Acara kemudian dilanjutkan dengan rajah atau upacara ritual yang dipimpin oleh
pemimpim adat untuk memberikan doa-doa dan penghormatan kepada ruh-ruh leluhur, juga
mengundang ruh-ruh leluhur untuk hadir dalam doa atau mantra yang disambatkan—dalam
doa/mantra tersebut ada sebuah komunikasi untuk menyiratkan pesan dari para leluhur yang
harus dijalankan dan juga sebagai penghubung permintaan perlindungan atau tolak bala
kepada Tuhan, Allah SWT. Selesai rajah, pemimpin adat atau yang disebut Pupuhu
Papayung Agung menyampaikan petuah-petuah dan nasihat kepada semua yang menghadiri
acara Babarit.
Sebelum pada puncak acara yaitu pemotongan dan pembagian nasi tumpeng,
terlebih dahulu disajikan hiburan tradisional berupa ibing atau tarian Sunda seperti tayub atau
tarian pergaulan secara berpasangan, yang diikuti seluruh pejabat daerah—nampak tarian
pasangan Bapak beserta Ibu Bupati begitu mesra dalam tariannya. Hal ini diikuti pula oleh
kaula muda yang menyaksikan Babarit, ada yang menari dengan pasangannya, ada pula yang
menari bersama rangkulan selendang para penari adat yang begitu gemulai dan lentik jari-
jemarinya, memukau meliak-liukan goyangan badan tubuhnya, sesaat membuat pandangan
mata para kaum adam terkesima. Semua, lengkap dengan memakai pakaian adat Sunda,
begitu menghayati dalam ke relung jiwanya, mereka menikmati tarian seakan begitu rindunya
mereka terhadap seni tradisi, riang gembira dalam perayaan hari jadi tanah kelahirannya.
Dari penjelasan Bupati Kuningan, H. Acep Purnama, Upacara seremoni Babarit
adalah, Babar artinya lahir, berarti ini perayaan hari kelahiran Kuningan. Babarit ada di
tingkat desa, ada Babarit tingkat kabupaten. Mengenai acara murak tumpeng, atau gelaran
botram makan tumpeng bersama di tengah-tengah masyarakat Kuningan, dengan
mengundang seluruh warga pada acara ini. Artinya, perayaan hari jadi Kuningan ini harus
dilakukan bersama-sama tanpa hirarki dan tanpa ada sekat.