Anda di halaman 1dari 78

MAKALAH

GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

Oleh:

Ika Pramulya S ( 010217A020 )

Subagyo ( 010217A31 )

Tri N ( 010217A32 )

Tutik ( 010217A33 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017
MAKALAH

GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN

Oleh:

Ika Pramulya S ( 010217A020 )

Subagyo ( 010217A31 )

Tri N ( 010217A32 )

Tutik ( 010217A33 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TRANSFER

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami
semua telah dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah dengan lancar dan tanpa ada halangan suatu apapun.

Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas dari mata kuliah
Patofisiologi dan kami berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
kami selaku penulis dan umumnya bagi para pembaca agar dapat mengetahui
tentang gangguan sistem integumen.

Kami selaku penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini


masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami
harpkan kritik dan saran dari pembaca sehingga dalam pembuatan makalah lainya
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin ya Robbal Alamin.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ...................................................................................... 1


B. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ............................................................................................. 3
B. Anantomi dan Fisiologi Sistem Integumen .......................................... 3
C. Fisiologis Integumen ............................................................................ 17
D. Gangguan Integritas Kulit .................................................................... 20
E. Pengkajian Gangguan Integritas Kulit ................................................. 24

BAB III

A. KESIMPULAN ....................................................................................
B. SARAN ................................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan
dan melindungi terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini s
3.20eringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang
mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya
(keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang
berarti "penutup".
Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan
yang terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan
tubuh, kulit merupakan organ yang paling luas permukaan yang membungkus
seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap
bahaya bahan kimia.
Radang kulit merupakan reaksi alergi berupa ruam dan juga gatal pada
kulit. Namun jangan takut karena penyakit ini tidak menular, tetapi biasanya
diturunkan melalui keluarga. Sifat dari penyakit ini berulang sehingga lebih
sulit untuk disembuhkan secara total. Jika radang kulit ini terjadi pada anak-
anak, biasanya setelah dewasa akan sembuh dengan total.
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada
orang-orang dari segala usia. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit
membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan efek. Masalahnya menjadi
lebih mencemaskan jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan. Tidak
banyak statistik yang membuktikan bahwa frekuensi yang tepat dari penyakit
kulit, namun kesan umum sekitar 10-20 persen pasien mencari nasehat medis
jika menderita penyakit pada kulit.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mampu memahami patofisiologi, struktur dan fungsi
sistem integumen.

1
2. Tujuan khusus
Agar mahasiswa mengetahui dan memahami:
a. Pengertian sistem integumen
b. Fungsi integumen
c. Peradangan pada kulit
d. Penyakit peradangan pada kulit
e. Infeksi pada kulit
f. Macam-macam infeksi pada kulit
g. Alergi pada kulit

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kata integumen ini berasal dari bahasa Latin "integumentum" yang
berarti "penutup". Sistem integumen atau biasa disebut kulit adalah sistem
organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan
manusia terhadap lingkungan sekitarnya dan merupakan organ yang paling
luas, dimana orang dewasa luasnya mencapai lebih dari 19.000 cm.
Sistem integumen meliputi kulit dan derivatnya. Kulit yang sebenarnya
adalah lapisan penutup yang umumnya terdiri atas dua lapisan utama yang
letaknya disebelah luar jaringan ikat, kendur. Sedangkan derivat integumen
meliputi struktur-struktur tertentu yang secara ontogeni berasal dari salah satu
dari kedua lapisan utama pada kulit yang sesungguhnya yaitu epidermis dan
dermis. Stuktur-struktur tersebut mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku,
kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir).
Sistem Integumen pada manusia terdiri dari kulit,kuku,rambut kelenjar
keringat,kelenjar minyak dan kelenjar susu.Sistem integumen mampu
memperbaiki diri apabila terjadi kerusakan tubuh pertama ( pembatas antar
ligkungan luar tubuh dengan dalam tubuh).(Rika dkk2015)

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN


Lapisan Kulit dan Bagian-bagian Pelengkapnya
Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:

1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis
berbeda-beda pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran
1 milimeter misalnya pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang
paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak mata, pipi,
dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat
erat pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-

3
zat makanan dan cairan antar sel dan plasma yang merembes melalui
dinding-dinding kapiler dermis ke dalam epidermis. Pada epidermis
dibedakan atas lima lapisan kulit, yaltu:
 Lapisan Tanduk (Stratum Corneum)
Merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi
semua lapisan epidermis lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri
atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki inti, tidak
mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat
sedikit mengandung air. Pada telapak tangan dan telapak kaki
jumlah bans keratinositjauh lebih banyak, karena di bagian ini
lapisan tanduk jauh lebih tebal. Lapisan tanduk ¡ni sebagian
besar terdiri atas keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut
dalam air dan sangat resisten terhadap bahan-bahan kimia.
Lapisan ¡ni dikenal dengan lapisan horny, terdiri dan milyaran
sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan oleh sel yang baru
setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya hanya 28 han.
Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai
muncul lapisan baru. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus
berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit an memiliki self
repairing capacity atau kemampuan memperbaiki din,
Bertambahnya usia dapat menyebabkan proses keratinisasi
berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60 tahunan,
proses keratinisasi, membutuhkan waktu sekitar 45-50 han,
akibatnya lapisan tanduk yang sudah menjadi lebih kasar, lebih
kering, lebih tebal, timbul bercak-bercak putih karena melanosit
lambat bekerja dan penyebaran melanin tidak lagi merata serta
tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya
elastisitaskulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini
sangat efektif untuk mencegah terjadinya penguapan air dan
lapis lapis kulit lebih dalam sehingga mampu memelihara tonus

4
dan turgor kulit, tetapi lapisan tanduk memiliki daya serap air
yang cukup besar.

 Lapisan bening (stratum lucidum)


Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan
tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk
dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdini dan protoplasma
sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen
sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini
sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
Proses keratinisasi bermula dan lapisan bening.

 Lapisan berbutir (stratum granulosum)


Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang
mengandung butir-butir di dalam protoplasmanya, berbutir
kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas
pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.

 Lapisan bertaju (stratum spinosum)


Disebut juga lapisan maiphigi, terdiri atas sel-sel yangn saling
berhubungan dengan perantaraan jembatan jembatan
protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling
berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel
pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa bans
Berituk sel berkisar antara bulat ke bersudut banyak
(polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar
ukurannya. Diantara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus
yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan
pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju
yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap

5
mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan
kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju
mengandung kolesterol dan asam amino.

 Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)


Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu bans
sel torak (silinder) dengan kedudukan tegak urus terhadap
permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu
dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu
struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis.
Pengaruh lamina basalis cukup besar terhadap pengaturan
metabolisme demo-epidermal dan fungsi-fungsi vital kulit. Di
dalam lapisan ini sel-sel epidermisbertambah banyak melalui
mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas,
akhirnya menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benib terdapat
pula sel-sel bening (clear cells, melanoblas atau melanosit)
pembuat pigmen melanin kulit.
Tipe-tipe Sel Epidermis
 Keratinocytes
Subtansi terbanyak dan sel-sel epidermis, karena keratinocytes
selalu mengelupas pada permukaaan epidermis, maka harus
selalu digunakan. Pergantian dilakukan oleh aktivitas mitosis
dan lapisan basal (di malam han). Selama perjalanannya ke luar
(menuju permukaan. Keratinocyes berdeferensiasi menjadi
keratin filamen dalam sitoplasma. Proses dan basal sampai
korneum selama 20-30 han. Karena proses cytomorhose dan
keratinocytes yang bergerak dan basal ke korneum, lima lapisan
dapat diidentifikasi. Yaitu basal, spimosum, granulosum,
losidum dan kornium.
 Melanocytes

6
Didapat dan ujung saraf, memproduksi pigment melanin yang
memberikan warna cokiat pada kulit. Bentuknya silindris, bulat
dan panjang. Mengandung tirosinase yang dihasilkan oleh REG,
kemudian tirosinase tersebut diolah oleh Aparatus Golgi
menjadi oval granules (melanosomes). Ketika asam amino
tirosin berpindah ke dalam melanosomes, melanosomes
berubah menjadi melanin. Enzim tirosinase yang diaktifkan
oleh sinar ultra violet. Kemudian melanin meninggalkan badan
melanicytes dan menuju ke sitoplasma dan sel-sel dalam lapisan
stratum spinosum. Dan pada akhirnya pigmen melanin
didegradasi oleh keratinocytes.

 Merkel Cells
Banyak terdapat pada daerah kulit yang sedikit rambut
(fingertips, oral mucosa, daerah dasar folikel rambut).Menyebar
di lapisan stratum basal yang banyak mengandung
keratinocytes.

 Lan gerh ans Cells


Disebut juga dendritic cells karena sering bekerja di daerah
lapisan stratum spinosum. Merupakan sel yangmengandung
antibodi. Banyaknya 2%—4% dan keseluruhan sel epidermis.
Selain itu, juga banyak terdapat di bagian dermis pada lubang
mulut, esophagus, dan vagina. Fungsi dan langerhans cells
adalah untuk responisasi terhadap imun karena mempunyai
antibodi.

7
2. Dermis (Korium)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa,
tempatkeberadaan kandung rambut, kelenjar keningat, kelenjar -
kelenjar palit (Sebacea) atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh
darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (mus kulus arektor
pill).
Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung
rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk batang rambut.
Kelenjar palit yang menempel di saluran kandung rambut,
menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara
kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95%
kulit jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat
diperkirakan antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak
mata serta yang paling tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki.
Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar
yang menyerupai selai dan sel-sel. Keberadaan ujung-ujung saraf perasa
dalam kulit jangat, memungkinkan membedakan berbagai rangsangan
dan luar. Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti
saraf dengan fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan
dingin. Saraf perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-
hal yang dapat merugikan din kita. Jika kita mendadak menjadi sangat
takut atau sangat tegang, otot penegak rambut yang menempel di
kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan bulu roma atau bulu
kuduk berdiri. Kelenjar palit yan menempel di kandung rambut
memproduksi minyak untuk melumasi permukaan kulit dan batang
rambut. Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui muara kandurig
rambut. Kelenjar keringat menghasilkan cairan keringat yang
dikeluarkan ke permukaan kulit melalui pon-pon kulit. Pada dasarnya
dermis terdiri atas sekumpulan serat-serat elastis yang dapat membuat
kulit berkerut akan kembali kebentuk semula dan serat protein ini yang
disebut kolagen. Serat serat kolagen ini disebut juga jaringan penunjang,

8
karena fungsinya dalam membentuk jaringan-jaringan kulit yang
menjaga kekeringan dan kelenturan kulit.
Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis
dan mudah mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang
menyebabkan kulit berkerut yaitu faktor usia atau kekurangan gizi.
Perlu diperhatikan bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat
menimbulkan cacat permanen, hal mi disebabkan kulit jangat tidak
memiliki kemampuan memperbaiki din sendiri seperti yang dimiliki
kulit an. Di dalam lapisan kulit jangat terdapat dua macam kelenjar
yaitu:
1. Kelenjan keringat (Sudorifera)
Kelenjar keringat terdiri darifundus (bagian yang melingkar) dan
duet yaitu saluran semacam pipa yang bermuara pada permukaan
kulit membentuk pon-pon keningat. Semua bagian tubuh dilengkapi
dengan kelenjar keringat dan lebih banyak terdapat dipermukaan
telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak. Kelenjar
keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa
pencernaan dan tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas,
latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar
keringat yaitu:
1) Kelenjar kerin got ekrin
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat
yang mengandung 95-97 persen air dan mengandung
beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida, granula
minyak, glusida dan sampingan dan metabolism seluler.
Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai dan
telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala.
Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan
menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada
orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing,

9
bergulung gulung dan salurannya bermuara Iangsung pada
permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.
2) Kelenjar kerin got apokrin
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah
kelamin dan daerah sekitar dubur (ano genital) menghasilkan
cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta
berbau khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak
dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau.
Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada
saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya
tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dan kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif
setelah usia akil dan tubuh. Kegiatannya terutama
dirangsang oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat
tertentu.
Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu:
 Kelenjar kerin got ekrin
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu
keringat yang mengandung 95-97 persen air dan
mengandung beberapa mineral, seperti garam,
sodium klorida, granula minyak, glusida dan
sampingan dan metabolism seluler. Kelenjar keringat
ini terdapat di seluruh kulit, mulai dan telapak tangan
dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya
di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan
14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang
dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin langsing,
bergulung gulung dan salurannya bermuara Iangsung
pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya.

10
 Kelenjar kerin got apokrin
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar,
daerah kelamin dan daerah sekitar dubur (ano
genital) menghasilkan cairan yang agak kental,
berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada
setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan
sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau.
Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea
pada saluran folikel rambut. Kelenjar keringat
apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya
sedikit cairan yang disekresikan dan kelenjar ini.
Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil baligh
dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh
hormon.

 Kelenjar Palit (Sebacea)

Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat


berdekatan dengan kandung rambut terdiri dan
gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke
dalam
kandung rambut (folikel). Folikel rambut
mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan
menjaga kelunakan rambut. Kelenjar palit
membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada
telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar palit
terdapat di semua bagian tubuh terutama
pada bagian muka. Pada umumnya, satu batang
rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau
kelenjar sebasea yang bermuara

11
pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala,
kelenjar palit atau kelenjar sebasea menghasilkan
minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala.
Pada kebotakan orang dewasa, ditemukan bahwa
kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar
sedangkan folikel rambutmengecil. Pada kulit badan
termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak
dan kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan,
maka kulit akan Iebih berminyak sehingga
memudahkan timbulnya jerawat.
3. Hipodermis/Subcutis.
Lapisan ¡ni terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan
limfe, saraf-saraf yang berjalan sejaja dengan permukaan kulit. Cabang-
cabang dan pembulu pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit
jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organ-organ tubuh bagian dalam, membentuk
kontur tubuh dan sebagai cadangari makanan. Ketebalan dan kedalaman
jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah
pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua,
kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian
tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, Iemaknya berkurang
sehingga kulit akan mengendur serta makin
kehilangan kontur.

Derivat Kulit
Rambut, kuku, dan kelenjar kulit merupakan derivat dari epidermis
meskipun berada dalam dermis, mereka berasal dari stratum germinativum
yang tumbuh ke arah bawah ke bagian yang lebih dalam dari kulit.
a. Kelenjar kulit
Kelenjar kulit dibedakan menjadi dua macam yaitu kelenjar sebasea
(kelenjar minyak) dan kelenjar keringat.

12
1) Kelenjar minyak terdapat hampir di semua permukaan kulit kecuali di
daerah-daerah yang tidak berambut seperti telapak tangan dan telapak
kaki. Saluran kelenjar minyak biasanya bermuara pada bagian atas
folikel rambut, tetapi pada beberapa terbuka langsung ke permukaan
kulit, seperti pada glans penis, glans klitoris, dan bibir. Sekresi
kelenjar minyak disebut sebum, merupakan campuran dari zat-zat
berminyak dan pecahan-pecahan sel. Sebum berfungsi sebagai
pelumas yangmemelihara kulit tetap halus, serta rambut tetap kuat.
Kelenjar minyak menjadi sangat aktif selama pubertas sehingga kulit
cenderung berminyak selama periodeini. Sering sebum mengumpul
pada suatu tempat, mengering, dan kadang mengandung bakteri,
membentuk gangguan kulit yang disebut “blackheads”. Kadang-
kadang kelenjar minyak mengalami infeksi aktif membentuk
“jerawat”.
2) Kelenjar keringat merupakan kelenjar eksokrin yang ekskresinya
dikeluarkan melalui pori-pori yang tersebar luas di seluruh permukaan
kulit. Kelenjar keringat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan
sekresinya, yaitu: kelenjar ekrin dan kelenjar apokrin, kelenjar ekrin
tersebar di seluruh permukaan tubuh memproduksi keringat jernih
yang terutama mengandung air, NaCl, dan urea, sedangkan kelenjar
apokrin dijumpai pada ketiak dan daerah genital. Di samping
mensekresikan air, NaCl, dan urea, kelenjar ini juga mensekresikan
zat dari bahandasar protein bersusu yang merupakan medium ideal
untuk mikroorganisme yang berada dalam kulit. Kelenjar keringat
berada di bawah pengendalian sistem saraf, merupakan bagian penting
dari alat regulasi suhu tubuh. Bila suhu lingkungan cukup panas, maka
kelenjar keringat akan mensekresikan keringat ke permukaan tubuh
untuk kemudian diuapkan airnya. Penguapan ini menggunakan panas
tubuh, sehingga penguapan keringat berlaku sebagai sistem keadaan
darurat untuk membebaskan panas apabila sistem pendingin kapiler
tidak bekerja dengan baik untuk memelihara homeostatis. Kedua jenis

13
kelenjar ini tersusun atas sel mioepitel (dari bahasa Latin: myo=otot),
sel epitel khusus yang terletak antara sel kelenjar dan lamina basalis
dibawahnya. Kontraksi sel mioepitel memeras kelenjar dan
melepaskan sekret yang sudah menumpuk. Aktivitas sekretorik sel
kelenjar dan kontraksi sel mioepitel dikendalikan oleh sistem saraf
otonom dan hormon yang beredar dalam tubuh.
b. Rambut
Rambut dijumpai di seluruh permukaan tubuh kecuali pada permukaan
tangan, permukaan kaki, dan bibir. Rambut dibungkus oleh folikel
rambut, yaitu suatu invaginasi epidermis yang terjadi selama periode
pertumbuhan dengan suatu pelebaran ujung yang dinamakan bulbus
rambut. Bagian rambut yang berada didalam folikel rambut disebut akar
rambut. Rambut dibentuk oleh mitosis sel-selepithelial germinal yang
mengalami deferensiasi menjadi sel-sel yang membentuk medula
rambut, korteks rambut, dan kutikula rambut. Sel-sel yang lebih tua
didesak menjauh dari daerah pertumbuhan ini, mereka mati dan
mengalami keratinisasi, membentuk bagian membesar dari pangkal
rambut.
Suatu rambut terdiri dari tiga lapis, bagian pusat disebut medula, yang
dikelilingi pertama-tama oleh korteks pelindung dan kemudian oleh
kutikula. Luka pada kutikula menyebabkan ujung rambut terbelah.
Folikel rambut dipisahkan dari dermis oleh membran hialin non seluler
yang disebut membran glasi, yang merupakan penebalan dari membran
basalis. Warna rambut ditentukan oleh jumlah pigmen dalam korteks
rambut. Bila struktur rambut diamati dengan cermat, akan nampak
umumnya tertanam miring pada kulit. Di bagian dalam dermis terdapat
pita kecil dari otot polos yang disebut pili arektor, menghubungkan salah
satu sisi folikel rambut ke lapisan papilla dermis. Bila otot ini
berkontraksi pada saat dingin atau takut, maka batang rambut akan
ditarik ke atas ke posisi yang lebih vertikal. Fenomena ini pada manusia
sering disebut “tegak bulu roma”. Aktivitas otot pili arektor juga

14
memberikan tekanan kepada kelenjar minyak di sekitar folikel,
menyebabkan sejumlah kecil sebum dibebaskan.Data tentang rambut:
1) Kecepatan pertumbuhan sehelai rambut: rata-rata 0,3 mm/ hari.
2) Kedalaman rambut di bawah kulit kepala: 4mm.
3) Diameter sehelai rambut: 45 mikron.
4) Dalam keadaan normal, sehelai rambut yang kering dapat
diperpanjang 30%, sedang rambut basah dapat diperpanjang 50%.
5) Jumlah rambut yang gugur setiap hari yakni 50- 100 helai.
6) Daya tahan rata-rat sehelai rambut: 100 gram.
7) Di atas 1 cm² kulit kepala kira-kira terdapat 200 helai rambut.
c. Kuku
Kuku merupakan derivat epidermis yang berupa lempeng-lempeng zat
tanduk terdapat pada permukaan dorsal ujung jari tangan dan jari kaki.
Kuku terdiri dari bagian akar dan bagian badan. Dilihat dari atas, pada
bagian proksimal badan kuku terdapat bagian putih berbentuk bulan sabit
yang disebut lunula. Warna putih lunula disebabkan epitel yang lebih
tebal dari epitel kasar kuku dan kurang melekatnya epitel dibawahnya
sehingga transmisi warna pembuluh darah kurang dipancarkan. Seperti
halnya rambut, kuku tersusun atas zat-zat mati, yaitu lapisan kompak dari
epitel yang mengalami pertandukan.
Kuku tumbuh ke arah distal, meluncur diatas kulit dasar kuku yang
dikenal sebagai hiponikium, yang melanjutkan diri keepidermis yang
meliputi permukaan ventral jari-jari. Perluasan epidermis berzattanduk
pada ujung proksimal lipatan kuku adalah eponikium atau kutikula. Kuku
hampir tidak berwarna tetapi nampak kemerahan karena warna
darahyang berada di dalam kapiler di bawah kuku. Bila seseorang
mengalami sianotik karena kekurangan oksigen dalam darah
menyebabkan kuku berwarna biru. Bagian-bagian kuku adalah:
1) Matriks kuku: merupakan pembentuk jaringan kuku yang baru.
2) Dinding kuku (nail wall): merupakan lipatan-lipatan kulit yang
menutupi bagian pinggir dan atas.

15
3) Dasar kuku (nail bed): merupakan bagian kulit yang ditutupi kuku.
4) Alur kuku (nail groove) : merupakan celah antara dinding dan dasar
kuku.
5) Akar kuku (nail root): merupakan bagian tengah kuku yang dikelilingi
dindingkuku.
6) Lempeng kuku (nail plate): merupakan bagian tengah kuku yang
dikelilingidinding kuku.
7) Lunula: merupakan bagian lempeng kuku berwarna putih dekat akar
kuku berbentuk bulan sabit, sering tertutup oleh kulit.
8) Eponikium: merupakan dinding kuku bagian proksimal, kulit arinya
menutupi bagian permukaan lempeng kuku.
9) Hiponikium: merupakan dasar kuku, kulit ari di bawah kuku yang
bebas (freeedge) menebal. (Rika Dkk, 2015)

16
C. FISIOLOGIS INTEGUMEN
Fungsi Integumen
1. Perlindungan
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1 atau 2 mm
saja, padahal kulit memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap invasi bakteri
dan benda asing lainnya.

2. Sensibilitas
Ujung- ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk
memantau secara terus menerus ke adaan lingkungan disekitarnya. Fungsi
utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindra suhu, rasa nyeri, sentuhan
yang ringan dan tekanan (sentuhan yng berat). Berbagai ujung saraf
bertanggung jawab untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda.
Meskipun terbesar diseluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi
pada sebagian daerah dibandingkan bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-
ujung jari tangan jauh lebih terinervasi ketimbang kulit pada bagian
punggung tangan.
2. Keseimbangan Air
Stratum korneum (lapisan tanduk) memiliki kemampuan untuk
menyerap air dan dengan demikian akan mencegah kehilangan air
serta elektrolit yang berlebihan dari bagian internal tubuh dan
pembertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.

3. Pengaturan Suhu
Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil
metabolisme makanan yang memproduksi energi. Panas ini akan
hilang terutama lewat kulit. Tiga proses fisik yang penting terlibat
dalam kehilangan panas dari tubuh ke lingkungan. Proses pertama,
yaitu radiasi, merupakan pemindahan panas ke benda lain yang
suhunya lebih rendah dan berada pada suatu jarak tertentu. Proses
kedua, yang dinamakan konduksi, merupakan pemindahan panas

17
dari tubuh ke benda lain yang lebih dingin yang bersentuhan dengan
tubuh. Panas yang dipindahkan lewat konduksi ke udara yang
melingkupi tubuh akan dihilangkan melalui proses ketiga, yaitu
konveksi, yang terdiri atas pergerakan massa molekul udara hangat
yang meninggalkan tubuh.
4. Produksi Vitamin
Kulit yang terpajan sinar ultraviolet dapat merubah subtansi yang
diperlukan untuk mensintesis vitamin D (kolekalsiferol). Vitamin D
merupakan unsur esensial untuk mencegah penyakit riketsia, suatu
keadaan yang terjadi akibat defisiensi vitamin D, kalsium serta
fosfor dan yang menyebabkan deformitas tulang. ( Jhon Gibson,
2003 )
3. Fisiologi Sistem Integumen
a. Fungsi Kulit (Rika,dkk.2015)
Kulit memiliki banyak fungsi diantaranya adalah:
1 Menutupi dan melindungi organ-organ dibawahnya
2 Melindungi tubuh dan masuknya mikroorganisme dan benda asing
Pengaturansuhu
3. Ekskresi: melalui perspirasi atau berkeringat membuang sejumlah
kecil urea. Sintesis: konversi 7-dehydrocholesterol menjadi vit D3
(Cholecalciferol) dengari bantuan sinar Uy.
4. Tempat penim bun lemak.
b. Proses Berkeringat
Panas merangsang hipotalamus anaterior (area preoptik), impuls
dipindahkan melalui jaras otonom ke medula spinalis dan kemudian melalui
saraf simpatis ke kulit ke seluruh tubuh. Saraf simpatis merangsang kelenjar
keringat untuk memproduksi keringat
c. Warna Pada Kulit dan Fungsi Melanin
Kulit mendapatkan warna dan 3 faktor:

18
 Adanya melanin (pigmen gelap yang diproduksi
melanosit): Melanin berfungsi untuk melindungi kulit
dan sinar ultraviolet yang berlebih
 Pigmen berwarna kuning (karoten): Dalam sel lemak
dermis dan hypodermis Warna darah: Dalam pembuluh dermal
dibawah
 lapisan epidermis

d. Proses dan Tahapan Penyembuhan luka


 Fase Inflamasi: terjadi sejak terjadi luka sampai kira-kira
han kelima. Fase ini menyebabkan pendarahan, dan
mengheritikannya dengan cara vasokonstriksi, retraksi
atau pengerutan pembuluh darah yang putus dan
reaksi hemostatis terjadi karena trombosit dan jala
fibrin keluar sehingga menyebabkan pembekuan. reaksi
inflamasi yaitu sel mast menghasilkan serotenin dan
histamin yang menyebabkan eksudasi cairan dan
peradangan itu menyebabkan membengkak, terjadi
kemerahan, rasa nyeri dan panas. Fase Poliperasi: berasal dan sel
mensenkrim yang belum deferensiasi menghasilkan
mukopolisakarida, asam amino glisin dan prolin yang merupakan
bahan dasar kolagen, serat yang akan mempertautkan tepi
luka. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling
menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka.
 Fase Peyudahan: odim dan sel radang di serap sel muda
menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen
yang berlebih diserap sisanya

19
D. GANGGUAN INTEGRITAS KULIT
Menurut Jan Tambayong, 2000
1. Penyakit jamur Pada Kulit
a. Penyakit Panu
Penyakit panu mempunyai nama lain yakni tinea vesicolor Merupakan
infeksi jamur yang dapat merusak jaringan luar kulit, penyakit panu
ini sering banyak menyerang pada anak-anak dan remaja Gejala atau
tanda-tanda penyakit jamur panu adalah terdapat bintik-bintik putih
yang terinfeksi oleh jamur dalam jumlah yang banyak seria terpisah-
pisah. Cara mengatasi penyakit panu di wajah atau di tubuh adalah
dengan cara mengoleskan salep atau cream anti jamur yang dapat anda
temukan di apotik terdekat sehingga jamur akan dapat diatasi dengan
cepat dan tidak menyebar ke area kulit yang lain.

b. Penyakit Kurap
Penyakit kurap mempunyai nama ilmiah yakni tinea corposis.
Merupakan sejenis penyakit jamur lainnya. Pada umumnya infeksi ini
tertular dan sentuhan atau kontak langsung, ataupun tidak secara
langsung dengan orang yang telah terinfeksi, pakaian, furniture yang
terdapat jamur ini atau hewan. Gejala atau tanda-tanda penyakit kurap
yaitu terlihat pada area tennfeksi yang berbentuk melingkar yang
berwarna merah seperti cincin Cara mengatasi penyakit kurap di kulit
atau tubuh adalah dengan cara mengoleskan salep anti jamur pada area
yang terinfeksi tersebut, apabila kasus ini sudah berat maka akan
diperukan pengobatan dan dalam.

c. Penyakit Tinea Capitis


lnfeksi Tinea Capitis ialah penyakit jamur yang menyerang pada
bagaian kulit kepala saja. penyakit ini sering sekali menyerang pada
hewan, dan juga dapat menyerang pada man usia. Gejala atau tanda-
tanda penyakit Tinea Capitis ialah rambut menjadi rontok di beberapa

20
daerah dan juga disertai dengan ruam bersisik, apabila sudah parah
ruam bersisik akan berbentuk besar, dan rasa sakit yang ditimbulkan
Dan apabita jika tidak segera ditangani secepatnya maka akan
menyembabkan rambut rontok dan botak secara permanen Cara
mengatasi penyakit Tinea capitis di kulit kepala, Penyakit tinea capitis
berbeda dengan penyakit jamur lainya, karena penyakit jamur ini
diperlukannya pengobatan secara teratur hingga selama 3 bulan
dengan mengkomsumsi obat yang diresepkan oleh dokter.

d. Penyakit (Meningitis Jamur)


Penyakit Meningitis ialah infeksi jamur yang disebabkan oleh
kriptokokus. Yang mengarah pada peradangan di selaput tipis, yang
dapat menutupi sumsum tulang belakang seria otak. Penyakit ini dapat
mengancam jiwa sesorang, meningitis jamur umum yang
mempengaruhi banyak pasien terkena H I V. lnfeksi ini biasanya dapat
diperoleh melalui inhalasi sel-sel jamur di udara. Dan organism ini
berkembang didalam tubuh dengan sistem kekebalan lemah. Gejala
atau tanda-tanda penyakit meningitis jamur adalah sakit kepala,
kebingungan, mengantuk.
Cara mengatasi penyakit meningitis jamur adalah dengan cara
pengobatan anti-jamur yang umumnya diberikan secara intravena
yang bisa berlangsung selama berrrìinggu-minggu Iebih. Seria obat
yang diberikan untuk menceaahnva kekambuhan.
2. Trauma pada Kulit
Trauma pada kulit adalah kondisi dimana kulit atau beberapa lapisan
jaringan epithelial mengalami trauma atau lesi fisik, dapat berupa open cut,
terbakar, rupture, nyeri, dan lain-lain.
Yang diklasifikasikan sebagai trauma primer pada kulit adalah erupsi kulit;
misal pada papula, vesikel, pustule, herpes, bulla, macula, nodul, ptechiae,
ekimosis, eritema, furunkel, maupun tumor.

21
Sementara yang diklasifikasikan sebagai trauma sekunder adalah jenis-jenis
erupsi kulit, dimana dapat disebabkan oleh trauma.

 Abrasi à luka akibat gesekan, dapat sembuh spontan dengan sedikit


jaringan parut. Lapisan kulit robek, meninggalkan lapisan jaringan ikat
yang lunak dan tak terlindungi. Disebut juga strawberry injury.
 Insisi à merupakan tipe clean cut, dapat hanya memotong lapisan kulit,
namun harus diperiksa apakah sampai memotong tendo dan saraf.
 Laserasi à luka luas, namun tipe clean cut seperti insisi, meski bisa juga
diakibatkan oleh trauma tumpul yang membentuk hematoma pada
jaringan lunak. Umumnya lebih dalam dan menembus jaringan vascular.
 Kontusio à terdapat nyeri, perubahan warna, bengkak/memar, namun
tanpa disertai luka koyak pada lapisan kulit. Meski lapisan kulit
superfisial tidak terluka, trauma jenis ini bisa melukai lapisan dalam
seperti otot, jaringan ikat, dan vascular.
 Blisters/lecet à luka akibat gesekan dengan tekanan tinggi, seperti jenis
luka yang didapat pada palmar apabila jatuh dari sepeda sambil menahan
bobot tubuh sehingga sebagian lapisan kulit dan jaringan di bawahnya
akan terlepas.
 Frostbite (Dermatitis Congelation) à destruksi lapisan kulit dan jaringan
di bawahnya akibat bekunya jaringan kulit. Tingkat keparahannya
dinilai dari sampai lapisan mana yang mengalami kebekuan dan mati.

3. Inflamasi Umum Pada Kulit


Kulit kering adalah kondisi non-inflamasi,tetapi akan menjadi merah bila
tidak hilang.
Kulit kering ini paling umum dan terdiri dari kekasaran,kulit mengeripik
dengan atau tanpa pruritus.Pengobatan pada kulit kering meliputi rehidrasi
dengan pelembab dan air,bersamaan dengan krim barier.
 Akne
Akne vulgaris adalah penyakit inflamasi menahun dan umum pada
kelenjar sebasea dan folikel rambut kulit,juga dikenal sebagai

22
duktus pilosebasea.Akne vulgaris diakibatkan oleh dua
faktor:1)akumulasi sebum,sekresi lemak yang dilumasi oleh
pemecahan sel sebasea dan 2)iritasi area di sekitar folikel
rambut,yang menimbulkan perifolikuliti. Perkembangan akne
tergantung beberapa faktor:herediter,kosmetik dengan dasar
lemak,obat-obatan(steroid,androgen) dan adanya bakteri.
 Dermatis ekzema akut
Ini adalah penyakit inflamasi superfisial pada kulit.Secara
morfologis,perubahan dermatitis akut dan menahun adalah spesifik
dan dapat dikenali.Jenis-jenisnya:dermatitis kontak,dermatitis
atopik,dan dermatitis seboreik.

4. Infeksi Virus pada kulit


a. Herpes simpleks
Herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 atau
2.Infeksi tipe 1 ditandai munculnya satu atau lebih kelompok vesikel
dekat bibir atau sekitar lubang hidung.Tipe 2 munculnya di daerah
genital.

b. Herpes zoster
1-2 hari sebelum timbul gejala herpes zoster,ada rasa sakit di daerah
yang terkena.Timbul vesikel-vesikel berkelompok,tersebar
sepanjang dermatom unilateral(karna mengenai sarafnya).Vesikel
ini kemudian menjadi krusta,dan sembuh setelah kira-kira 2,5
minggu.Perasaan sakit di daerah lesi tetap ada,meski lesi kulit sudah
sembuh.

E. PENGKAJIAN GANGGUAN INTEGRITAS KULIT


Luka Bakar
 Definisi

23
Luka bakar merupakan cedera paling berat yang mengakibatkan
permasalahan yang kompleks, tidak hanya menyebabkan kerusakan
kulit namun juga seluruh sistem tubuh (Nina,2008). Luka bakar adalah
trauma yang diakibatkan oleh panas, bahan kimia, arus listrik, dan petir
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam. Luas
permukaan tubuh yang terbakar akan mempengaruhi metabolisme dan
fungsi sel tubuh dan mengganggu semua sistem terutama sistem
kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).

Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap


trauma termal. Terdapat dua jenis luka bakar menurut ketebalannya.
Luka bakar dengan ketebalan parsial adalah luka bakar yang tidak
merusak epitel atau merusak sebagian dari epitel, sedangkan luka bakar
dengan ketebalan penuh merusak semua sumber-sumber pertumbuhan
kembali epitel kulit dan jika permukaan kulit yang terluka luas akan
membutuhkan eksisi dan cangkok kulit (Grace & Borley,2006).

Luka bakar merupakan kondisi terjadinya luka akibat terbakar yang


disebabkan oleh panas yang tinggi, senyawa kimia, kistrik dan
pemajanan sinar matahari yang berlebihan. Pengobatan luka bakar
harus dibedakan berdasarkan luasnya. Pada prinsip rule of nine luka
bakar dibagi menjadi beberapa bagian yakni bagian kepala 9%, dada
18%, punggung 18%, anggota gerak atas 18%, paha 18% dan anggota
gerak bawah 18%, perineum dan genitalia 1% (Hidayat, 2008).

Adanya luka bakar pada tubuh akan merusak fungsi kulit yakni
melindungi tubuh dari kotoran dan infeksi. Apabila banyak permukaan
tubuh yang terbakar, maka dapat mengancam jiwa seseorang karena
adanya kerusakan pembuluh darah, ketidakseimbangan elektrolit dan
suhu tubuh, gangguan pernapasan serta fungsi saraf (Adibah &
Winasis,2014 dalam Sari,2015).

24
Luka bakar yang luas dapat menyebabkan shock. Hal ini terjadi karena
cairan tubuh sebagian besar dikirim ke daerah yang terbakar sehingga
volume darah yang dialirkan ke otak dan jantung berkurang. Shock
pada anak-anak dapat terjadi jika luka bakar seluas 10%, sedangkan
pada orang dewasa seluas 20% (Mohamad,2005).

 Klasifikasi Luka Bakar


American College of Surgeon Health Policy Research Institute (2011)
membagi luka bakar menjadi tiga tingkatan, yakni :

1. First degree (partial thickness) : pada daerah superfisial,


berwarna merah, terasa nyeri.
2. Second degree (Partial thickness) : kulit kemerahan, melepuh,
bengkak, dan sangat nyeri.
3. Third degree (full thickness) : kulit berwarna keputihan, hangus,
tembus hingga saraf, ada sensasi seperti tusukan jarum di area
yang terbakar.

Menurut Di Maio & Dana (1998), luka bakar dibedakan menjadi 4 derajat
berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak, yaitu :

 Luka bakar derajat 1 (superficial burn)


Terjadi kerusakan hanya di permukaan kulit, kulit kemerahan, tidak ada
bulla, sedikit oedem dan nyeri, dan tidak menimbulkan jaringan parut
setelah sembuh.

Gambar 2.1 Luka Bakar Derajat Satu (Sumber : www. mediskus.com)

25
 Luka bakar derajat 2 (partial thickness burn)
TerjAdi kerusakan pada semua lapisan epidermis dan sebagian dermis.
Terdapat bula, sedikit oedema, dan nyeri berat.

Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat Dua (Sumber : www. mediskus.com)

 Luka bakar derajat 3 (full partial thickness burn)

Terjadi kerusakan pada semua lapisan kulit dan terdapat nekrosis, lesi
tampak putih, hilang sensasi rasa pada kulit dan akan menimbulkan
jaringan parut setelah sembuh.

Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat Tiga (Sumber : www.


mediskus.com)

26
 Luka bakar derajat 4 (charring injury)

Kulit tampak hitam seperti arang akibat jaringan yang terbakar. Kerusakan
terjadi pada seluruh kulit, jaringan subkutan dan tulang akan hangus.
Menurut James (1990) dalam Dewi (2013), berdasarkan derajat dan luasnya
kulit yang terkena luka bakar dikategorikan menjadi 3 yakni ringan, sedang
dan berat.

1. Luka bakar ringan jika ada luka bakar derajat I sebesar <15% atau
derajat II sebesar <2%.
2. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat I sebesar 10-15% atau
derajat II sebesar 5-10%.
3. Luka bakar sedang jika ada luka bakar derajat II sebesar >20% atau
derajat III sebesar >10% atau mengenai wajah, tangan-kaki, alat
kelamin, persendian, sekitar ketiak atau akibat listrik tegangan tinggi
(>1000V) atau dengan komplikasi patah tulang maupun kerusakan
jaringan lunak/gangguan jalan napas.

 Etiologi
1. Luka bakar termal
Luka bakar thermal disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan atau gas panas dan bahan padat (solid). Luka
bakar paling sering disebabkan karena terpajan suhu panas
seperti terbakar api secara langsung atau terkena logam yang
panas (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).

2. Luka bakar kimia


Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat. Derajat luka bakar karena bahan kimia
berhubungan langsung dengan lama kontak, konsentrasi zat
kimia dan banyaknya jaringan yang terpapar. Semua pakaian

27
yang terkena harus dilepas dan kulit diperiksa untuk melihat
daerah luka. Karena kedalaman luka juga ditentukan oleh
konsentrasi agen yang ada pada kulit, maka pengenceran dengan
bilasan air yang banyak menjadi tahapan dalam penatalaksanaan
pasien luka bakar akibat basa kuat lebih merusak daripada akibat
asam kuat (Sabiston, 1995; Borley & Grace, 2006;
Rahayuningsih,2012).
3. Luka bakar listrik
Luka bakar akibat listrik adalah kerusakan yang terjadi ketika
arus listrik mengalir ke dalam tubuh manusia dan membakar
jaringan ataupun menyebabkan terganggunya fungsi suatu organ
dalam. Tubuh manusia merupakan penghantar listrik yang baik.
Arus listrik yang mengalir ke dalam tubuh manusia akan
menghasilkan panas yang dapat membakar dan menghancurkan
jaringan tubuh. Meskipun luka bakar listrik tampak ringan, tetapi
mungkin saja telah terjadi kerusakan organ dalam yang serius,
terutama pada jantung, otot atau otak. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage, dan cara
gelombang listrik mengenai tubuh (Borley & Grace, 2006;
Rahayuningsih,2012).
Arus listrik bisa menyebabkan terjadinya cedera melalui 3 cara:

1. Henti jantung (cardiac arrest) akibat efek listrik terhadap


jantung
2. Perusakan otot, saraf dan jaringan oleh arus listrik yang
melewati tubuh
3. Luka bakar termal akibat kontak dengan sumber listrik.

4. Luka bakar radiasi

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber


radioaktif. Hal ini berhubungan dengan penggunaan radiasi

28
ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan
terapeutik pada dunia kedokteran. Terpapar oleh sinar
matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan
salah satu tipe luka bakar radiasi. Awalnya luka ini dengan
kedalaman sebagian, tetapi dapat berlanjut ke trauma yang
lebih dalam (Borley & Grace, 2006; Rahayuningsih,2012).

 Penentuan Luas Luka Bakar


Pada luka bakar dapat ditentukan luas lukanya dengan beberapa
metode, diantaranya rule of nine, Lund and Browder, dan Hand Palm.
Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh
yang terkena luka bakar.
1. Rule of Nine

Gambar 2.4. Penilaian Luka Bakar berdasarkan Rule of Nine


(Sumber : www.medical-dictionary.thefreedictionary.com)

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatannya yang


terkenal dengan rule of nine. Metode ini dikenal sejak tahun 1940
sebagai pengkajian cepat untuk menentukan perkiraan luas luka
bakar. Dalam metode ini, tubuh dibagi menjadi beberapa bagian
anatomi dan setiap bagian mewakili 9% kecuali daerah genital.

29
a. Kepala dan leher : 9%
b. Ekstremitas atas : 2 x 9% (kanan dan kiri)
c. Paha dan betis-kaki : 4 x 9% (kanan dan kiri)
d. Dada, perut, punggung, bokong : 4 x 9% (kanan dan kiri)
e. Perineum dan genitalia : 1%

2. Lund and Browder


Pada metode ini total area tubuh yang terkena dikalkulasikan
berdasarkan lokasi dan usia. Metode lund and browder
merupakan modifikasi prosentase bagian tubuh menurut usia
yang memberikan perhitungan lebih akurat tentang luas luka
bakar. (Hardisman,2014). Pada anak di bawah usia 1 tahun
kepala sebesar 19% dan setiap pertambahan usia satu tahun ,
prosentase kepala tutun 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Gambar 2.5
Penilaian Luka Bakar dengan Metode Lund and Browder
(Sumber : google.com)

 Hand Palm
Pada metode permukaan telapak tangan (hand palm), area permukaan
tangan pasien adalah sekitar 1% dari total luas permukaan tubuh.
Biasanya metode ini digunakan untuk luka bakar kecil (Gurnida &
Lilisari,2011).

30
 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh. Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau
radiasi kulit dengan luka bakar akan mengalami keusakan pada
epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung lamanya kulit
kontak dengan sumber panas (Effendi, 1999).
Cidera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya respon
patofisiologis ini berkaitan erat dengan luasnya luka bakar dan mencapai
masa stabil ketika terjadi luka bakar kira0kira 60% seluruh permukaan
tubuh (Hudak & Gall, 1996).
Tingkat keperawatan perubahan tergantung pada luas dan kedalaman
luka bakar yang menimbulkan kerusakan dimulai dari terjadinya luka
bakar dan berlangsung 24 – 72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan
pergeseran cairan dari komponen vaskuler ke ruang interstisium. Bila
jaringan terbakar, vasodilatsi meningkatkan permeabilitas kapiler dan
timbul perubahan permeabilitas sel pada luka bakar dan sel disekitarnya.
Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada ekstra sel, sodium
chloride dan protein lewat melalui daerah yang tebakar dan membentuk
gelembung-gelembung dan edema atau keluar melalui luka terbuka.
Akibat adanya edema luka bakar, lingkungan kulit mengalami
kerusakan. Kulit sebagai barier mekanik berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan diri yang penting dari organisme yang masuk. Terjadinya
kerusakan lingkugan kulit akan memungkinkan mikro organisme masuk
dalma tubuh dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat
proses penyembuhan luka. Dengan adanya edema juga akan
berpengaruh terhadap peningkatan peregangan pembuluh darah dan
saraf yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri terseut dapat
mengganggu mobilitas pasien.

Ketika terjadi kehilangan cairan dalam sitem vaskuler, terjadi homo


konsentrasi dan hematokrit naik, cairan darah menjadi kurang lancar

31
pada daerah luka bakar dan nutrisi kurang. Adanya cidera luka bakar
menyebabkan tahanan vaskuler perifer meningkat sebagai akibat respon
stress neurohomoral. Hal tersebut dapat meningkatkan afterload jantung
dan mengakibatkan penurunan curah jantung lebih lanjut. Akibat
penuruna curah jantung, menyebabakan metabolisme anaerob dan hasil
akhir produk asam ditahan karena rusaknya fungsi ginjal. Selanjutnya
timbul asidosis metabolik yang menyebabkan perfusi jaringan terjadi
tidak sempurna.

Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap dalam kondisi akut.


Periode ini ditandai dengan anemia dan malnutrisi. Anemia akan
berkembang akibat banyak kehilangan eritrosit. Keseimbangan nitrigen
negatif mulai terjadi pada waktu terjadi luka bakar yang disebabkan
kerusakan jaringan kehilangan protein dan akibat respon stress. Hal ini
akan berlangsung selama periode akut karena terus menerus kehilangan
protein melalui luka.

Gangguan respiratori timbu karena obstruksi saluran nafas bagian atas


atau karena efek syok hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian atas
disebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang
terlalu panas, menimbulkan iritasi pada saluran nafas, edema laring dan
obstruksi potensial

Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung
atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai
440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat
ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah
merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.
Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler
keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan
tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan

32
perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan
jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik.
Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak
mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini
dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh


kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi
sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan
peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan
(H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik
dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus
menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang
mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah
terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan
sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting
seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan
neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi system

33
Keadaan yang memperberat luka bakar
1. Syok hipovolemik
Pada luka bakar yang berat akan mengakibatkan koagulasi
disertai dengan nekrosis jaringan yang akan menimbulkan
respon fisiologis pada setiap system organ, tergantung pada
ukuran luka bakar yang terjadi. Destruksi jaringan akan disertai
dengan peningkatan permebilitas kapiler sehingga cairan
intravena akan keluar ke interstisial. Hal ini akan disertai dengan
proses evaporasi pada bagian kulit yang rusak sehingga cairan
tidak akan bertahan lama. Keadaan ini selanjutnya akan
mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik.
Pada kondisi ini perlu dilakukan resusitasi cairan segera. Selama
ini digunakan cairan isotonik (RL); dengan cara ini cukup efektif
menangani syok hipovolemik dan juga dapat mengurangi
kebutuhan terhadap transfuse darah. Cairan koloid lainnya sepert
Asetat Ringer (AR) juga dapat digunakan. Pemberiannya
dilakukan dalam waktu cepat, menggunakan beberapa jalur
intravena, bila perlu melalui vascular access (vena seksi dan
sebagainya). Jumlah cairan yang diberikan adalah tiga kali
jumlah cairan yang diperkirakan hilang.

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada regimen


resusitasi cairan berdasarkan formula yang ada. Pada keadaan
yang menyertai syok seperti sepsis, hipoksi jaringan, proses
gluko-neogenesis dan oksidasi hepatik yang melemah
merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya
kenaikan laktat dalam plasma (s/d 600%). Kadar laktat plasma
yang meningkat ini berhubungan dengan kerja miokardial rang
meningkatkan mortalitas. Dalam kondisi ini penggunaan RL
seringkali tidak memperbaiki keadaan, bahkan membahayakan.

34
Sebagai alternatif, Asetat Ringer merupakan cairan yang secara
fisiologik sama dengan RL , tanpa kandungan laktat. Dengan
pemberian Asetat ringer ini asetat segera di metabolisme dengan
cepat sehingga akan diikuti dengan perbaikan keseimbangan
asambasa.

2. Infeksi, Sepsis, SIRS, dan MODS


Infeksi luka bakar Jarang terjadi pada partial-thickness burns
kecuali jika terdapat kelalaian dalam penanganan luka bakar
derajat II ini. infeksi jaringan invasive sering terjadi pada pasien
dengan luka bakar derajat III yang meliputi lebih dari 30%
permukaan tubuhnya. Resiko terjadinya infeksi pada luka bakar
meningkat jika terdapat luka terbuka atau karena komorbiditas.

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka


mortalitas pada pasien luka bakar maupun pasien trauma
lainnya. Dalam penelitian dilaporkan bahwa SIRS dan MODS
menyebabkan kematian sebesar 81% pasca trauma.

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik


terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun
noninfeksi seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis,
pankreatitis, dll. Respon ini merupakan dampak dari pelepasan
mediator-mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya
bersifat fisiologik dalam proses penyembuhan luka, namun oleh
karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan faktor
pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami
eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ
sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan
kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-

35
system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan
berbagai organ (Multi-system Organ Failure/MOF).

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka


mortalitas pada pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya.
Dalam penelitian dilaporkan SIRS dan MODS keduanya
menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan dapat
dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada
MODS.
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu
infection, injury, inflamation, inadequate blood flow, dan
ischemia-reperfusion injury. Kriteria klinik yang digunakan,
mengikuti hasil konsensus American College of Chest
phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991,
yaitu bila dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut
selama beberapa hari, yaitu:

1. Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)


2. Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
3. Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan
parsial CO2 rendah (PaCO2)
4. Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm < 32 mmHg)
3 ), leukopeni (< 4000 sel/mm

Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil


kultur darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis.
SIRS akan selalu berkaitan dengan MODS karena MODS
merupakan akhir dari SIRS) atau dijumpai > 10% netrofil
dalam bentuk imatur (band).Pada dasarnya MODS adalah
kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada
pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat
dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut,

36
SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan sehingga
dapat dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih
berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang
berawal dari SIRS. Perjalanan SIRS dijelaskan menurut teori
yang dikembangkan oleh Bone dalam beberapa tahap

Tahap I

Patofisiologi Respon inflamasi sistemik didahului oleh


suatu penyebab, misalnya luka bakar atau trauma berat lainnya.
Kerusakan lokal merangsang pelepasan berbagai mediator
proinflamasi seperti sitokin; yang selain membangkitkan
respon inflamasi juga berperan pada proses penyembuhan luka
dan mengerahkan sel-sel retikuloendotelial. Sitokin adalah
pembawa pesan fisiologik dari respon inflamasi. Molekul
utamanya meliputi Tumor Necrotizing Factor (TNFα),
interleukin (IL Tahap I 1, IL6), interferon, Colony Stimulating
Factor (CSF), dan lain-lain. Efektor selular respon inflamasi
adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel endotel.
Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder seperti
prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet Activating
Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel
teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan
kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini
mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping
itu timbul efek pembatasan (walling off) jaringan cedera
sehingga secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.

Tahap II

37
Sejumlah kecil sitokin yang dilepaskan ke dalam
sirkulasi justru meningkatkan respon lokal. Terjadi
pergerakan makrofag, trombosit dan stimulasi produksi
faktor pertumbuhan (Growth Factor/GF). Selanjutnya
dimulailah respon fase akut yang terkontrol secara simultan
melalui penurunan kadar mediator proinflamasi dan
pelepasan antagonis endogen (antagonis reseptor IL Tahap II
1 dan mediator-mediator anti-inflamasi lain seperti IL4,
IL10, IL11, reseptor terlarut TNF (Transforming Growth
Factor/TGF). Dengan demikian mediator-mediator tersebut
menjaga respon inflamasi awal yang dikendalikan dengan
baik oleh down regulating cytokine production dan efek
antagonis terhadap sitokin yang telah dilepaskan. Keadaan
ini berlangsung hingga homeostasis terjaga.

Tahap III

Jika homeostasis tidak dapat dikembalikan,


berkembang tahap III (SIRS); terjadi reaksi sistemik masif.
Efek predominan dari sitokin berubah menjadi destruktif.
Sirkulasi dibanjiri mediator-mediator inflamasi sehingga
integritas dinding kapiler rusak. Sitokin merambah ke dalam
berbagai organ dan mengakibatkan kerusakan. Respon
destruktif regional dan sistemik (terjadi peningkatan
vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas mikrovaskular,
akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel leukosit-
endotel) yang mengakibatkan perubahan-perubahan
patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat
dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan
kematian.

38
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS.
Pada pasien luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30%
kasus mengalami MODS. Ada 3 teori yang menjelaskan
timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang mana ketiganya
terjadi secara simultan.

1. Teori pertama menyebutkan bahwa syok yang terjadi menyebabkan


penurunan penurunan sirkulasi di daerah splangnikus, perfusi ke jaringan
usus terganggu menyebabkan disrupsi mukosa saluran cerna. Disrupsi
mukosa menyebakan fungsi mukosa sebagai barrier berkurang/hilang, dan
mempermudah terjadinya translokasi bakteri. Bakteri yang mengalami
translokasi umumnya flora normal usus yang bersifat komensal, berubah
menjadi oportunistik; khususnya akibat perubahan suasana di dalam lumen
usus (puasa, pemberian antasida dan beberapa jenis antibiotika). Selain
kehilangan fungsi sebagai barrier terhadap kuman, daya imunitas juga
berkurang (kulit, mukosa), sehingga mudah dirusak oleh toksin yang berasal
dari kuman (endo atau enterotoksin). Pada kondisi disrupsi, bila pasien
dipuasakan, maka proses degenerasi mukosa justru berlanjut menjadi atrofi
mukosa usus yang dapat memperberat keadaan.

Gangguan sirkulasi ke berbagai organ menyebabkan kondisi-kondisi yang


memicu SIRS. Gangguan sirkulasi serebral menyebabkan disfungsi karena
gangguan sistem autoregulasi serebral yang memberi dampak sistemik
(ensefelopati). Gangguan sirkulasi ke ginjal menyebabkan iskemi ginjal
khususnya tubulus berlanjut dengan Acute Tubular Necrosis (ATN) yang
berakhir dengan gagal ginjal (Acute Renal Failure/ARF). Gangguan sirkulasi
perifer menyebabkan iskemi otot-otot dengan dampak pemecahan glikoprotein
yang meningkatkan produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai
modulator sepsis. Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen
menyebabkan terutama gangguan sistim imun; karena penurunan produksi
limfosit dan penurunan fungsi barrier kulit.

39
2. Teori kedua menjelaskan pelepasan Lipid Protein Complex (LPC) yang
sebelumnya dikenal dengan burn toxin dari jaringan nekrosis akibat cedera
termis. LPC memiliki toksisitas ribuan kali di atas endotoksin dalam
merangsang pelepasan mediator pro-inflamasi; namun pelepasan LPC ini
tidak ada hubungannya dengan infeksi. Respon yang timbul mulanya bersifat
lokal, terbatas pada daerah cedera; kemudian berkembang menjadi suatu
bentuk respon sistemik.

3. Teori ketiga menjelaskan kekacauan sistem metabolisme (hipometabolik


pada fase akut dilanjutkan hipermetabolik pada fase selanjutnya) yang
menguras seluruh modalitas tubuh khususnya sistim imunologi. Mediator-
mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sebagai respon terhadap
suatu cedera tidak hanya menyerang benda asing atau toksin yang ada; tetapi
juga menimbulkan kerusakan pada jaringan organ sistemik. Kondisi ini
dimungkinkan karena luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang
bersifat imunosupresif.

Manifestasi Klinis

Kedalaman dan
Bagian Kulit Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Gejala
yang Terkena Luka Kesembuhan
Bakar

Derajat Satu Kesemutan, Kesembuhan


(Superfisial): hiperestesia Memerah, menjadi lengkap dalam
Tersengat (supersensivitas), putih ketika waktu satu
Epidermis
matahari, terkena rasa nyeri ditekan minimal minggu, terjadi
api dengan mereda jika atau tanpa edema pengelupasan
intensitas rendah didinginkan kulit

40
Derajat Dua Epidermis dan Melepuh, dasar Kesembuhan
Nyeri,
(Partial- bagian dermis. luka berbintik- dalam waktu 2-3
hiperestesia,
Thickness): bintik merah, minggu,
sensitif terhadap
Tersiram air epidermis retak, pembentukan
udara yang
mendidih, permukaan luka parut dan
dingin.
terbakar oleh basah, terdapat depigmentasi,
nyala api edema. infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat-
tiga.

Akan sembuh
2a = Superficial Kulit tampak dengan
partial thickness Nyeri dan sangat kemerahan, oedem sendirinya dalam
Epidermis dan nyeri 3 minggu (bila
sensitif oleh dan rasa
lapisan atas dari lebih berat tidak terkena
tekanan.
dermis daripada luka infeksi ), Tapi
bakar grade I, warna kulit tidak
ditandai dengan akan sama

bula yang muncul seperti


beberapa jam sebelumnya.
setelah terkena
luka, bila bula
disingkirkan akan
terlihat luka
bewarna merah
muda yang basah,
Luka sangat

41
sensitive dan akan
menjadi lebih
pucat bila terkena
tekanan.

Disertai juga
dengan bula,
permukaan luka
berbecak merah
muda dan putih Luka akan
karena variasi dari sembuh dalam 3-
2b = Deep
vaskularisasi 9 minggu.
partial thickness
Epidermis dan Nyeri dan
pembuluh darah ( Organ-organ
lapisan dalam sensitif.
bagian yang putih kulit seperti
dari dermis
punya hanya folikel-folikel
sedikit pembuluh rambut, kelenjar
darah dan yang keringat, kelenjar
merah muda sebasea sebagian
mempunyai besar masih utuh.
beberapa aliran
darah.

Derajat Tiga Tidak terasa Kering, luka bakar Pembentukan


(Full- Epidermis, nyeri, syok, berwarna putih skar, diperlukan

Thickness): keseluruhan hematuria seperti bahan kulit pencangkokan,

Terbakar nyala dermis dan (adanya darah atau gosong, kulit pembentukan
api, terkena kadang-kadang dalam urin) dan retak dengan parut dan
cairan mendidih jaringan kemungkinan bagian lemak yang hilangnya kontur

dalam waktu subkutan pula hemolisis tampak, terdapat serta fungsi kulit,
yang lama, (destruksi sel edema hilangnya jari

42
tersengat arus darah merah), tangan atau
listrik kemungkinan ekstrenitas dapat
terdapat luka terjadi
masuk dan keluar
(pada luka bakar
listrik)

Komplikasi

a. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal.


b. Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler,


syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh
darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia.

c. Adult Respiratory Distress Syndrome, akibat kegagalan respirasi terjadi jika


derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa
pasien.

d. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling

Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik
akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause.
Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif
(hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces,
regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus
curling.

43
e. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.

f. Gagal ginjal akut

Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak
adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

g. Kontraktur

Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka bakar yaitu
:

1. Laboratorium

1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya


pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbondioksida (PaCO2) mungkin terlihat padaretensi karbon monoksida.

44
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awalmungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan
, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatancairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungandengan perpindahan
cairan interstisial ataugangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

2. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek


atau luasnya cedera.

3. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemiamiokardial atau distritmia.

4. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhanluka bakar.

Penatalaksanaan

1. Pengkajian primer

1. Airway

Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan yang


terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi
berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis
disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau
krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama sebelum

45
dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada
luka bakar akut dengan kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa
nasofaringeal, endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa
menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi dan atau
krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang
diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan memungkinkan lavase
bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi sudah dijumpai obstruksi,
krikotiroidektomi merupakan indikasi dan pilihan.

2. Breathing

Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan dada terkait keteraturan


dan frekuensinya. Adanya suara nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :

a. Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret banyak, dapat
ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah mencukupi, penderita trauma
inhalasi mengalami gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi jalan
nafas; bukan karena kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10
L/mnt) atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan barotrauma)
yang diikuti terjadinya stres oksidatif.

b. Humidifikasi

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap air adalah untuk
mengencerkan sekret kental (agar mudah dikeluarkan) dan meredam proses
inflamasi mukosa.

c. Terapi inhalasi

Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila dihembuskan melalui pipa


endotrakea atau krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma

46
inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik
terhadap mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang
potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan pemberian
atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut menggunakan steroid.

d. Lavase bronkoalveolar

Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk mengatasi


permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas dibandingkan tindakan
humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat (mucusplug)
dapat dilepas dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode
endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan
terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi
jalan nafas.

e. Rehabilitasi pernafasan

Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal mungkin. Beberapa prosedur


rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak fase akut antara lain:

a. Pengaturan posisi
b. Melatih reflek batuk
c. Melatih otot-otot pernafasan.

Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian dilakukan secara aktif saat
hemodinamik stabil dan pasien sudah lebih kooperatif

f. Penggunaan ventilator

Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan distresparpernafasan


secara bermakna memperbaiki fungsi sistem pernafasan dengan positive end-
expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.

3. Circulation

47
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar, melambatnya capillary refill time,
hipotensi, mukosa kering, nadi meningkat.
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan pemasangan IV
line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk
mempertahankan volume sirkulasi

a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur menggunakan jarum


atau kateter yang besar minimal no 18, hal ini penting untuk keperluan
resusitasi dan tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)

Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan merupakan


parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada dalam
sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai
CVP yang tidak meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya
peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik,
pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat
pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan hipervolemia yang ditandai
dengan terjadinya peningkatan CVP.

2. Nilai ukuran luka bakar (aturan 9 dari Wallace))

Perawatan luka bakar di unit perawatan luka bakar, terdapat dua jenis perawatan
luka selama dirawat di bangsal yaitu:

1. Perawatan terbuka: luka yang telah diberi obat topical dibiarkan terbuka
tanpa balutan dan diberi pelindung cradle bed. Biasanya juga dilakukan
untuk daerah yang sulit dibalut seperti wajah, perineum, dan lipat paha.
2. Perawatan tertutup: penutupan luka dengan balutan kasa steril setelah
dibeikan obat topical.

48
Penanganan luka bakar di unit gawat darurat

Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam pertama yaitu:

1. Penilaian keadaan umum pasien, perhatikan Airway (jalan nafas), Breathing


(pernafasan), Circulation (sirkulasi)
2. Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
3. Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran pernafasan
4. Kaji adanya faktor – faktor lain yang memperberat luka bakar seperti adanya
fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti diabetes, hipertensi, gagal
ginjal, dll)
5. Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III biasanya
dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter) digunakan untuk mengetahui
permeabilitas vaskular dengan monitoring nilai CVP yang semakin
meningkat
6. Pasang kateter urin, pasang NGT jika diperlukan, beri terapi oksigen sesuai
kebutuhan
7. Berikan suntikan ATS / toxoid
8. Perawatan luka :

a. Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 : 100)


b. Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada sendi yang
mengganggu pergerakan
c. Selimuti pasien dengan selimut steril

9. Pemberian obat – obatan (kolaborasi dokter): Antasida H2 antagonis, Roborantia


(vitamin C dan A), Analgetik, Antibiotic
10. Mobilisasi secara dini dan pengaturan posisi

Keterangan:

a. Pada 8 jam I diberikan ½ dari kebutuhan cairan

49
b. Pada 8 jam II diberikan ¼ dari kebutuhan cairan
c. Pada 8 jam III diberikan sisanya

Penanganan luka bakar di unit perawatan intensif.

Hal yang perlu diperhatikan pada pasien meliputi:

1. Pantau keadaan pasien dan setting ventilator. Kaji apakah pasien


mengadakan perlawanan terhadap ventilator
2. Observasi tanda – tanda vital; tekanan darah, nadi, pernafasan, setiap jam
dan suhu setiap 4 jam
3. Pantau nilai CVP, amati neurologis pasien (GCS), pantau status
hemodinamik, pantau haluaran urin (minimal 1ml/kg BB/jam), pantau
status oksigen, fisoterapi dada.
4. Auskultasi suara paru setiap pertukaran jaga
5. Cek asalisa gas darah setiap hari atau bila diperlukan
6. Penghisapan lendir (suction) minimal setiap 2jam dan jika perlu
7. Perawatan tiap 2 jam (beri boraq gliserin)
8. Perawatan mata dengan memberi salep atau tetes mata setiap 2 jam
9. Ganti posisi pasien setiap 3 jam (perhatikan posisi yang benar bagi pasien)
10. Perawatan daerah invasif seperti daerah pemasangan CVP, kateter dan tube
setiap hari
11. Ganti kateter dan NGT setiap minggu
12. Observasi letak tube (ETT) setiap shift
13. Observasi setiap aspirasi cairan lambung
14. Periksa laboratorium darah : elektrolit, ureum/kreatinin, AGD, protein
(albumin), dan gula darah (kolaborasi dokter)
15. Perawatan luka bakar sesuai protokol rumah sakit
16. Pemberian medikasi sesuai dengan petunjuk dokter

Prosedur tindakan perawatan luka pada pasien luka bakar:

50
1. Cuci / bersihkan luka dengan cairan savlon 1% dan cukur rambut yang
tumbuh pada daerah luka bakar seperti pada wajah, aksila, pubis, dll
2. Lakukan nekrotomi jaringan nekrosis
3. Lakukan escharotomy jika luka bakar melingkar (circumferential) dan
eschar menekan pembuluh darah. Eskartomi dilakukan oleh dokter
4. Bullae (lepuh) dibiarkan utuh sampai hari ke 5 post luka bakar, kecuali jika
di daerah sendi / pergerakan boleh dipecahkan dengan menggunakan spuit
steril dan kemudian lakukan nekrotomi
5. Mandikan pasien tiap hari jika mungkin
6. Jika banyak pus, bersihkan dengan betadin sol 2%
7. Perhatikan ekspresi wajah dan keadaan umum pasien selama merawat luka
8. Bilas savlon 1% dengan menggunakan cairan NaCl 0,9%
9. Keringkan menggunakan kasa steril
10. Beri salep silver sulfadiazine (SSD) setebal 0,5cm pada seluruh daerah luka
bakar (kecuali wajah hanya jika luka bakar dalam [derajat III] dan jika luka
bakar pada wajah derajat I/II, beri salep antibiotika)
11. Tutup dengan kasa steril (perawatan tertutup atau biarkan terbuka (gunakan
cradle bed)

Penatalaksanaan berdasarkan jenis luka bakar:

1. Luka bakar berat (luka bakar >20% pada dewasa, >10% pada anak)

a. Pantau nadi, TD, suhu, keluaran urin, berikan analgesia adekuat i.v.,
pertimbangan selang nasogastric (nasogastric tube, NGT), berikan
profilaksis tetanus.
b. Berikan cairan i.v. berdasarkan formula Muir-Barclay: %luka bakar x berat
badan dalam kg/2= satu aliquot cairan. Berikan 6 aliquot cairan selama 36
jam pertama dengan urutan 4, 4, 4, 6, 6,12 jam dari waktu terjadinya luka
bakar. Biasanya menggunakan larutan koloid, albumin atau plasma.
c. Luka akibat terbakar diobati sebagai luka bakar ringan

51
d. Pertimbangkan untuk merujuk ke pusat luka bakar

2. Luka bakar ringan (luka bakar <20% pada dewasa, <10% pada anak)

a. Terapi terbuka-bersihkan luka dan biarkan terpapar pada lingkungan khusus


yang bersih
b. Terapi tertutup-tutup luka dengan kasa yang dibasahi dengan klorheksidin
atau silver sulfadiazine yang ditutup tipis
c. Debridemen eskar dan split skin graft.

Resusitasi Cairan

Menurut Sunatrio (2000), pada luka bakar mayor terjadi perubahan permeabilitas
kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit)
dari intravaskuler ke jaringan interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik
intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan
perfusi sel atau jaringan atau organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan
permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif
di jaringan interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan
intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan
proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok.
Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan
sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalakannan syok dengan


menggunakan metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan
yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukan
perbaikan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam

52
laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya,
ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka mortalitas.

1. Resusitasi pada pasien yang mengalami syok hipovolemi

Resusitasi segera melalui IV dengan larutan elektrolit isotonic, keseimbangan


larutan elektrolit (misal, Ringer’s Laktat) dianjurkan karena NaCl 0,9%
mengandung natrium dan klorida dalam jumalh yang sangat banyak (Horne, M &
Pamela L 2000).

Perbaiki volume cairan yang bersirkulasi seperti kristaloid, koloid atau darah
melalui IV. Resusitasi cairan intravena yaitu cairan isotonic, seperti Ringer
Laktat jika pasien syok.

2. Resusitasi pada pasien yang tidak syok hipovolemi

Menggunakan regimen yang telah direkomendasi oleh unit luka bakar setempat.
Secara umum, koloid lebih baik daripada larutan elektrolit, terutama bila anak akan
dirujuk. Bila cairan yang dianjurkan tidak tersedia, gunakan plasma dengan volume
yang sama dengan larutan elektrolit (Hartmann) untuk resusitasi. Separuhnya
diberikan 8 jam pertama setelah luka bakar dan separuhnya lagi diberikan dalam 16
jam berikutnya (Insley J, 2003)

Penghitungan berat badan pada pasien menjadi langkah awal. Kateter urin
ditinggalkan sebagai indeks perfusi ginjal dan untuk mengevaluasi keefektifan
resusitasi cairan. Ada beberapa rumus yang telah dikembangkan oleh berbagai
pusat perawatan untuk menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar.
Terdapat dua sistem yang sering digunakan sekarang adalah modifikasi Brooked
dan Parkland. Kedua rumus ini menghitung kebutuhan cairan berdasarkan luas
daerah luka bakar dikali berat pasien dalam kilogram. Dikali volume larutan Ringer

53
yang akan diberikan dalam 24 jam pasca luka bakar. Pada kedua perhitungan,
setengah jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama sesusitasi, dengan
seperempat dari seluruh jumlah semula diberikan tiap 8 jam berikutnya.
Pemantauan yang teliti dan cermat mengenai pengeluaran urin dan tekanan vaskuler
sentral (bila tepat) merupakan metode resusitasi yang tepat. Bila pengeluaran urin
rendah dan terjadi ketidakstabilan kardiovaskular pada pemberian volume intravena
maka perlu adanya pemasangan kateter termodilusi Swan-Ganz untuk memantau
tekanan jantung kiri dan kanan serta curah jantung. (Sabiston, 1995)

Formula untuk Resusitasi Cairan :

1. Formula Parkland untuk resusitasi klien luka bakar

24 jam pertama menggunakan cairan ringer laktat: 4ml / kgBB / %luka bakar

a. Pemberian resusitasi cairan pada orang dewasa :

Contohnya pria dengan berat 75 kg dengan luas luka bakar 20%


Maka membutuhkan cairan : (4 ml) X (75kg) X (20) = 6000 ml dalam 24 jam
pertama

½ jumlah cairan 3000 ml diberikan dalam 8 jam

½ jumlah cairan sisanya 3000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.

b. Pemberian resusitasi cairan pada anak:

a. 4 ml/kg untuk jam pertama 10 kg dari berat


b. 2 ml/kg untuk jam kedua 10 kg dari berat
c. 1 ml/kg untuk >20kg dari berat badan

Hasil akhir

a. Urin output 0.5-1.0 ml/kg/hari untuk dewasa


b. Urin output 1.0-1.5 ml/kg/hari untuk anak-anak

54
2. Formula Evans :
a. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl /
24 jam
b. Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumah plasma /
24 jam (no a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedem.
Plasma untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan
meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan
keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
c. 2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang
akibat penguapan)

Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan pada hari pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari
kedua.

3. Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter yaitu :

% luka bakar x BB x 4 cc
Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan
RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh: seorang dewasa dengan BB 60 kg dan luka bakar seluas 25 % permukaan
kulit akan diberikan 25% x 60 x 4 cc = 6000 cc yang diberikan hari pertama dan
3000 cc pada hari kedua.

Metode Baxter

Menurut Moenadjat (2009), metode resusitasi ini mengacu pada pemberian cairan
kristaloid dalam hal ini Ringer Laktat (karena mengandung elektrolit dengan
komposisi yang lebih fisiologis dibandingkan dengan Natrium Klorida) dengan

55
alasan; cairan saja sudah cukup untuk mengantikan cairan yang hilang (perpindahan
ke jaringan interstisium), pemberian kristaloid adalah tindakan resusitasi yang
paling fisiologis dan aman

a. Dewasa : Ringer laktat 4cc x berat badan x %luas luka bakar per 24jam
b. Anak : Ringer laktat : Dextran = 17 : 3

2cc x berat badan x % luas luka bakar ditambah kebutuhkan faal


Kebutuhan faal :

a. <1 tahun : BB x 100cc


b. 1-3 tahun : BB x 75cc
c. 3-5 tahun : BB x 50cc
d. ½ jumlah cairan diberikan alam 8 jam pertama
e. ½ diberikan 16 jam berikutnya

Protocol resusitasi :

Kebutuhan cairan dalam 24 jam pertama adalah 4 ml/kg/% luas luka bakar,
pemberian berdasarkan pedoman berikut.

Pedoman

a. Separuh kebutuhan diberikan dalam 8 jam I (dihitung mulai saat kejadian


luka bakar)
b. Separuh kebutuhan diberikan dalam 16 jam sisanya

4. Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri

Adalah 25 kcal/kgBB/hari ditambah denga 40 kcal/% luka bakar/hari.


Petunjuk perubahan cairan

56
a. Pemantauan urin output tiap jam
b. Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
c. Kecukupan sirkulasi perifer
d. Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
e. Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa

Tabel Formula untuk resusitasi penggantian cairan (Horne M & Pamela L, 2000)
24 jam pertama

Formula Elektrolit Koloid Glukosa dalam air

Cairan ringer

Laktat, 2-4 ml/kg/%


luas permukaan
Consensus
tubuh untuk
ABA
mempertahankan
haluaran urin 30-50
ml/jam

Cairan ringer

Brooks Laktat, 1,5 ml/kg/% 0,5 ml/kg/% burn 2000 ml

luka bakar

Cairan ringer
Parland
Laktat, 4 ml/kg/%

Volume untuk
mempertahankan
Cairan Natrium
haluaran urin 30
Hipertonik
ml/jam (cairan berisi
250 mEq natrium/L)

57
2. WOC (terlampir)

2. Prognosis

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar dan penenganan syok hingga penyembuhan. Selain itu faktor
letak daerah terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepetaan kesembuhan. Luka bakar pada daerah perinium, ketiak, leher, dan
tangan sulit dalam perawatannya, karena mudah mengalami kontraktur.

Asuhan Keperawatan Umum

Pengkajian

1. Primary Survey

a. Airway

Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien.


L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi


perawat

b. Breathing

Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada
pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah
ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, rhonki atau wheezing.Selain itu
kaji juga kedalaman nafas pasien.

58
c. Circulation

Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya
takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilar refil.Kaji juga
kondisi akral dan nadi pasien.

d. Disability

Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS

e. Exposure

Pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan serta


menilai luas dan derajat luka bakar.

2. Secondary Survey

Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan


secara head to toe, dari depan hingga belakang.

a. Monitor tanda-tanda vital


b. Pemeriksaan fisik
c. Lakukan pemeriksaan tambahan

3. Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik

a. Data demografi meliputi identitas pasien nama, usia, jenis kelamin,


alamat, dll
b. Keluhan Utama: Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu) dan
durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan

59
stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan seperti bunyi burung gagak
(Kidd, 2010).
c. Riwayat Penyakit Sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui
karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup,
sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi
(Sjaifuddin, 2006).
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Penting dikaji untuk menetukan apakah
pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan kemampuan
untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya
diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila
terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intestinal.
Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut
selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan
penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif,
emfisema) maka status pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan
Gallo, 1996).
e. Riwayat Penyakit Keluarga: kaji riwayat penyakit keluarga yang
kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetik kepada
pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC dll.
f. Review of System

a. B1 : nafas20 x/menit, tidak ada sesak nafas, bentuk dada


simetris, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, saat diperkusi
sonor, suara nafas normal.
b. B2 : Tidak ada peningkatan JVP, HR : 96x/ menit, BP : 170/100
mmHg
c. B3 : pupil normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek
bicara baik, pendengaran baik, penglihatan baik, penghidu baik,
GCS : 15

60
d. B4 : urin pekat, Osmolaritas serum >450 mOsm/kg, Natrium
serum = 170 mmol/L
e. B5 : kehausan dan penurunan nafsu makan
f. B6 : bola mata cekung, kelemahan otot, membran mukosa mulut
kering

g. Pemeriksaan diagnostik
1. WBC 12,0 X 103ῃ/1
2. MCV 80,4 Fl
3. Limphosyt 11,2%
4. RDW 44,3 fL
1. Analisis data

No Data Etiologi Masalah Kep.

Luka bakar
DS: -

DO:
Vasodilatasi PD
 tampak kesulitan
bernafas/sesak
 Gerakan dada tidak simetris Penyumbatan sal.
Kerusakan
1.  RR> 20 x/mnt Nafas bagian atas
pertukaran gas

 Pola napas cepat dan dangkal


 TTV : RR= 32 x/ mnt, N= 90 Edema paru
x/ mnt, TD= 100/ 70 mmHg,
T= 36oC
Hiperventilasi

61
Kerusakan pertukaran
gas

Luka bakar

DS: -

DO: Inhalasi asap

 pasien tampak sesak


Bersihan jalan
 pasien batuk-batuk Edema laring
2. napas tidak
 Gerakan dada tidak simetris
efektif
 RR> 20 x/mnt
Obstruksi jalan nafas
 Pola napas cepat dan dangkal

Bersihan jalan nafas


inefektif

Luka bakar
Ds: -

Do:
Permeabilitas kapiler

 Turgor kulit kering meningkat

 Mukosa kering Defisit volume


3.
 CVP abnormal cairan
Evaporasi / Penguapan
 Intake Output tidak
seimbang
 Kadar kalium, natrium
Kehilangan cairan
abnormal
tubuh

62
Luka bakar

Vasodilatasi PD

DS: -

DO: Sirkulasi darah


menurun
 Hb <10 ml/gr Gangguan
4  Klien nampak sianosis perfusi jaringan
 Ekstremitas dingin Sel mengalami tidak efektif
 Klien terlihat lemah hipoksia
 Akral dingin, lembab

perfusi jaringan tidak


efektif

Luka bakar

DS: pasien mengeluh perih, sakit


Kerusakan kulit/
DO: jaringan

 Terdapat edema Kerusakan


5
 Kulit kemerahan hingga integritas kulit
nekrosis
 Kulit tidak utuh
Inflamasi, Lesi
 Akral dingin, lembab

63
Kerusakan integritas
kulit

DS: pasien mengeluh panas dan sakit

DO:

- Nadi 120x/menit

- RR 30x/menit Luka bakar

-Pasien nampak meringis kesakitan


sambil memegang dada yang sakit. Kerusakan kulit/
6 Nyeri
P:trauma luka bakar jaringan dan edema

Q : terasa panas

R : sisi trauma/cidera yang sakit Nyeri

S : Skala nyeri 7

T: Hilang timbul dan meningkat jika


adanya aktivitas

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon


monoksida, inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan edema dan efek dari
inhalasi asap

64
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar

4. Gangguan perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan


atau interupsi aliran darah arteri / vena

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan inflamasi, lesi

6. Nyeri berhubungan dengan kerusakan kulit / jaringan

1. INTERVENSI

NO Diagnosa NOC NIC

1. Pantau laporan GDA dan


Dx: Kerusakan kadar karbon monoksida
pertukaran gas serum.
berhubungan Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan suplemen oksigen
dengan keperawatan pasien mendapatkan pada tingkat yang
keracunan oksigenasi yang adekuat. ditentukan.
karbon 3. Pasang atau bantu dengan
Kriteria hasil:
monoksida, selang endotrakeal dan
1
inhalasi asap 1. RR 12-24 x/mnt tempatkan pasien pada
dan obstruksi 2. Warna kulit normal ventilator mekanis sesuai
saluran nafas 3. GDA dalam renatng normal indikasi bila terjadi
atas 4. Tidak ada kesulitan bernafas insufisiensi pernafasan
(dispneu hipoksia,
hiperkapnia, rales,
.
takipnea dan perubahan
sensorium).

65
4. Anjurkan pernafasan
dalam dengan penggunaan
spirometri selama tirah
baring.
5. Pertahankan posisi semi
fowler, bila hipotensi tak
ada.

Airway Management:

1. Auskultasi suara napas


sebelum dan sesudah
dilakukan pembebasan
jalan napas, catat hasilnya
Setelah dilakukan tindakan 2. Lakukan fiksasi pada
Dx: Bersihan keperawatan selama 1x24 jam jalan daerah kepala leher untuk
jalan napas napas klien kembali paten (terbebas meminimalkan terjadinya
tidak efektif dari sumbatan), dengan kriteria gerakan
hasil: 3. Lakukan pembebasan
berhubungan
2 dengan edema jalan napas secara manual
a. RR normal (12-24x/menit)
dan efek dari dengan teknik jaw thrust
b. Ritme pernapasan reguler
inhalasi asap maneuver secara hati-hati
c. Suara nafas normal
untuk mencegah
d. Tidak ada penggunaan oto
terjadinya gerakan leher
bantu nafas
4. Lakukan pembebasan
jalan napas dengan alat
oropharyngeal airwayjika
dibutuhkan
5. Monitoring pernapasan
dan status oksigenasi klien

66
1. Monitoring CVP, kapiler
dan kekuatan nadi perifer.
2. Observasi pengeluaran
urin, berat jenis dan warna
urin.
3. Timbang berat badan
setiap hari
4. Ukur lingkar ekstremitas
yang terbakar tiap hari
Dx: Defisit Setelah diberikan asuhan
sesuai indikasi
volume cairan keperawatan selama …. jam tidak
5. Lakukan program
berhubungan ditemukan tanda-tanda kekurangan
kolaborasi
dengan volume cairan atau dehidrasi dengan
meliputi: Pasang/
peningkatan KH:
pertahankan kateter urine.
permeabilitas
6. Berikan penggantian
3 a. membran mukosa lembab
kapiler dan
cairan IV yang dihitung,
b. integritas kulit baik
kehilangan
elektrolit, plasma,
lewat
nilai elektrolit dalam batas normal. albumin.
evaporasi dari
7. Monitoring hasil
luka bakar c. Intake dan output cairan
pemeriksaan laboratorium
tubuh pasien seimbang
(Hb, elektrolit,
natrium).
8. Berikan obat sesuai
indikasi (diuretik)
9. Monitoring tanda-tanda
vital setiap jam selama
periode darurat, setiap 2
jam selama periode akut,
dan setiap 4 jam selama
periode

67
rehabilitasi.- Warna
urine.- Masukan dan
haluaran setiap jam selama
periode darurat, setiap 4
jam selama periode akut,
setiap 8 jam selama
periode
rehabilitasi. Status
umum setiap 8 jam.

1. Kaji warna, sensasi,


gerakan, dan nadi perifer.
2. Tinggikan ekstremitas
yang sakit.
Dx: Gangguan Setelah dilakukan tindakan
3. Ukur TD pada ektremitas
perfusi keperawatan, diharapkan aliran
yang mengalami luka
jaringan tidak darah pasien ke jaringan perifer
bakar
efektif adekuat
4. Dorong latihan gerak aktif
berhubungan
Kriteria Hasil : 5. Lakukan kolaborasi dalam
dengan
4 mempertahankan
1. Nadi perifer teraba dengan
penurunan atau
kualitas dan kekuatan yang sama penggantian cairan
interupsi aliran
6. Kolaborasi dalam
darah arteri / 2. Pengisian kapiler baik
mengawasi elektrolit
vena
3. Warna kulit normal pada area terutama natrium, kalium,
yang cedera dan kalsium
7. Lakukan kolaborasi untuk
menghindari injeksi IM
atau SC

Dx: Kerusakan 1. Kaji/catat ukuran, warna, 1. Memberikan informasi


5
integritas kulit kedalaman luka, perhatikan dasar tentang kebutuhan

68
b/d kerusakan jaringan nekrotik dan penanaman kulit dan
permukaan kondisi sekitar luka. kemungkinan petunjuk
kulit sekunder 2. Lakukan perawatan luka tentang sirkulasi pada aera
destruksi bakar yang tepat dan graft.
lapisan kulit. tindakan kontrol infeksi. 2. Menyiapkan jaringan
3. Pertahankan penutupan luka untuk penanaman dan
sesuai indikasi. menurunkan resiko
Tujuan: 4. Tinggikan area graft bila infeksi/kegagalan kulit.
Setelah mungkin/tepat. Pertahankan 3. Kain nilon/membran
dilakukan posisi yang diinginkan dan silikon mengandung
tindakan imobilisasi area bila kolagen porcine peptida
keperawatan, diindikasikan. yang melekat pada
diharapkan 5. Pertahankan balutan diatas permukaan luka sampai
pasien area graft baru dan/atau sisi lepasnya atau mengelupas
menunjukkan donor sesuai indikasi. secara spontan kulit
regenerasi 6. Cuci sisi dengan sabun repitelisasi.
jaringan ringan, cuci, dan minyaki 4. Menurunkan
Kriteria hasil: dengan krim, beberapa pembengkakan
Mencapai waktu dalam sehari, setelah /membatasi resiko
penyembuhan balutan dilepas dan pemisahan graft.
tepat waktu penyembuhan selesai. 5. Gerakan jaringan dibawah
pada area luka 7. Lakukan program graft dapat mengubah
bakar. kolaborasi, siapkan / bantu posisi yang
prosedur bedah/balutan mempengaruhi
biologis. penyembuhan
optimal. Area mungkin
ditutupi oleh bahan
dengan permukaan tembus
pandang tak reaktif.

69
6. Kulit graft baru dan sisi
donor yang sembuh
memerlukan perawatan
khusus untuk
mempertahankan
kelenturan.
7. Graft kulit diambil dari
kulit orang itu
sendiri/orang lain untuk
penutupan sementara pada
luka bakar luas sampai
kulit orang itu siap
ditanam.

Manajemen nyeri :

1. Kaji nyeri secara


komprehensif (lokasi,
Setelah diberikan asuhan
karakteristik, durasi,
keperawatan selama…. jam tingkat
Dx: Nyeri kenyamanan klien meningkat, nyeri frekuensi, kualitas dan

berhubungan terkontrol dg KH: faktor presipitasi).

dengan 2. Observasi reaksi

6 kerusakan kulit a. Klien melaporkan nyeri nonverbal dari

/ jaringan berkurang dg scala nyeri 2-3 ketidaknyamanan.

b. Ekspresi wajah tenang 3. Gunakan teknik

c. Klien dapat istirahat dan komunikasi terapeutik

tidur untuk mengetahui


pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
4. Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri

70
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri.
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
7. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengatasi nyeri.
8. Kolaborasi untuk
pemberian analgetik
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.

71
BAB III

A. KESIMPULAN

Bahwa didalam tubuh manusia terdapat berbagai macam sistem yang beragam
yang masing – masing mempunyai fungsi. Struktur dan tata letak yang berbeda
–beda termasuk didalamnya sistem Integumen, yang sangat berperan dalam
melindungi sistem-sistem yang berada didalam tubuh. Karena sistem
integumen terletak pada luar tubuh. Seslain itu juga masih banyak fungsi dari
sistem integumen sendiri, diantaranya yaitu menjaga suhu normal tubuh
mencegah patogen – patogen masuk kedalam tubuh . maka bisa disimpulkan
bahwa sistem integumen merupakan ketahanan pertama atau awal dari
pengaruh buruk keadaan diluar tubuh.

B. SARAN
Kulit merupakan bagian yang sanyat penting untuk melindungi bagian organ
dalamnya sehingga diperlukan perhatian yang cukup untuk menjaga kulit
dengan melakukan perawatan serta mempertahankan kesehatanya.

72
DAFTAR PUSTAKA

Rika Dkk, 2015. Buku Ajar Biologi reproduksi dan perkembangan, Jogjakarta,
DeePublish
Gibson, Jhon, 2003. Fisiologi dan anatomi modern untuk manusia Edisi 2,
Jakarta, EGC
Tambayong, Jan, 2000, Buku Ajuar partofisiologi Keperawatan, Jakarta. EGC
Borley R. Neil danGrase A. Pierce. 2007. At a glance IlmuBedah. Edisi 3. Jakarta
Erlangga
Dewi, Yulia Ratna Sintia. 2013. Luka Bakar : Konsep Umum dan Investigasi
Berbasis Klinis Luka Antemortem dan Postmortem. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
Di Maio, V.J.M. & Dana, S.E. 1998. Fire and Thermal Injuries, in: Di Maio, V.J.M.
& Dana, S.E.(eds) Hand Book of Forensic Pathology. USA: Landes Bioscience
Grace, P.A & Borley, N.R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga
Gurnida, Dida dan Melisa Lilisari. 2011. Dukungan Nutrisi pada Penderita Luka
Bakar. Bagian Ilmu Kesehatann Anak,Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,
Rumah Sakit Hasan Sadikin,Bandung.
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publising.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika
Horne, M., Pamela L. 2000. Keseimbangan Cairan Elektrolit & Asam basa. EGC :
Jakarta
Insley, J. 2000. Vade-Mecum Pediatri. EGC : Jakarta

73
74

Anda mungkin juga menyukai