Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merah merupakan keluhan utama yang paling sering muncul pada
penderita penyakit mata. Keluhan mata merah ini bervariasi dari yang ringan sampai
yang disertai penurunan visus.
Pada mata normal sklera terlihat berwarna putih karena sklera dapat terlihat
melalui bagian konjungtiva dan kapsul tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia
konjungtiva terjadi akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun
berkurangnya pengeluaran darah seperti pada pembendungan pembuluh darah.
Pada konjungtiva terdapat dua pembuluh darah yaitu arteri konjungtiva
posterior yang memperdarahi konjungtiva bulbi dan arteri siliar anterior atau
episklera. Arteri siliar anterior/episklera memberikan tiga cabang yaitu arteri
episklera masuk ke dalam bola mata dan bergabung dengan arteri siliar posterior
longus membentuk arteri sirkular mayor/pleksus siliar yang memperdarahi iris dan
badan siliar,arteri perikornea memperdarahi kornea dan arteri episklera yang terletak
dia atas sklera dan merupakan bagian arteri siliar anterior yang memberikan
perdarahan ke dalam bola mata.
Mata merah disebabkan pelebaran pembuluh darah konjungtiva yang terjadi
pada peradangan akut. Selain melebarnya pembuluh darah, mata merah juga dapat
terjadi akibat pecahnya salah satu dari kedua pembuluh darah di konjungtiva,
sehingga darah tertimbun di bawah jaringan konjungtiva.
Meskipun mata merah biasanya hasil dari kelainan yang tidak berarti, dalam
beberapa kasus mungkin merupakan tanda serius dari kemungkinan kondisi yang
mengancam penglihatan.
Penegakan diagnosis yang tepat dan evaluasi dini merupakan hal yang sangat
penting pada keluhan mata merah agar pegangan yang diberikan efektif, tepat dan
efisien.

1
BAB II
PENDARAHAN DAN INJEKSI PADA ORBITA

A.PENDARAHAN MATA 2

Pemasok arteri utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri ofthalmica,
yaitu cabang besar pertama arteria carotis interna bagian cranial. Cabang ini berjalan
dibawah nervus opticus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita.
Cabang intraorbital pertama adalah arteri centralis retinae yang memasuki nervus
opticus sekitar 8-15 mm di belakang bola mata. Cabang-cabang lain arteri oftalmica
adalah arteri lacrimalis, yang mempendarahi glandula lacrimal dan kelopak mata atas
; cabang muskularis ke berbagai otot orbita ; arteri ciliaris longus dan brevis ; arteri
palpebrales mediales ke kedua kelopak mata ; dan arteri supraorbitalis serta
suprathoclearis. Arteriae ciliares posteriors breve mendarahi koroid dan bagian-
bagian nervus opticus. Kedua arteri ciliaris posterior longa mendarahi corpus ciliare,
beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteria ciliaris anterior
membentuk circulus arteriosus major iris. Arteria ciliaris anterior berasal dari cabang-
cabang muskularis dan menuju ke musculi recti. Arteri ini memasok darah ke slera,
epislera, limbus, dan conjungtiva, serta ikut memberntuk circulus arterialis major iris.
Cabang-cabang arteri oftalmica yang paling anterior membentuk aliran arteri yang

2
berkelok-kelok di keplopak mata, yang membuat anastomosis dengan circulasi
karotis externa melalui arteria fasialis.
Drainase vena di orbita terutama melalui vena oftalmica superior dan inferior, yang
juga menampung darah dari vena vorticosae, vena ciliaris anterior, dan vena centralis
retinae. Vena oftalmica berhubungan dengan sinus cavernosus melalui fisura orbitalis
superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fissure orbitalis inferior.
Vena oftalmica mula-mula terbentuk dari vena supraorbitalis dan supratrochlearis
serta satu cabang vena angularis. Ketiga vena tersebut mengalirkan darah dari kulit di
daerah periorbita. Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dan
sinus cavernosus sehingga dapat menimbulkan thrombosis sinus cavernosus yang
fatal pada infeksi superfisialis di kulit orbita.

B. INJEKSI KONJUNGTIVAL
Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi
konjungtival dapat terjadi akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada
jaringan konjungtiva. Injeksi konjungtival ini mempunyai tanda-tanda :
 Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva
posterior melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah dilepas
dari sclera.
 Pembuluh darah didapatkan terutama di daerah forniks
 Ukuraan pembuluh darah makin besar ke bagian perifer karena asalnya dari
bagian perifer atau arteri siliar anterior.
 Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara
 Berwarna merah yang segar
 Gatal
 Tidak ada fotofobia
 Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.

3
Gambar Injeksi Konjungtiva

C.INJEKSI SILIAR
Melebarnya pembuluh darah peri kornea (a. siliar anterior) atau injeksi siliar
atau injeksi perikornea terjadi akibat radang kornea, tukak kornea, benda asing pada
kornea, radang jaringan uvea, glaucoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis
Injeksi siliar ini mempunyai tanda-tanda1

Gambar Injeksi Siliar

 Berwarna lebih ungu, dibanding dengan injeksi konjungtiva


 Pembuluh darah tidak tampak
 Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena
menempel erat dengan jaringan perikornea.

4
 Kemerahan paling pada disekitar kornea, dan berkurang kearah forniks
 Ukuran sangat halus terletak di sekitar kornea, paling padat sekitar kornea dan
berkurang ke arah forniks.
 Dengan tetes adrenalin 1:1000 tidak menciut.
 Hanya lakrimasi
 Terdapat fotofobia
 Sakit tekan di sekitar kornea
 Pada penyakit tertentu dapat menyebabkan pupil ireguler (Iritis) dan lebar
(glaucoma)

Perbandingan injeksi pada mata

Injeksi konjungtiva Injeksi siliar/ Injeksi episkleral


perikorneal

Asal A.Conjungtiva A siliar A.siliar longus


posterior

Memperdarahi Konjungtiva bulbi Kornea segmen Intraocular


anterior

Lokalisasi Konjungtiva Dasar konjungtiva Episklera

Warna Merah Ungu Merah gelap

Arah aliran / lebar Ke perifer Ke sentral Ke sentral

Konjungtiva Ikut bergerak Tidak ikut bergerak Tidak bergerak


digerakkan

Dengan epinefrin Menciut Tidak menciut Tidak menciut


1:1000

Penyakit Konjungtiva Kornea, iris, Glaucoma,


glaucoma endoftalmitis,

5
panoftalmitis

Sekret + - -

Penglihatan Normal Menurun Sangat turun

GambarInjeksi episkleral

Mata merah yang disebabkan injeksi siliar atau injeksi konjungtival dapat
memberikan gejala bersama-sama dengan keluhan tambahan seperti:
a. Penglihatan menurun
b. Terdapat atau tidak terdapatnya secret
c. Terdapat peningkatan tekanan bola mata pada keadaan tertentu,sehingga
diperlukan pemeriksaan tekanan bola mata.

Mata merah dapat dibagi menjadi mata merah dengan visus normal ataupun mata
merah dengan visus terganggu akibat keruhnya media penglihatan bersama-sama
mata yang merah yang selanjutnya akan dibahas pada bab berikutnya.

6
BAB III
MATA MERAH DENGAN VISUS NORMAL

1. Episkleritis
Definisi
Reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak antara konjungtiva dan
permukaan sklera. 1,2
Etiologi
- Reaksi hipersensitivitas ( toksik, alergik, atau infeksi) terhadap penyakit
sistemik : TBC, rheumatoid arthritis, SLE, polyarthritis nodosa, inflammatory
bowel disease, sarcoidosis, Wegener's granulomatosis, herpes zoster virus
atau sifilis.
- Terjadi spontan atau idiopatik
- Terutama pada wanita usia pertengahan.

Klasifikasi

- Epiksleritis simple
- Episkleritis nodular

Tanda dan gejala


- Umumnya unilateral
- Mata kering
- Rasa sakit ringan yang mengganjal
- Gambaran khusus : benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah
ungu di bawah kojungtiva yang apabila konjungtiva atasnya ditekan akan
menimbulkan rasa sakit yang menjalar disekitar mata.
- Kadang – kadang, ada bintil putih translusen terpusat didaerah yang
meradang (episkleritis nodular)
- Perjalanan penyakit akut, beberapa minggu-bulan, dapat berulang.
- Pembuluh darah mengecil dengan vasokonstriktor.

7
Manajemen
- Self-limiting disease, dapat sembuh sendiri sekitas 2-3 minggu tanpa
pengobatan.
- Vasokonstriktor Fenilefrin 2,5% topikal
- Pada keadaan berat diberi kortikosteroid tetes mata (prednisolone acetate 1%
atau fluorometholone acetate), sistemik, atau salisilat.
- Kompres dingin dan artificial tears untuk menyamankan mata.Untuk
epiksklertis nodular dapat diberi OAINS untuk meringankan inflamasi.

8
2. Skleritis
Definisi
Merupakan reaksi peradangan dari sclera, biasanya disebabkan kelainan atau
penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan penyakit jaringan ikat, pasca
herpes, sifilis dan gout. 1,2
Etiologi
- Pada 50% kasus berhubungan dengan penyakit sistemik. Lebih sering
disebabkan oleh penyakit jaringan ikat, pasca herpes, sifilis, gout. Terkadang
disebabkan oleh tuberculosis, bakteri (pseudomonas), sarkoidosis, hipertensi,
benda asing, dan pasca bedah.
- Biasanya kondisinya berat, destruktif dan mengancam penglihatan
- Penting utk mengobati peny sistemiknya
- Skleritis posterior melibatkan sklera posterior sampai ora serata
- Mengancam kebutaan

Klasifikasi
a. Skleritis anterior difus, nodular, nekrotik dengan inflamasi, nekrotik tanpa
inflamasi.
b. Skleritis posterior.

Tanda dan gejala:


- Biasanya bilateral, sering pada perempuan
- Perasaan sakit yang berat yang dapat menyebar ke dahi, alis, dan dagu
- Terkadang penderita bangun dari tidurnya karena nyeri kambuh.
- Mata merah berair
- Fotofobia dengan penglihatan menurun
- Onset mendadak
- Kondisi berat, nyeri menetap,
- Pemb drh slera tdk menghilang dg tetes phenylephrine 10%
- Penglihatan kabur, diplopia, nyeri saat ada gerakan bola mata

9
- Tidak mengeluarkan kotoan.
- Terlihat benjoan berwarna sedikit biru jingga, terkadang mengenai seluruh
lingkaran kornea sehingga terlihat sebagai skleritis anular.
- Dalam kasus yang parah skleritis nekrosis, slklera dapat menjadi transparan
karena peradangan kronis, mengungkapkan biru gelap yang mendasari koroid
tersebut.

Manajemen
- Medikasi topical tidak cukup untuk pengobatan skleritis.
- Selain obat sikoplegik (scopolamine 0,25% atau atropine 1%) ,juga diberi
OAINS (ibuprofen 600mg)
- Jika peradangan parah atau necrotizing, atau jika non-steroidals sendiri gagal
untuk menekan peradangan, gunakan steroid sistemik seperti prednison oral
80 mg kafein QD selama dua sampai tiga hari, lalu perlahan-lahan tapering
off 10 sampai 20mg setiap hari.

Penyulit
- Keratitis perifer
- Glaukoma
- Granuloma subretina
- Uveitis
- Keratitis sklerotikan  kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat.
Bentuknya segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang akibat
gangguan susunan serat kolagen stroma.

10
3. Perdarahan subkonjungtiva
Definisi
Dapat terjadi pada keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi,
arteriosclerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan,
dan batuk rejan). Dapat juga terjadi akibat trauma. 1,3
Etiologi
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada semua ras, umur, dan jenis
kelamin dengan proporsi yang sama. Beberapa penyebab yang daat
menyebabkan perdarahan subkonjungtiva antaralain,
1. Spontan/idiopatik biasanya yang ruptur adalah pembuluh darah
konjungtiva.
2. Batuk, berusaha, bersin, muntah.
3. Hipertensi. Pembuluh darah konjungtiva merupakan pembuluh darah
yang rapuh,sehingga jika ada kenaikan tekanan mudah ruptur sehingga
menyebabkan perdarahan subkonjungtiva.
4. Gangguan perdarahan yang diakibatkanoleh penyakit hati, diabetes,
SLE, dan kekurangan vitamin C, gangguan faktor pembekuan.
5. Penggunaan antibiotik, NSAID, steroid, vitamin D, kontrasepsi.
6. Infeksi sistemik yang menyebabkan demam seperti meningococcal
septicemia, scarlet fever, typhoid fever, cholera, rickettsia, malaria,
dan virus (misal influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly
fever).
7. Gejala sisa dari operasi mata.
8. Trauma.
9. Menggosok mata.

Tanda dan Gejala


Pasien datang dengan keluhan matanya yang bagian putih merah, pusing,
berair, dalam waktu 24 jam sejak munculnya warna merah, bentuknya

11
semakin membesar, kemudian mengecil, awalnya merah cerah lama-lama
berwarna agak gelap . Hal yang harus ditanyakan adalah adanya riwayat
trauma, mengangkat benda berat, batuk kronis, hipertensi.
Tanda yang tampak pada pemeriksaan antara lain:
- Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal).
- Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasnya peradangan yang
ringan.
- Lingkungan sekitar peradangan tampak normal.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah:


- Penlight. Pada konjungtiva bulbi tampak adanya patch kemerahan.
- Tekanan darah untuk mengetahui risiko hipertensi.
- Cek darah lengkap untuk memastikan adanya gangguan pembekuan darah.

Manajemen
Perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena
darah akan terabsorbsi dengan baik selama 3 -4 minggu. Tetapi untuk
mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan
vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Airmata buatan untuk
iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko
perdarahan berulang.

12
4. Pterigium
Definisi
Merupakan pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif
dan invasif. 1,2,3
Gejala
terdapat selaput pada mata berbentuk segitiga, biasanya di sisi nasal, yang
meluas ke arah kornea dengan puncaknya di bagian sentral/kornea, timbul
semacam ’garis besi’ dan penglihatan menurun.
Tanda
Pada konjungtiva bulbi tampak pterigium yang tumbuh menyebar kea rah
kornea dan sedang mengalami peradangan (sebabkan mata merah), timbul
iron line dari Stocker yang terletak di hujung pterigium, dapat disertai keratitis
pungtata dan dellen (penipisan kornea akibat kering) dan dapat muncul
astigmatisme irregular.
Klasifikasi Pterygium
Secara klinis Pterigium terbagi atas :
o Grade I : Pterigium terbatas pada limbus kornea
o Grade II : Pterigium sudah melewati limbus kornea tapi tidak lebih dari
2 mm.
o Grade III : Pterigium sudah melewati tepi limbus lebih dari 2 mm tapi
tidak melewati pinggiran pupil dalam keadaan cahaya
normal ( diameter pupil 3-4 mm)
o Grade IV : Pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga sudah
ada gangguan pengelihatan.

13
Diagnosis
Pasien biasa tidak datang dengan keluhan apabila masih pada tipe 1. Pada
pasien tipe 2 dan 3 dapat terjadi keluhan visus yang menurun. Selain itu
karena pterigium ini mudah meradang, pada saat fase peradangan akan
ditemukan tanda-tanda iritasi non spesifik seperti fotofobia, sensasi benda
asing, dan mata berair secara kontinyu. Dapat juga timbul rasa nyeri yang di
provokasi oleh mikroulserasi kornea pada bagian kepala dari pterygium.
Pada pterygium yang berprogresi terus menerus kadang dapat terjadi
penglihatan ganda akibat terganggunya motilitas okular karena jaringan
konjungtiva yang terluka.
Pengobatan
Tindakan non bedah
Tindakan non bedah meliputi pemberian lubrikasi dengan tetes mata buatan
atau tetes mata dekongestan untuk mengurangi keluhan iritasi, tetes mata dan
salep steroid juga dapat di berikan untuk mengurangi reaksi peradangan. Tetes
mata vasokonstriktor juga dapat diberikan untuk mengurangi keluhan mata
merah. Obat-obat ini tidak menghambat progresifitas pterigium.
Tindakan bedah
Pengobatan pterigium tipe progresif yang merah, tebal dan meradang lebih
sulit bila dibandingkan dengan tipe nonprogresif yang putih, tipis dan
avaskular. Beberapa peneliti menganjurkan pemberian obat-obat, seperti obat
steroid topikal sebelum tindakan bedah.
Tindakan bedah dapat dilakukan bila pterigium menyebabkan gangguan
visus, keluhan iritasi kronik, gangguan pergerakan bulbus okuli yang
mengakibatkan diplopia dan gangguan kosmetik.
Pembedahan pterigium dilakukan menurut enam cara yaitu : Avulsi,
Trasposisi apeks pterigium, Rotasi flep konjungtiva, Bare sclera, Cangkok
konjungtiva otologus dan cangkok membran amnion homologus

14
Prognosis
Biasanya sering terjadi rekurensi. Apabila terjadi rekurensi maka harus
dilakukan keratoplasty untuk menggantikan lapisan bowman kornea yang
sakit. Apabila tidak akan terus menjadi substrat untuk pertumbuhan pterigium
baru.

Pencegahan
Secara umum, lindungi mata dari paparan langsung sinar matahari, debu, dan
angin, misalnya dengan memakai kacamata hitam.

5. Pseudopterigium
Definisi
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadai pada proses penyembuhan tukak
kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterygium ini
pada daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya.
Gejala
terdapat kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea. 1,2
Tanda :
- Perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat, sering terjadi
pada proses penyembuhan ulkus kornea.
- Letak pseudopterigium pada daerah konjungtiva yang terdekat
dengan proses kornea sebelumnya.
- Pada pseudopterigium dapat diselipkan sonde dibawahnya.
Perbedaan Pterigium dengan Pseudopterigium
PTERIGIUM PSEUDOPTERIGIUM
1. Lokasi Selalu di fisura palpebra Sembarang lokasi
2.Progresifitas Bisa progresif atau Selalu stasioner
stasioner

15
3.Riwayat Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
penyakit
4.Tes sondase Negatif Positif

Penatalaksanaan
Pseudopterygium tidak memerlukan pengobatan, serta pembedahan, kecuali
sangat mengganggu visus, atau alasan kosmetik. Bisa dengan melakukan lisis
dari adhesinya, eksisi pada konjugtiva yang terluka, dan penutupan defeknya
dengan “free conjunctival graft” yang didapat dari bagian temporal.

6. Pinguekula iritans (pinguekulitis)


Definisi
Pinguekula merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada
orang tua terutama yang matanya sering mendapat rangsang sinar matahari,
debu, dan angin. 1,2
Patogenesis
Patogenesis belum jelas, tetapi umumnya diterima, bahwa rangsangan luar
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar
antara lain adalah panas, debu, sinar matahari, udara kering1.
Gejala
Benjolan kecil kuning pada kedua sisi kornea di daerah fissure palpebra yang
ukurannya tetap dan mengalami iritasi.
Tanda
Konjungtiva bulbi banyak pinguekula disertai injeksi konjungtiva.

16
Pengobatan
Biasanya tidak diperlukan,jika terjadi inflamasi/ radang akut yang disebut
pinguekulitis, maka diberikan steroid lemah.
Pencegahan
Mencegah rangsangan luar sangat dianjurkan.

7. Hordeolum
Definisi
Hordeolum adalah infeksi kelenjar pada palpebra. Bila kelenjar Meibom yang
terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut hordeolum interna.
Sedangkan hordeolum eksterna yang lebih kecil dan lebih superfisial adalah
infeksi kelenjar Zeiss atau Moll. 1,4

Hordeolum externum Hordeolum Internum

17
Etiologi
Staphylococcus aureus adalah agent infeksi pada 90-95% kasus hordeolum.
Faktor resiko
o Penyakit kronik.
o Kesehatan atau daya tahan tubuh yang buruk.
o Peradangan kelopak mata kronik, seperti Blefaritis.
o Diabetes
o Hiperlipidemia, termasuk hiperkolesterolemia.
o Riwayat hordeolum sebelumnya
o Higiene dan lingkungan yang tidak bersih
o Kondisi kulit seperti dermatitis seboroik.

Patofisiologi
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau
Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang
terletak didalam tarsus.Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi
pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari
komplikasi blefaritis.
Gejala
Pembengkakan kelopak mata, mata merah, Rasa nyeri pada kelopak mata,
Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata, mata jadi
sipit, Riwayat penyakit yang sama sebelumnya.
Tanda
injeksi konjungtiva, Edema, Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata,
Seperti gambaran absces kecil, pseudoptosis/ptosis. Bagi hordeolum
externum, penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak manakala bagi
hordeolum internum, penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsalis.

Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.

18
o Umum
1.Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk
membantu drainase. Lakukan dengan mata tertutup.
2.Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau
sampoyang tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat
mempercepat proses penyembuhan. Lakukan dengan mata tertutup.
3.Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan
infeksi yang lebih serius.
4.Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi
penyebab infeksi.
5.Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.

o Obat
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam
tidak ada perbaikan, dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah
hordeolum.
1.Antibiotik topikal : Bacitracin atau tobramicin salep mata diberikan setiap 4
jam selama 7-10 hari.
Dapat juga diberikan eritromicin salep mata untuk kasus hordeolum eksterna
dan hordeolum interna ringan.
2. Antibiotik sistemik : Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau
terdapat tanda pembesarankelenjar limfe di preauricular.
Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang sedang sampai berat.
Dapat diberikan cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4 kali sehari
selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan
clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin 500
mg 2 kali sehari selama 7 hari.

19
o Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur
pembedahan mungkin diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum.
Pada insisi hordeolum terlebih dahulu diberikan anestesi topikal dengan
pantokaintetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi dengan prokain atau lidokain
di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:
 Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus
padamargo palpebra.
 Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra. Setelah
dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan
meradang di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.

8. Kalazion
Definisi
Kalazion adalah suatu lipogranuloma yang terjadi akibat sumbatan pada
kelenjar Meibom, menyebabkan terbentuknya suatu nodul pada palpebra yang
bersifat keras dan tidak nyeri. 1,2

Patofisiologi
Produk-produk hasil pemecahan lipid (lemak), mungkin dari enzim-
enzim bakteri yang berupa asam lemak bebas, mengalami kebocoran dari jalur
sekresinya memasuki jaringan di sekitarnya dan merangsang terbentuknya
respon inflamasi. Massa yang terbentuk dari jaringan granulasi dan sel-sel

20
radang ini membentuk kalazion. Hal ini dapat membedakan kalazion dari
hordeolum, yang merupakan reaksi radang akut dengan leukosit PMN dan
nekrosis disertai pembentukan pus. Namun demikian, hordeolum dapat
menyebabkan terbentuknya kalazion, dan sebaliknya. Pada pemeriksaan fisik,
dapat ditemukan nodul tunggal yang tidak lunak yang terdapat di dalam
palpebra, berbeda dari hordeolum yang terdapat lebih superfisial. Pada
pembalikan kelopak mata mungkin dapat ditemukan pembesaran kelenjar
Meibom dan penebalan kronis pada kelenjar yang berkaitan.
Etiologi
Kalazion dapat muncul secara spontan akibat sumbatan pada orifisium
kelenjar atau karena adanya hordeolum. Kalazion dikaitkan dengan seborrhea,
blefaritis kronik, dan akne rosasea. Higiene yang buruk pada palpebra dan
faktor stress juga sering dikaitkan dengan terjadinya kalazion.

Gejala
Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra
baru-baru ini, diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah,
pembengkakan, perlunakan). Seringkali terdapat riwayat keluhan yang sama
pada waktu yang lampau, karena kalazion memiliki kecenderungan kambuh
pada individu-individu tertentu. Kalazion lebih sering timbul pada palpebra
superior, di mana jumlah kelenjar Meibom terdapat lebih banyak daripada
palpebra inferior.Penebalan dari saluran kelenjar Meibom juga dapat
menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom. Kondisi ini tampak dengan
penekanan pada kelopak mata yang akan menyebabkan keluarnya cairan putih
seperti pasta gigi,yang seharusnya hanya sejumlah kecil cairan jernih
berminyak. Kalazion dihubungkan dengan disfungsi kelenjar sebasea dan
obstruksi dikulit (seperti komedo, wajah berminyak). Kalazion tidak
menyebabkan nyeri, mata bisa sipit dan dapat timbul keluhan mata buram
akibat.kelainan refraksi.

21
Tanda
injeksi konjungtiva, pseudoptosis, nyeri tekan tidak ada tapi bisa nyeri bila
meradang akut, kelainan refraksi bisa terjadi akibat perubahan bentuk bola
mata karena penekanan dari benjolan.
Penatalaksanaan
Kalazion yang kecil dan tanpa disertai nyeri dapat diabaikan. Pengobatan
secara konservatif seperti pemijatan pada palpebra, kompres hangat, dan
steroid topikal ringan biasanya dapat berhasil dengan baik. Pada sebagian
besar kasus, pembedahan hanya dilakukan bila pengobatan selama
berminggu-minggu tidak membuahkan hasil. Sebagian besar kalazion
berhubungan dengan kalazion lain yang berlokasi di bagian yang lebih dalam
dari palpebra. Isi dari kalazion marginalis murni akan menyatu bila 2 buah
kapas didorong ke arah tepi palpebra dari kedua sisinya. Jika isi kalazion tidak
dapat dikeluarkan, lakukan insisi distal kalazion dan isinya dikerok.
Penatalaksanaan dari kalazion terinfeksi (misalnya hordeolum interna)
meliputi pemanasan, serta antibiotik topikal dan atau sistemik. Pada beberapa
kasus mungkin diperlukan insisi dan drainase. Yang dikeluarkan hanyalah
pus, kuretase atau kerokan yang berlebihan dapat memperluas infeksi dengan
rusaknya jaringan (ekskokleasi/ekstirpasi). Steriod topikal diperlukan untuk
mencegah terjadinya reaksi peradangan kronis yang dapat menimbulkan
sikatrik.

9. Entropion
Definisi
Entropion adalah suatu keadaan melipatnya kelopak mata bagian tepi atau
margo palpebra kearah dalam. 1,2,7
Klasifikasi
Entropion berdasakan penyebab dibagi atas :
- Involusi : Paling sering terjadi sebagai akibat dari proses penuaan. Seiring
dengan meningkatnya usia maka terjadi degenerasi progresif jaringan

22
fibrous dan elastik kelopak mata bawah. Gangguan ini paling sering
ditemukan pada kelopak bawah dan merupakan akibat gabungan
kelumpuhan otot-otot retraktor kelopak bawah, migrasi ke atas muskulus
orbikularis preseptal, dan melipatnya tepi tarsus atas.
- Sikatrik : Dapat mengenai kelopak mata atas atau bawah dan disebabkan
oleh jaringan parut di konjungtiva atau tarsus. Patologi dasarnya yaitu
memendeknya lamella posterior akibat berbagai sebab. Gangguan ini paling
sering ditemukan pada penyakit-penyakit radang kronik seperti trakoma.
- Kongenital : Entropion kongenital merupakan anomali yang jarang
ditemukan. Entropion kongenital dapat menyebabkan erosi kornea kronik
dan blefarospasm. Dapat terjadi trauma pada kornea yang menyebabkan
terbentuknya ulkus pada bayi.
o Pada entropion kongenital, tepi kelopak mata memutar kearah
kornea,sementara pada epiblefaron kulit dan otot pratarsalnya
menyebabkan bulumata memutari tepi tarsus.
o Entropion kongenital sering sering juga terdapat kelainan pada system
kardiovaskular, musculoskeletal, dan systemsaraf pusat. Entropion
kongenital berbeda dengan entropion didapat. Entropion didapat
terjadi pada usia remaja dan diturunkan secara autosomal dominan.
.
Gejala
Keluhan yang sering timbul adalah rasa tidak nyaman, mata berair, mata
merah, iritasi mata, gatal dan silau. Entropion kronis dapat menyebabkan
sensitifitas terhadap cahaya dan angin, dapat menyebabkan infeksi mata,
abrasi kornea atau ulkus kornea.
Tanda
injeksi konjungtiva, lakrimasi, fotofobia, trikiasis.

23
.
Pengobatan
Pengobatan entropion adalah operasi plastik atau suatu tindakan tarsotomi
pada entropion akibat trakoma. Pembedahan untuk memutar keluar kelopak
mata efektif pada semua jenis entropion. Sebuah tindakan sementara yang
bermanfaat pada entropion evolusional adalah dengan menarik kelopak mata
bawah dan menempelkannya dengan ‘tape’ ke pipi; tegangannya mengarah
ketemporal dan inferior.
Operasi entropion transkonjungtiva merupakan prosedur yang aman dan lebih
efisien pada entropion involusi. Pada entropion sikatrik dilakukan tarsotomi
dari Wheeler dengan modifikasi dari DR.Sie Boen Lian.

10. Ektropion
Definisi
Kelainan posisi kelopak mata di mana tepi kelopak mata mengarah ke luar
sehingga bagian dalam kelopak(konjungtiva tarsal) berhubungan langsung
dengan dunia luar. 1,2,7
Etiologi
Bisa kelainan bawaan (konginetal), paralisis nervusfasialis (suatu kelumpuhan
nervus fasialis yang dapat disebabkan oleh adanya kerusakan pada akson, sel-
sel schwan dan selubung mielin yangdapat mengakibatkan kerusakan saraf
otak), senil (katarak yang berkaitan dengan usia), spastik (kekejangan otot).
o Kebanyakan kasus ektropion terjadi akibat pengenduran jaringan
kelopak mata akibat penuaan.

24
o Beberapa kasus terjadi karena adanya jaringan parut pada kelopak
mata akibat luka bakar kimia maupun panas, truma, kanker kulit
atau pembedahan kelopak mata.
o Kadang ektropion merupakan bawaan lahir akibat pembentukan
kelopak mata yang tidak sempurna.
Gejala
Kelopak dan bulu mata bagian bawah membalik ke dalam ke arah bolamata,
dimana kelopak dan bulu mata bagian bawah membalik ke arah luar, mata
merah, kelopak jadi bengkak, mata berair.
Tanda
hiperemis palpebra, injeksi konjungtiva, edema palpebra, epifora, lagoftalmos
yang bisa menyebabkan konjungtivitis dan keratitis.

Penatalaksanaan
o Ektropion harus diperbaiki melalui pembedahan sebelum gesekan
kelopak dan bulu mata menyebabkan kerusakan kornea.
o Pembedahan biasanya dilakukan dengan bius lokal dan penderita
tidak perlu dirawat.
o Dilakukan pengencangan kelopak mata. Setelah pembedahan, mata
ditutup selama 24 jam dan diberi salep antibiotik selama sekitar 1
minggu.

25
11. Blefaritis
Definisi
Blefaritis adalah radang pada kelopak mata, sering mengenai bagian kelopak
mata dan tepi kelopak mata. Pada beberapa kasus disertai tukak atau tidak
pada tepi kelopak mata, biasanya melibatkan folikel dan kelenjar rambut.
Blefaritis adalah peradangan bilateral sub akut/menahun pada tepi kelopak
mata (margopalpebra).Blefaritis adalah inflamasi pada pinggir kelopak mata
biasanya disebabkan oleh sthapilokokus. 1,5,8
Patofisiologi
o Patofisiologi blefaritis biasanya terjadi kolonisasi bakteri pada mata.
Hal ini mengakibatkan invasi mikrobakteri secara langsung pada
jaringan ,kerusakan sistem imun atau kerusakan yang disebabkan oleh
produksi toksin bakteri , sisa buangan dan enzim. Kolonisasi dari tepi
kelopak mata dapat ditingkatkan dengan adanya dermatitis seboroik
dan kelainan fungsi kelenjar meibom.
Etiologi
o Terdapat 2 jenis blefaritis, yaitu :
1. Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan
(tempat melekatnya bulumata). Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan
seborrheik. Blefaritis stafilokok dapat disebabkan infeksi dengan
Staphylococcus aureus, yang sering ulseratif, atau Staphylococcus
epidermidis atau stafilokok koagulase-negatif. Blefaritis seboroik(non-
ulseratif) umumnya bersamaan dengan adanya Pityrosporum ovale.
2. Blefaritis posterior : mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian
kelopak mata yanglembab, yang bersentuhan dengan mata). Penyebabnya
adalah kelainan pada kelenjar minyak. Dua penyakit kulit yang bisa
menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada kulit
kepala (dermatitis seboreik).

Klasifikasi

26
1. Blefaritis superfisial
Bila infeksi kelopak superfisial disebabkan oleh staphylococcus maka
pengobatan yangterbaik adalah dengan salep antibiotik seperti sulfasetamid
dan sulfisolksazol. Sebelum pemberian antibiotik krusta diangkat dengan
kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun maka dilakukan penekanan
manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar Meibom
(Meibormianitis), yang biasanya menyertai.
2. Blefaritis Seboroik
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 Tahun),
dengan keluhan mata kotor, panas dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret
yang keluar dari kelenjar Meiborn,air mata berbusa pada kantus lateral,
hiperemia dan hipertropi papil pada konjungtiva. Pada kelopak dapat
terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis dan jaringan
keropeng.Blefaritis seboroik merupakan peradangan menahun yang sukar
penanganannya. Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan
membersihkan kelopak dar ikotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas
lidi hangat. Kompres hangat selama 5-10menit. Kelenjar Meibom ditekan dan
dibersihkan dengan shampoo bayi. Penyulit yang dapat timbul berupa flikten,
keratitis marginal, tukak kornea, vaskularisasi, hordeolum danmadarosis.
3. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau
krusta pada pangkalbulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan
terjadinya luka kulit. Merupakan peradangan tepi kelopak terutama yang
mengenai kulit di daerah akar bulu mata dan sering terdapat pada orang yang
berambut minyak. Blefaritis ini berjalan bersama dermatitik
seboroik.Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolik ataupun
oleh jamur. Pasien dengan blefaritis skuamosa akan terasa panas dan gatal.
Pada blefaritis skuamosa terdapat sisik berwarna halus-halus dan penebalan
margo palpebra disertai madarosis. Sisik ini mudahdikupas dari dasarnya
mengakibatkan perdarahan.Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan

27
membersihkan tepi kelopak dengan shampoo bayi, salep mata, dan steroid
setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme pasien.Penyulit yang
dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis, konjungtivitis.
4. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak
akibat infeksi staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng
berwarna kekunung-kuningan yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang
yang kecil dan mengeluarkan dfarah di sekitarbulu mata. Pada blewfaritis
ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila diangkat
akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit bersifat sangat
infeksius.Ulserasi berjalan lebih lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel
rambut sehingga mengakibatkan rontok (madarosis).Pengobatan dengan
antibiotik dan higiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis ulseratif dapat
dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan
stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan
harus ditambah antibiotik sistemik dan diberi roboransia.Penyulit adalah
madarosis akibat ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut,
trikiasis, keratitis superfisial, keratitis pungtata, hordeolum dan kalazion. Bila
ulkus kelopak ini sembuh maka akan terjadi tarikan jaringan parut yang juga
dapat berakibat trikiasis.
5. Blefaritis angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi staphylococcus pada tepi
kelopak di sudut kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai
sudut kelopak mata (kantus eksternus daninternus) sehingga dapat
mengakibatkan gangguan pada fungsi puntum lakrimal. Blefaririsangularis
disebabkan Staphylococcus aureus. Biasanya kelainan ini bersifat
rekuren.Blefaritis angularis diobati dengan sulfa, tetrasiklin dan Sengsulfat.
Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut mata yang akan
menyumbat duktus lakrimal.
6. Meibomianitis

28
Merupakan infeksi pada kelenjar Meibom yang akan mengakibatkan
tanda peradangan lokalpada kelenjar tersebut. Meibomianitis menahun perlu
pengobatan kompres hangat, penekanan dan pengeluaran nanah dari dalam
berulang kali disertai antibiotik lokal.

Gejala
Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik
dan keropeng atau luka terbuka yang dangkal pada kelopak mata. Blefaritis
bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya.Mata dan kelopak
mata terasa gatal, panas dan menjadi merah.Bisa terjadi pembengkakan
kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok. Mata menjadi merah,
berair dan peka terhadap cahaya terang.Bisa terbentuk keropeng yang melekat
erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan,bisa terjadi perdarahan.
Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata
sukar dibuka.

29
Blefaritis seboroika

Tanda
injeksi konjungtiva, Skuama pada tepi kelopak , Jumlah bulu mata berkurang,
Obstruksi dan sumbatan duktus meibom, Sekresi Meibom keruh, Injeksi pada
tepi kelopak , Abnormalitas film air mata, fotofobia, krusta (+).
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata.

Penatalaksanaan
Pengobatan utama adalah membersihkan pinggiran kelopak mata untuk
mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi bakteri. Bisa digunakan
sampo bayi atau pembersih khusus.Untuk membantu membasmi bakteri
kadang diberikan salep antibiotik (misalnyaerythromycin atau sulfacetamide)
atau antibiotik per-oral (misalnya tetracycline). Jikaterdapat dermatitis
seboroik, harus diobati. Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan
denganmengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata.

12. Konjungtivitis1,2
Definisi
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva ( lapisan luar mata
dan lapisan dalam kelopak mata ) yang disebabkan oleh mikro-organisme
(virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
 Infeksi olah virus atau bakteri
 Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet
dari las listrik atau sinar matahari.

30
Klasifikasi
Konjungtivitis, terdiri dari:
1. Konjungtivitis bakterial
2. Konjungtivitis virus
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Trakoma
6. Konjungtivitis iritasi atau kimia
Gambaran klinik Konjungtivitis
a. Subjekstif
Seperti ada benda asing, berpasir, pedih, panas,, gatal, kadang kabur,
lengket waktu pagi.
b. Objektif
1. Injeksi Konjungtiva
Pelebaran pembuluh a. konjungtiva posterior, yang memberi gambaran
berkelok-kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju
kornea dan ikut bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.
2. Folikel
Kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-
kira 1mm. tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel
landai, licin abu-abu kemerehan karena adanya pembuluh darah dari
pinggir folikel yang naik kearah puncak folikel.
3. Papil raksasa (Coble-stone)
Cobble-stone berbentuk polygonal tersusun berdekatan dengan
permukaan datar. Pada coble-stone pembuluh darah berasal dari
bawah sentral.
4. Flikten
Tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik di bawah epitel
konjungtiva atau kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana
permukaan epitel mengalami nekrosis.

31
5. Membran
Massa putih padat yang menutupi sebagian kecil, sebagian besar, atau
seluruh konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa
puth ini dapat berupa endapan secret, sehingga mudah diangkat, dan
disebut pseudomembran. Selain massa putih yang menutupi
konjungtiva dapat berupa koagulasi dan nekrosis konjungtiva,
sehingga sukar diangkat, disebut membran.
Gejala lainnya adalah:
- mata berair
- mata terasa nyeri
- mata terasa gatal
- pandangan kabur
- peka terhadap cahaya
- terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.

Macam-macam Konjungtivitis
1. Konjungtivitis Bakteri
 Definisi : inflamasi konjungtiva diakibatkan Staphylococcus aureus
(berhubungan dengan blefaritis), S.Epidermidis, Streptococcus
pneumonia, dan Haemophilus influenza (khususnya pada anak-anak)
 Diagnosis
Gejala : Mata merah, pedih, nyeri, mengganjal, eksudat, lakrimasi
Tanda :
 Papila konjungtiva
 Kemosis : pembengkakan konjungtiva
 Konjungtiva injeksi
 Tanpa adenopati preaurikuler
Pemeriksaan penunjang :
 Pemeriksaan tajam penglihatan
 Pemeriksaan segmen anterior bola mata

32
 Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam)
untuk mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya.
 Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama
obat diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4
kali sehari selama 1 minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata
untuk mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat penyembuhan
 Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari,
kecuali konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi
blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap menahun) dan
konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat
perforasi kornea dan endoftalmitis).
Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus
ke dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis
meningokokus adalah septicemia dan meningitis.Konjungtivitis
bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.
 Pencegahan
 Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah
membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
 Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah
menangani mata yang sakit.
 Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan
penghuni rumah lainnya.

Konjungtivitis Virus
1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

33
a). Demam Faringokonjungtival
 Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada
mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-
kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
 Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3
dan kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam
sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya
penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan
meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal
mudah dan jelas lebih praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada
bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-
anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor.
 Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri,
umumnya dalam sekitar 10 hari.

b). Keratokonjungtivitis Epidemika

 Tanda dan gejala


Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada
satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya
pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian
diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan
subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri

34
tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva
menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul
dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti
parut datar atau pembentukan symblepharon.

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel


terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-
bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut.

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian


luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik
infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.

 Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29,


dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat
diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi.
Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer;
bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil.

 Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi


melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang
steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata,
terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes
obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu
dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.

 Pencegahan

35
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan
unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan
pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya
tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan
dikeringkan dengan hati-hati.

 Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut
dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen
antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks


 Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak


kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh
darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan.
Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang umumnya menyatu
membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang banyak
(dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang
muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada
palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan.

 Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika


konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear,

36
namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat
kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel
konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan
Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya
sel – sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung


kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke
jaringan biakan.

 Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah
terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen
kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2
jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau
idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2
jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral,
400 mg lima kali sehari selama 7 hari.

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang


adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus
dipakai 7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena
makin memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit
dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat
panjang dan berat.

37
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
 Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic


besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali
diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh
coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari).

 Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan


air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-
kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus,
namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva
bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyakan pasien mengalami
limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial.
Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada
25% kasus.

 Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari

 Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

2. Konjungtivitis Virus Menahun


a). Blefarokonjungtivitis

38
Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis
mata dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral,
keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai
trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi
pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-
radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum.
Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi
seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi


memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

 Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi


vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus
cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya
biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran,
dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada
palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele.

 Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra


mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear;
kerokan konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa

39
dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel – sel
embrio manusia.

 Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10
hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan
mengurangi dan menghambat penyakit.

c). Keratokonjungtivitis Morbilli

 Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh,


yang dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner.
Beberapa hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif
dengan secret mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul
bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada
carunculus.

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya


meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada
pasien kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali
disertai infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia,
H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan
konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan
penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi
kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-
anak kurang gizi di Negara berkembang.

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear,


kecuali jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian

40
terpulas giemsa mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi
spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika
ada infeksi sekunder.

2. Konjungtivitis Alergi

1) Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)


- Tanda dan gejala
 Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai
demam jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap
tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh
tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan
bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan sekitarnya”.
Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan
konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis
berat (yang menjadi sebab “tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat
sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek matanya.

41
- Laboratorium
 Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
- Terapi
 Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan
1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis
dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi
gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon
langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh
kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
2) Konjungtivitis Vernalis
- Definisi : suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan
dianggap sebagai suatu alergi.
 Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan
(mast sel) yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam
merespon terhadap berbagai rangsangan (seperti serbuk sari atau debu
tungau) . Mediator ini menyebabkan radang pada mata, yang mungkin
sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat
mata merah alergi.

- Diagnosis
 Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
 Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
 Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
 Kadang disertai shield ulcer
 Bersifat kumat-kumatan
Gejal danTanda :
 Mata merah (biasanya rekuren)
 Kadang disertai rasa gatal yang hebat
 Adanya riwayat alergi

42
 Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama
superior
 Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
 Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat
infeksi sekunder

- Terapi
 Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin,
ruangan sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical
levokabastin, emestadine), vasokonstriktor (phenileprine,
tetrahidrolozine), mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide)
 Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4%
alomide), antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid
topical atau agen modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer
bias diberikan sikloplegik yang agresif (atropine 1%, homatropin 5%,
atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic topikal
 Dapat diberikan antihistamin sistemik.

3) Konjungtivitis Atopik

- Tanda dan gejala


 Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu.
Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang
seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di
tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada
keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-
tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit
setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis
perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat,

43
seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman
penglihatan.
 Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada
pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita
dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat
siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti
dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut
dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila
pasien telah berusia 50 tahun.
- Laboratorium
 Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak
yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.
- Terapi
 Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari),
astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu
tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat
antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan
iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini.
Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada
kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan
transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.

3. Konjungtivitis Neonatorum
- Definisi
Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis Neonatorum) adalah suatu
infeksi mata pada bayi baru lahir yang didapat ketika bayi melewati
jalan lahir.
- Penyebab
Berbagai organisme bisa menyebabkan infeksi mata pada bayi baru

44
lahir, tetapi infeksi bakteri yang berhubungan dengan proses
persalinan, yang paling banyak ditemukan dan berpotensi
menyebabkan kerusakan mata adalah gonore (Neisseria gonorrhea)
dan klamidia (Chlamydia trachomatis). Virus yang bisa menyebabkan
konjungtivitis neonatorum dan kerusakan mata yang berat adalah virus
herpes. Virus ini juga bisa didapat ketika bayi melewati jalan lahir,
tetapi konjungtivitis herpes lebih jarang ditemukan. Organisme
tersebut biasanya terdapat pada ibu hamil akibat penyakit menular
seksual (STD, sexually-transmitted disease). Pada saat persalinan, ibu
mungkin tidak memiliki gejala-gejala tetapi bakteri atau virus mampu
menyebabkan konjungtivitis pada bayi yang akan dilahirkan.

- Tanda dan Gejala

Bayi baru lahir yang terinfeksi akan mengeluarkan kotoran dari


matanya dalam waktu 1 hari sampai 2 minggu setelah dia lahir.
Kelopak matanya membengkak, merah dan nyeri bila ditekan. Gonore
bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang sangat berarti
pada struktur mata yang lebih dalam. Gejala lainnya adalah: - riwayat
penyakit menular seksual pada ibu - dari mata keluar kotoran encer
dan berdarah (serosanguinosa) atau kotoran kental seperti nanah
(purulen).
- Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Untuk mengetahui organisme penyebabnya, dilakukan pembiakan
terhadap kotoran mata.
- Terapi
Antibiotik dalam bentuk topikal (salep dan tetes mata), per-oral
(melalui mulut) maupun intravena (melalui pembuluh darah), semua
bisa digunakan tergantung kepada beratnya infeksi dan organisme

45
penyebabnya. Kadang antibiotik oral dan topikal digunakan secara
bersamaan. Irigasi mata dengan larutan garam normal dilakukan untuk
membuang kotoran purulen yang terkumpul.
- Pencegahan
Konjungtivitis neonatorum bisa dicegah dengan cara:
1. Mengobati penyakit menular seksual pada ibu hamil
2. Memberikan tetes mata perak nitrat atau antibiotik (misalnya
eritromisin) kepada setiap bayi yang baru lahir.

4. Trakoma
- Definisi
Trakoma (Konjungtivitis granuler, Oftalmia Bangsa Mesir) adalah
suatu infeksi konjungtiva yang berlangsung lama dan disebabkan oleh
bakteri Chlamydia trachomatis.
- Penyebab
Trakoma terjadi akibat infeksi oleh bakteri Chlamydia trachomatis.
Masa inkubasi berlangsung selama 5-12 hari dan berawal sebagai
kemerahan pada mata, yang jika tidak diobati bisa menjadi penyakti
kronis dan menyebabkan pembentukan jaringan parut.
Trakoma ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah pedesaan di
negara-negara berkembang.
Sering menyerang anak-anak.
Trakoma merupakan penyakit menular dan bisa ditularkan melalui:
- kontak tangan dengan mata
- sejenis lalat
-benda-benda yang terkontaminasi (misalnya handuk atau
saputangan).
- Gejala
Pada stadium awal, konjungtiva tampak meradang, merah dan
mengalami iritasi serta mengeluarkan kotoran (konjungtivitis).

46
Pada stadium lanjut, konjungtiva dan kornea membentuk jaringan
parut sehingga bulu mata melipat ke dalam dan terjadi gangguan
penglihatan.
Gejala lainnya adalah:
- pembengkakan kelopak mata
- pembengkakan kelenjar getah bening yang terletak tepat di depan
mata
- kornea tampak keruh.
 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
Apusan mata diperiksa untuk mengetahui organisme penyebabnya.
- Terapi
Pengobatan meliputi pemberian salep antibiotik yang berisi tetracyclin
dan erythromycin selama 4-6 minggu. Selain itu, antibiotik tersebut
juga bisa diberikan dalam bentuk tablet.
Jika terjadi kelainan bentuk kelopak mata, kornea maupun
konjungtiva, mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk
memperbaikinya.

5. Konjungtivitis kimia atau iritasi


a. Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal
- Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik
infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat

47
pemberian lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-
obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik
atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam
saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis
kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada
pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan kedalam
saccus conjungtivae.
- Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,
beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk
aneh. Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan
memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa
tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu
atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

b. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

- Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang
masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis.
Beberapa iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut,
tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di
daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab
utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum
dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak
ada efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena
seringkali merah dan terasa mengganggu secara menahun.
- Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan
efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung
cepat menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan
konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam
atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut

48
dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan
palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika
agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama
luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia,
dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat
diungkapkan.
- Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air
atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus
disingkirkan secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi.
Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin selama 20 menit
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika
sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan
transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah
plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan
kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim
dan prognosisnya lebih baik.

49
BAB IV
Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidarta. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI .
2. Vaughan, Daniel G., et al. 2000.Oftalmologi Umum. Jakarta : Widya Medika
3. PINK EYE. Accessed on 2012, 16th October. Available at :
http://ehealthforum.com/health/what_is_pink_eye_-e205.html
4. ACUTE CONJUNCTIVITIS. Accessed on 2012, 16th October. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/797874-overview
5. WHAT IS TRACHOMA? Accessed on 2012, 16th October. Avaiable at :
http://www.who.int/topics/trachoma/en/
6. ENTROPION AND ECTROPION. Accessed on 2012, 16th October.
Avaiable at : http://emedicine.medscape.com/article/1844045-overview
7. BLEPHARITIS. Accessed on 2012, 16th Oktober. Avaiable at :
http://www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/blepharitis.cfm
8. Artini, Widya; Hutauruk, Johan A; Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata.
Edisi kedua. Badan penerbit FKUI. Jakarta. 2011.

9. Vaughan, Daniel; Asbury, Taylor; Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum.


Edisi Empat belas. KDT. Jakarta. 2006.

10. Radjamin, Tamin, dkk. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Airlangga
University Press. Surabaya. 1984.

50

Anda mungkin juga menyukai