untuk obat EGFR-TKI samaseperti evaluasi kemoterapi jika setelah
siklus kedua tidak ada respons atau terjadi progresitiviti obat harus
dihentikan dan diganti dengan modaliti lain. Toksisiti yang sering adalah
dermatitis dan diare tetapi yang harus diwaspadai adalah jika terjadi drug
induced interstitial lung diseases (ILD)

Iulonoclonal antibody
Beberapa obat kanker golongan ini bekerja pada jalur dan mekanisme lain.
Golongan Bevacizumab bekerja sebagai inhibitorv ascular endoth elial growth
factor IVEGFJ yang bertindak sebagai regulator angiogenesis.Berbeda
dengan EGFR-TKI golongan ini tidak dapat diberikan dalam bentuk
monoterapi tetapi diberikan bersamaan dengan kemoterapi
standar. Pemberjan obat ini hanya dianjurkan pada pasien yang mengalami
gangguan perdarahan seperti riwayat epistaksis, hemomptisis dan gangguan

Dosis : Bevacizumab 15 mg/kgBB, siklus 3 mingguan.


Misal:

- Gemsitabin + karboplatin + bevacizumab, siklus 3 mingguan


Gemsitabin 1250 mg/BSA [hari 1, 8) + Karboplatin AUC-S [hari 1J +
Bevacizumab 7,5 mg/kgBB [hari LJ

Obat anti-EGFR monoclonal antibodi adalah Nimotuzumab,


cetuximab,matuzumab, panitumumabyang bekerja melawan reseptor
epidermal growth factor [EGFR).Pemberian kombinasi radioterapi (whole
brain) dengan nimotuzumab 200 mg/minggu secara konkuren pada kasus
KPKBS dengan metastasis ke otak memberikan hasil yang baik.Hasil
penelitian kombinasi nimotuzumab 200 mg/minggu dengan radiasi pada
tumor primer KPKBSK juga memberikan hasil yang menjanjikan.

P edoman Penatalqkso naa n 23


Kanker Poru di lndonesia
PENGO BATAN PALIATIF DAN REHABILITASI
PENGOBATANPALIATIF
Hal yang perlu ditekankan dalam terapi paliatif adalah tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup penderita sebaik mungkin termasuk
meminimalkan gejala/keluhan. Gejala dan tanda karsinoma bronkogenik
dapat dikelompokkan pada gejala bronkopulmoner, ekstrapulmoner
intratorasik, ekstratoraksik non metastasis dan ekstratorasik
metastasis.Keluhan yang sering dijumpai adalah batuk, batuk darah, sesak
napas dan nyeri dada.Pengobatan paliatif untuk kanker paru meliputi
radioterapi, kemoterapi, medikamentosa, fisioterapi, dan psikososial.Pada
beberapa keadaan intervensi bedah, pemasangan stent dan cryotherapy
dapat dilakukan.

REHABILITASI MEDIK
Pada penderita kanker paru dapat terjadi gangguan muskuloskeletal
terutama akibat metastasis ke tulang. Manifestasinya dapat berupa
infiltrasi ke vetebra atau pendesakan syaraf. Gejala yang timbul berupa
kesemutan, baal, nyeri dan bahkan dapat terjadi paresis sampai paralisis
otot dengan akibat akhir gangguan mobilisasi/ ambulasi.
Upaya rehabilitasi medik tergantung pada kasus, apakah operabel atau
tidak.
r Bila operabel tindakan rehabilitasi medik adalah preventif dan
restoratif.
. Bila non-operabel tindakan rehabilitasi medik adalah suportif dan
paliatif.
Untuk penderita kanker paru yang akan dibedah perlu dilakukan
rehabilitasi medik prabedah dan pascabedah, yang bertujuan membantu
memperoleh hasil optimal tindakan bedah, terutama untuk mencegah
komplikasi pascabedah [misalnya: retensi sputum, paru tidak
mengembang) dan mempercepat mobilisasi. Tujuan progt'am rehabilitasi
medik untuk kasus yang non-operabel adalah untuk memperbaiki dan
mempertahankan kemampuan fungsional penderita yang dinilai
berdasarkan skala Karnofslry. Upaya ini juga termasuk penanganan paliatif
penderita kanker paru dan layanan hospis fdirumah sakit atau dirumah J.

Pedo man P enatal aksana an 24


Kanker Paru di lndonesia
EVALUASI (follow-uP)

25
Pedoman Penotalaksonaan
Kanker Poru di Indonesia
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Jusuf A, Haryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro


S, Sutantio N kanker Paru Jenis karsinoma Bukan Sel Kecil.
Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan kanker paru jenis
karsinoma bukan sel kecil di lndonesia., ed. Anwar J,
Syahruddin E. PDPI&POI, Jakarta. 2005
2 Goldstarw P, Asamura H, Bunn P, Crowley J, Jett J, Rami-
Porta R, et al. 7th edition on TNM for iung and pleural
tumours. ln: Staging manual in thoracic Oncology.
lnternational Association for the Study of Lung Cancer. Ed.
Golstraw P.Editorial'Rx Press. Orange Park, 2O09.
3. Perhimpunan dokter Spesialis Patologi lndonesia. Pecioman
penanganan bahan pemeriksaan untuk histopatologi. lAPl,
Jakarta, 2008.
4. WHO histological classification of the tumours of the lung. ln:
Tumor of the lung - WHO classification 2OO4
5. Practice Guidelines in Oncology-Non-small Cell Lung
cancer. Version 2 .2012. National Comprehensive Cancer
Network (NCCN). 2012
6. Jusuf A. Kontribusi pengembangan pelayanan, penelitian
dan pendidikan di bidang onkologi paru untuk menghadapi
tantangan kesehatan respirasi di masa depan. Pidato pada
upacara pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam
bidang Pulmonologi dan ilmu kedokteran Respirasi pada
Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia. Jakarta, 2004.
7. Arif N. Peran pulmonologi intervensi dalam diagnosis dan
terapi berbagai gangguan respirasi. Pidato pada upacara
pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam bidang
Pulmonologi dan ilmu kedokteran Respirasi pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2005
8. Busroh lDl. Pembedahan pada penyakit sistem pernapasan.
Pidato pada upacara pengukuhan sebagai guru besar tetap
dalam bidang Pulmonologi dan llmu kedokteran Respirasi
pada Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia. Jakarta,
2003.
I Schiller JH, Hanington D, Belani CP, Langer C, Sandler A,
Krook J, et al. Comparison of four chemotherapy regimens
for advanced stage non-small cell lung cancer. N Engl J Med
2002;346:92 -8.
10. Ohe Y, Ohashi Y, Kubota K, Tamura T, Nakagawa K,
Negoro S. Randomized phase lll study of cisplatin plus

Pedomqn P enatal aksanq an 26


Kanker Paru di Indonesio
irinotecan, cisplatin plus paclitaxel, cisplatin plu:
g"."itubin", and cisplatin plus vinorelbine for advanced
stage non-small cell lung
study in Japan. Annal Oncol
11. Jusuf A, Mariono SA, Ta
Soetantio N, Hukom R, et al
lung cancer Patients using Pa
J. lnd. 2000;9:43-8.
12 sy; h ;,;;i E, H u d oyo o,
"' J:i,r $, $" " fi i " :,0", ",,)"' "Jiil,?
ngan rejimen Paclitaxel (PAXUS@)
lndo 201 0;30(2):1 05-1 1 1.
13. en G, et al. Erlotinib versus
chemotherapy as first-line treatment for patients with
aovanceo.EGFRmutation-positivenon-small-celllung
;;";;; (oertunr-, croNG-0802): a multicenter, open-label'
i"nJori."O, phase 3 study. Lancet Oncol 2011;12:73542'
ftlof. fS, Wu'YL, Thongpiasert S, Yang CH, Chu DT'
Saijo
14.
N, al. gefinitib or carboplatin-paclitaxel in pulmonar
"t
adenocarcinoma. N Engl J Med 2009; 361:-947-57 '
15. SanOter A, Gray R, Perry MC, et al' Paclitaxel-carboplatin

"ton"o'witnuevacizuma-bfornon-small-celllungcancer.N
Engl J Med 2006;355:2542-50'
16. Hrin" N, Shepherd FA, Fosella FV, Pereira JR' Delll
Marinis
trial oJ
F, ;;" i'o*"i .1, et al- Randomized phase
with non-small cell
pemetrexed versus docetaxel in patients
lung cancer preuously treated with chemotherapy- J Clin
Oncol 2OO4;1589-97-
17. Cro"n HlM, Steilter DT, de Vries EGE' Positron emission
tomography, computerized tomography and endoscoPic
ultraiund-with needle aspiration for lung cancer' ASCO
educational book, Orlando,2005, p: 578-86'
18. Scnwartz AG. The changing face of lung cancer' ASCO
educationall book, Orlando,2005, p: 628-33'
19. Martini T, Hudoyo A, Arief N, Jusuf A, Endardjo S' Hupudio
U.- ierUanOingin kepositivan pemeriksaan sitologi sputum
"ut"t"ninhalasiNaCL3%caralangsungdengancara
modifikasiSaccomannountukdiagnosiskankerparu.J
ResPir lndo 2002; 22: 152- 62'
20. Situmeang SBT, Jusuf A, Arief N, Hupadio H' H^ub^ungan
merokok ketek dengan kanker paru' J Respir lndo 2OO2;22"
109-17.

27
P ed om anatal aksan a an
P en

Konker Paru di lndonesio


LAMPIRAN
Klasifikasi Histologis Kanker Paru Menurut WHO tahun 2004

1. Squamous carcinoma (epidermoid carcinoma), with variants :

. papillary
. Clear cell
. Small cell
. Basaloid
. Small cell carcinoma, with variants:
. Combined small cell carcinoma
. Adenocarcinoma, with variants :
. Acinar
. papillary
. Bronchoalveolar carcinoma
. Non-mucinous
. Mucinous
. Mixed mucinous and non-mucinous or
intermemediate
. Solid adenocarcinoma wilh mucin production
. Fetal adenocarcinoma
Mucinous (colloidO carcinoma
". Mucinous cystadenG:arcinoma
. Signet ring adenocarcinorna
. Clear cell adenocarcinoma
Large cell carcinoma, with variants :
. Large cell neuroendocrine carcinoma
' Combined large cell neuroendocrine carclnoma
o Basaloid carcinoma
. Lymphoepithelioma-like carcinoma
. Clear cell carcinoma
. Large cell carcinorna with rhabdoid phenothype
Adenosquamous carcinoma
Sarcomatoid carcinoma
. Pleomorphic carcinoma
. Spindle cell carcinoma
r Giant cell carcinoma
. Carcinosarcoma -
. Pulmonary blastoma
Carcinoid tumours
. Typical carcinoid
. Atypical carcinoid
Salivary gland type carcinoma
. Mucoepidermoid carcinoma
. Adenoid cystic carcinoma
. Epithelial-myoepithelial carcinoma
Preinvasive lesion
. Squamous carcinoma in situ
. Atypical adenomatous hyperplasi (MH)
. Diffusa idiophatic pulmonary neuendocrine cell hyperplasia

Pedoman Penatalqksanaan 29
Kanker Paru di Indonesia
2. Penderaiatan lnternasional Kanker Paru Versi.T tahun 2007

T1a NO MO
IA
T1b NO MO

f2a NO MO
B

N1 MO
IA T1a
T1b N1 MO

T2a N1 MO

T2b N1 MO
IB
T3 (>7 cm) NO MO

Tia N2 MO
A
T1a N2 MO

f2a N2 MO

T2b N2 MO

T3 N1 MO

T4 NO MO

T4 N1 MO

N2 MO
llB T4
N3 MO
Sebarang T

Sebarang M1a
v Sebarang T N

Sebarang T Sebarang N M1b

Pedoman P en a tal aksanQon 30


Kanker Paru di lndonesia
3. Kategori TNM Untu[ Kanker Paru

T : tumor primer
TO: tidak tampak lesi atau tumor prirner
Tx: tumor primer tidak dapat ditentukan dengan hasil
radiologi dan bronkoskopi tetapi sitologi sputum atau
bilasan bronkus positif (diternukan sel ganasa)
TIS : Carsinoma in situ
T'1 '.
ukuran terbesar tumor prirner < 3 cm tanpa lesi
invasiintrabronkus yang sampai ke proksirnal
bronkus lobaris
. f 1a : ukuran tumor primer < 2 cm
. T1b : ukuran tumor primer > 2 tetapi < 3 cm
T2 ukuran terbesar tumor primer > 3 cm tetapk 7 cm,
invasiintrabronkus dengan jarak lesL 2 c m dari
distal karina, berhubungan dengan atelektasis atau
pneumonitis obstruktif pada daerah hilus atau invasi
ke pleura viseral
. T2a : ukuran tumor primer >3 tetapi < 5 cm
. 12b: ukuran tumor primer > 5 tetapi <7 cm
T3 ukuran tumor primer > 7 cm atau tumor menginvasi
dinding dada termasuk sulkus superior, diafragma,
nervus phrenikus, menempel pleura mediastinum,
perikardium. Lesi intrabronkus< 2 cm distal karina
tanpa keterlibatan karina Berhubungandengan
atelekrtasis atau pneumonitis obstruktif di paru. Lebih
dari satu nodul dalam satu lobus yang sama dengan
tumor primer.
T4 Ukuran tumor primer sebarang tetapi telah
melibatkan atau invasi ke mediastinal, trakea, jantung,
pembuluh darah besar, karina, nervus laring,
esofagus, vetebral body. Lebih dari satu nodul
berbeda lobus pada siSi yang sama dengan tumor
primer (ipsilateral).
metastasis ke Kelenjar Getah Bening (KGB)

NO tidak ditemukan metastasis ke kelenjar getah bening


(KGB)
Nx metastasis ke kelenjar getah bening (KGB)
mediastinal sulit dinilai dari gambaran radiologi

P edoman Penqtalqksano an 31
Kanker Paru di Indonesia
N1 metastasis ke kelenjar getah bening (KGB)
peribronkus (# 10), hilus (# 10), intrapulmonary(# 10)
ipsilateral
N2 metastasis kelenjar getah bening (KGB)
ke
2) ipsilateral dan atau subkarin(# 7)
mediastinum ( #
N3 metastasis ke kelenjar getah bening (KGB)
peribronkila, hilus, intrapulmonari, mediastinum
kontralateral dan atau KGB supraklavikula

M metastasis ke organ lain

MO tidak ditemukan metastasis


Mx metastasis sulit dinilai dari gambaran radilogi
M1a metastasis ke paru kontralateral, nodul di pleura,
efusi pleura ganas, efusi perikardium
M1b metastasis jauh ke organ lain (otak, tulang, hepar,
ginjalatau KGB leher, aksila, suprarenal dll )

Pedoman P enatalaksnaan 32
Konker Poru di Indonesia
4. Tampilan Menurut Skala Karnofsky dan WHO.

NiaiSkala : Nilai Skala : Keterangan


Karnofsky WHO

90- 100 0 Aktifiti norrnal

70- 80 1 Ada keluhan tetapi


masih aktif
dan dapat
mengurus diri
sendiri.

50- 60 2 Cukup aktif, namun kadang


memerlukan bantuan.

30- 40 3 Kurang aktif, perlu


rawatan

10- 20 4 Tidak dapat meninggalkan


tempat - tidur, pedu
rawat
di rumah sakit.

0- 10 - Tidak sadar

P edomqn Penatalqksano on 33
Kanker Paru di lndonesia
5. WHO Recommended Toxicity Gradings

0 , 3 4
Hematological

Hmoslobine s/l 00 mI > ll.0 95 109 < 6-t


Leucoc),tes 1000/m3 >4 3.0 - 3.9 20 -29 1.0 - 1.9 <l
Crmulocytes 0(X)/mm' >.L0 1.5 - 1.9 1.0 - 1.4 0.5- 09
Platelets 1000/mr > 100 75-99 50 -74 25 -49 <25
Hmmage Nme Petectuae Mrld bl@d Gross blood Debilirating
lms loss blood Ioss
GastrFiintestinal

Bilirubin I]I,NX < 1.25 t.26 - 5.1 - r0 > 10

r Ensaruoase < 1.25 1.26 2.s 2.6 - - lu > t(,


ALT (SGOT) md
AST (SGPT)
Alkaline phosphat6e ULNx I.2s 126 2.6 5l - l0 > 10

Oral No Sormess/ Erythma, u lcm, Almmlatl-on


chuge rythma ulcm. cm eat Iequ16 Dot possible
solids liquid ooly
diet
Nausea/ Nqe N Trausial Vomiting IDtractable
Vmiting vomiting requmg vmiting
thtranv
l)larhea Nme lroslmt I OIeEDle OUI [roreote, Hmm-ha$c
< 2 d.y" > 2 days rcqumg dehychatim

Renel

Blood uea nitrogm ULNr < 7-25 1.26 -2.5


or Blmd uea
qeatmlne

P edoman P enotalaksq naan 34


Kanker Paru di Indonesia
Lanjutan WHO Recommended Toxicity Gradings

Proteinuea No change +1 2-3+ 4+ Nephrohc


smdrome
gok <03 03 1.0 > l-0

gL l-10 > 10

Hmahria No change MIOOSCOpT Cnoss Gross + ObslructiYe


c clots rrronal}lv
Pulmonary No change N1llO Lxertronal Dyspna at Complete bed resl
smotoms dwonea r6t rmui red
Fever with drug none Fever Fever Fever Fever wrth
<38"C 3SeC - 40"C > 40'c
Allergic No change Fdem Broncho-spasrt, brmcnG AnaphyJaxis
parmtoal spaslnr Do
t}le€py Deeded paroteml
tt*-py
needed
Cuts ncous No chmge Er,,thma Dry Moist Exfoliative
desqumation, dsqumati dmatitis,
vmiculation, oo, nffiGrs requmg
pruitis ulctration sugial
iotwmtion
IIair No chmge Modemte, Complete Non-reve6tbl e
hai loss patchy alopecia aloprcia aloprcia
but
revesible
Itrfection None Miror Mme@e Maju Major intectroo
(specify site) infection infectim iDfechon with hypotmsi-
m
None Mrld ModeBte Severe ln tractable
Paitr

Pe d o m an P enqta I a ks q na an 35
Kanker Paru d.i Indonesio
6. Protokol Pemberian Panduan Obat: Siklofosfamid+ Adriamisin+
Sisplatin (GAP lD

Dosis:
. Siklofosfamid 400 mg/m2 = .......... ..mg
o Adriamisin 40mglmz =............mg
. Sisplatin 60 mg/m2 - ............mg

Pukul Rincian

00.30
. NaCl 0,9%, infus 40 tts/mnt (Kolf I & ll)
' Deksametason 2 amp, lV

. Antiemetik 1 ampul, lV
08.00 . Difenhidramin HCI 1 ampul, lM

. NaCl 0,9%, infus 40 tts/mnt (kolf lll), guyur 50 ml


08 30 . Adriamisin ...... mg, lV Selama + 3 menit (infus tetap diguyur)
. Selanjutnya infus 30 tts/ mnt , selama 10 mnt

08.45
. Siklofosfamid ..m9, lV, selama t 3 menit (infus tetap diguyur)
..
. Selanjutnya infus 30 tts/mnt selama 10 menit
. Masukkan Sisplatin ....m9, ke dalam sisa NaCl 0,9% ( 200 ml)
09.00 . lnfus habiskan dalam 4 jam

Furosemid 1 ampul, lV
13.00 Antiemetik 1 ampul, lV
NaCl 0,9%, infus 6 jam/kolf, (Kolf lV)

19.00 lnfus selesai bila tidak efek samping yang serius,


pasien boleh pulang

36 Pedom anP enatalqksonaan

Kanker Paru di Indonesia


7. Protokol Pemberian Panduan Obat:Karboplatin+ Etoposid;
tiap 3 minggu

Dosis :
. Karboplatin AUC 5 - 6 = ....-........rng, hari 1
. Etcposid 100mg/m2 = .............mg, hari 1 ,2dan3

Hari ke-l
Pukul Rincian
00 00 NaCl 0,9%, 20 tts/menit
Deksametason 2 ampul, lV

Antiemetik 1 ampul, lV
07.30 Difenhidramin HCI 1 ampul, lM

08.00 Karboplatin ..... mg dalam 500 ml NaCl 0,9%


lnfus habiskan dalam 3 jam

Etoposid ..... mg dalam 100 mlNaCl0,9%


11.00 lnfus habiskan dalam 30 menit

1'1.30 . NaCl 0,9%, lnfus 6 jam / kolf

Hari ke-2 dan ke-3


Pukul Rincian

00 00 NaCl 0,9%, lnfus 20 tts / menit


Deksametason 2 ampul, lV

07.30 Antiemetik 1 ampul, lV


Difenhidramin HCI 1 ampul, lM

08 00 Etoposid .....m9 dalam 100 mlNacl0,9%


lnfus habiskan dalam 30 menit

08.30 . NaCl 0,9%, lnfus 6 jam / kolf

P edomon Penatalaksanaan 37
Kanker Paru di Indonesia
B. Protokol Pemberian Panduan Obat:Sisplatin + Etoposid;
tiap 3 minggu

Dosis:
. Sisplatin 60 mg/ m2 - ................. mg
" Etoposid 100 mg / m2 - .............-... mg

Hari ke-l
Pukul Rincian
. NaCl09%, infus 1 kolf / 3 jam
00 00 . Deksamelason 2 ampul, lV
. Antiemetik 1 ampul, lV
07.30 . Difenhidramin HCI 1 amPul, lM
Sisplatin ........ mg dalam 1 kolf NaCl0,9 %,
08.00
lnfus habiskan dalam 4 jam

1200 . lnfus NaCl 0,9% 1 kolf / 3 jam


Etoposid .....m9 dalam 100 mlNacl0,9%
15.00
lnfus habiskan dalam 30 menit
Furosemid 1 ampul, lV
15.30 Antiemetik 1 ampul, lV
lnfus NaCl 0,9% 1 kolf / 6 jam

Hari ke-2 dan ke-3


Pukul Rincian
NaCl 0,9% , infus 1 20 tts i mnt
00.00
Deksametason 2 amPul, lV

07.30 Antiemetik 1 ampul, lV


Difenhidramin HCI 1 amPul, lM

08.00 Etoposid ...... mg dalam 100 cc NaCl 0,9%,


tnfus habiskan dalam 30 menit

0830 . lnfus NaCl 0,9% 1 kolf / 6 jam

38 P edoman Penatalaksanq an

Kanker Poru di Indonesia


9. Protokol Pemberian Panduan Obat: paklitaksel + Karboplatin;
tiap 3 minggu
Dosis :

. Paklitaksel : 175 mglm2 = ..........mg


o karboplatin : AUC- g =..........mg

Pukul Rincian
NaCl 0,9 % I kolf + Neurobion SO00 1 ampul,
00.00 infus 20 tts / menit
Deksametason 2 ampul, lV

07.30 Antiemetik 1 ampul, lV


Difenhidramin HCL 1 ampul, lM

. Paklitaksel .... mg dilarutkan dalam 500 ml cairan


08.00 NaCl 0,9% dalam botol kaca
' lnfus dihabiskan dalam waktu 3 jam.

. Karboplatin ...m9 dilarutkan dalam 500 ml NaCL 0.9%


11.00 . lnfus dihabiskan dalam 3 jam .

14.OO
Antiemetik I ampul
NaCl 0,9% 5%, infus 1 kolf selama 6 jam

P edoman P enatal aks anaan 39


Kanker Paru di Indonesia
10. Protokol Pemberian Panduan Obat: Gemsitabine + Karboplatin;
tiap 3 minggu

Dosis :
r Gemsitabin 1250 mg/m2 - ..........mg, diberikan pada hari ke-1 dan -8
o Karboplatin AUC- $ = ..........m9, diberikan pada hari ke-1

Hari ke-l
Pukul Rincian
00.00 %, lnfus 20 tts / menit
NaCl 0,9
Deksametason 2 ampul, lV

07.30
Antiemetik 1 ampul, lV
Difenhidramin HCL 1 ampul, M

. Gemsitabin .....m9 larutkan dalam cairan 250 ml NaCl 0,9%


08.00 . lnfus dihabiskan dalam 30 menit

08.30
. Karboplatin ... mg dilarutkan dalam 500 ml NaCl 0.9%
. lnfus dihabiskan dalam 30 menit

Hari ke-B
Pukul Rincian
NaCl0,9 %, lnfus 20 tts / menit
06.00
Deksametason 2 ampul, lV

a Simetidin 1 ampul, M
07.30 Antiemetik 1 ampul, lV
Difenhidramin HCL 1 ampul, lM

08.00 ' Gemsitabin ... mg dilarutkan dalam 250 ml NaCL 0.9%


. lnfus dihabiskan dalam 30 menit

40 P edoman Penotaloksanaan
Kanker Poru di Indonesia
11. Protokol Pemberian Panduan Obat: Dosetaksel + Karboplatin;
tiap 3 minggu

.Dosis :
. Dosetaksel : 75 rng/m2 = ..........mg
. karboplatin : AUC-5 -....-.....m9

Catatan : pasien dibei deksametason 2 x B mg oral selama 3 hari, dimulai hari H -1

Pukul Rincian
. NaCl 0,9 % I kolf + Neurobion 5000 1 ampul, infus
00.00 . 20 tts / menit Deksametason 2 ampul, lV

. Antiemetik 1 ampul, lV
07.30
' Difenhidramin HCL 1 ampul, lM

. Dosetaksel ....m9 dilarutkan dalam 500 ml cairan NaCl 0,9%


08.00 dalam botol kaca
' lnfus dihabiskan dalam waktu 3 jam.

'11.00
. Karboplatin ...m9 dilarutkan dalam 500 ml NaCL 0.9%
. lnfus dihabiskan dalam 3 jam.

14.00
. Antiemetik 1 ampul, lV
' NaCl O,9oh SYo, infus 1 kotf selama 6 jam

Pe dom an P enatqlaksan a an 41
Kanker Paru di Indonesia
12. Protokol Pemberian Panduan Obat: Paklitaksel+ Sisplatin;
tiap 3 minggu

Dosis :

. Paklitaksel '. 175mglm2 - ..........mg


. Sisplatin : 6omg/m2 - ..........mg

Pukul Rincian

00.00
. NaCl 0,9 % + Neurobion 5000 1 ampul, lnfus 20 tts / menit
. Deksametason 2 ampul, lV

Antiemetik 1 ampul, lV
07.30
Difenhidramin HCL 1 amPul, fr;

. Paklitaksel .....mg dilarutkan dalam 500 ml cairan NaCl 0,9%


08.00 dalam botol kaca
. lnfus habiskan dalam dalam waktu 3 jam.

11,00 . NaCl 0,9% 5%, infus 1 kolf selama 6 jam

. Sisplatin ....mg dilarutkan dalam 500 ml NaCL 0'9%.


17.00 . lnfis habiskan dalam 4 jam.

Antiemetik 1 ampul
21.00 Furosemid 1 ampul , lV ( kalau Perlu)
NaCl 0,9% 5% , infus 1 kolf selama 8 jam

42 Pedoman P enotalaksanaan
Kqnker Paru di Indonesia
13. Protoko! Pemberian panduan obat: Gemsitabine + sisplatin;
{iap 3 minggu
Dosis :

..........mg
Gemsitabin 125Omglm2 = hari ke-1 dan-g
Sisplatin 60mg/m' =...........t-ng, ari ke_1

Hari ke-1
Pukul Rincian
00.00 NaCl 0,9 %, lnfus 20 tts / menit
Deksametason 2 ampul, lV

07.30 Antiemetik 1 ampul, lV


Difenhidramin HCL 1 ampul, lM

08.00 Gemsitabin ...m9 larutkan dalam cairan 250 ml NaCl O,9%


lnfus habiskan dalam 30 menit

0B 30 . NaCl 0,9% 5%, infus 1 kolf selama 6 jam

14.30
. Sisplatin ... mg dilarutkan dalam 500 ml NaCL 0.9%
. lnfus habiskan dalam 4 jam

Antiemetik 1 ampul, lV
18.30 Furosemide 1 ampul, lV (ika perlu)
NaCl 0,9%, infus 1 kotf / 6 jam

Hari ke-8
Pukul Rincian
06.00 NaCl 0,9 %, lnfus 20 tts / menit
Deksametason 2ampul, lV

Antiemetik 1 ampul, lV
07.30
Difenhidramin HCL 1 ampul, IM

08.00
. Gemsitabin ... mg dilarutkan dalam 250 ml NaCL 0.9%
. lnfus dihabiskan dalam 30 menit

Pedoman Penatalal<sanaan 43
Kanker Paru di Indonesiq
14. Protokol Pemberian Panduan Obat: Dosetaksel + Sisplatin;
tiap 3 minggu

Dosis :

. Dosetaksel . 75 mglmz - ..........mg


o Sisplatin : 60 mg/m2 - '.........mg

M Catatan : pasien dibei deksametason 2 x I mg oral selama 3 hai, dimulai hai H-1

Pukul Rincian

00.00
. NaCl 0,9 % + Neurobion 5000 1 ampul, lnfus 20 tts / menit
. Deksametason 2 ampul, I

Antiemetik 1 ampul, lV
07,30
Difenhidramin HCL 1 amPul, M

' Dosetaksel ..,..mg dilarutkan dalam 500 ml cairan NaCl 0,9%


08.00 dalam botol kaca
. lnfus habiskan dalam dalam waktu 3 jam.

11.00 . NaCl O,S% 5%, infus 1 kolf selama 6 jam

. Sisplatin ....mg dilarutkan dalam 500 ml NaCL 0.9%-


17.00 . lnfis habiskan dalam 4 jam.

21.00 Antiemetik 1 ampul, lV


Furosemide 1 ampul, lV fiika Perlu)
NaCl 0,9%, infus 1 kolf / 6 jam

44 oman Penqtalaksanaan
P ed

Kanker Pqru di Indonesio


15. Protokol Pemberian Panduan Obat: lfosfamid + Mitomisin-G +
Sisplatin
Dosis :
. lfosfamid 3000 mg/m2 =............m9
. Mitomisin-C 6 mg/m2 -............m9
. Sisplatin 60 mg/m2 -.............m9
. Mesna 4O0 mglm2 /x = .............m9/x

Pukul Rincian

00.00 '. NaCl 0,9%, infus 1 kolf dalam 4 jam ( botol 1 dan 2)
Deksametason 2 ampul, lV
Antiemetik 1 ampul, lV
07.30
Difenhidramin HCL 1 ampul, M
08.00 ' NaCl 0,9% 1 kolf , infus 20 tts/menit (botol 3)
NaCl 0,9% , guyur 50 ml
08 30 Mitomisin C ..... mg, lV , perlahan
NaCl 0,9%, guyur 50 ml
Mesna .. . mg, lV perlahan
. NaCl 0,9% , guyur 100 ml
09 00 . lfosfamid .. .mg, kedalam sisa cairan + 20 Meq KCI
. lnfus habiskan dalam 3 jam

12.O0 NaCl0,9% 1 kolf lnfus ( botolke4)


Antiemetik 1 ampul, lV
Deksametason 2 ampul, lV
1230 NaCl0,9 %, guyur'100 ml
Mesna...... mg, lV perlahan
NaCl0,9% , guyur 100 ml
Sisplatin ..... mg ke dalam 1 kolf NaCl 0,9%
14.00
lnfus habiskan dalam 4 jam
Furosemid'1 ampul, lV
18 00
NaCl 0,9 %, infus 30 tts/mnt ( botol ke5)
Mesna . .. mg, lV perlahan
19 00 Antiemetik 1 ampul, lV
Deksametason 2 ampul, lV

12.00 . Kedalam sisa cairan masukkan 20 Meq KCl, lnfus sampai habis

Pedoman P enataloksqnqa n 45
Kqnker Poru di lndonesiq
16. Protokol Pemberian Panduan Obat:Paklitaksel + Karboplatin ;
tiap minggu PS : WHO scale 0 -1 atau Karnosfky scale < 70 -80 )

Dosis :

o Paklitaksel 60-80 mg/m2 - ..........mg hari ke 1, 8 dan 15


. Carboplatin AUC- 5 - ..........m9 harike 1

Hari ke-l
Pukul Rincian

00.00
. NaCl 0,9 % + Neurobion 5000 1 ampul, lnfus 20 tts / menit
. Deksametason 2 ampul, lV

Antiemetik 1 ampul, lV
07.30 a Difenhidramin HCL 1 amPul, M

. Paklitaksel .-.. mg dilarutkan dalam 500 ml cairan NaCl 0,9%


08 00 dalam botol kaca
. lnfus habiskan dalam 3 jam.

11.00
. Karboplatin ...m9 dilarutkan dalam 500 ml NaCL 0.9%
. lnfus habiskan 3 jam .

14.00 Antiemetik 1 ampul


NaCl 0,9%, infus 1 kolf dalm 6 jam

Hari ke-8 dan ke-l5


Pukul Rincian

00.00
. NaCl 0,9 % + Neurobion 5000 1 ampul, lnfus 20 tts / menit
. Deksametason 2 ampul, lV

Antiemetik 1 ampul, lV
07.30
Difenhidramin HCL 1 amPul, M

. Paklitaksel .... mg dilarutkan dalam 500 ml cairan NaCl 0,9%


08.00 dalam botol kaca
. lnfus habiskan dalam 3 jam.
11.00 Antiemetiklampul ,lV
NaCl 0,9%, infus 1 kolf dalm 6 jam

46 Ped oman P enatalaksanq qn


Kanker Paru di Indonesia
17. Protokol Pemberiap Panduan obat : Gemsitabin ; tiap minggu
untuk PS tidak baik
Dosis :
. Gemsitabin 1250 mg/m2 = ..... mg, diberikan pada hari ke-1 dan 4

Hari ke-l dan ke-8


Pukul Rincian
NaCl 0,9 %, lnfus 20 tts/ rnenit
06.00 Deksametason 2amPul, lV

Antiemetik 1 amPul, lV
07.30 Difenhidramin HCL 1 amPul, lM

08.00
. Gemsitabin ... mg dilarutkan dalam 250 ml NaCL 0'9%
' lnfus dihabiskan dalam 30 menit

47
Pe do m an P enatolq'l<sana an
Kanker Poru di lndonesia
18. Protokol Pemberian TKI(tirosin kinase inhibitor):

Erlotinib atau Gefitinib

Dosis :

. Erlotinib : 1x150 mg/hari peroral


atau
. Gefitinib : 1x250 mg/ hariperoral

DosisPemberian Obat:
Erlotinib; 150 mg; 1 tablet per hari untuk setiap status kondisi
performa pasien (PS)

. Erlotinib merupakan tablet yang dikonsumsi 1 jam sebelum


alau 2jam sesudah makan.
. Apabila pasien lupa atau terlewat mehgkonsumsi Erlotinib
per harinya, dosis hari tersebut tidak diperkenankan untuk
digandakan (doubled).
. Selama mendapatkan terapi dengan mengkonsumsi
Erlotinib, pasien perokok disarankan untuk berhenti
merokok.
. Wanita dianjurkan untuk tidak berencana hamil selama
mengkonsumsi Erlotinib.
. Selama mengkonsumsi Erlotinib, konsumsi obat-obatan
lainnya yang mengandung substrat CYP3A4 harus
dihindari.
. Bila pasien mengalami efek samping yang tidak dapat
ditoleransi, seperti skin rash yang tidak dapat diatasi, diare
tidak teratasi dengan loperamide atau hingga menimbulkan
dehidrasi, atau adanya abnormalitas berat dari hasiltes
fungsi hati, dipertimbangkan untuk mengurangi/turun dosis
erlotinib sebanyak 50 mg menjadi 100 mg, 1 tablet per hari.

4A Pedoman P en a talqksana on
Konker Poru di lndonesia

Anda mungkin juga menyukai