Anda di halaman 1dari 28

ANTHELMINTIK ( OBAT CACING )

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Teknologi Farmasi Sediaan Likuid-Semisolid Jurusan Farmasi

DISUSUN OLEH:

Ernelly (201651423)
Rohmatun Hasanah (201651425)
Ayu Dwi Lestari (201651428)
M. Januar Pramadana (201651430)
Jessica Amelia (201651431)
Ai Cahya (201651432)
Wahyu Nengsih (201651434
Anisa (201651435)
Syafaun Marwah (201651439)
Chica Haryati (201651443)
Rizki Aulia Arifinda (201651451)
Wiwi Fajriah (201651452)

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL


Jl. Raya Al-Kamal No 2 Kedoya Selatan Tol Kebon Jeruk Jakarta Barat
TELP (021) 5811088 FAX (021) 58300105
FARMASI
2018

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Anthelmintik ................................................................................ 2
2.2 Penyakit Cacing .............................................................................................. 2
2.3 Penggolongan Cacing ..................................................................................... 3
2.4 Penggolongan ObatAnthelmintik ................................................................ 10
2.5 Contoh Obat Anthelmintik .......................................................................... 17
2.6 Preformulasi Obat Anthelmintik................................................................. 18
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 25
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes =


cacing) adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia
dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau
cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing serta
larvanya, yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2007)
Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing, jadi
tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi
atau sisa–sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus
dikeluarkan secepat mungkin (Tjay dan Rahardja, 2002:185)
Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga
diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan
antelmintik diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa
senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti
Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya.
Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009)
Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar
dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia
obat-obat baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian
penyakit ini masih tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan
oleh kondisi sosial ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang
dihinggapinya juga semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan
kepariwisataan udara dapat menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay,
2007)
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda,
trematoda, dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik
ditujukan pada target metabolic yang terdapat dalam parasite tetapi tidak
mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pejamu. (Mycek,2001)

1.2. Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui jenis-jenis cacing yang dapat menginfeksi manusia dan
menyebabkan penyakit.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis obat yang dapat diberikan pada saat terapi untuk
menyembuhkan pasien.

1
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Antelmintik

Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau
mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Sebagian besar obat cacing efektif
terhadap satu macam kelompok cacing, sehingga diperlukan diagnosis yang tepat sebelum
menggunakan obat tertentu. Diagnosis dilakukan dengan menemukan cacing, telur cacing dan
larva dalam tinja, urin, sputum, darah atau jaringan lain penderita. Sebagian besar obat cacing
diberikan secara oral yaitu pada saat makan atau sesudah makan dan beberapa obat cacing perlu
diberikan bersama pencahar.

Penularan penyakit cacing umumnya terjadi melalui mulut, meskipun ada juga yang
melalui luka dikulit. Larva dan telur cacing ada di mana-mana di atas tanah, terutama bila sistim
pembuangan kotoran belum memenuhi syarat-syarat hygiene. Gejala penyakit cacing sering kali
tidak nyata. Umumnya merupakan gangguan lambung usus seperti mulas, kejang-kejang
kehilangan nafsu makanan pucat (anemia) dan lain – lain. Pencegahannya sebenarnya mudah
sekali yaitu :

 Menjaga kebersihan baik tubuh maupun makanan.


 Mengkomsumsi makanan yang telah di masak dengan benar (daging, ikan).
 Mencuci tangan sebelum makanan.

2.2 Penyakit Cacing


Di negara berkembang seperti Indonesia, penyakit cacing merupakan penyakit rakyat
umum. Infeksinya pun dapat terjadi secara simultan oleh beberapa cacing sekaligus. Infeksi
cacing umumnya terjadi melalui mulut, kadang langsung melalui luka di kulit (cacing tambang,
dan benang) atau lewat telur (kista) atau larva cacing, yang ada dimana-dimana di atas tanah.
Infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematode usus khususnya yang penularan melalui
tanah, diantaranya Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus) dan Strongyloides stercorali.

2
 Cacing yang merupakan parasit manusia dapat dibagi dalam 2 kelompok,
yakni cacing pipih dan cacing bundar.

1. Platyhelminthes.

Ciri-cirinya bentuk pipih, tidak memiliki rongga tubuh dan berkelamin ganda (hemafrodit).
Cacing yang termasuk golongan ini adalah cacing pita (Cestoda) dan cacing pipih (Trematoda).

2. Nematoda (roundworms).

Ciri-cirinya bertubuh bulat, tidak bersegmen, memiliki rongga tubuh dengan saluran cerna
dan kelamin terpisah. Infeksi cacing ini disebut ancylostomiasis (cacing tambang),
trongyloidiasis, oxyuriasis (cacing kremi), ascariasis (cacing gelang) dan trichuriasis (cacing
cambuk).

3. Ivermectin
Cacing golongan nematoda tersebut menyebabkan infeksi cacing usus (soil-transmitted
helminthasis). Hidupnya berkaitan dengan perilaku bersih dan kondisi sanitasi lingkungan. Bila
terdapat anemia, penderita harus diobati dengan sediaan yang mengandung besi. Selain itu,
wanita hamil tidak boleh minum obat cacing karena memiliki sifat teratogen (merusak janin)
yang potensial.

2.3 Penggolongan Cacing


Penggolongan obat cacing digolongkan berdasarkan khasiatnya terhadap jenis cacing yang
menginfeksi.

a) Cacing kremi (Oxyuris vermicularis)


Termasuk golongan cacing bulat, masa hidup cacing dewasa tidak lebih dari 6 minggu.
Cacing betina menempatkan telurnya disekitar anus pada malam hari sehingga menyebabkan
rasa gatal. Dengan garukan, telur cacing akan pindah ke tangan dan dapat tertelan kembali .Cara
penularan yang demikian disebut reauto infeksi. Obat yang sesuai adalah mebendazol (obat
pilihan untuk semua pasien di atas 2 tahun) dan piperazin.

3
Gejala :
 Gatal-gatal disekeliling dubur.
 Hilangnya nafsu makan.
 Berkurangnya berat badan.
 Mengompol, suka tidur.
 Mudah tersinggung, perasaan mual, dan muntah-muntah.
Pencegahan :
 Biasakan mencuci tangan dengan sabunsehabis buang air besar.
 Mandilah setiap hari.
 Gunting kuku untuk mencegah infeksi selanjutnya.

b) Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)


Termasuk cacing bulat yang dapat mencapai ukuran cukup besar dan cukup berbahaya
karena dapat keluar dari usus, menjalar ke organ-organ lain bila tidak diobat dengan tepat. Obat
pilihan yang paling efectif adalah levamisol.

4
Gejala :
 Perut terlihat buncit.
 Nafsu makan berkurang.
 Tinja kadang-kadang nampak cair dan berlendir atau berdarah.
 Penderita selalu dalam keadaan lesu tidak bergairah.
 Kadangkala cacing tampak keluar dalam tinja.
Pencegahan :
 Jaga kebersihan.
 Cuci tangan sebelum memegang makanan dan makan.
 Lindungi makanan dari lalat.
 Jangan membuang tinja di sembarang tempat.
c) Cacing pita (Taenia saginata/ Taenia solium/ Taenia lata)
Merupakan cacing pipih beruas-ruas, yang penularannya lewat daging yang mengandung
telur cacing pita karena kurang lama dimasak.Taenia saginata terdapat dalam daging sapi, Taenia
solium terdapat dalam daging babi, yang paling banyak digunakan untuk cacing pita adalah
niklosamid dan prazikuantel.

Penyebab :
 Mengonsumsi daging dan ikan yang mengandung cacing ini, dan dimasak kurang sempurna.
Gejala :
 Penderita mengeluh karena merasa nyeri seperti lapar yang tajam dan menusuk-nusuk, tetapi
cepat sekali hilang sesudah makan.
Pencegahan :
 Semua daging dan ikan harus dimasak dengan sempurna.
 Melindungi makanan terhadap kotoran manusia atau tikus.

5
d) Cacing tambang (Ankylostoma duodenale dan Necator americanus)
Adalah dua macam cacing tambang yang menginfeksi manusia, penularannya melalui Larva
yang masuk ke dalam kulit kaki yang terluka cacing tambang hidup pada usus halus bagian atas
dan menghisap darah pada tempat dia menempelkan dirinya di mukosa usus. Seperti cacing pita,
cacing ini menyebabkan anemia karena defisiensi besi. Pengobatan: mencakup pembasmian
cacing sekaligus pengobatan anemia. Mebendazol merupakan pilihan karena memiliki spectrum
luas dan efektif terhadap cacing tambang.

Penyebab :
 Sering berjangkit terutama pada tanah yang gembur dan berpasir.
 Tidak adanya fasilitas tempat buang air yang memadai.

Gejala :
 Penderita kelihatan pucat dan lemah.
 Perasaan pusing, telinga mendengung, sakit kepala, dan cepat lelah.
 Rambut kering, air muka suram, dan lesu.
 Perasaan mual dan muntah-muntah.
Pencegahan :
 Sediakan fasilitas tempat pembuangan air besar yang sempurna.
 Jangan menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk.
 Pakai sepatu bila bekerja dikebun.

6
e) Cacing cambuk (Trichuris trichiura)
Adalah cacing dewasa yang tinggal di usus bagian bawah dan melepaskan telurnya ke luar
tubuh manusia bersama kotoran. Telur yang tertelan selanjutnya akan menetas di dalam usus
halus dan hidup sampai dewasa disana.
Telur cacing cambuk berukuran 50-54 mikron. Pada anak-anak, cacing-cacing cambuk dapat
ditemukan di seluruh permukaan usus besar dan rectum. Cacing ini juga yang menyebabkan
seseorang terkena disentri dan anemia. Gejala yang timbul pada penderita cacing cambuk antara
lain nyeri abdomen, diare dan usus buntu.

Penyebab :

 Fasilitas pembuangan kotoran tidak memenuhi syarat.


 Menaruh jari kotor di mulut sewaktu bekerja di tanah.
 Memakan makanan kotor.

Gejala :
 Perasaan mual dan muntah-muntah.
 Terjadi sembelit dan perut kembung.
 Demam ringan dan sakit kepala.
 Nyeri yang mirip dengan radang umbai-umbai usus buntu.
 Mencret dan keluar sedikit.
Pencegahan :
 Lakukan pembuangan tinja secara teratur.
 Pakailah sepatu pada waktu bekerja.

7
f) Cacing Pipih (Schistosoma)
Adalah sebangsa cacing halus yang ditularkan oleh larva yang disebut myracidium melalui
kulit atau siput yang dimakan manusia. Schistosoma hematobium dewasa hidup dalam vena
saluran kemih sedangkan Schistosoma mansonii hidup di vena kolon. Schistosoma japonicum
tersebar lebih luas dalam saluran cerna dan sistem porta. Gejala penyakit tergantung pada tempat
yang terinfeksi , bisa gatal – gatal, kulit kemerahan, diare berlendir, hematuria dan lain – lain.
Obat pilihan prazikuantel efektif terhadap semua jenis schistosoma.
Gejala :
 Oedema dan kurus tetapi pada beberapa kejadian tidak ada gejala klinis
 Serosis pada permukaan liver dan duktus empedu
 Adanya anemia
 Terjadinya proliferasi glandula epitel pada duktus biliverus
g) Cacing benang (Strongiloides stercularis)
Ditularkan melalui kulit oleh larva yang berbentuk benang dan hidup dalam usus. Larva
yang dihasilkan dapat menembus dinding usus dan menyusup ke jaringan, menimbulkan siklus
auto infeksi. Obat pilihan : Tiabendazol, obat alternatif : albendazol. Invermectin merupakan
obat alternatif yang paling efektif untuk infeksi kronis.

Gejala: Gejalanya berupa gatal-gatal di anus, gangguan perut, iritasi saluran pernapasan
h). Cacing Filiarisis (Kaki Gajah)

Filariasis (penyakit kaki gajah) atau juga dikenal dengan elephantiasis adalah penyakit
menular dan menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui
gigitan berbagai spesies nyamuk. Filariasis merupakan jenis penyakit reemerging desease, yaitu
penyakit yang dulunya sempat ada, kemudian tidak ada dan sekarang muncul kembali.

8
Kasus penderita filariasis khas ditemukan di wilayah dengan iklim sub tropis dan tropis
(Abercrombie et al, 1997) seperti di Indonesia. Filariasis pertama kali ditemukan di Indonesia
pada tahun 1877, setelah itu tidak muncul dan sekarang belum diketahui bagaimana
perkembangannya. Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Propinsi di Indonesia. Berdasarkan
laporan dari hasil survei pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647
Puskesmas tersebar di 231 Kabupaten 26 Propinsi sebagai lokasi yang endemis, dengan jumlah
kasus kronis 6233 orang.

Wuchereria bancrofti atau disebut juga Cacing Filaria adalah kelas dari anggota hewan tak
bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes. Bentuk cacing ini gilig
memanjang, seperti benang maka disebut filarial. Cacing filaria penyebab penyakit kaki
gajah berasal dari genus wuchereria dan brugia. Di Indonesia cacing yang dikenal sebagai
penyebab penyakit tersebut adalah wuchereria bancrofti, brugia malayi, dan brugia timori.

Ciri-ciri cacing Filaria :

 Cacing dewasa (makrofilaria), bentuknya seperti benang berwarna putih kekuningan.


Sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang berwarna putih susu.
 Makrofilaria yang betina memiliki panjang kurang lebih 65 – 100 mm, ekornya berujung
tumpul, untuk makrofilarial yang jantan memiliki panjang kurang lebih 40 mm, ekor
melingkar. Sedangkan mikrofilaria berukuran panjang kurang lebih 250 mikron, bersarung
pucat.

9
 Tempat hidup Makrofilaria jantan dan betina di saluran limfe dan kelenjar limfe. Sedangkan
pada malam hari mikrofilaria terdapat di dalam pembuluh darah tepi, dan pada siang hari
mikrofilaria terdapat di kapiler alat-alat dalam, misalnya: paru-paru, jantung, dan hati.

Daur Hidup Cacing Filaria ( Wuchereria bancrofti)


Siklus hidup cacing Filaria terjadi melalui dua tahap, yaitu:
 Tahap pertama, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh nyamuk sebagai vector yang
masa pertumbuhannya kurang lebih 2 minggu.
 Tahap kedua, perkembangan cacing Filaria dalam tubuh manusia (hospes) kurang lebih 7
bulan.
Apabila seseorang terserang filariasis, maka gejala yang tampak antara lain :

1) Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, demam dapat hilang bila si penderita istirahat dan
muncul lagi setelah si penderita bekerja berat.
2) Pembengkakan kelenjar limfe (tanpa ada luka) di daerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis)
yang tampak kemerahan. Diikuti dengan radang saluran kelenjar limfe yang terasa panas dan
sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan ke arah ujung (Retrograde
lymphangitis) yang dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah.
3) Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan
merasa panas (Early lymphodema).

2.4 Penggolongan Obat Antelmintik

Banyak obat cacing memiliki khasiat yang efektif terhadap satu atau dua jenis cacing saja.
Hanya beberapa obat saja yang memiliki khasiat terhadap lebih banyak jenis cacing (broad
spectrum) seperti mebendazol.

Mekanisme kerja obat cacing yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls
neuromuskuler sehingga cacing dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan menghambat
masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada cacing.

10
 MEBENDAZOL

Komposisi :

 Tiap tablet mengandung Mebendazol 100 mg


 Tiap 5 ml sirup mengandung Mebendazol 100 mg

Cara kerja obat :


 Melalui perintangan pemasukan karbohidrat dan mempercepat penggunaan gula pada
cacing.
 Menyebabkan kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetikolin esterase
 Absorpsinya di usus kecil, kurang dari 1 %, efek sampingnya terhadap gangguan usus-
lambung jarang terjadi. Indikasi :

Mebendazole obat pilihan untuk enterobius vermicularis (cacing kremi) pada anak sebagai
dosis tunggal; jika infeksi ulangan sangat mungkin terjadi maka dosis kedua dapat diberikan
setelah 2 minggu.

Mebendazol juga digunakan untuk pengobatan penyakit kecacingan seperti di bawah ini :

 Ascariasis (penyakit cacing gelang)


 Trichuriasis (penyakit cacing cambuk)
 Ancylostomiasis (penyakit cacing tambang)
 Necatoriasis (penyakit cacing tambang)
 Infeksi cacing campuran

Kontraindikasi : Tidak boleh diberikan pada anak-anak usia balita dan wanita hamil.

Dosis :

 Ascariasis : 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari


 Trichuriasis : 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari
 Enterobiasis : 100 mg dalam dosis tunggal
 Ancylostomiasis/Necatoriasis : 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari

11
 Infeksi campuran : 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari atau 500 mg dalam dosis tunggal
untuk semua jenis infeksi.

Peringatan dan Perhatian :

Tidak boleh melebihi dosis yang dianjurkan. Ibu yang menyusui agar menghentikan
pemberian ASI selama menggunakan obat ini.

Mebendazol kadang-kadang dapat meningkatkan sekresi insulin dalam tubuh, sehingga


pada penderita diabetes melitus harus hati-hati apabila diberikan bersama-sama dengan insulin
atau obat anti diabetik oral lain.

Pada pemakaian jangka panjang dan dosis besar kemungkinan dapat terjadi neutropenia
(penurunan salah satu jenis sel-sel darah putih) yang akan kembali normal bila pengobatan
dihentikan (reversible).

Efek Samping :

Sangat jarang : nyeri perut, diare; dilaporkan kejang (pada bayi), ruam (termasuk sindrom
steven johnsosn dan epidermal nekrolisis toksik)

 TIABENDAZOL

Anthementik derivat benzimidazol berspektrum lebar dan efektif untuk mengobati infestasi
berbagai nematode pada manusia.

Efek anthemintik : mempunyai daya anthemintik yang luas, efektifitasnya tinggi terhadap
strongiloidiasis, askariasis, oksiuriasis dan larva migrans kulit.

Farmakokinetik : cepat diserap melalui usus dan kadar puncak obat ini dalam darah dicapai
dalam waktu 1-2 jam.

Cara Kerja :

 Kerjanya menghambat enzim fumarat reduktase cacing dan enzim asetilkolinesterase


cacing cacing mati.
 Absorpsi lewat usus, 90% obat diekskresi bersama urine.

12
Efek samping : anoreksia, mual, muntah dan pusing. Dalam frekuensi rendah juga terjadi diare,
nyeri epigastrium, sakit kepala, pusing, lelah, gatal dan kantuk.

Indikasi : merupakan obat terpilih untuk S.stercolaris dan cutraneous dan larva migrans. Obat
ini sebaiknya tidak digunakan lagi untuk mengobati askaris, trikuris, cacing tambang dan cacing
kremi bila obat lain lebih aman sudah ada.

Dosis : Pada cacing benang dan cambuk 2 kali sehari 0,5 g, anak-anak: 50mg/kg bobot badan
sehari.

 ALBENDAZOL

Obat cacing derovat benzimidazol berspektrum lebar yang dapat diberikan per oral. Dosis
tunggal efektif untuk cacing kremi, cacing trikuris, cacing S.strercoralis, dan cacing tambang.

Farmakokinetik : pada pemberian oral obat ini diserap secara tidak teratur oleh usus. Obat ini
cepat dimetabolisme. Kadar puncak metabolit aktif plasma dicapai dalam 3 jam.

Farmakodinamik : bekerja dengan cara berikatan dengan beta tubulin parasit sehingga
menghambat polimerase mikrotubulus.

Indikasi : untuk infeksi cacing kremi, cacing tambang, cacing askatis atau cacing trikuris.

Efek samping : untuk pengggunaan 1-3 hari aman. Berupa nyeri ulu hati, diare, sakit kepala,
mual, lemah, pusing, insomnia, frekuensinya sebanyak 6%.

Kontraindikasi : anak umur kurang dari 2 tahun, wanita hamil dan sirosis hati.

Dosis : Albendazole memiliki efek terapetik yang sama dengan mebendazole, yang memiliki
dosis tunggal 400mg oral untuk orang dewasa dan anak-anak lebih dari 2 tahun.

 PIPERAZIN

Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A.lumbricoides dan E.
vermicularis.

13
Efek anthelmintic : cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak perlu pencahar
untuk itu, bekerja sebagai agonis GABA pada otot cacing dengan mengganggu permeabilitas
membran sel terhadap ion-ion menyebabkan hiperpolarisasi.

Farmakokinetik : penyerapan piperazin melalui saluran cerna baik. Kadar puncak plasma
dicapai dalam 2-4 jam, ekskresi melalui urin selama 2-6 jam diekskresi utuh.

Efek samping dan kontraindikasi : memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi
umumnya tidak menyebabkan efek samping kecuali kadang-kadang mual, muntah, diare, nyeri
perut, sakit kepala, pusing dan alergi. Pada pasien malnutrisi dan anemia perlu pengawasan
ekstra dan wanita hamil kalau hanya benar-benar perlu.

Sediaan dan posologi : bentuk sirop 1 g/5 ml. dosis dewasa 3,5 g sekali sehari. Dosis anak 75
mg/kgBB. Obat diberikan 2 hari berturu-turut.

 DIETILKARBAMAZIN

Merupakan obat pilihan pertama untuk filariasis, dipasarkan sebagai garam sitrat berbentuk
kristal tidak berwarna rasanya tidak enak dan mudah larut dalam air.

Efek anthelmintic : menyebabkan hilangnya mikrofilaria W.bancrofti, B.malayi dan Loa

Farmakokinetik : cepat daibsorpsi dari usus dan didistribusikan keseluruh cairan tubuh.

Efek samping : relatif aman pada dosis terapi. Efek samping seperti pusing, malaise, nyeri
sendi, anareksia, dan muntah hilang bila pengobatan dihentikan.

Sediaan dan posology : bentuk tablet 50 mg.

 PRAZIKUANTEL

Merupakan derivate pirazinoisokuinolon. Obat ini merupakan anthelmintik berspektrum lebar dan efektif
pada cestoda dan trematoda pada hewan dan manusia.

Efek anthelmintic : diambil secara cepat dam reversible oleh cacing tetapi tidak dimetabolisme.

Farmakokinetik : pada pemberian oral absorpsinya baik. Kadar maksimal dalam drah tercapai dalam
waktu 1-3 jam. Metabolisme obat berlangsung cepat dihati.

14
Efek samping : timbul dalam beberapa jam setelah pemberian obat, yang paling sering adalah sakit
kepala, pusing, mengantuk dan lelah. Yang lainnya adalah mual, muntah, nyeri perut.

Kontraindikasi : sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil dan menyusui, demikian pula pekerja
yang memerlukan koordiansi fisik dan kewaspadaan dan pasien gangguan fungsi hati.

Posologi : dosis dewasa dan anak diatas umur 4 tahun. Untuk investasi S.haematobium dan S.mansoni
diberikan dosis tunggal 40 mg/kgBB.

 LEVAMISOL

Dahulu levamisol digunakan untuk cacing ascaris, trichostrongyius, dan A. duodenale. Kini diguanakan
sebagai imunostimulan pada manusia, sebagai terapi ajuvan penyakit imunologik termasuk keganasan.
Dalam hal ini nampakanya levamisol bekerja dengan memperbaiki mekanisme pertahanan seluler dan
memacu pematangan limfosit T.

 IVERMEKTIN

Obat ini sekarang digunakan untuk pengobatan masal dan individual terhadap onchocerciasis dan
strongyloidiasis.

Farmakokinetik : dihasilkan lewat proses fermentasi dari Streptomyces avermitilis. Pemberian per oral
pada manusia diabsorpsi baik dan memiliki waktu paruh 10-12 jam.

Farmakodinamik : memperkuat peranan GABA pada proses transmisi disaraf tepi, sehingga cacingan
mati pada keadaan paralisis.

Indikasi : digunakan pada onkoserkiasis. Dosis tunggal sebesar 150 mikrogram/kgBB.

Efek samping : pada dosis tunggal 50-200 mikrogram/kgBB efek samping yang timbul umunya ringan,
sebentar dan dapat ditoleransi. Berupa demam, pruritus dan sakit otot.

Kontraindikasi : pada wanita hamil, obat ini jangan diberikan bersama-sama barbiturat.

 METRIFONAT

Senyawa organofosfat yang merupakan obat ntarative untuk S.haematobium, tidak efektif terhadap
S.mansoni dan S.japonicum.

15
Efek sampingnya : berupa gejala kolinergik yang sifatnya ringan dan selintas. Dapat timbul mual,
muntah, diare, nyeri perut, bronkospasme, sakit kepala, berkeringat, lelah.

Kontraindikasi : jangan diberikan pada orang yang baru terpapar dengan insektisida, pasien yang baru
menggunakan obat ini juga jangan diberikan dan juga pada wanita hamil.

Dosis : 7,5-10 mg/kgBB diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 14 hari.

 NIKLOSAMID

Untuk mengobati cacing pita pada manusia dan hewan. Cacing yang depengaruhi akan dirusak sehingga
sebagian skoleks dan segmen diserna dan tidak dapat ditemukan lagi dalam tinja.

Efek samping : sedikit sekali diserap dan hampir bebas dari efek samping, kecuali sedikit keluhan sakit
perut. Bahkan cukup aman untuk pasien hami.

Sediaan : bentuk tablet kunyah 500 mg yang harus dimakan dalam keadaan perut kosong. Untuk orang
dewasa diperlukan dosis tunggal 2 gram, sedangkan untuk anak dengan berat badan lebih dari 34 kg: 1,5
gram dan anak berat badan ntara 11-34 kg: 1 gram.

 UPIXON

Komposisi : pyrantel pamoat

Indikasi : untuk pengobatan infeksi oleh cacing enterobius vermicularis, ascaris lumbricoides,
ancylostoma duodenale.

Dosis : anak > 12 tahun 3-4 sdt, 6-12 tahun 2-3 sdt, 2-6 tahun 1-2 sdt.

Pemberian obat : diberikan bersama atau tanpa makanan.

Kontraindikasi: anak dengan kecendrungan kejang dan pasien dengan insufusiensi ginjal, gangguan
fungsi hati dan ginjal, tukak lambung dan wanita hamil.

Efek samping : muntah, mengantuk, inkoordinasi otot, dan gangguan akomodasi mata.

Sediaan : susp 25 mg/5 ml.

16
2.5 CONTOH OBAT ANTHELMINTIK:

COMBANTRIN

Komposisi : Pyrantel pamoat

Indikasi : untuk pengobatan infeksi oleh cacing enterobius vermicularis, ascaris lumbricoides,
ancylostoma duodenale.

Dosis : anak > 12 tahun 3-4 sdt, 6-12 tahun 2-3 sdt, 2-6 tahun 1-2 sdt.

Pemberian obat : diberikan bersama atau tanpa makanan.

Kontraindikasi: anak dengan kecendrungan kejang dan pasien dengan insufusiensi ginjal, gangguan
fungsi hati dan ginjal, tukak lambung dan wanita hamil.

Efek samping : muntah, mengantuk, inkoordinasi otot, dan gangguan akomodasi mata.

2.6 PREFORMULASI OBAT ANTHELMINTIK

A. Formula I

R/Pyrantel pamoat 125mg


Na-CMC 1%
Syrupus Simpleks 20 %
Essense Jeruk 2,5%
Aquadest ad 15ml

m.f. Susp. no. 1.fls


∫ 1 dd 1

Suspensi anthelmintik berat bersih15ml, 125mg / 5ml

17
B. Formula II

Sirup simpleks berat bersih 100ml

R/ Sukrosa 66%
Metil Paraben 0,25%
Aquadest ad 100ml

m.f. Syr. no. 1.fls


∫ u.c

 KEGUNAAN BAHAN

A. Suspensi anthelmintik
1. Pyrantel Pamoat : Zat aktif
2. Na-CMC : Pensuspensi
3. Syrupus Simpleks : Zat pemanis
4. Essense Jeruk : Zat pengaroma
5. Aquadest : Zat pelarut

B. Sirup Simpleks
1. Sukrosa : Zat pemanis
2. Metil Paraben : Zat pengawet
3. Aquadest : Zat pelarut

 URAIAN BAHAN

a) Suspensi

1. Pyrantel Pamoat (Farmakope Indonesia edisi IV)


Nama resmi : Pyrantel Pamoat
Nama lain : Pyrantel Pamoat
Rumus Struktur :
Rumus kimia :
Bobot molekul : 594,68
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam metanol, larut dalam Metil Sulfaksida sukar
larut dalam Dimetil Formomida.
Pemerian : Padatan Kuning Hingga Coklat

Khasiat : Sebagai Obat Cacing

18
2. Na – CMC (Farmakope Indonesia edisi III)

Nama resmi : Natrium Carboxie Metil Cellulosum


Nama lain : Natrium
Rumus struktur :-
Rumus kimia :
Bobot molekul : 644,65
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air membentuk suspense Koloid ≠ larut dalam air etanol
(95%) p dalam eter p, Dan dalam pelarut organik lain.
Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kekuningan ≠ berbau
Khasiat : Pensuspensi
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat

3. Sirup Simpleks (Farmakope Indonesia edisi III)

Nama resmi : Sirupus Simpleks


Nama lain : Sirup gula
Rumus struktur :-
Rumus kimia :-
Bobot Molekul : 1,587
Kelarutan : Larut dalam air dan air panas
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna
Khasiat : Sebagai pemanis
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat

4. Essense Jeruk (Martindale the complete drug reference thirty-sixth edition)

Nama resmi :-
Nama lain :-
Rumus struktur :-
Rumus kimia :-
Bobot molekul :-
Kelarutan : Mudah larut dalam alkohol 90%
Pemerian : dari jeruk yang masih segar yang diproses secara
Mekanik dan terkandung 90% jeruk
Khasiat : Zat perasa
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup baik, tempat sejuk, kering Dan terhindar dari cahaya
matahari

19
5. Aquadest (Farmakope Indonesia edisi III)

Nama resmi : Aqua destillata


Nama lain : Air suling
Rumus struktur :-
Rumus kimia :
Bobot molekul :18,02
Kelarutan :-
Pemerian : Cairan Jernih tidak berwarna, tidak mempunyai rasa
Khasiat : Sebagai Zat Pembawa
Penyimpanan : Wadah tertutup baik

6. Tartrazin (Handbook of pharmaceutical edition fifth epicent)

Nama resmi : Tartrazine


Nama lain : Yellow
Rumus struktur : -
Rumus kimia :
Bobot molekul : 537, 39
Kelarutan : Tidak larut dalam larutan sitrat, alkobraf laktore 10%
glukosalation, jenuh dalam larutan bikarbonat, gelatin
mempercepat pemudaran warna
Pemerian : Serbuk kuning atau orange kekuningan larutan tetap berwarna
kuning atau ditambahkan larutan
Khasiat : Sebagai Zat Pewarna
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat

7. Oleum Citri (Farmakope Indonesia edisi III)

Nama resmi : Oleum citri


Nama lain : Minyak jeruk
Rumus struktur :-
Rumus kimia :-
Bobot molekul :-
Kelarutan :-
Pemerian : Cairan warna kuning pucat atau kuning kehijauan, bau khas
aromatic, rasa pedas dan agak pahit
Khasiat : Sebagai pengaroma
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat

20
b) Sirup Simpleks

1. Sukrosa (Farmakope Indonesia edisi III)

Nama resmi : Sakarosa


Nama lain : Saccharose
Rumus struktur :-
Rumus kimia :
Bobot molekul : 342,20
Kelarutan : Mudah larut dalam air, mudah larut dalam air Mendidih, sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam Kloroform, eter
Pemerian : Hablur putih tidak berwarna, massa hablur atau
Berbentuk kubus atau serbuk hablur putih
Penyimpanan : Wadah tertutup baik

2. Metil paraben (Farmakope Indonesia edisi III)

Nama resmi : Methyl paraben


Nama lain :
Rumus strultur :
Rumus kimia :
Bobot molekul : 152,15
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol, dalam benzen dan dalam Karbon tetraklorida mudah larut
dalam etanol dan Dalam eter.
Pemerian : Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk-serbuk Hablur putih tidak berbau.
Khasiat : Sebagai pengawet
Penyimpanan : Wadah tertutup baik

3. Aquadest (Farmakope Indonesia edisi III)

Nama resmi : Aqua destillata


Nama lain : Air suling
Rumus struktur :-
Rumus kimia :
Bobot molekul : 18,02
Kelarutan :-
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak punya rasa
Khasiat : Sebagai zat pembawa
Penyimpanan : Wadah tertutup baik

21
 PERHITUNGAN PENIMBANGAN BAHAN

a) Suspensi

Volume yang ditambahkan 10% dari 15 ml = 1,5 ml

Volume yang dibuat 16,5 ml dari yang dibuat 15 ml

Ditambahkan 10% dari 125 mg = 12,5 mg

1. Pyrantel Pamoat : 125 mg + 12,5 mg = 137,5 mg

2. Na CMC : 1% X 16,5 ml = 0,165 ml

3. Sirup Simpleks : 20% X 16,5 ml = 3,3 ml

4. Essense Jeruk : 25% X 16,5 ml = 0,4125 ml

5. Aquadest : 15 ml - ( 0,165 + 3,3 + 0,4125)

= 15 ml - (3,8775)

= 11,1225 ml

b) Pembuatan Sirup Simpleks

Volume yang ditambahkan 10 % dari 100 ml = 110 ml

Jadi volume yang dibuat 110 ml

1. Sakarosa : 66% X 110 ml = 72,6 g

2. Methil Paraben : 0,25% X 110 ml = 0,275 mg

3. Aquadest : 110 ml – (72,6 + 0,275)

= 110 – (72,875)

= 37,125 ml

22
A. PEMBUATAN SIRUP SIMPLEKS

Sebelum mebuat suspensi yang pertama kami buat adalah sirup simpleks, karena sirup simpleks akan
menjadi zat tambahan berupa pemanis untuk sediaan suspense kami.

Pada pembuatan sirup simpleks prosedur pengerjaan yang dilakukan yaitu menyiapkan alat-alat yang
dibutuhkan seperti 1 beaker glass 250 ml, 1 kaki tiga, 1 bunsen, 1 sendok tanduk, 1 batang pengaduk, 1
timbangan elektrik, 1 pipet, 1 gelas ukur 100 ml, 1 korek api, 1 penjepit kayu, dan kertas perkamen
secukupnya.

Setelah menyiapkan alat-alat, berikutnya menyiapkan bahan-bahan seperti sakarosa, methil paraben,
dan aquadest. Adapun alasan mengapa kami memakai bahan-bahan tersebut yaitu Sakarosa, adalah
pemanis alami yang dibuat tanpa menggunakan zat tambahan lain. Methil Paraben, sebagai pengawet
yang tidak memiliki rasa dan bau serta cocok karena tidak akan menutupi rasa dari sakarosa. Aquadest,
sebagai pelarut yang dapat melarutkan sakarosa dan methil paraben. Setelah menyiapkan bahan-bahan
tersebut, maka diambil atau ditimbang bahan-bahan tersebut sesuai perhitungan. Pada saat menimbang
bahan tersebut, bahan-bahan di letakkan di atas kertas perkamen (methil paraben) dan beaker glass
(sakarosa).

Prosedur pengerjaan selanjutnya yaitu kalibrasi botol, dituang air didalam beaker glass sesuai ukuran
botol, jika airnya sedikit lebih dikurangkan dengan pipet. Setelah itu dituangkan air tersebut kedalam
botol dan sejajarkan dengan pandangan mata dan diberi tanda pada botol.

Kemudian dinyalakan Bunsen dan dipanaskan beaker glass yang telah diisi aquadest yang diletakkan
diatas kaki tiga. setelah panas, dimasukkan methil paraben yang telah ditimbang sambil diaduk hingga
larut. Jika sudah larut, ditambahkan sakarosa yang telah ditimbang sambil diaduk lagi hingga larut.
Setelah larut, didinginkan sirup tersebut. Setelah sirupnya dingin kemudian dituang kedalam botol yang
dikalibrasi. Tempelkan label kemudian dimasukkan kedalam kemasan disertai brosur dan etiket.

B. PEMBUATAN SUSPENSI PYRANTEL PAMOAT

Setelah pembuatan sirup simpleks, selanjutnya dibuat suspensi oral pyrantel pamoat 15 ml. prosedur
pengerjaan yang pertama dalam pembuatan sediaan ini adalah menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan
yaitu : 1 beaker glass 100 ml, 1 batang pengaduk, 1 lumpang, 1 alung, 1 pipet, 1 gelas ukur 15 ml, 1
kertas sudip, 1 sendok tanduk, 1 timbangan elektrik, dan kertas perkamen secukupnya.

Berikutnya, disediakanlah bahan-bahan yang dibutuhkan seperti pyrantel pamoat, Na CMC, sirup
simpleks, essence jeruk, dan aquadest. Adapun alasan-alasan kami memakai bahan-bahan tersebut, yaitu
: Pirantel pamoat, obat penyakit cacing yang satu ini selain mudah didapat sebagian besar zat obatnya
diekskresikan melalui feses dan hanya 7 % saja melaui urin. Na CMC, bahan ini tidak memiliki bau dan
tidak diabsorpsi di dalam usus halus serta tidak beracun. Sirup Simpleks, seperti yang di jelaskan pada
pembuatan sediaan pertama tadi sirup ini mengandung sakarosa yaitu pemanis alami yang dapat
memberikan rasa manis pada sediaan ini. Sebenarnya di formulasi ini kami akan
menggunakan Tartrazin dan Oleum citri akan tetapi kami menggantinya dengan Essence Jeruk karena
kedua bahan tersebut sulit di dapat di pasaran. Essense Jeruk, bahan ini digunakan untuk membuat
sediaan kami mempunyai bau yang enak. Aquadest, adalah air yang jernih dan dipakai sebagai zat

23
pembawa di sediaan ini. Setelah menyiapkan bahan-bahan maka diambillah bahan-bahan tersebut sesuai
perhitungan

Berikutnya digeruslah pyrantel pamoat, gerus hingga halus setelah itu di timbang bahan sesuai
perhitungan. Setelah itu dilarutkanlah Na CMC dengan menggunakan aquadest di beaker glass. Setelah
larut, ditambahkan Pirantel pamoat sambil diaduk sampai homogen. Setelah tercampur, ditambahkan
essence jeruk yang diambil menggunakan pipet, diaduk lagi hingga semua tercampur. Kemudian
dimasukkanlah botol yang telah di kalibrasi ditutup botol diberikan label dan dimasukkan kedalam
kemasan disertai etiket dan brosur.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Antelmintik atau obat cacing adalah obat yang digunakan untuk memberantas atau
mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh.
 Obat-obat penyakit cacing :
Mebendazol, Tiabendazol, Albendazol
Piperazin, Dietilkarbamazin
Pirantel, Oksantel
Levamisol
Praziquantel
Niklosamida
Ivermectin
 Mekanisme kerja obat cacing yaitu dengan menghambat proses penerusan impuls
neuromuskuler sehingga cacing dilumpuhkan. Mekanisme lainnya dengan
menghambat masuknya glukosa dan mempercepat penggunaan (glikogen) pada
cacing.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna SG, editor. Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2003: 529-30.

Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat – Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta

Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 44, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, Jakarta

Levine ND. Parasitologi veteriner. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 1992.

Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Buku 3. Edisi VIII. Jakarta: Salemba Medika, 2002:
280-1

Depkes RI. Farmakope Indonesia Jilid IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1995

Dorland W.A. Newman. Kamus kedokteran Dorland. Huriawati Hartanto, dkk, editor. Edisi
XXIX. Jakarta: EGC, 2002: 669.

Levine R Ruth. Pharmacology: drug reaction. Edisi II. Boston: Little, Brown and Company, 1978:
450-1.

26

Anda mungkin juga menyukai