Anda di halaman 1dari 29

FARMASI KLINIK DAN RUMAH SAKIT

“ MESO ”

Dosen : Ainun Wulandari, S.Farm. M.Sc, Apt

Disusun Oleh :

Eko Wahyu Pamuji 16334755

Desy Christin 16334006

Ni Nyoman Maytri P 16334016

Rizka Azizah 16334033

Fara Nabila 16334053

Agnivia Pramesti 16334061

Program Studi Farmasi

Fakultas Farmasi

Institut Sains dan Teknologi Nasional

Jakarta – 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-
Nya kepada kami sebagai penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Farmasi klinik
ini dengan judul Monitoring Efek Samping Obat ( MESO ) Adapun tujuan pembuatan makalah
ini, yaitu untuk memenuhi tugas Farmasi Klinik diberikan oleh Dosen bidang studi.
Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan baik
secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu kepada semua pihak penyusun ucapkan terima
kasih. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, masih banyak terdapat kesalahan
dan keterbatasan oleh kemampuan dan waktu, sehingga memiliki kekurangan dan belum
mencapai kesempurnaan. Saran dan kritik yang membangun dari kawan-kawan sangat kami
harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan makalah ini.Semoga makalah yang sederhana ini
bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan kita semua

Jakarta, 22 Juni 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................2


BAB I................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................4
BAB II ..............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN ...............................................................................................................................6
A. DEFINISI MESO...................................................................................................................6
B. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) ................................6
PELAKSANAAN MESO ..............................................................................................................7
C. CARA MELAPOR DAN INFORMASI APA SAJA YANG HARUS DILAPORKAN ...........8
D. TUJUAN MESO .................................................................................................................. 16
E. REAKSI-REAKSI YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN DALAM MONITORING
EFEK SAMPING OBAT ............................................................................................................ 16
OBAT-OBAT YANG PERLU DI MONITORING...................................................................... 17
Jenis Kesalahan Obat ................................................................................................................... 20
OBAT-OBATAN YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN TINGGI / HIGH-ALERT
MEDICATIONS ......................................................................................................................... 23
High Alert Medications ............................................................................................................. 23
Pemastian Efek obat..................................................................................................................... 25
Evaluasi ................................................................................................................................... 27
BAB III ........................................................................................................................................... 28
PENUTUP ...................................................................................................................................... 28
KESIMPULAN ........................................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 29
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta
makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut juga
kemampuan dan kecakapan para petugas dalam rangka mengatasi permasalahan yang mungkin
timbul dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat. Dengan demikian pada
dasarnya kaitan tugas pekerjaan Farmasis dalam melangsungkan berbagai proses kefarmasian,
bukannya sekedar membuat obat, melainkan juga menjamin, memberikan informasi efek dan
penggunaan obat, serta meyakinkan bahwa produk kefarmasian yang diselenggarakan adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyembuhan penyakit yang diderita pasien
(Pharmasetical Care) . Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikinya, maka dalam
menjalankan tugasnya harus berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian demi dicapainya
produk kerja yang memenuhi syarat ilmu pengetahuan kefarmasian, sasaran jenis pekerjaan
yang dilakukan serta hasil kerja akhir yang seragam, tanpa mengurangi pertimbangan
keprofesian secara pribadi. Farmasis adalah tenaga ahli yang mempunyai kewenangan dibidang
kefarmasian melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat
kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberinya semacam otoritas dalam
berbagai aspek obat atau proses kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya.
Farmasi sebagai tenaga kesehatan yang dikelompokkan profesi, telah diakui secara
universal.Lingkup pekerjaannya meliputi semua aspek tentang obat, mulai penyediaan bahan
baku obat dalam arti luas, membuat sediaan jadinya sampai dengan pelayanan kepada pemakai
obat atau pasien.
Salah satu bentuk kegiatan Pharmasetical care dalam Monitoring Efek Samping Obat (MESO) .
 Identifikasi MESO
 Mengkoordinir pelaksanaan dan analisis hasil, termasuk upaya pemastian obat
dan pencegahan.
 Menyebarluaskan hasil, serta evaluasi
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI MESO
Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan keamanan obat
sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara berkesinambungan
untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat, sejalan pelaksanaan evaluasi aspek
efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary
reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal
sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat
yang beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia.

Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan
sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan
jarang terjadi (rare).
keamanan dan mutu sebelum suatu obat diberikan ijin edar (pra-pemasaran).

B. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO)


MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary
reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal
sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat
beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring
ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider
merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya
ESO yang serius dan jarang terjadi (rare).
PELAKSANAAN MESO
Program MESO menggunakan metode pelaporan secara sukarela (Voluntary
reporting) dari tenaga kesehatan dengan formulir pelaporan yang dirancang sesederhana
mungkin sehingga memudahkan pengisiannya (formulir kuning).
Hasil pengkajian aspek keamanan berdasarkan laporan ESO di indonesia atau
informasi ESO internasional, dapat digunakan untuk pertimbangan suatu tindak lanjut
regulatori berupa pembatasan indikasi, pembatasan dosis, pembekuan atau penarikan ijin
edar dan penarikan obat dari peredaran untuk menjamin perlindungan keamanan
masyarakat.
Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHO-UMC
Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di
Indonesia yang diterima oleh Pusat MESONasional dari Saudara, akan dikirim ke “Pusat
Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating Centre), di
Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan termasuk dari Indonesia,
selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO Internasional. Drug Regulatory
Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota saling bertukar menukar informasi
berkaitan drug safety melalui e-mail Vigimed Lists.
Laporan efek samping yang dikaji/evaluasi sesuai derajat/tingkat kegawatan efek
samping dan/atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran serta tindak lanjut
terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan dipublikasi di dalam bulletin
BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat mengharapkan dan menghargai peran aktif
untuk berpartisipasi di dalam kegiatan
MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping produk terapetik yang
Saudara jumpai.
C. CARA MELAPOR DAN INFORMASI APA SAJA YANG HARUS DILAPORKAN
Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan, baik efek
samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti
merupakan suatu ESO (ADR).

Ketika suatu obat telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makan
an (POM) untuk diedarkan, penggunaan obat secara luas oleh masyarakat tidak dapat
dihindari. Untuk itu, tuntutan pengawalan dan pemantauan aspek keamanan suatu obat pun
harus terus-menerus dilakukan. Hal itu lebih dikenal dengan istilah pemantauan aspek
keamanan obat pascapemasaran (post-marketing surveillance).

Dalam hal ini Badan POM melakukan langkah pengawalan dan pemantauan baik
dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu obat yang beredar. Kegiatan itu dilakukan
Badan POM dalam upaya menjamin keamanan obat (ensuring drug safety)
pascapemasaran.

Bila kegiatan strategis itu dilakukan secara berkesinambung an akan berdampak pada
jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir dari suatu obat.
Dengan pemantauan aspek keamanan pascapemasaran, efek samping obat dapat dicegah.
Kegiatan itu juga menjadi salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik
klinik, dan kesehatan masyarakat secara umum.

Peran masyarakat Masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam perjalanan
suatu obat. Masyarakat atau pasien adalah pengguna akhir suatu produk obat. Pasien
menerima pengobatan yang diberikan dokter untuk perawatan kesehatannya. Saat itulah
pasien berhak mengetahui informasi apa pun tentang obat yang hendak digunakan. Untuk
itu, tenaga kesehatan, baik dokter maupun apoteker, harus dapat memberikan informasi
yang jelas terkait de ngan penggunaan obat tersebut. Mereka juga harus menyarankan
kepada pasien untuk tidak sungkan kembali lagi kepada dokter apabila merasakan halhal
yang tidak nyaman selama menggunakan obat.
Beragam pertanyaan yang dapat diajukan terkait dengan penggunaan obat
menunjukkan obat merupakan suatu produk khusus yang membutuhkan perhatian dan
kewaspadaan serta kepatuhan dalam penggunaannya. Kepatuhan penggunaan itu sesuai
dengan rambu-rambu yang diberikan secara khusus oleh dokter pada saat meresepkan obat
ataupun ramburambu yang melekat pada obat tersebut, yaitu yang tercantum dalam brosur
yang menyertai produk obat. Brosur di dalam obat itu terdapat informasi untuk penga
walan keamanan penggunaannya, seperti indikasi (obat diberikan sesuai dengan indikasi
penyakit yang diderita pasien), kontraindikasi (obat dilarang untuk diberikan kepada pasien
dengan kondisi medis tertentu yang disebutkan), peringatan dan perhatian (hal-hal yang
harus diperhatikan pasien selama menggunakan obat tersebut), dan informasi efek
samping.

Lantas, bagaimana aspek keamanan obat dapat dikawal agar manfaatnya tetap
konsisten sesuai dengan pada saat pertama kali disetujui beredar? Untuk itulah dibutuhkan
partisipasi pengawalan aspek keamanan obat oleh pasien atau masyarakat. Caranya dengan
melaporkan efek samping yang dialaminya kepada dokter yang meresepkan obat.

Pasien atau masyarakat adalah sumber utama dalam hal pemantauan efek samping
obat karena pasienlah yang mengalami dan merasakannya.Pelaporan itu dapat mencegah
kemungkinan efek samping yang sama terjadi pada orang lain apabila diresepkan obat
yang sama.

Di beberapa negara, kasus efek samping obat yang menyebabkan pasien memerlukan
perawatan di rumah sakit menunjukkan persentase yang tidak dapat diabaikan (misal di
Norwegia 11,5%, Prancis 13%, Britania Raya 16%) (WHO). Di beberapa negara lainnya,
pembiayaan kesehatan di rumah sakit dapat mencapai 15% hingga 20% untuk menangani
permasalahan komplikasi yang terkait dengan penggunaan obat (WHO). Dalam upaya
mendorong partisipasi semua pihak terkait dengan penggunaan obat, Badan POM
melakukan program pemantauan efek samping obat. Peran tenaga kesehatan Selain
masyarakat atau pasien, dibutuhkan pula peranan tenaga kesehatan dalam melaporkan
kasus efek samping obat. Saat ini sistem pelaporan efek samping oleh tenaga kesehatan di
Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting). Karena itu, keberhasilan
berjalannya sistem ini bergantung pada peran tenaga kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu,
setiap laporan efek samping yang diinformasikan pasien kepada dokter, sangat didorong
(encouraged) untuk dapat diteruskan kepada Badan POM dalam bentuk laporan efek
samping. Badan POM memberikan fasilitasi pelaporan efek samping obat dengan
menyirkulasikan formulir pelaporan berwarna kuning (dikenal dengan formulir kuning)
kepada tenaga kesehatan di seluruh Indonesia.

Di dalam formulir kuning, tenaga kesehatan diharapkan memberikan informasi yang


lengkap. Informasi itu terkait dengan empat unsur penting, yaitu informasi tentang pasien,
efek samping yang dialami, obat yang dicurigai penyebab efek samping, dan tenaga
kesehatan pelapor. Formulir kuning dapat diperbanyak dan dikirim tanpa menggunakan
prangko. Metode pelaporan itu sedikit membutuhkan biaya dan cukup efektif. Keuntungan
lainnya adalah dapat menemukan efek samping obat yang jarang terjadi, fatal, atau gawat.
Dengan populasi yang sangat besar di negara kita, pelaporan efek samping obat oleh
tenaga kesehatan merupakan potensi yang penting untuk mengevaluasi profi l keamanan
suatu obat pascapemasaran.

Laporan efek samping obat itu merupakan langkah deteksi dini dan pencegahan
adanya permasalahan terkait dengan penggunaan suatu obat. Dengan mengetahui efek
samping atau informasi aspek keamanan suatu obat tersebut membangun rasa percaya diri
dokter dalam meresepkan obat tersebut kepada pasiennya.

Beberapa survei menunjukkan rasa percaya diri dokter dalam meresepkan suatu obat
lebih besar dengan mengetahui informasi efek samping atau aspek keamanan yang harus
diwaspadai sehingga keberhasilan terapi kepada pasien juga meningkat.

Pengkajian profil keamanan obat Terhadap semua laporan efek samping yang
diterima, Badan POM selanjutnya akan mengevaluasi setiap laporan untuk menentukan
hubungan kausalitasnya. Dalam melakukan evaluasi aspek keamanan, Badan POM
melakukan penilaian tentang kemanfaatan dan risiko (riskbenefit assessment).
Perimbangan yang diharapkan antara kemanfaatan dan risiko adalah kemanfaatan melebihi
risiko.Laporan efek samping yang disampaikan tenaga kesehatan kepada Badan POM
merupakan masukan penting untuk melakukan identifi kasi kemungkinan bergesernya
perimbangan antara kemanfaatan dan risiko.

Bila profil keamanan suatu obat dengan pergeseran perimbangan dengan risiko
menjadi lebih besar daripada kemanfaatan, Badan POM akan mengkaji profil keamanan
obat tersebut. Pengkajian harus dilakukan untuk penetapan langkah tindak lanjut regulatori
yang tepat. Dalam pengkajian komprehensif tersebut, Badan POM menunjuk tim ahli
sesuai dengan spesifi kasi keahlian yang dibutuhkan. Selanjutnya mereka akan
memberikan rekomendasinya.

Jika hasil pengkajian mengindikasikan/merekomendasikan perlunya pengambilan


langkah tindak lanjut regulatori, pembahasan akan dibawa ke tingkat Komite Nasional
Penilai Obat Jadi.

Rekomendasi yang dilaku kan harus berpihak pada kepentingan keamanan pasien
secara khusus, dan kesehatan masyarakat secara umum. Rekomendasi tindak lanjut
regulatori yang dihasilkan dari proses pengkajian dan pembahasan aspek keamanan suatu
obat dapat berupa pembatasan indikasi, perubahan dosis pemberian dan posologi,
perubahan penandaan (penambahan informasi aspek keamanan), pembekuan sementara
izin edar, pembatalan izin edar, dan penarikan dari peredaran. Langkah berikutnya, tindak
lanjut regulatori ini harus dapat diinformasikan secara luas utamanya kepada tenaga
kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Penyebaran informasinya dilakukan dengan penerbitan informasi untuk dokter atau


yang dikenal dengan dear doctor letter. Informasi itu disampaikan kepada asosiasi profesi
ke sehatan (IDI) untuk dapat disebarluaskan ke seluruh anggotanya. Di samping itu, Badan
Pengawas Obat dan Makanan juga menerbitkan buletin berita MESO, yang disebarluaskan
ke hampir seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia.

Aktivitas pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran saat ini telah


berkembang secara pesat dan merupakan suatu yang mendesak bagi Indonesia untuk dapat
sejajar dengan negara lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan intensifi kasi program dalam
rangka meningkatkan peran serta tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat agar lebih
proaktif dalam melaporkan efek samping obat. Selain itu juga menumbuhkan budaya
pelaporan efek samping (reporting culture). Dibutuhkan kerja sama antara Badan POM dan
semua pihak yang terkait, untuk mendorong budaya kepedulian dan kewaspadaan terhadap
penggunaan obat yang lebih baik. Pihak-pihak terkait itu mulai dari pasien sendiri, tenaga
kesehatan, rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan, institusi pendidikan kesehatan,
organisasi profesi kesehatan, hingga penyedia obat (industri farmasi pemegang izin edar),
dan media.

Informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir
pelaporan ESO/ formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan KTD atau
ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien.
Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari
catatan medis pasien. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO
dengan menggunakan formulir kuning, adalah sebagai berikut:

a. Kode sumber data di isi oleh Badan POM

b. Informasi tentang penderita

- Nama (singkatan) Diisi inisial atau singkatan nama pasien, untuk menjaga
kerahasiaan identitas pasien

- Umur : Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien. Untuk pasien bayi di
bawah 1 (satu) tahun, diisi angka dari minggu
(MGG) atau bulan (BL) sesuai umur bayi, dengan diikuti
penulisan huruf MGG atau BL, misal 7 BL.
c. Informasi tentang ESO

- Bentuk/ Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien
manifestasi setelah menggunakan obat yang
ESO dicurigai. Bentuk/manifestasi ESO dapat dinyatakan dengan istilah diagnosa
ESO secara ilmiah atau deskripsi secara harfiah, misal bintik kemerahan di
sekujur tubuh, bengkak pada kelopak mata, dan lain lain.

- Saat/tanggal Diisi tanggal awal terjadinya ESO, dan juga jarak interval waktu antara
mula terjadi pertama kali obat diberikan sampai
terjadinya ESO.
Kesudahan Diisi informasi kesudahan /outcome dari ESO yang dialami oleh pasien,
ESO pada saat laporan ini dibuat. Terdapat pilihan
yang tercantum dalam formulir kuning, agar diberikan tanda (X) sesuai
dengan informasi yang diperoleh.
Kesudahan penyakit utama dapat berupa:
sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala sisa, belum sembuh, atau tidak
tahu
Riwayat ESO Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah terjadi
yang pada pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini
Pernah dicurigai
dialami menimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun
juga obat lainnya.

d. Obat

- Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan
dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk
suplemen,
obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama obat
dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama
generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat
ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik
atau industri farmasi.

- Bentuk Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet,
Sediaan kapsul, sirup, suspensi, injeksi,
dan lain-lain.

Riwayat ESO Diisi informasi tentang riwayat atau pengalaman ESO yang pernah
yang terjadi pada pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat
Pernah yang saat ini dicurigai
dialami menimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun
juga obat lainnya.
d. Obat

- Nama Obat : Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan
dengan resep maupun yang digunakanatas inisiatif sendiri, termasuk
suplemen,
obat tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama obat
dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama
generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat
ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik
atau industri farmasi.
- Bentuk Diutlis bentuk sediaan dari obat yang digunakan pasien. Contoh: tablet,
Sediaan kapsul, sirup, suspensi, injeksi,
dan lain-lain.
- Beri tanda Sejawat Tenaga Kesehatan dapat membubuhkan tanda (X) pada kolom obat
(X) yang dicurigai menimbulkan ESO yang dilaporkan, sesuai informasi produk
untuk obat atau pengetahuan dan pengalaman sejawat tenaga kesehatan terkait hal
yang dicurigai tersebut

- Dosis/Waktu Dosis: Ditulis dosis obat yang digunakan oleh pasien,


: dinyatakan dalam satuan berat atau volume.
Waktu: Ditulis waktu penggunaan obat oleh pasien, dinyatakan dalam satuan
waktu, seperti jam, hari dan
lain-lain.
- Tanggal Ditulis tanggal dari pertama kali pasien menggunakan obat yang dilaporkan,
mula : lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn)
- Tanggal Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien menggunakan obat yang dilaporkan
akhir : atau tanggal penghentian
penggunaan obat, lengkap dengan bulan dan tahun (Tgl/Bln/Thn)
Indikasi Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit untuk maksud penggunaan
penggunaan masingmasing obat.
- Keterangan Ditulis semua keterangan tambahan yang kemungkinan ada kaitannya secara
Tambahan langsung atau tidak langsung dengan gejala ESO yang dilaporkan, misal
kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang
diberikan untuk mengatasi ESO.
- Data Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan dalam parameter yang diuji dan
Laboratorium hasilnya, apabila tersedia.
(bila ada)
e. Informasi Cukup Jelas. Informasi pelapor diperlukan untuk
Pelapor klarifikasi lebih lanjut dan follow up, apabila diperlukan.
D. TUJUAN MESO
TUJUAN LANGSUNG DAN SEGERA
 Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali yang baru saja
ditemukan
 Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya
ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya reaksi ESO.
 Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
 Membuat peraturan yang sesuai
 Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
 Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO

E. REAKSI-REAKSI YANG SEYOGYANYA DILAPORKAN DALAM


MONITORING EFEK SAMPING OBAT
 Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat. Terutama efek samping yang
selama ini tidak pernah / belum pernah dihubungkan dengan obat yang
bersangkutan .
 Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.
 Setiap reaksi efek samping serius, antara lain :
 Reaksi anafilaktik
 Diskrasia darah
 Perforasi usus
 Aritmia jantung
 Seluruh jenis efek fatal
 Kelainan congenital
 Perdarahan lambung
 Efek toksik pada hati
 Efek karsinogenik
 Kegagalan ginjal
 Edema laring
 Efek samping berbahaya seperti sindrom Stevens Johnson
 Serangan epilepsi dan neuropati
 Setiap reaksi ketergantungan Sebagai contoh klasik adalah yang berkaitan dengan
obat golongan opiat; walaupun demikian
berbagai obat lain dapat menimbulkan reaksi ketergantungan fisik dan atau psikis

OBAT-OBAT YANG PERLU DI MONITORING


 Obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) merupakan golongan obat yang bekerja
dengan menurunkan jumlah atau menekan sekresi asam lambung. Obat–obat yang
dikategorikan sebagai PPI dan beredar di Indonesia antara lain: (esomeprazole,
omeprazole, lansoprazole dan pantroprazole.)
Informasi aspek keamanan terkini terkait produk obat golongan PPI yang
diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan peningkatan risiko
penurunan kadar magnesium (hypomagnesemia) jika digunakan dalam jangka waktu
panjang.
Hypomagnesemia dilaporkan terjadi pada pasien dewasa yang menerima PPI
minimal 3 bulan, tetapi sebagian besar hypomagnesemia terjadi setelah 1 tahun terapi
dengan PPI.
Kadar serum magnesium yang rendah menyebabkan efek samping serius
termasuk muscle spasm (tetany), irregular heartbeat (arrhytmias) dan convulsions
(seizures), namun tidak semua pasien mempunyai gejala-gejala tersebut. Hypomagnesemia
juga menyebabkan sekresi hormon parathyroid terganggu dan dapat berkembang menjadi
hypocalcemia.
 Obat golongan Fibrat merupakan golongan obat yang telah digunakan ber tahun- tahun
untuk menurunkan kadar lipid, seperti trigliserida dan kolesterol dalam darah.
Hasil review menyimpulkan bahwa obat golongan fibrat memiliki rasio manfaat
yang lebih besar daripada risiko. Namun, dokter sebaiknya tidak meresepkan fibrat sebagai
pengobatan lini pertama pada pasien baru yang didiagnosis mengalami gangguan lipid
darah, kecuali pada pasien hipertrigliseridemia parah atau pasien yang tidak dapat
menggunakan statin. Jenis obat golongan fibrat yang beredar antara lain: bezafibrat,
ciprofibrat, fenofibrat dan gemfibrozil.
Sementara itu, efek samping terkait penggunaan obat golongan fibrat yang sering
dilaporkan adalah ini antara lain: digestive, gastric or intestinal disorders (seperti
abdominal pain, nausea, vomiting, diare, dan perut kembung); skin reactions (seperti rash,
pruritus, urticaria dan photosensitivity, dan pada beberapa pasien dapat mengalami
cutaneous photosensitivity dengan manifestasi eritema, vesiculation atau nodulation pada
bagian kulit yang terpapar matahari).
 Rosiglitazone merupakan antidiabetik oral yang bekerja dengan meningkatkan
sensitivitas insulin. Rosiglitazone mengontrol glikemia dengan mengurangi kadar insulin
dalam sirkulasi darah.
Di Indonesia, terdapat 2 (dua) jenis sediaan obat, yaitu dalam bentuk tunggal
rosiglitazone dan kombinasi rosiglitazone dengan metformin atau rosiglitazone dengan
glimepiride.
Informasi aspek keamanan terbaru rosiglitazone menunjukkan potensi efek
samping pada cardiovascular.
Hal ini didasarkan pada safety data yang diperoleh dari suatu pooledanalysis of
controlled clinical trials (42 randomized controlled clinical studies), menunjukkan adanya
peningkatan secara signifikan risiko efek samping serangan jantung dan
heart-related deaths pada pasien yang menggunakan obat ini.
 Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin spektrum luas terhadap bakteri
gram positif dan gram negatif.
Informasi keamanan terkini menyebutkan bahwa terdapat beberapa laporan kasus
efek samping fatal terkait penggunaan bersama ceftriaxone dengan sediaan yang
mengandung calcium. Terdapat laporan kematian pada bayi/neonatal dimana penggunaan
bersama kedua obat tersebut menyebabkan presipitasi pada paru-paru dan ginjal.
Pada beberapa kasus, dilaporkan bahwa obat yang mengandung calcium diberikan
pada waktu pemberian dan rute administrasi yang berbeda dengan ceftriaxone. Oleh karena
itu, sebaiknya ceftriaxone tidak diberikan kepada bayi/neonatal yang mengalami
hyperbilirubinaemia, khususnya bayi prematur.
 Metoclopramide merupakan suatu dopamine receptor antagonist yang disetujui beredar di
Indonesia dengan indikasi diabetik gastroparesis, mual muntah dan esofagitis refluks.
informasi baru atau terkini terkait aspek keamanan obat metoclopramide yang
dilansir oleh US FDA dan kemudian juga dimuat dalam WHO News Letter. Disebutkan
bahwa
obat ini berisiko menyebabkan tardive dyskinesia pada penggunaan jangka panjang
(kronis) atau dosis tinggi, utamanya pada pasien wanita usia lanjut.
Tardive dyskinesia adalah kondisi medis yang ditandai dengan gejala gangguan
perubahan bentuk (disfiguring disorder) berupa gerakan-gerakan yang diluar kesadaran
(involuntary) pada wajah, lidah atau ekstrimitas, yang berpotensi irreversible.
Pada umumnya atau sebagian besar laporan kasus efek samping obat yang
diterima oleh US FDA, kasus tardive dyskinesia
terjadi pada pasien yang menggunakan metoclopramide lebih dari tiga bulan.
 Clopidogrel merupakan suatu obat golongan thienopyridine, yang secara struktur kimia
mirip dengan ticlopidine, bekerja dengan mekanisme menghambat ADP-induced platelet
aggregation.
Obat ini disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi untuk mengurangi
kejadian atherothrombotik. Pada tanggal 29 Mei 2009 yang menyatakan terdapat beberapa
studi yang menunjukkan bahwa clopidogrel bekerja kurang efektif pada pasien yang dalam
waktu bersamaan juga mengkonsumsi obat proton pump inhibitors (PPI) Hal inilah yang
dapat meningkatkan risiko thrombotic events, termasuk acute myocardial infarction.
Pada praktik klinik kemungkinan kedua obat ini diresepkan secara bersama, karena
Clopidogrel dapat mengakibatkan efek samping nyeri lambung dan ulser lambung, dan biasanya
untuk mengatasi hal tersebut diresepkan juga obat golongan PPI tersebut.
Jenis Kesalahan Obat
1. Kesalahan obat mencakup kesalahan penulisan resep, kesalahan dispensing,
kesalahan pemberian obat, dan kesalah kepatuhan pasien.
2. Definisi kesalahan yang mungkin adalah suatu kekeliruan dalam penulisan, dipenting
atau pemberian obat yang direncanakan dideteksi dan diperbaiki melalui interfensi ( oleh
perilaku pelayan kesehatan yang lain atau pasien ), sebelum pemberian obat sebenarnya.
Keselahan yang mungkin harus dikaji dan ditabulasi sebagian kejadian terpisah dari
kesalahan yang terjadi ( kesalahna yang benar-benar mencapai pasien ) untuk
mengidentifikasi kesempatan guna memperbaiki masalah dalam sistem penggunaan
obat sungguhpun sebelum kesalahan itu terjadi. 3.Pendeteksian kesalahan yang mungkin
harus merupakan suatu komponen dari proses pemnyempurnaan rutin mutu rumah sakit.
Pembuktian kejadian ketika seorang individu telah mencegah terjadinya suatu kesalahan
obat, akan membantu mengidentifikasi kelamahan sistem dan memperkuat pentingnya
multi pengecekan dalam sistem penggunaan obat.

Jenis dari kesalahan dan masalah yang berkaitan dengan efek samping obat

Jenis Uraian
kesalahan resep seleksi obat (didasarkan pada indikasi,kontra indikasi,alergi yang
diketahui,terapi obat yang ada, dan faktor
lain),dosis,bentuksediaan,mutu,rute,konsentrasi,kecepatan pemberia
n,atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder atau
diotorisasi oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang
tidak benar;resep atau order obat yang tidak terbaca yang
menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien.Seleksi obat yang
tidak benar,misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang
resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut
Kesalahan karena lalai Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang
memberikan obat pasien,sebelum dosis terjadwal berikutnya.Jika pasien menolak
mengonsumsi obat,bukan kesalahan.Juga,jika obat tidak dikonsumsi
karena kontraindikasi,bukan kesalahan
Kesalahan karena Pemberian obat diluar suatu jarak waktu yang ditentukan sebelumnya
waktu pemberian dari waktu pemberian obat terjadwal (jarak waktu ini ditetapkan oleh
yang keliru masing-masing rumah sakit)
Kesalahan karena Pemberian kepada pasien,obat yang tidak diotorisasi oleh seorang
yang tidak penulis resep yang sah untuk pasien.Mencakup suatu obat yang
diotorisasi keliru,suatu dosis diberikan kepada pasien yang keliru,obat yang tidak
diorder,duplikasidosis,dosis diberikan diluar pedoman atau protokol
klinik yang telah ditetapkan (misalnya,obat diberikan hanya jika
tekanan darah pasien turun dibawah suatu tingkat tekanan yang
ditetapkan sebelumnya).
Kesalahan karena Pemberian kepada pasien suatau dosis yang lebih besar atau lebih kecil
dosis tidak benar dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian
dosis dosis duplikat kepada pasien,yaitu satu atau lebih unit dosis
sebagai tambahan pada dosis obat yang diorder.Dalam hal salep,larutan
topikal,semprotan,suatu kesalahan terjadi hanya jika order obat
menyatakan dosis secara kuantitatif,misalnya 2,5 cm salep atau dua
semprot dalam satu detik
Kesalahan karena Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk berbeda dari
bentuk sediaan yang diorder oleh dokter penulis.Keliru Misalnya,penggunaan salep
mata,apabila yang diorder suatu larutan untuk mata.Penggerusan tablet
lepas lambat,termasuk kesalahan.Dengan maksud tertentu,perubahan
(misal,menggerus tablet bisa) atau subtitusi (misal,subtitusi obat cairan
untuk tablet) dari suatu bentuk sediaan vial untuk mempermudah
pemberian,pada umumnya bukan suatu kesalahan
Kesalahan Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar
karenapembuatan sebelum pemberian.Misalnya,pengenceran yang tidak benar,atau
/ penyiapan obat rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar .Tidak mengocok
yang keliru suspensi.Menyampur obat-obat yang secara fisik /atau kimia
inkompatibel.Penggunaan obat kedaluarsa ,tidak melindungi obat
terhadap pemaparan cahaya

Kesalahan karena Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian
teknik pemberian suatu obat .Kesalahan karena rute pemberian yang keliru berbeda dengan
yang keliru yang ditulis;melalui rute yang benar,tetapi tempat yang keliru
(misalnya,mata kiri sebagai ganti mata kanan);kesalahan karena
kecepatan pemberian yang keliru.
Kesalahan karena Pemberian suatu obat yang telah kedaluarsaatau keutuhan fisik atau kimia
pemberian obat bentuk sediaan telah membahayakan.Termasuk obat-obat yang disimpan
yang rusak secara tidak tepat
Kesalahan karena Gagal mengkaji suatau regimen tertulis untuk ketepatan dan pendeteksian
pemantauan yang masalah,atau gagal menggunakan data klinikatau data laboratorium untuk
keliru mengkaji respon pasien yang memadai terhadap terapi yang ditulis
Kesalahan karena Perilaku pasien yang tidak tepat berkanan dengan ketaatan pada suatu
tidak penuh regimen obat yang ditulis.Misalnya,paling umum tidak patuh
menggunakan terapi obat antihipertensi.
Kesalahan karena Pemberian suatu obat melalui rute yang lain yang diorder oleh dokter,juga
rute pemberian termasuk dosis yang diberikan melalui rute yang benar,tetapi pada tempat
tidak benar yang keliru (misalnya,mata kiri,seharusnya mata kanan)
Kesalahan karena Pemberian suatu obat dengan kecepatan yang keliru kecepatan yang benar
kecepatan yang ditetapkan dokter dalam order atau ditetapkan dalam kebijakan prosedur
lain rumah sakit
Kesalahan karena Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat,tetapi tidak menerima suatu
indikasi tidak obat untuk indikasi tersebut.Misalnya,seseorang pasien hipertensi atau
diobati glukoma,tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini
Kesalahan karena Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medik yang tidak
penggunaan obat memerlukan terapi obat,seperti obesitas
yang tidak
diperlukan
Kesalahan karena Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat,tetapi untuk alasan
gagal menerima farmasetik,psikologis,sosiologis atau ekonomis,pasien tidak
obat menerima/atau tidak menggunakan obat.Contoh yang paling umum
adalah ketidakpatuhan dengan terapi hipertensi.
Kesalahan karena Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari ROM atau
ROM efek smping.Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan,seperti ruam
dengan suatu antibiotik,memerlukan pasien meminta perhatian
pelayaanan medis
Kesalahan karena Pasien mengalami masalah medis,sebagai akibat dari interaksi obat-
interaksi obat obat,obat-makanan,atau obat prosedur laboratorium.Paling umum adalah
inkompatibilitas intravena,seperti nutrisi parenteral lengkap atau
campuran sediaan intravena

OBAT-OBATAN YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN TINGGI / HIGH-ALERT


MEDICATIONS

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1691/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit menyatakan obat-
obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan
terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA).

High Alert Medications

Beberapa obat yang memiliki rentang terapeutik sempit atau sifat alami toksik akan memiliki
resiko tinggi merusak sel/ kematian sel jika obat diorder, disiapkan, disimpan, diracik,
diadministrasikan maupun dipantau secara tidak tepat. Meskipun tidak terlibat dalam banyak
kasus pengobatan, tetap membutuhkan perhatian khusus karena berpotensi menjadi
serius/kemungkinan berakibat lebih fatal sehingga diperlukan suatu komunikasi dan
keamanan lebih ekstra.

Institute for Safe Medication Practices (ISMP’s) mendefinisikan obat high alert adalah obat-
obat yang berisiko tinggi menyebabkan bahaya bagi pasien ketika mungkin atau tidak
mungkin salah (error) digunakan.

The Institute for Healthcare Improvement (IHI) mendefinisikan obat high alert sebagai obat
yang kemungkinan besar menyebabkan bahaya ketika digunakan. The Joint Commission
menggambarkan obat high alert sebagai obat yang mempunyai risiko paling tinggi
menyebabkan bahaya ketika misuse (penggunasalahan obat).

Standar Akreditasi RS 2012 SKP.3 / JCI IPSG.3 mensyaratkan agar rumah sakit
meningkatkan aspek keselamatan pada obat-obatan yang perlu mendapat perhatian tinggi.
Yang masuk kriteria ini adalah:

 obat-obatan yang sering terlibat dalam kesalahan dan atau kejadian sentinel,
 obat-obatan yang memiliki risiko lebih tinggi jika terjadi kesalahan,
 juga obat-obatan yang nama obat, rupa, dan ucapannya mirip (NORUM).

Obat-obatan yang sering terlibat dalam kesalahan dan atau kejadian sentinel serta sering
diberitakan misalnya adalah pemberian elektrolit konsentrasi tinggi secara tidak disengaja
(contoh: kalium klorida 2 mEq/ml atau lebih, kalium fosfat 3 mmol/ml atau lebih, natrium
klorida lebih dari 0.9%, dan magnesium sulfat 50% atau lebih).

Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian ini adalah
menyusun proses pengelolaan obat yang perlu mendapat perhatian tinggi; termasuk
memindahkan elektrolit konsentrasi tinggi dari unit perawatan pasien ke farmasi. Rumah
sakit juga perlu menetapkan unit mana saja yang secara klinis memang memerlukan elektrolit
konsentrasi tinggi sesuai bukti dan praktik profesional yang ada, seperti misalnya unit gawat
darurat atau kamar operasi. Serta menetapkan cara pelabelan dan penyimpanan sedemikian
rupa sehingga aksesnya terbatas agar terhindar dari pemakaian tak sengaja.
Untuk itu, rumah sakit perlu membuat kebijakan dan atau prosedur yang meliputi:

 Daftar obat-obatan yang masuk kriteria perlu mendapat perhatian tinggi, dimana
lokasinya, bagaimana pelabelannya, dan bagaimana penyimpanannya.
 Elektrolit konsentrasi tinggi tidak boleh ada di unit perawatan pasien kecuali jika secara
klinis diperlukan dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian tidak sengaja di
wilayah yang diizinkan oleh aturan kebijakannya.
 Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan di unit perawatan pasien diberi label jelas dan
disimpan sedemikian rupa hingga tidak mudah diakses.

Pemastian Efek obat


Pemastiaan obat dimaksudkan untuk memastikan bahwa obat diberikan sesuai dengan
indikasi kliniknya, efek obat yang merugikan dapat dicegah/diminimalkan dan kepatuhan pasien
dapat dievaluasi.
Pada situasi dimana waktu apoteker terbatas untuk melakukan pemastian obat pada
semua pasien, maka kriteria pasien yang mendapat prioritas adalah pasien dengan obat, obat
kompleks, obat dengan indeks terapi sempit, pasien mengalami efek samping obat yang serius,
menderita penyakit, mengalami gangguan kognitif, tidak mempunyai care-giver , tidak patuh,
akan pulang dari perawatan di rumah sakit dan berobat pada banyak dokter.
kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pemastian obat adalah
melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat pasien. Dari kegiatan ini dapat diketahui
obat-obat (obat resep, obat bebas, obat tradisional/jamu, suplemen) yang pernah dan sedang
digunakan pasien sebelum dirawat di rumah sakit, kemungkinan adanya interaksi obat,
bagaimana tingkat kepatuhan pasien, efek terapi yang dihasilkan dan efek samping obat yang
dialami pasien. Seringkali pasien/keluarganya tidak mengetahui atau lupa nama obat yang
pernah dan sedang digunakannya, sehingga ada baiknya meminta mereka untuk membawa serta
obat-obat yang masih tersisa dan memperlihatkannya kepada kita.
Kesulitan lain adalah pada saat pasien ditanya tentang efek yang dirasakan selama
menggunakan obat, dimana kadang pasien tidak dapat mengungkapkan dengan jelas apa yang
dirasakannya. Pasien/keluarga perlu dipandu dalam mengidentifikasi kemungkinan adanya efek
samping obat, contoh: pada pasien yang mendapatkan kodein untuk menghilangkan nyeri, perlu
ditanyakan apakah beliau mengalami kesulitan untuk buang air besar. Informasi yang didapat
dari mereka harus dicek silang dengan data/informasi dari sumber lain (rekam medik, catatan
pemberian obat, keterangan dokter dan perawat)
Obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh pasien -misalnya karena sudah
dihentikan oleh dokter, adanya duplikasi atau obat sudah kadaluarsa- harus dipisahkan
dan pasien/keluarga diberitahu mengenai hal ini. Jika teridentifikasi adanya ketidakpatuhan
dalam menggunakan obat, maka apoteker perlu mencaritahu apa penyebab ketidakpatuhannya,
apakah karena masalah ekonomi, ketidakyakinan akan khasiat obat, lupa, bosan, gejala penyakit
sudah hilang, adanya efek samping, takut ketergantungan, rasa obat yang tidak enak, adanya
keterbatasan kemampuan fisik, gangguan kesehatan jiwa, atau kurangnya pemahaman tentang
penyakit dan obat yang digunakannya.
Sebaiknya dokter maupun apoteker melibatkan pasien/keluarga dalam proses
pengambilan keputusan tentang terapi yang akan dijalankan setelah mereka diberi informasi
yang benar dan sejelas-jelasnya. Dengan demikian, diharapkan pasien/keluarga akan
lebih bertanggungawab atas keputusan yang telah disepakati dan mematuhi rejimen pengobatan.
Pada saat melakukan telaah terhadap obat-obat yang baru diresepkan dokter,
apoteker perlu meneliti apakah ada masalah terkait obat, misalnya: indikasi obat tidak jelas atau
sebaliknya -kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi pasien tidak diberikan
obat, pilihan obat tidak tepat, rejimen tidak tepat (rute, dosis, interval pemberian, durasi) dan
interaksi obat. Fenomena prescribing cascade sering terjadi dimana pasien diberikan suatu obat
untuk mengatasi efek merugikan dari obat lain.
Banyaknya gejala klinik yang ditunjukkan pasien usia lanjut sering menyulitkan dokter
untuk menentukan prioritas terapi yang tepat. Untuk itu perlu dibuat kerangka masalah yang
menggambarkan keterkaitan antar gejala atau kondisi klinik, sehingga dapat terlihat mana yang
menjadi akar permasalahannya, dengan demikian penanganan terapi menjadi terarah. Jika
masalah utama dapat diatasi, maka diharapkan gejala-gejala lain yang merupakan akibat dari
masalah utama tersebut dengan sendirinya juga akan teratasi, sehingga tidak perlu polifarmasi.
Apoteker hendaknya mendiskusikan temuan masalah dengan dokter.

 Efek samping minor yang diperkirakan


Beberapa efek samping dapat terlihat pada sebagian besar pasien yang menerima obat
dan mungkin disebabkan kerja obat. Efek samping ini pada umumnya tidak
memerlukan perlakuan medis dan dapat dibatasi sendiri. contoh mencangkup obat yang
mengubah warna urin, menyebabkan kekeringan pada mukosa oral; atau menyebabkan sedasi
(tenang) atau menggairahkan. Pasien perlu konseling tetntang berbagai efek itu, kapan timbul,
apa yang perlu dilakukan, dan kapan akan selesai. Pasien sebaiknya didorong untuk
menghubungi apoteker untuk menjawab pertanyaan mereka, berkaitan dengan reaksi terhadap
reaksi obat

 Reaksi merugikan memerlukan perhatian medis


Berbagai kondisi ini mencangkup toksisitas obat, seperti alergi, dikaitkan dengan regimen
terapi. Dalam peristiwa tanda dan gejala merugikan yang signifikan berkaitan dengan
terapi, pasien harus menghubungi dokter penulis resep. Contoh dari gejala demikian,
adalah mual muntah berat, ruam, penglihatan kabur, gaya berjalan tidak normal, impoten,
atau berubah dalam pancaindra. Adalah penting untuk memisahkanreaksi ini dari efek
yang dapat dibatasi sendiri tersebut di atas, dan tidak memerlukan konsultasi dokter.
 Interaksi obat atau makanan yang mungkin
Selain mengkaji reaksi merugikan pada pasien, adalah penting mengkaji setiap interaksi
obat atau makanan yang signifikan dan mungkin dihadapi pasien.Misalnya, pasien yang
menerima metronidazol, perlu di konseling tentang interaksi yang mungkin dari obat itu dengan
alkohol. Juga, jika seorang pasien menerima antikoagulan, dikonseling agar men ghindari
penggunaan asetosal, dan juga pasien harus dikonseling dengan cukup obat bebas yang
mengandung asetosal.

Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi obat terus-menerus yang di seleksi berdasarkan satu alasan atau
lebih alasan tertentu
1. Didasari pada pengalaman klinik, diketahui atau dicurigai bahwa obat menyebabkan
reaksi obat merugikan atau berinteraksi dengan obat lain dalam suatu cara yang
menimbulkan suatu resiko kesehatan yang signifikan .
2. Obat digunakan dalam pengobatan berbagai reaksi, disebabkan umur, ketidak
mampuan, atau karakteristik metabolik yang unik.
3. Obat telah ditetapkan melalui program pengendalian infeksi rumah sakit atau
kegiatan jaminan mutu lain, untuk memantau dan mengevaluasi

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
 Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan keamanan
obat sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara
berkesinambungan untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat, sejalan
pelaksanaan evaluasi aspek efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia
masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir
pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning. Monitoring
tersebut dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan digunakan dalam
pelayanan kesehatan di Indonesia.
F. obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang
sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip
(Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA).
G. Obat-obat high Alert antara lain : Insulin,Opiate and Narcotics, Injectable
Potassium chloride or phosphate, Injectable Anticoagulant, Sodium chloride
solution above 0.9%.
H. Obat-obat ICU antara lain: adrenalin, aminophylin,atropin,
atracurium,benzylpenicilin, cefotaxim, ciprofloxacin, clonidine, dexa
methasone, diazepam, digoxin, dobutamin, dopamin, enoxaparin, epoetin,
fentanyl, furosemide, fluconasole, gentamicin, hidrocortisone, insulin,
ipratropium, imonoglobulins, lidocain, lorasepam, labetalol, magnesium
sulfat, mannitol, metronidazole, midazolam, nystatin, pantoprazole,
penthidine, , phenytoin, potasium klorida, salbutamol, vencomicin,
verampil,vitamin K

DAFTAR PUSTAKA

WHO Pharmaceuticals Newsletter, No.4, 2007


Data Badan POM

Anda mungkin juga menyukai