Anda di halaman 1dari 23

BAB II

ANALISA SITUASI RUANGAN

A. Windshield Survey
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa rumah sakit islam

Ibnu Sina Padang berdiri pada tanggal 30 Mei 1972. Awal didirikan masih

dalam bentuk Balai Kesehatan yang terletak di jalan Rasuna Said. Pada tahun

1989 akhirnya RSI Ibnu Sina Padang memiliki lokasi tetap berlokasi di jalan

Gajah Mada Gunung Pangilun dan diresmikan oleh Bpk Menteri Azwar Anas

dengan kapasitas 50 tempat tidur dan seiring berjalannya waktu berkembang

menjadi 80 tempat tidur. Terdaftar sebagai Rumah Sakit Terakreditasi Penuh

Tingkat Dasar dengan keputusan Menkes RI No. YM.01.10/III/1149/2007.

Terdaftar sebagai Rumah Sakit Terakreditasi Paripurna dengan jumlah bed

untuk pelayanan rawat inap telah bertambah menjadi 124 bed. Diantara nya

terdapat kelas; Presiden Suite, VVIP, VIP A, VIP B, Kelas I, Kelas II, Kelas III,

Perinatologi, ICU, dan Isolasi.


RSI Ibnu Sina Padang berada dibawah Yayasan Rumah Sakit Islam Yarsi,

di bawah pimpinan ketua yayasan DR. H. Zainul Daula, SH, MH dan direktur

RSI Ibnu Sina dr. Erlinengsih. MARS. RSI Ibnu Sina Padang merupakan

rumah sakit swasta tipe C yang merupakan rujukan dari puskesmas. RSI Ibnu

Sina Padang memiliki pelayanan IGD 24 jam, rawat jalan (klinik umum/KIA,

klinik gigi, poliklinik konsultasi, poliklinik spesialis, dan poliklinik sub

spesialis), rawat inap (interne, bedah, kebidanan, anak), instalasi anestesiologi

dan perawatan intensive (ICU), pelayanan kamar bersalin, pelayanan kamar

operasi/RR, pelayanan medical check-up, pelayanan medis lainnya (farmasi,

12
laboratorium, laboratorium klinik , laboratorium patologi anatomi, fisioterapi,

radiologi, ECG, USG, HSG, audiometri, treadmil, pacho). (Observasi)

Berdasarkan pengamatan situasi observasi di ruang rawat inap Marwa

RSI Ibnu Sina Padang yang terdiri 10 ruang yang terdiri dari 25 tempat tidur,

9 ruangan untuk kamar rawat inap pasien penyakit dalam, 1 ruangan isolasi.

Jumlah tenaga keperawatan seluruhnya ada 14 orang, dengan tingkat

pendidikan sarjana profesi ners keperawatan 4 orang, 9 orang berpendidikan

D3 Keperawatan, dan 1 orang berpendidikan SPK. Ruang Rawat ini dipimpin

oleh 1 orang kepala ruangan yang berlatar pendidikan sarjana profesi ners

keperawatan, ada 5 orang Katim, dan 10 orang perawat pelaksana dengan

pembagian jadwal dinas sebanyak 3 shift yaitu pagi, sore, malam. Model

penyelenggaraan asuhan keperawatan di Ruang Rawat Inap Marwa yaitu

metode MPKP kombinasi dengan metode fungsional. Pertanggung jawaban

perawat pelaksana dibagi berdasarkan tingkat ketergantungan pasien. Tugas

dibagi dan di manajemen oleh kepala ruangan dalam pembagiannya. Kepala

ruangan hanya memanajemen staf medis keperawatan. Staf non medis

dimanejemenkan kepala masing-masing.


Berdasarkan hasil winshield survey di Ruang Rawat Inap Marwa pada

tanggal 25-26 Maret 2019, kelompok menemukan ada beberapa masalah di

Ruang Rawat Inap Marwa, yaitu :

1. Daftar Masalah

a) Ketidaksesuaian Pengkajian Assesment Awal Resiko Jatuh dengan

Standar Prosedur Operasional

13
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit/ KKP-RS (2008)

mendefinisikan bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari

bahaya atau risiko (hazard). Keselamatan pasien (patient safety)

adalah pasien bebas dari cedera yang tidak seharusnya terjadi

atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit,

cedera fisik/ sosial/ psikologis, cacat, kematian dan lain-lain),

terkait dengan pelayanan kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/

Menkes/ Per/ VIII/ 2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah

suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman

yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta

implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil.

Keselamatan pasien merupakan hal utama dalam pelayanan di

Rumah Sakit. Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna

penyebab cedera pasien rawat inap. Rumah Sakit perlu mengevaluasi

resiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi resiko

cedera jika sampai jatuh. Evaluasi resiko jatuh menggunakan skala

resiko jatuh. Pasien yang dirawat di RS akan selalu memiliki resiko

jatuh terkait dengan kondisi dan penyakit yang diderita, contohnya pada

14
pasien dengan kelemahan fisik akibat dehidrasi, status nutrisi yang

buruk, perubahan kimia darah (hipoglikemi, hipokalemi); perubahan

gaya berjalan pada pasien usia tua dengan gaya jalan berayun/tidak

aman, langkah kaki pendek-pendek atau menghentak; pasien bingung

atau gelisah yang mencoba untuk turun atau melompati pagar tempat

tidur yang dipasang; pada pasien dengan diare atau inkontinensia.

Berdasarkan hasil observasi kelompok terhadap pelaksanaan

keselamatan pasien di Ruang Al-Marwah RSI Ibnu Sina Padang pada

tanggal 25 Maret 2019 sampai tanggal 26 Maret 2019, masih ada

beberapa point yang belum terlaksana. Pada SKP VI ditemukan yaitu

ada beberapa label penanda digelang pasien seperti resiko jatuh yang

belum terpasang dan kurangnya pengontrolan pemasangan side rail

tempat tidur. Data ditemukan dengan pendokumentasian pada pasien

dan observasi pada pasien. Dari data observasi, masih kurangnya

kebiasaan perawat untuk memastikan pasien selalu menaikan side rail

saat berada diatas tempat tidur agar tidak terjadi resiko jatuh pada

pasien.

15
Berdasarkan hasil wawancara pada kepala ruangan Marwa pada 30

Maret 2019 didapatkan fakta bahwa seharusnya pada pasien resiko

jatuh tinggi diberikan edukasi sesuai standar prosedur operasional

kepada keluarga untuk pencegahan resiko jatuh pada pasien. Namun

setelah dicocokan dengan lembar edukasi yang ada di rekam medis

ditemukan tidak ada dilakukan edukasi terkait resiko jatuh kepada

keluarga pasien serta lembar balik pencegahan resiko jatuh belum ada

di ruang Marwa.

Identifikasi masalah : belum optimalnya pengkajian assesment

awal resiko jatuh dengan standar prosedur operasional

b) Ketepatan Pendokumentasian Evaluasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan salah satu fungsi yang

paling penting dari perawat sejak zaman Florence Nightingle karena

berfungsi ganda dan beragam tujuan. Saat ini sistem pelayanan

kesehatan memerlukan dokumentasi yang menjamin kesinambungan

perawatan, melengkapi bukti hukum, proses keperawatan dan

mendukung kualitas perawatan pasien (Cheevakaesmook, 2006). Saat

ini masalah yang paling menantang dalam keperawatan adalah

16
bagaimana untuk mendokumentasikan perawatan pasien yang

berkualitas dengan berbagai kendala yang berkenaan dengan peraturan

hukum (Bjorvell, 2003).

Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari

klien/pasien perlu ditetapkan dengan jelas apa hak, kewajiban serta

kewenangan perawat agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan

tugasnya serta memberikan suatu kepastian hukum, perlindungan

tenaga perawat. Hak dan kewajiban perawat ditentukan dalam

Kepmenkes 1239/2001 dan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan

Medik Nomor Y.M.00.03.2.6.956 (Kepmenkes, 2001).

Berhubungan dengan pasal 63 ayat 4 UU no 36/2009 berbunyi

“Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu

kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga

kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang

mana berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu

profesi/tenaga kesehatan yang bertugas untuk memberikan pelayanan

kepada pasien yang membuthkan.

Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam

Kepmenkes 1239 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010,

terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan keperawatan.

Adapun kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan

aspek legalisasi keperawatan: proses keperawatan, tindakan

keperawatan, inform consent, dll (Kepmenkes, 2010).

17
Dari hasil pengamatan 25-26 Maret 2019 di ruang rawat inap

Marwa ditemukan bahwa dokumentasi keperawatan tidak lengkap

dengan beberapa alasan. Saat diwawancarai pada 2 orang perawat

associate ditemukan bahwa motivasi perawat kurang karena banyak

kegiatan yang menjadi beban dikarenakan jumlah tenaga perawat yang

belum sebanding dengan kapasitas jumlah pasien yang diberi

pelayanan. Menurut Rivera & Parris (2002) bahwa perawat telah

kesulitan membuat diagnosa dan diagnosa yang ada tidak didasarkan

pada faktor etiologi. Untuk mencapai status kesehatan klien yang

maksimal dokumentasi keperawatan harus diisi dengan lengkap.

Dari hasil wawancara yang dilakukan pada Karu, Katim, dan

perawat assosiet tanggal 25-26 Maret 2019 didapatkan hasil:

“Pencatatan atau pendokumentasian laporan seluruh pasien baik

perbaikan, tindakan yang dilakukan, inform concern atau hal apapun

yang berhubungan dengan pasien semua terdokumentasikan di rekam

medik. Jadi di ruangan Marwa tidak memiliki side book atau buku

catatan lain terkait dokumentasi keperawatan dari pasien.”

Namun dari hasil observasi yang dilakukan pada rekam medis di

ruangan Marwa pada 26 Maret 2019 ditemukan bahwa dari 12 rekam

medis klien yang ada di ruang rawat inap marwa dimana dilakukannya

asuhan keperawatan pada pasien (pasien terlama: 19 Maret 2019 dan

pasien terbaru: 25 Maret 2019) ditemukan bahwa dari 120 SOAP yang

terdokumentasi pada bagian evaluasi keperawatan dilakukan penilaian

18
SOAP terdapat 84 SOAP ditemukan ketidakcocokan antara data

evaluasi pasien dengan diagnosa yang diangkat.

Identifikasi masalah: belum optimalnya ketepatan dalam

mengevaluasi tindakan keperawatan dalam pendokumentasian

evaluasi keperawatan asuhan keperawatan.

c) Penerapan Pemilahan Limbah Medis sesuai Standar Prosedur

Operasional

Pada Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan, dibahas juga risiko limbah pada fasilitas pelayanan

kesehatan. Disana diuraikan, rumah sakit dan fasilitas pelayanan

kesehatan lain sebagai sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat

berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi tempat sumber

penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran

lingkungan dan gangguan kesehatan, juga menghasilkan limbah yang

dapat menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut maka

diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan kesehatan.

19
Pemisahan limbah dimulai pada awal limbah dihasilkan

dengan memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya. Tempatkan limbah

sesuai dengan jenisnya, antara lain:

1) Limbah infeksius merupakan limbah yang terkontaminasi darah

dan cairan tubuh masukkan kedalam kantong plastik berwarna

kuning. Jenis limbah ini seperti sampel laboratorium, limbah

patologis (jaringan, organ, bagian dari tubuh, otopsi, cairan tubuh,

produk darah yang terdiri dari serum, plasma, trombosit dan lain-

lain), diapers dianggap limbah infeksius bila bekas pakai pasien

infeksi saluran cerna, menstruasi dan pasien dengan infeksi yang

di transmisikan lewat darah atau cairan tubuh lainnya.

2) Limbah non-infeksius, merupakan limbah yang tidak

terkontaminasi darah dan cairan tubuh, masukkan ke dalam

kantong plastik berwarna hitam. Contoh: sampah rumah tangga,

sisa makanan, sampah kantor.

3) Limbah benda tajam, merupakan limbah yang memiliki

permukaan tajam, masukkan kedalam wadah tahan tusuk dan air.

Contoh: jarum, spuit, ujung infus, benda yang berpermukaan

tajam.

4) Limbah cair segera dibuang ke tempat pembuangan/pojok limbah

cair (spoelhoek).Wadah tempat penampungan sementara limbah

infeksius berlambang biohazard.

Beberapa syarat wadah limbah di ruangan antara lain harus

tertutup, mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki, bersih dan

20
dicuci setiap hari, terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak

berkarat, jarak antar wadah limbah 10-20 meter, diletakkan di ruang

tindakan dan tidak boleh di bawah tempat tidur pasien, ikat kantong

plastik limbah jika sudah terisi 3/4 penuh.

Berdasarkan standarnya, pengertian dari Sampah Medis adalah

sampah infeksius yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh,

urine, dan feces serta kontak dengan pasien. Sampah non medis adalah

sampah non infeksius tidak terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh

dan feces yang berasal dari pasien, meskipun sampah tersebut berasal

dari pasien yang berada di ruang isolasi. Sedangkan sampah benda

tajam adalah sampah jarum, kaca, dan tempat obat dalam bentuk

ampul dan vial.

Berikut penjabaran Standar Prosedur Operasional dari

Pemisahan Sampah Medis, Non Medis dan Benda Tajam di Ruangan.

1) Perawat / Petugas RS memasukkan sampah ke tempat sampah

sesuai penggolongannya sebagai berikut :

a) Jenis sampah non Medis :

- Sampah ATK (Alat Tulis Kantor)

- Sisa makanan dan sampah dapur

- Bungkus/kemasan makanan obat

b) Jenis sampah Medis

- Sampah Non Medis yang terkontaminasi cairan tubuh,

darah, feses dan urin

21
- Alat kesehatan seperti : kassa pembalut, alcohol swab,

sarung tangan, masker, apron, topi, suction tubing, kateter

urine, urin bag, plabot infuse, dan set infus dll.

2) Pada saat membuang plabot infuse, buang plabot infuse beserta sel

infusnya. Kosongkan terlebih dahulu cairan yang ada di dalam

plabot infuse. Bagian set infuse tidak perlu di lepas dari plabot dan

tidak perlu digunting bagian ujung yang tajam, digulung yang rapi

set. Kemudian buang ke dalam tempat sampah medis khusus botol

infuse dan botol.

3) Plastik sampah yang penuh harus di ikat dan dibawa oleh petugas

Cleaning Servis ke tempat pembuangan sementara.

4) Petugas cleaning service mengganti kantong plastik dengan yang

baru apabila sampah sudah penuh.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan anggota

kelompok kepada Karu Marwa pada 26 Maret 2019, Karu mengatakan

bahwa pengadaan tempat sampah infeksius memang hanya untuk di

ruang tindakan saja, karena yang dianggap sampah infeksius adalah

sampah yang berasal dari tindakan yang diberikn oleh tenaga

kesehatan. Padahal seharusnya tempat sampah infeksius harus

disediakan setidaknya pada masing-masing kamar mandi pasien,

karena sebagian pasien ada yang menggunakan pampers.

22
Berdasarkan hasil observasi kelompok dari tanggal 25–26

Maret 2019 terlihat bahwa di tempat sampah non infeksius pasien

yang terdapat di kamar mandi, ditemukan banyak sekali pampers

pasien yang memungkinkan terjadinya infeksi healthcare associated

infections (HAI’s). Hal itu terjadi karena tidak adanya tempat sampah

infeksius sehingga pasien dan keluarga pasien membuang pampers

tersebut ke dalam tempat sampah non infeksius. Kebiasaan menjaga

kebersihan dan kebiasaan membuang sampah sesuai klasifikasinya

juga terjadi pada perawat ruangan. Ditemukan penempatan

pembuahngan limbah sampah tidak sesuai dengan tempat semestinya.

Namun apabila kejadian ini tidak diawasi akan dapat membahayakan

petugas cleaning service dalam proses pembuangan sampah.

Sehingga, hal ini perlu dilakukan supervisi dan sosialisasi terkait

pemilahan sampah untuk mencegah terjadinya HAI’s .

Identifikasi masalah : belum optimalnya penerapan

pemilahan sampah medis yang sesuai standar prosedur

operasional.

23
2. Validasi data
Lembar
Kuesioner Observasi Wawancara
No Masalah Observasi
Karu Katim PA Karu Katim PA Karu Katim PA PA
1 Belum optimalnya - - - √ √ √ √ √ √ √
kesadaran peningkatan
pencegahan resiko jatuh
di ruang marwa
2 Belum optimalnya √ √ √ √ √ √ √ - √ -
keakuratan evaluasi
keperawatan
keperawatan di ruang
rawat marwa
3 Belum optimalnya - - - √ √ √ √ - - √
pemilahan sampah medis
infeksius dan non
infeksius yang sesuai
standar prosedur
operasional di ruang
rawat marwa

3. Hasil Validasi Data


a. Data Demografi Perawat
Data Tingkat Usia Perawat Diruangan Marwa RSI Ibnu Sina
Padang

24
Dari 11 Responden, sebanyak 64 % (9 perawat) berumur 21-30

tahun, 29% (4 perawat) berumur 31-40 tahun, dan sebanyak 7% (1

perawat) berumur >40 tahun.

Data Jenis Kelamin Perawat Diruangan Marwa RSI Ibnu Sina


Padang

Dari 14 Responden, sebanyak 14% (2 perawat) berjenis kelamin

laki-laki, 86% (12 perawat) berjenis kelamin perempuan.

Data Tingkat Pendidikan Terakhir Perawat Diruangan Marwa RSI


Ibnu Sina Padang

Dari 14 Responden, sebanyak 7% (1 perawat) SPK, 64% (9

perawat) D/III, dan 29% (4 perawat) S1 Ners.

25
Data Status Kepegawaian Diruangan Marwa RSI Ibnu Sina Padang

Dari 14 Responden, sebanyak 93% (13 perawat) pegawai tetap, dan

7% (1 perawat) pegawai kontrak.

Data Lama Bekerja Perawat di RSI Ibnu Sina

Dari 14 Responden, sebanyak 43% (6 perawat) lama bekerja di RSI

Ibnu Sina Padang selama 0-5 tahun, dan 57% (8 perawat) selama 6-10

tahun.

26
Data Tingkat Lama Bekerja Perawat di Ruang Marwa RSI Ibnu
Sina Padang

Dari 14 Responden, sebanyak 100% (14 perawat) bekerja di ruang

marwa selama 0-5 tahun, dan tidak ada perawat yang bekerja di ruang

marwa selama 6-10 tahun.

Data Perawat yang Mengikuti Pelatihan NANDA NOC NIC

Dari 14 Responden, sebanyak 93% (1 perawat) ada mengikuti

pelatihan NANDA NOC NIC, dan 7% (1 perawat) belum pernag

mengikuti pelatihan NANDA NOC NIC.

27
b. Pengkajian Assesment Awal Resiko Jatuh Dengan Standar
Prosedur Operasional

Data Total Assessment Awal Resiko Jatuh

Dari 20 responden pasien, sebanyak 80% (16 pasien) memiliki

assessment awal yang tidak sesuai SOP, dan 20% (4 pasien) yang

memiliki assessment awal yang sesuai SOP.

Data Tindakan Pengetahuan Umum Resiko Jatuh

Dari 20 responden pasien, sebanyak 50% (10 pasien) memiliki

tindakan pengetahuan umum resiko jatuh yang tidak sesuai SOP, dan

50% (10 pasien) yang memiliki tindakan pengetahuan umum resiko jatuh

yang sesuai SOP.

28
Data Pengetahuan Perawat tentang Asuhan Keperawatan

Dari 20 responden pasien, sebanyak 80% (16 pasien) memiliki

intervensi resiko jatuh yang tidak sesuai SOP, dan 20% (4 pasien) yang

intervensi resiko jatuh yang sesuai SOP.

c. Pengetahuan Perawat Tentang Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Data Pengetahuan Perawat tentang Asuhan Keperawatan

Dari 11 Responden, sebanyak 73% (8 perawat) memiliki

pengetahuan yang tinggi, 18% (2 perawat) memiliki pengetahuan yang

sedang, dan 9% (1 perawat) yang memiliki pengetahuan yang rendah.

Data Ketepatan Pendokumentasian Evaluasi Keperawatan

29
Dari 120 asuhan keperawatan yang terdokumentasi dari 12 orang

pasien, sebanyak 80% (84 SOAP) ditemukan kurang tepat dalam

pendokumentasian pada asuhan keperawatan, dan 20% (36 SOAP)

ditemukan tepat dalam pendokumentasian pada asuhan keperawatan.

Data Pengetahuan Perawat tentang Konsep Dokumentasi

Dari 11 Responden, sebanyak 27% (3 perawat) memiliki

pengetahuan yang tinggi, 55% (6 perawat) memiliki pengetahuan yang

sedang, dan 18% (2 perawat) yang memiliki pengetahuan yang rendah.

Data Pengetahuan Perawat tentang Diagnosa Keperawatan

Dari 11 Responden, sebanyak 82% (9 perawat) memiliki

pengetahuan yang tinggi, 18% (2 perawat) memiliki pengetahuan yang

rendah, dan tidak ada perawat yang memiliki pengetahuan yang sedang.

30
Data Pengetahuan Perawat tentang Rencana Keperawatan

Dari 11 Responden, sebanyak 46% (5 perawat) memiliki

pengetahuan yang tinggi, 36% (4 perawat) memiliki pengetahuan yang

sedang, dan 18% (2 perawat) yang memiliki pengetahuan yang rendah.

Data Pengetahuan Perawat tentang Impelentasi Keperawatan

Dari 11 Responden, sebanyak 100% (11 perawat) memiliki

pengetahuan yang tinggi.

Data Pengetahuan Perawat tentang Evaluasi Keperawatan

31
Dari 11 Responden, sebanyak 91% (10 perawat) memiliki

pengetahuan yang tinggi, 9% (1 perawat) memiliki pengetahuan yang

rendah, dan tidak ada perawat yang memiliki pengetahuan yang sedang.

d. Penerapan Pemilahan Sampah Medis Yang Sesuai Standar


Prosedur Operasional

Data Hasil Pengamatan Observasi Pemilahan Sampah Medis

Dari data pengamatan observasi selama 3 hari dari 28-30 Maret

2019, dilakukan 6 kali observasi pada jam 07.00-11.00 WIB dan 11.00-

14.00 WIB ditemukan terjadi peningkatan ketepatan dalam penerapan

SOP dalam pemilahan sampah medis.

Data Ketepatan Pemilahan Sampah Medis

32
Dari 6 kali hasil observasi pada pemilahan sampah, sebanyak 67%

(4 kali hasil observasi) kurang tepat dalam melakukan pemilahan

sampah, dan 33% (2 kali hasil observasi) sudah tepat dalam melakukan

pemilahan sampah.

B. Rumusan Masalah
No Data Masalah
1 Ketidaksesuaian Pengkajian Assesment Awal Resiko Belum optimalnya pengkajian
Jatuh dengan Standar Prosedur Operasional
assesment awal resiko jatuh
- Sebagian besar perawat tidak sesuai dalam
dengan standar prosedur
melakukan pengkajian assessment awal resiko
jatuh pada pasien sebanyak 80%. operasional
- Sama rata antara kesesuaian tindakan resiko
jatuh yang di lakukan perawat sebanyak 50%.
- Sebagian besar perawat tidak sesuai dalam
melakukan intervensi resiko jatuh pada pasien
sebanyak 80%.
2 Ketepatan Pendokumentasian : Evaluasi Belum optimalnya ketepatan
Keperawatan pendokumentasian : evaluasi
- Sebagian besar perawat memiliki pengetahuan keperawatan
yang tinggi tentang konsep asuhan keperawatan
yaitu sebesar 73%.
- Sebagian besar SOAP keperawatan kurang tepat
terdokumentasi oleh perawat yaitu sebanyak
80%.
- Lebih dari separuh perawat memiliki
pengetahuan tentang konsep dokumentasi
keperawatan dengan tingkat pengetahuan sedang
yaitu sebanyak 55%.
- Sebaguan besar perawat memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tentang diagnosa
keperawatan yaitu sebanyak 82%.
- Sama rata antara tingkat pengetahuan tinggi dan

33
sedang tentang pengetahuan rencana
keperawatan yaitu sebanyak 36% dan 46%.
- Seluruh perawat memiliki tingkat pengetahuan
yang tinggi tentang pengetahuan implementasi
keperawatan yaitu sebanyak 100%.
- Sebagian besar perawat memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tentang pengetahuan
evaluasi keperawatan yaitu sebanyak 91%

3 Penerapan Pemilihan Sampah yang Sesuai Standar Belum optimalnya penerapan


Prosedur Operasional
pemilahan sampah medis yang
- Ditemukan terjadi peningkatan ketepatan dalam
sesuai standar prosedur
penerapan SOP dalam pemilahan sampah medis
operasional
pada jam 11.00-14.00 WIB dengan peningkatan

fluktuasi diagram batang sebanyak 67%.

- Lebih dari separuh perawat memiliki ketepatan


dari pemilahan sampah medis dari hasil
observasi yaitu sebanyak 67%.

34

Anda mungkin juga menyukai